Langsung ke konten utama

Hukum menggunakan speaker Masjid untuk Kepentingan Umum


 

Rumusan Obrolan Santai Santri:
*Hukum menggunakan speaker Masjid untuk Kepentingan Umum*

Rumusan soal group WA_OSS

*Deskripsi mas'alah*:

Sudah menjadi kebiasaan di sebagian warga  ketika ada kepentingan yang bersifat umum, yang membutuhkan pengumuman melalui pengeras suara (speaker), mereka menggunakan speaker milik masjid. Padahal tidak ada kaitan dengan masjid, seperti pengumuman orang meninggal, pengumuman kegiatan posyandu dan yang lain. Bahkan kadang dilakukan tanpa idzin ta’mir masjid.

*Pertanyaan*:
Bolehkah menggunakan sepiker masjid untuk pengumuman yang tidak ada kaitan dengan masalahah masjid seperti pos yandu , pembayaran uang lampu dan yang lain ?

*Jawaban*:
  Diperinci :
1.) Apabila speaker tersebut berstatus wakaf mutlaq, maka boleh jika wakif tidak mensaratkan wakafnya hanya untuk keperluan masjid, dan sudah tradisi speaker tersebut digunakan untuk keperluan warga seperti pada deskripsi.

2). Jika speaker dan alat-alat lain yang mendukung speaker bisa bersuara tersebut bukan barang wakaf, maka boleh dengan catatan terdapat maslahah yang kembali pada masjid atau masyarakat Muslim secara umum.

*Catatan tambahan perlu diperhatian:*

🖍️Speaker tidak naqlu dari wilayah masjid.
🖍️Speaker diketahui tidak hanya dikhususkan untuk orang-orang yang beribadah di masjid, jadi bila memang speaker tersebut  merupakan sedekah atau wakaf khusus untuk orang yang beribadah di masjid, atau dibeli dengan dana imarah masjid (pembangunan masjid), maka tidak boleh digunakan oleh selain orang yang beribadah di masjid.
🖍️ Apabila tidak diketahui apakah dikhususkan atau tidak, maka perlu melihat qarinah kebiasaan setempat. Bila kebiasaan masyarakat setempat menggunakannya hanya khusus untuk orang yang beribadah di masjid, maka tidak boleh digunakan oleh yang lain. Namun bila kebiasaan masyarakat setempat menggunakannya secara umum baik orang yang beribadah maupun yang lain, maka boleh digunakan oleh orang yang tidak ibadah di masjid sekalipun.
hal-hal yang dituntut untuk dikeraskan adalah termasuk perkara yang dipuji dalam syara'

Referensi :

1). رسالة الاماجد في احكام المساجد ص ٢٩
ﺃﻗﻮﻝ ﻭﻓﻬﻢ ﻣﻤﺎ ﺫﻛﺮ ﻧﻘﻞ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﻤﻜﺒﺮ ﻟﻠﺼﻮﺕ ﻟﻠﻤﺴﺠﺪ ﻭﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ ﻟﻐﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﻏﻴﺮ ﺟﺎﺋﺰ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺇﻻ ﺃﻥ ﺍﺷﺘﺮﺍﻩ ﺍﻟﻨﺎﻇﺮ ﺑﻘﺼﺪ ﺇﻳﺠﺎﺭﻩ ﻓﻴﺠﻮﺯ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ ﻟﻠﻐﻴﺮ ﺑﺄﺟﺮﺓ ﻻ ﻣﺠﺎﻧا

Memindah sepeker masjid atau sejenisnya dan digunakan untuk kepentingan masjid lain itu hukumnya tidak boleh, kecuali pengurus masjid membeli sepeker dengan tujuan mau disewakan maka tidak apa - apa digunakan bukan untuk masjid tapi sifatnya disewakan ( bukan gratis )

وَاسْتَدْرَكَهُ الأُسْتَاذُ الـمُؤَلِّفُ وَفَّقَهُ اللهُ بِقَوْلِهِ: وَمُرَادِيْ بِهِ أَنَّ الاِسْتِعْمَالَ لِغَيْرِ الـمَسْجِدِ كَأَنْ اسْتُعْمِلَ لِلْوَلِيْمَةِ فِيْ البُيُوْتِ أَوْ غَيْرِهَا خَارِجَ الـمَسْجِدِ غَيْرُ جَائِزٍ. أَمَّا الاِسْتِعْمَالُ فِيْ الـمَسْجِدِ فَجَائِزٌ مَا دَامَ الاِسْتِعْمَالُ مَأْذُوْنًا شَرْعًا لِأَنَّهُ مِنْ جُمْلَةِ الاِسْتِعْمَالِ لِلْمَسْجِدِ
Guru pengarang (semoga Allah memberikan pertolongan padanya) menyusul perkataan beliau tadi dengan dawuh: ‘Maksud saya dengan perkataan tadi adalah bahwa penggunaan selain untuk masjid, seperti digunakan untuk walimah di rumah atau tempat lainnya di luar masjid hukumnya tidak boleh. Sedangkan apabila digunakan di dalam masjid maka hukumnya boleh selama mendapatkan izin secara syariat karena hal itu termasuk penggunaan untuk masjid juga.”

2). رسالة توضيح المقصود ص١٦
وَالْحَاصِلُ مِنْ جَمِيْعِ مَا ذَكَرْنَاهُ وَنَقَلْنَاهُ فِيْ هذَهَ الْوَرِيْقَاتِ أَنَّ اسْتِعْمَالَ مُكَبِّرَاتِ الصَّوْتِ فِي الآذَانِ *وَغَيْرِهِ مِمَّا يُطْلَبُ فِيْهِ الْجَهْرُ أَمْرٌ مَحْمُوْدٌ شَرْعًا* وَهذَا هُوَ الْحَقُّ وَالصَّوَابُ .

Hasil dari semua hal yang telah kami sebutkan dan kami kutipkan dalam lembaran-lembaran ini adalah bahwa mempergunakan pengeras suara dalam adzan *dan lainnya termasuk dari hal-hal yang dituntut untuk dikeraskan adalah perkara yang dipuji dalam syara'.* Dan ini adalah yang hak dan yang benar

3). فتح المعين ص١٤٤
حَيْثُ أَجْمَلَ الْوَاقِفُ شَرْطَهُ اتَّبَعَ فِيْهِ العُرْفَ الـمُطَرَّدَ فِيْ زَمَانِهِ لِأَنَّهُ بِمَنْزِلَةِ شَرْطِهِ ثُمَّ مَا كَانَ أَقْرَبَ إِلَى مَقَاصِدِ الوَاقِفِيْنَ كَمَا يَدُلُّ عَلَيْهِمْ كَلَامُهُمْ.

“Jika wakif tidak memperinci syaratnya, maka penggunaan harta wakaf mengikuti kebiasaan yang berlaku pada masa wakif tersebut. Kebiasaan yang berlaku itu hukumnya sama dengan syarat dari pewakaf. Lalu (jika tidak ada tidak ada kebiasaan yang berlaku), maka yang menjadi pertimbangan adalah apa yang paling mendekati tujuan wakif sebagaimana yang ditunjukkan oleh pernyataan ulama”

4). حاشية إعانة الطالبين ج١ص٦٩
وَسَيَذْكُرُ الشَّارِحِ فِي بَابِ الْوَقْفِ أَنَّهُ حَيْثُ أَجْمَلَ الْوَاقِفُ شَرْطُهُ اُتُّبِعَ فِيْهِ الْعُرْفُ الْمُطَّرِدُ فِي زَمِنِهِ لِاَنَّهُ بِمَنْزِلَةِ شَرْطِ الْوَاقِفِ.

Jika orang yang wakaf itu memutlakkan syaratnya maka mengikuti kebiasaan jamannya orang yang berwakaf tersebut karena kebiasaan tersebut posisinya sama dengan syarat orang yang wakaf.

5). الفتاوى الفقهية الكبرى ج٣ص١٥٥
وَأَنَّ الْمَسْجِدَ حُرٌّ يَمْلِك فَلَا يَجُوزُ التَّصَرُّفُ فيه إلَّا بِمَا فيه مَصْلَحَةٌ تَعُودُ عليه *أو على عُمُومِ الْمُسْلِمِينَ*

Sesungguhnya masjid itu seperti orang yang merdeka yang bisa memiliki sesuatu maka tidak dibolehkan menggunakan  barang masjid kecuali ada maslahat yang kembali kepada masjid atau untuk kepentingan orang-orang muslim

6). بغية المسترشدين ص٦٦
(فَائِدَةٌ) وَلاَ يَجُوْزُ لِلْقَيِّمِ بَيْعُ الْفَاضِلِ مِمَّا يُؤْتَى بِهِ لِنَحْوِ الْمَسْجِدِ مِنْ غَيْرِ لَفْظٍ وَلاَ صَرْفُهُ فِي نَوْعٍ آخَرَ مِنْ عِمَارَةٍ وَنَحْوِهَا وَإِنِ احْتِيْجَ إِلَيْهِ مَا لَمْ يَقْتَضِ لَفْظُ الآتِيْ بِهِ أَوْ تَدُلَّ قَرِيْنَةٌ عَلَيْهِ لأَنَّ صَرْفَهُ فِيْمَا جُعِلَ لَهُ مُمْكِنٌ وَإِنْ طَالَ الْوَقْتُ .

Tidak boleh bagi pengurus untuk menjual apa yang lebih dari apa yang diberikan kepada seumpama masjid yang tidak sesuai dengan ucapan dari orang yang memberinya; dan tidak boleh pula mempergunakannya untuk kepentingan yang lain seperti untuk memakmurkan masjid dan lainnya meskipun diperlukan selama tidak sesuai dengan ucapan orang yang memberi wakaf tersebut atau selama tidak ada qarinah atau hubungan yang menunjukkannya; karena mempergunakan benda wakaf dalam hal yang telah ditentukan adalah mungkin, meskipun waktunya panjang.

7). فتح المعين ص٨٨-٨٩
وَسُئِلَ الْعَلَّامَةُ الطَّنْبَدَاوِيْ عَنِ الْجِوَابِيْ وَالْجِرَارِ الَّتِيْ عِنْدَ الْمَسَاجِدِ فِيْهَا الْمَاءُ إِذَا لَمْ يُعْلَمْ أَنَّهَا مَوْقُوْفَةٌ لِلشُّرْبِ أَوِ الْوُضُوْءِ أَوِ الْغُسْلِ الْوَاجِبِ أَوِ الْمَسْنُوْنِ أَوْ غَسْلِ النَّجَاسَةِ؟ فَأَجَابَ إِنَّهُ إِذَا دَلَّتْ قَرِيْنَةٌ عَلَى أَنَّ الْمَاءَ مَوْضُوْعٌ لِتَعْمِيْمِ الْاِنْتِفَاعِ: جَازَ جَمِيْعُ مَا ذُكِرَ مِنَ الشَّرْبِ وَغَسْلُ النَّجَاسَةِ وَغَسْلُ الْجِنَابَةِ وَغَيْرُهَا وَمِثَالُ الْقَرِيْنَةِ: جِرْيَانُ النَّاسِ عَلَى تَعْمِيْمٍ لِاِنْتِفَاعٍ مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ مِنْ فَقِيْهٍ وَغَيْرِهِ إِذِ الظَّاهِرُ مِنْ عَدَمِ النَّكِيْرِ: أَنَّهُمْ أَقْدَمُوْا عَلَى تَعْمِيْمِ الْاِنْتِفَاعِ بِالْمَاءِ بِغُسْلٍ وَشُرْبٍ وَوُضُوْءٍ وَغَسْلِ نَجَاسَةٍ فَمِثْلُ هَذَا إِنتفاع يُقَالُ بِالْجَوَازِ

“Al-‘Allamah Syaikh Thambadawi ditanya tentang masalah kamar mandi dan tempat air yang berada di masjid yang berisi air ketika tidak diketahui status pewakafan air tersebut, apakah untuk minum, untuk wudlu, untuk mandi wajib atau sunnah, atau membasuh najis?. Beliau menjawab: Sesungguhnya apabila terdapat tanda-tanda (Qorinah) bahwa air tersebut disediakan untuk kemanfaatan umum, maka boleh menggunakannya untuk semua kepentingan di atas, yaitu untuk minum, membasuh najis, mandi junub dan lain sebagainya. Contoh dari tanda-tanda (qorinah) tersebut adalah kebiasaan manusia untuk memanfaatkannya secara umum tanpa ada inkar dari orang yang ahli fikih ataupun yang lainnya. Dan contoh pemanfaatan air sebagaimana contoh di atas adalah boleh,”.

8). فتاوى الكبرى ج٣ص٢٨٨
ولايجُوزُ اسْتِعْمَالُ حُصُرِ الْمَسْجِدِ وَلاَ فِرَاشِهِ فِي غَيْرِ فَرْشِهِ مُطْلَقًا سَوَاءً أَكَانَ لِحَاجَةٍ أَمْ لاَ وَاسْتِعْمَالُهَا فِي اْلأَعْرَاسِ مِنْ أَقْبَحِ الْمُنْكَرَاتِ الَّتِيْ يَجِبُ عَلَى كُلِّ أَحَدٍ إِنْكَارُهَا وَقَدْ شَدَّدَ الْعُلَمَاءُ النَّكِيْرَ عَلَى مَنْ يَفْرِشُهَا بِاْلأَعْرَاسِ وَاْلأَفْرَاحِ وَقَالُوْا يَحْرُمُ فَرْشُهَا وَلَوْ فِيْ مَسْجِدٍ آخَرَ

“Tidak diperbolehkan menggunakan alat-alat masjid dan karpetnya di tempat selain tempatnya secara mutlak, baik karena ada kebutuhan atau tidak. Dan menggunakan karpet masjid di acara nikahan termasuk perbuatan yang sangat mungkar yang wajib diingkari oleh siapa pun.
Bahkan ulama sangat mengingkari kepada orang yang menggelar karpet masjid di acara nikahan dan acara untuk senang-senang. Mereka berkata, ‘Haram menggelar karpet masjid di masjid yang lain.’”

9). روائع البيان ج١ ص ٥٧٣
ذهب بعض العلماء إلى أن المراد بعمارة المساجد هو بناؤها وتشييدها وترميم ما تهدم منها وهذه هى العمارة الحسية ويدل عليه قوله عليه السلام من بنى لله مسجدا ولو كمفحص قطاة بنى الله له بيتا فى الجنة وقال بعضهم المراد عمارتها بالصلاة والعبادة وأنواع القربات 

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang di maksud memakmurkan masjid adalah dengan cara membangunnya , membetulkannya jika temboknya rusak , mengokohkannya , dan ini merupakan memakmurkan masjid secara fisiknya dan ini juga sebagaimana yg telah di sabdakan rasulullah :Barang siapa yg membangun masjid walaupun seperti kandang burung (kiasan akan minim nya bangunannya) maka kelak Allah akan membangunkan rumah di surga.Sebagian  ulama juga berpendapat bahwa yg di maksud dg memakmurkan masjid adalah dengan cara ibadah seperti solat didalamnya dan segala macam bentuk pendekatan diri pada allah.

10). الفتاوى الفقهية الكبرى الجزء الثالث ص: 266
(وسئل) عن الماء المتصدق به للطهور في المساجد عندنا هل يجوز لأحد نقله إلى خلوته وادخاره فيها للطهر به مع منع الناس منه والحاجة إليه في المسجد وهل يجوز مع عدم ذلك أو لا؟
(beliau ditanya) tentang air yang disumbangkan untuk bersuci di masjid-masjid kami. apakah boleh seseorang memindahkannya ke tempat khalwatnya dan menyimpannya di dalam tempat khalwat nya untuk bersuci dengan air tersebut sambil mencegah orang lain dari menggunakan air tersebut dan mencegah ada kebutuhan dari air di masjid tersebut, apakah boleh dengan meniadakan yang begitu itu atau tidak?
(فأجاب) بأن من تصدق بماء أو وقف ما يحصل منه الطهور بمسجد كذا
  (jawabannya) bahwa barang siapa bersedekah air atau mewakafkan air yang dapat dari air tersebut dipakai bersuci dengan gambaran dimasjid ini
لم يجز نقله منه لطهارة ولا لغيرها منع الناس منه أو لا لأن الماء المسبل يحرم نقله عنه إلى محل آخر
maka ia tidak boleh memindahkannya untuk bersuci atau tidak boleh untuk selain hal tersebut yaitu mencegah dari menggunakan air tersebut atau berhukum tidak boleh karena air musambal itu haram di pindah ke tempat yang lain
لا ينسب إليه كالخلوة المذكورة في السؤال نعم
maka air musambal itu tidak boleh di nisbatkan (dikaitkan) dengannya, seperti ditempatkan ditempat pengasingannya yang disebutkan dalam pertanyaan
من دخل المسجد وتوضأ منه لا يلزمه الصلاة فيه وإن احتمل أن الواقف أراد ذلك تكثيرا لثوابه
barang siapa masuk masjid dan berwudhu dari air masjid tersebut tidak wajib shalat di dalamnya, tapi jika  orang yang wakaf ingin berihtimal (membawa) yang begitu (setelah wudzu diwajibkan melakukan sholat di masjid tersebut) dengan (tujuan) sebagai tambahan pahalanya,
لأن لفظه يقصر عما يفهم ذلك هذا كله إن لم يطرد عرف في زمن الواقف ويعلمه وإلا نزل وقفه عليه لأنه منزل منزلة
karena pengucapannya dibuat pendek (dipersingkat) tentang  dari apa yang bisa dipahami yang begitu itu secara kesemuanya ini, maka jika tidak berlaku urf di jaman si wakif dan dikenal dijamin si wakif, jika tidak begitu (artinya : kok berlaku urf dan dikenal di jaman si wakif) maka menempati wakafannya itu pada hal ini ( yaitu : wajib disertai melakukan sholat) karena menempati kedudukannya.

___

*Susunan Team ahli*

*kontributor* :
1. Ach. Muhtar Bs, (Alumni PP. Sidogiri, pasuruan)

2. Ust. Arupinia Katsumadai, Spd, Pamekasan Madura

3. Ust. Zainal Abidin ( Bojonegoro Jatim)

4. Ust. Muhammad Shohibunni'am
(pon pes DARUNNAJA pare kediri, Jatim)

5. Ust. Miftakhuddinn (Alumni PP. Al Anwar Sarang)

6. Ust. Junaidi El qorik ( Alumni  PP. NAHDATUL ATHFAL kabupaten kubu raya, Kalimantan barat, Aktivis DHF)

7. Ust. Abdunnasir SPdi (alumni Al anwar paculgowang)

8. Ust. Taufik udin (PP asalafiyah darun naja kab tangerang banten)

9. Ust Muhammad ridwan (alumni PP riyadulaliyah cisempur bogor)

10. Ust. muhammad Muhsin (Aktivis Piss KTB, alumni lirboyo)

11. Ust. Muchsin Chafifi (Aktivis piss KTB dan  DHF)

12. Ust. Muhyiddin (Alumni MA Al Anwar Paculgowang)

13.Ust. Muhammad (Ust.madrosah miftahul ulum sungai asam kb paten kubu raya
Alumni pp almubarok lanbulan tambelangan sampang madura)

14.  Ust. Daud (alumni PP. Payaman sirojul Mukhlisin da'wah maksud hidup, Magelang)

15. Ust. Rohim (Pondok Pesantren AS-SALAFI AL-BAIHAQI,Bangkalan Madura)

16. Ust. Muhammad. Anshori,S.Ag
( alumni pon.pes. Lirboyo Kediri)

17. Ust  Danial (Alumni PP. Manbaul ulum pakis, Kudus)

18. Ust. Mulyanto (alumni pesantren Roudhotul Banin, Panjatan, Kulon progo - jogja)

19. Ust. Abdul Rokhim (Alumni Pon Pes  Salafiyyah Syafi'iyah, Gondang - TulungAgung)

20.  Ust. MOHAMMAD NANANG QOSIM, S.Pd.I (Wakil Ketua Bendahara di PC. LDNU Kab. Sampang, Ketua PAC. JQHNU Kec. Torjun, Wakil Ketua Divisi TARTILA JQHNU Sampang, Sekretaris Ranting NU Desa Patarongan Kec. Torjun Kab. Sampang).

21. Ustadz Ibnu Hasyim dari Lumajang
(Alumni : Pon.Pes. Azzahir kraksaan probolinggo, Jatim)

*Notulen*:

1.Ustadz "Mas" Abdullah Amin nafi' (alumni PP. Tarbiyatun Nasyi'in, Paculgowang Jombang)

*Moderator*:

1.Kang  Rasjid (alumni PP. Alhamdulillah, Kemadu, Sulang - Rembang, Jawa Tengah)

2. Ust. Ahmad Shodiqin ( Alumni, PP. Hidayatut thullab Pondok tengah Kamulan durenan trenggalek).

3. Neng Martiffin R.(IPPNU,CB KPP PC.sragen ,Alumni PP AL HIKMAH SRAGEN

*Editor* :
1. Ust. Zainal Abidin, S.Pd. (Sekretaris LBM Taman Sidoarjo, Jatim, alumni pondok pesantren Al-Anwar sarang Rembang)

*Dewan Mushohih:*

1.  KH. Khotimi Bahri  (Anggota Komisi MUI Kota Bogor)
2. KH Moh Salim S pd. (Alumni Al Falah Ploso Mojo Kediri)
3.  KH. Mahmud Abid ( ketua LBM MWC NU WARU. Sidoarjo Jatim, alumni Pon Pes Langitan)
4. Ust. Haris Abdul Khaliq (Sekjen PCNU Sragen)
5.Ust.  Masduqi  (mutahorij  ppmt mlangi sleman)
6. Ust. Lutfi Hakim . MA
PP. Futuhiyyah Mranggen - Demak
Anggota LDNU Kab. Bogor
7.  Ust. Fathurrohman,S.Pd.I (WAKIL ROIS SURIYAH MWC Gandrungmangu, Ketua LBM NU MWC Gandrungmangu, Ketua UPZIS di MWC Gandrungmangu, Katib Suriyah di Ranting NU Layansari, Anggota LBM di PC Cilacap,  Alumni PPHT Kamulan,Durenan,Trenggalek,Jawa Timur).
8.  KH. Ahamdi abd haliem (Pengasuh pondok pesantren Raudlatul Muttaqien Pontianak Kal-Bar)
9.  Ust. Mohammad Anwar. (Alumni
PP. Ash Shiddiq, Narukan, Kragan Rembang,  bendahara LBM PC NU kebumen ).
10. KH.dr H Nur Kholish Qomari (Anggota LKNU Batu, Anggota Komisi Fatwa MUI Batu, Ketua PDNU Batu , Seksi Baksos PDNU Pusat, Alumni PP Miftahul Huda Gading Malang dan Darul Musthofa Tarim Hadromaut Yaman.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

DALIL TAHLILAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا