Langsung ke konten utama

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ


PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB.


Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan.


Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187


وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧)


Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT


فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤) 


Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang).


Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie



✒️Madzhab Syafi'ie


Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab :


واحتج أصحابنا بأن المفهوم في الاستعمال المتبادر إلى الأفهام أن سبيل الله تعالى هو الغزو ، وأكثر ما جاء في القرآن العزيز كذلك( ج ٧ ص  ٢٥٧ )


Sahabat-sahabat kami berhujjah, bahwa konteks pemahaman dalam penggunaan kata (Sabilillah) yang cepat diserap oleh pemahaman bahwasanya Sabilillah Ta'ala itu ialah peperangan, dan kebanyakan (kalimat Sabilillah) Yang disebutkan dalam Al-Quran Yang Mulia juga demikian (bermakna Jihad / perang).


Beliau juga menyebutkan didalam kitab Minhajuttholibin Kitab yang menjadi pedoman para Ulama Syafi'iyyah, yaitu sebagai berikut


وسبيل الله تعالى غزاة لا فيء لهم فيعطون مع الغنى ( منهاج الطالبين)


Dan (pengertian) Sabilillah itu adalah para pejuang perang yang tidak mendapatkan honor / gaji, maka mereka berhak untuk diberi, kendatipun mereka berkecukupan.


Dan disebutkan didalam kitab Mughnilmuhtaj sebagai syarah bagi kitab tersebut


(وسبيل الله تعالى غزاة) ذكور لا فئ لهم، أي لا اسم لهم في ديوان المرتزقة بل يتطوعون بالغزو حيث نشطوا له وهم مشتغلون بالحرف والصنائع ( ج ٣ ص ١٣٥ )


Dan Sabilillah itu ialah para pejuang perang laki-laki yang tidak mendapat gaji yaitu yang namanya tidak tercantum dalam daftar para tentara honorer, tetapi mereka hanya sukarelawan yang turut berperang dengan gigih penuh semangat dan mereka juga sibuk bekerja dengan berprofesi dan berkarya.


Kiranya kutipan 'ibaroh dari tiga referensi tersebut cukup sebagai representasi pendapat dalam Madzhab Syafi'ie.



✒️ Madzhab Hanafie

Assyekh Abdurrahman Aljazirie menyebutkan didalam Kitabnya Alfiqh Alal MadzahibilArba'ah, pada keterangan Fie Sabilillah dalam Madzhab Hanafie.


“وفي سبيل الله” هم الفقراء المنقطعون للغزو في سبيل الله على الأصح ( فقه على مذاهب الاربعة ج ١ ص ٥٦٣ )


(pengertian fie sabilillah) menurut pendapat yg paling benar (Alal ashoh) mereka adalah orang-orang faqir yang hanya fokus untuk berperang dijalan Allah.


Menurut pendapat Yang Ashoh disni ialah ; bahkan tidak semua mujahidin berhak mendapatkan Zakat melainkan hanya orang-orang yang faqir dikalangan mereka saja, jika kita rampingkan lagi maka yang menjadikan seoarang mujahid itu berhak menerima Zakat adalah kefaqirannya tersebut dikarenakan dia rela meninggalkan usahanya demi untuk berjihad.


Dr. Wahbah Azzuhailiy menyebutkan didalam kitabnya Alfiqhul Islamie Wa Adillatuhu 


وقال ابو حنيفة لا يعطى الغازي في سبيل الله إلا اذا كان فقيرا ( فقه الإسلامي وادلته ج ١ ص ١٩٥٧)


(Zakat) tidak bisa diserahkan kepada Seorang tentara fie sabilillah kecuali jika ia adalah orang faqir.


Didilam Kitab Tanwierulabshoor (Fiqh Hanafie) disebutkan


وفي سبيل اللّٰه  وهو منقطع الغراة. ( رد المختار على الدر المختار ج ٣ ص ٢٩٨)

Dan pengertian sabilillah ialah orang yg terpisah dari rombongan para pejuang ( karena tidak punya ongkos untuk menyusul mereka).


Tetapi ada sebagian dari Ulama Hanafie yang berpendapat bahwa Ibadah Haji termasuk Fie Sabilillah dan pendapat ini sesuai dengan Madzhab Hanbalie.


Dr. Wahbah Azzuhaily menyebutkan :


والحج عند الحنابلة وبعض الحنفية من السبيل فيعطى مريد الحج من الزكاة (الفقه الإسلامي وادلته ج ٣  ص ١٩٥٨ )


Berhaji itu menurut Madzhab Hanbalie dan sebagian Hanafie termasuk Sabilillah, maka orang yang hendak berhaji berhak untuk diberi sebagian dari Zakat.


Meskipun haji tergolong Fie Sabilillah, tetapi ia tetap tidak boleh menerima Zakat kecuali jika ia termasuk orang Faqir. 


Jika kita rampingkan lagi, maka faktor utama kebolehan orang yang akan berhaji untuk menerima Zakat adalah Faqir.


Didalam kitab Alfiqhul Islamie wa adillatuhu disebutkan


فيأخذ مريد الحج من الزكاة ان كان فقيرا ( فقه الاسلامي وادلته ج ٣ ص ١٩٥٨ )


Maka orang yang akan berhaji boleh mengambil sebagian dari Zakat jika ia tergolong Faqir.


✒️ Madzhab Maliki


Dr. Wahbah Azzuhaylie mengutip perkataan Imam Malik didalam kitabnya Alfiqhul Islamie Wa Adillatuhu


وقال مالك سبل اللّٰه  كثيرة ولكني لا اعلم خلافا في ان المراد بسبيل اللّٰه  ههنا الغزو ( فقه الاسلامي وادلته ج ٣ ص ١٩٥٩ )


Malik berkata :Jalan menuju Allah itu banyak, akan tetapi saya tidak mengetahui perselisihan pendapat pun bahwa yang dimaksud dengan Sabilillah disini (didalam Ayat) adalah berperang.


✒️ Madzhab Hanbalie


Didalam Kitab Al-iqna' Fie Fiqhil Imam Ahmad Bin Hanbal disebutkan :


السابع في سبيل اللّٰه  وهم الغزاة الذين لا حق لهم في الديوان فيدفع اليهم كفاية غزوهم وعودهم ولو مع غناهم ( الاقناع في فقه الامام احمد ابن حنبل )


Yang ketujuh : Fie Sabilillah, Mereka adalah para tentara perang yang tidak mendapatkan hak pada daftar diwan, maka diserahkan kepada mereka biaya cukup untuk berperang dan pulang, walaupun mereka tergolong mampu.


Didalam Kitab Kassyaaful Qina' Syarah Al-Iqna' diatas disebutkan


(السابع في سبيل اللّٰه ) للنص ( وهم الغزاة) لأن السبيل عند الإطلاق هو الغزو ولقوله تَعَالَى  إن اللّٰه يحبّ الذين يقاتلون في سبيله صفًّا وقوله وقاتلوا في سبيل اللّٰه. إلى غير ذلك (كشاف القناع شرح الإقناع )


Yang ke tujuh Fie Sabilillah, karena ada Nash (langsung dalam Al-Quran) mereka adalah para tentara perang ; sebab makna Sabil ketika dinyatakan artinya adalah perang, karena Firman Allah SWT : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang dijalan-Nya seraya berbaris. Dan Firman-Nya :Marilah berperang dijalan Allah. Dll…


Dalam Madzhab Hanbalie ini terdapat kesamaan dengan Mazhab Syafi'ie yaitu pengertian Fie Sabilillah adalah tentara perang yang tidak mendapat gaji atau honor, dan ada pula kesamaan dengan Madzhab Hanafie yaitu orang yang akan berhaji termasuk Fie Sabilillah.


Polemik argumentasi seputar pengertian Fie Sabilillah


Setelah kita memahami pokok pendapat dasar dari Empat Madzhab secara fundamental dan mengetahui bahwa ternyata semua memaknai Fie Sabilillah adalah para tentara perang, maka sebenarnya ini sudah cukup untuk menjadi pedoman.


Assyekh Ali Bin Abubakar Bafadhol mengatakan didalam Fatwanya (Mawahibul Fadhl Min Fatawa Bafadhl).


و لا يجوز تقليد غير الأئمة الأربعة كما نص عليه ابن الصلاح و نقل الإجماع عليه أي حتى في العمل لنفسه لعدم الثقة بنسبتها لأربابها بأسانيد تمنع التحريف و التبديل ، وعليه فمن قلد غير الأئمة الأربعة في إخراج الزكاة و صرفها إلى غير مستحقيها من نحو بناء مسجد أو غيره من المصالح العامة مثلا لا تبرأ ذمته منها و يأثم إثما عظيما لأن صرفها لغير مستحقيها مما ذكره السائل كمنعها لأنه خالف الكتاب و السنة و إجماع العلماء في قولهم إن المراد بقوله تعالى : ( و في سبيل الله ) هم الغزاة ( مواهب الفضل من فتاوى بافضل ص ٣٩ ) 


Dan tidak boleh mengikut (bertaqlid) kepada selain dari Para Imam Madzhab Yang Empat, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Ibnu Sholah bahkan telah dinukil kesepakatan atasnya, yaitu walau pun mengamalkannya untuk pribadi, karena tidak ada keotentikan dalam menyandarkan pendapat tersebut kepada empunyanya dengan sanad-sanad yang menghalangi distorsi dan perubahan, oleh karenanyamaka orang yang bertaqlid kepada selain Para Imam Yang Empat dalam mengeluarkan Zakat dan menyerahkannya kepada orang-orang yang tidak berhak seperti pembangunan Masjid dan kepentingan umum lainnya, maka tidak terlepas tanggungan (Zakatnya) dan dia berdosa besar, sebab menyerahkan Zakat bukan kepada yang berhak seperti yang disebutkan penanya tadi, berarti sama dengan menahannya (tidak menunaikan Zakat).' karena hal ini menyalahi Kitab dan Sunnah serta kesepakatan Ulama dalam perkataan mereka : bahwa yang dimaksud Fie Sabilillah adalah para tentara perang.


Meskipun demikian kita tidak menutup mata bahwa memang ada pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Ulama pengikut masing-masing Madzhab yang mayoritasnya bertentangan dengan pendapat yang mu'tamad dalam Madzhab masing-masing.

Karena mengingat Rata-rata mereka yang memperbolehkan Guru-guru Agama itu berhak menerima Zakat Fitroh karena berdalih dengan beberapa referensi dari kitab-kitab lintas Madzhab yang empat tsb.



Berikut yang bisa saya tulis :


1. Perkataan Al-Imam Alqoffal seperti yang disebutkan Oleh Al-Imam Alfakhru Ar-rozie didalam Tafsirnya yang kemudian dikutip Oleh As syekh Muhammad Nawawie Bin Umar Albantenie didalam Tafsirnya Marahullabid / Attafsirulmunir


ونقل القفال عن بعض الفقهاء أنهم اجازوا صرف الصدقات إلى جميع وجوه الخير من تكفين الموتى وبناء الحصون وعمارة المسجد لان قوله تعالى فى سبيل الله عام فى الكل ( تفسير المنير الجزء الأول ص ٢٤٤ )


Alqoffal menukil didalam Tafsirnya dari sebagian Fuqoha, bahwasanya mereka memperbolehkan menyalurkan Sedekah (Zakat) kepada seluruh bentuk kebaikan, seperti kafan untuk mayat, membangun benteng pertahanan, pembangunan masjid, karena Firman-Nya (Allah) Fie Sabilillah meliputi semuanya.


2. Dewasa ini ada beredar bahwa Al-Imam Al-Qastalanie Assyafi'ie memperbolehkan untuk menyerahkan Zakat kepada selain tentara perang, seperti para penuntut Ilmu Agama, pemandu kebenaran, penuntut keadilan, penegak kejujuran, penceramah, pembimbing dan para pembela Agama Yang Suci ini.


Dan mereka berasumsi bahwa pendapat ini dikemukakan Oleh Al-Imam Ahmad Bin Muhammad Al-Qastalanie Assyafi'ie didalam Kitab Jawahirulbukhorie, karangan seorang Ustadz yang bernama Mustofa Muhammad 'imaarah, tapi sayang sekali setelah ditelusuri pada kitab tersebut ternyata tidak ada sama sekali pernyataan Al-Qastalanie seperti yang dituduhkan diatas, hanya ada keterangan atau catatan kaki (Ta'liq) dari penulis sendiri atau dari penerbit kitab tersebut Muhammad Mustofa Muhammad yang tidak diketahui latar belakangnya dan apa Madzhabnya, hanya ada sedikit keterangan bahwa beliau adalah seorang pengajar di Madrasah AlAmiriyyah. 

Seperti yang akan kita bicarakan dipembahasan berikutnya.

  

3. Didalam Kitab Hasyiyah As-Showie disebutkan


"مذهب مالك  ان طلبة العلم المنهمكين فيه لهم الأخذ من الزكاة ولو أغنياء إذا انقطع حقهم من بيت المال لأنهم مجاهدون " انتهي  

(حاشية الصاوي ج ٢  ص ٥ ٣ )

 وكذا سراج السالك شرح أسهل المسالك  ١/١٨٦  


Menurut Madzhab Malik bahwa para penuntut Ilmu (Agama) yang tekun, mereka berhak mengambil sebagian dari Zakat, meskipun mereka tergolong orang mampu, apabila hak mereka terputus dariBitulmaal, karena mereka itu adalah para pejuang.


Didalam Kitab Alfiqhul Islamie wa adillatuhu juga disebutkan :


وفسر بعض الحنفية سبيل اللّٰه بطلب العلم ولو كان الطالب غنيا ( فقه الاسلامي وادلته ج ٣  ص ١٩٥٩)


Sebagian Ulama Hanafie mentafsirkan Sabilillah dengan menuntut Ilmu, walaupun seorang penuntut Ilmu tersebut orang mampu.


Ini adalah sebagian dari literatur yang dikemukakan oleh orang-orang yang memperbolehkan para Guru-guru Agama berhak menerima Zakat, dan masih banyak dalil-dalil yang serupa dari redaksi yang berbeda-beda dengan ungkapan atau 'ibaroh yang hampir mirip. 

Tapi sayang sekali menurut saya mereka terlalu terburu-buru untuk mengaplikasikannya ditengah masyarakat umum, khususnya dikalangan santri-santri atau anak didik mereka, mengingat dalil-dalil diatas harus dikaji dengan cermat dan lebih mendalam lagi.


Berikut kami akan menguraikan tentang dalil-dalil diatas sebagai bentuk bantahan terhadap kontekstual mereka dalam cara beragumantesi (Istidlal) dengan menggunakan dalil-dalil tersebut.


A. Adapun mengenai dalil yang No 1, yaitu  perkataan Al-Imam Alqoffal yang dikutip Oleh Al- fakhru Ar-rozy didalam Tafsirnya dan kemudian  dinukil pula Oleh As-syekh Muhammad Nawawie  Bin Umar Albantenie, maka tidak bisa dijadikan  acuan apa lagi untuk mewakili Madzhab  Assyafi'ie, karena seperti yang sudah dijelaskan  bahwa dalam Madzhab Assyafi'ie yang dimaksud  Fie Sabilillah itu adalah para tentara perang. 

Dan  ditambah lagi jika kita amati dengan cermat pada  kalimat atau 'ibaroh tersebut, Imam Alqoffal tidak  berpendapat seperti itu karena memang  Madzhab beliau adalah Syafi'ie, beliau hanya  mengutip atau menukil perkataan sebagian  Ulama, bahwa sebagian mereka ada yang memperbolehkan untuk menyalurkan Zakat  kepada seluruh bentuk kebaikan, seperti kafan  untuk mayat, membangun benteng pertahanan,  pembangunan masjid dan kebaikan lainnya. 

Hal  ini dapat kita pahami dari 'ibaroh berikut :


نقل القفال في تفسيره

(Alqoffal menukil didalam Tafsirnya).  

Ungkapan ini menunjukkan bahwa beliau hanya  menukil sebagai bahan informasi saja, bukan  untuk dijadikan acuan, hal seperti ini sudahlumrah didalam kitab-kitab fiqih, sehingga sering  kita dapati kalimat

قيل، قال بعضهم، وفي قول

Yang artinya : (ada yang mengatakan,  sebagian berpendapat dan ada pendapat lain).


Dan jika kita menengok kepada 'ibaroh ini, 


عن بعض الفقهاء انهم أجازوا


(Alqoffal menukil dari sebagian Fuqoha  BAHWA MEREKA (para Fuqoha itu)  memperbolehkan...dst.) 


maka akan semakin jelas bahwa yang  berpendapat demikian bukan Imam Alqoffal,  melaikan sebagian Fuqoha tersebut. 

Sedangkan sebagian Fuqoha yang dimaksud tidak  jelas siapa mereka (Majahil) sehingga tidak dapat  dijadikan acuan, Oleh karenanya Assyekh  Muhammad Zahid Al-Kautsarie mengomentari  pendapat ini didalam Kitabnya yang berjudul  maqoolaat Al-Kautsarie :


واما ما حكاه الفخر الرازي على القفال الشاشي من عزو القول بشمول (سبيل الله ) لوجوه البر إلى مجهول من الفقهاء على خلاف رأي الجماعة فشأنه شأن رواية المجاهيل والآراء التالفة للمجاهيل على أنه لا رأي يؤخذ به ضد الاجماع الذي حكيناه عن مالك وابن حزم، مع العلم بان الرازي ليس من رجال تمحيص الروايات ثم الشاشي كان حينما ألف تفسيره معتزليا لا يتحاشى نقل آراء المبتدعة ممن لا يقام لكلامهم وزن. إه‍ ( مقالات الكوثري ص ١٨٣ )


Adapun yang dihikayatkan oleh Al-Fakhru Ar-Roziy tentang Alqoffal As-Syasyie menyandarkan sebuahpendapat yang mengatakan Sabilillah mencakup semua bentuk kebaikan kepada seoarang yang tidak jelas (Majhul) dari kalangan Fuqoha yang berbeda dengan pendapat sekelompok Ulama, maka permasalahannya sama seperti permasalahan riwayat orang-orang yang tidak jelas dan pendapat yang cacat bagi orang-orang yang tidak jelas itu, berdasarkan atas apa yang telah kami hikayatkan dari Malik dan Ibnu Hazem bahwa tidak ada pendapat pun yang boleh diambil ketika bertentangan dengan kesepakatan Ulama (Ijma'), serta diketahui bahwa Ar-Rozie bukan termasuk pakar peneliti riwayat kemudian As-Syasyie ketika mengarang kitab tafsirnya itu masih beraliran Mu'tazilah yang tentunya dia tidak menghindariuntuk menukil pendapat para Ahli bid'ah dari kalangan orang-orang yang perkataannya itu tidak dapat dijadikan neraca. 


B. Mengenai dalil yang No 2 perkataan Al-Qastalani didalam kitab Jawahirulbukhori tersebut, itu tidak benar, karena beliau tidak pernah mengatakannya, apa lagi Kitab Jawahirulbukhorie merupakan karya tulis Ustadz Mustofa Muhammad 'Imarah itu bukan kitab fiqih, melainkan kitab Hadits Yang beliau himpunkan dari Shohihul bukhorie dan Syarah Imam Al-Qastalani (Irsyadussaarie Lisyarhi Shohihil Bukhorie) seperti yang dijelaskan Oleh Ustadz tersebut pada Muqoddimah Kitabnya ini. 

Sebagian ada yang salah paham lalu mengira Kitab Jawahirulbukhorie itu adalah karangan Al-Qastalanie mungkin karena terpengaruh dengan judul lengkapnya (JAWAHIRUL BUKHORIE WA SYARHUL QASTALANIE 700 HADITS MASYRUHAH) padahal bukan, seperti yang tadi sudah dijelaskan. Dan saya menemukan ada dua naskah dari Kitab Jawahirulbukhorie ini, ironisnya pada cetakan Assa'adah mesir, tidak saya temukan keterangan tersebut, dan yang saya temukan itu pada naskah cetakan Darul fikr yang diterbitkan Oleh Muhammad Mustofa Muhammad, sehingga menurut hemat saya keterangan tersebut adalah tulisan Muhammad Mustofa Muhmmad ini, bukan Ustadz Mustofa Muhammad 'Imaaroh. 

Berikut teks yang tertulis pada catatan kaki dalam Kitab tersebut


اهل سبيل الله اي الغزاة المتطوعون بالجهاد وان كانوا اغنياء ويدخل في ذلك طلبة العلم الشرعي ورواد الحق وطلاب العدل ومقيموا الانصاف والوعظ والارشاد وناصر الدين الحنيف

(جواهر البخاري وشرح القسطلاني ص ١٠٦)



Orang-orang Sabilillah itu ialah para tentara perang yang sukarelawan dalam berjuang meskipun mereka orang-orang yang mampu, untuk membantu perjuangan mereka, dan termasuk dalam kategori itu para penuntut Ilmu Agama, pemandu kebenaran, penuntut keadilan, penegak kejujuran, penceramah, pembimbing dan para pembela Agama Yang Suci.


Adapun pernyataan Imam Al-Qastalanie sendiri sebagai pengikut Madzhab Syafi'ie beliau menyebutkan didalam Kitabnya Irsyadussaarie lisyarhi Shohihilbukhorie


( في سبيل الله ) اي الغزاة الذين لا رزق لهم في الفيء 

( ارشاد الساري لشرح صحيح البخاري للامام القسطلاني)


Fie Sabilillah ialah para tentara perang yang tidak menerima honor dari pada fai'.


Begitulah realitanya, semoga Allah mengaruniakan Hidayah-Nya kepada kita. Aamiin...


C. Dan pada dalil yang No 3, justru pada keterangan  tersebut dalam sebuah qaoul atau pendapat  dalam Madzhab Malikie dan Hanafie  mengindikasikan bahwa para penuntut Ilmu  Agama (santri, siswa Madrasah dan pendidikan  Agama lainnya) mereka yang berhak menerima  Zakat, bukan malah sebaliknya mereka yang  dibebankan untuk membayar Zakat Fitroh kepada  Para Pengajar mereka. 


Dan perlu diketahui, jika seorang yang  bermadzhab Syafi'ie ingin mengamalkan selain  dari Madzhabnya berarti dia akan berpindah ke  Madzhab lain (bertaqlid), dan ketika akan  berpindah ke Madzhab lain, maka terlebih dahulu  dia harus mengetahui bahwa Imam yang  diikutinya itu (Almuqollad) adalah memang  seorang Mujtahid seperti para Imam Madzhab  yang Empat dan sebagian pengikut mereka, serta  harus mengetahui tata cara pelaksanaan Ibadah  dalam Madzhab Imam yang akan diikutinya  tersebut secara keseluruhan meliputi Syarat- syarat dan Rukun-rukunnya, agar tidak terjermus  pada Talfiq (pencampuradukan Madzhab)  sehingga masing-masing dari Madzhab Imam  yang diikutinya tadi tidak ada yang mengesahkan Ibadahnya itu, sedangkan hukum Talfiq adalah  haram serta dapat mengakibatkan kefasiqan  terhadap pelakunya, wal'iyadzu Billah , dan tidak  bertujuan untuk mencari-cari kemudahan bagi  nafsunya sehingga mengeluarkannya dari taklif atau demi mendapatkan keuntungan duniawi,  dan disyaratkan pula mengikut / bertaqlid  kemadzhab lain itu sebelum terjadi atau sebelum  melakukan Ibadah tersebut.

 

Memang ada sebuah pendapat dalam  Madzhab Malikie bahwa Fie Sabilillah itu tidak  hanya bermakna para tentara perang saja, seperti  yang disebutkan Oleh Assyekh Ahmad Bin  Muhammad Asshowie Almalikie didalam  Hasyiyahnya, sebagaimana yang telah saya kutip  diatas, tapi perlu diketahui bahwa dalam  Madzhab Malikie orang-orang yang berhak  menerima Zakat Fitroh (Mustahiqqin) tidak sama  dengan para Mustahaqqin yang berhak menerima Zakat Harta. Menurut Madzhab Malikie delapan  golongan yang disebutkan didalam Ayat itu  adalah para Mustahiqqin yang berhak menerima  Zakat Harta saja, sedangkan para Mustahiqqin  yang berhak menerima Zakat Fiitrah hanya dua  golongan saja, yaitu

1. Faqir dan 

2. Miskin

 

Assyekh Abdurrahman Al-jazirie meneyebutkan  dalam kitabnya Alfiqh 'alalmadzahibil Arba'ah seputar  Madzhab Malikie


وشرط في صرف الزكاة لواحد من الأصناف المذكورة في الآية أن يكون فقيرًا أو مسكينًا، حرًا مسلمًا ليس من بني هاشم، فإذا وجد ابن سبيل ليس فقيرًا، ولا مسكينًا. الخ، لا تصرف له الزكاة وهكذا ( الفقه على المذاهب الاربعة ج ١ ص ٥٦٩ )


Dan disyaratkan dalam menyalurkan Zakat (Fitroh) kepada salah satu dari pada golongan-golongan yang disebutkan didalam Ayat, bahwa dia adalah orang yang Faqir atau Miskin, Merdeka lagi Muslim bukan dari Bani Hasyim, maka apa bila ada seorang yang Musafir (Ibnu Sabil) yang tidak tergolong Faqir dan Miskin...dst. 

maka tidak boleh diberikan Zakat kepadanya, demikian seterusnya (golongan-golongan yang lainnya).


Didalam kitab Mawahibuljalil Syarah Mukhtashor Kholil (fiqh Malikie) karangan Assyekh Muhmmad Bin Muhammad Ar-ru'ainie Alhatthob juga disebutkan 


خَتَمَ البابَ بِبَيانِ مَصْرِفِ زَكاةِ الفِطْرِ، فَقالَ: وإنَّما تُدْفَعُ لِحُرٍّ مُسْلِمٍ فَقِيرٍ يَعْنِي أنَّهُ يُشْتَرَطُ فِيمَن تُدْفَعُ لَهُ زَكاةُ الفِطْرِ ثَلاثَةُ شُرُوطٍ: (الأوَّلُ) الحُرِّيَّةُ، (والثّانِي) الإسْلامُ، (والثّالِثُ) الفَقْرُ ولا خِلافَ فِي ذَلِكَ عِنْدَنا. إه‍  ( مواهب الجليل في شرح مختصر خليل ٢/‏٣٧٦ — الرعيني)


Beliau (Mushonnif) menutup Bab ini dengan menjelaskan tempat penyaluran Zakat Fitroh, lalu beliau mengatakan : "sesungguhnya Fitroh itu hanya diserahkan kepada orang yang Merdeka, Muslim lagi Faqir", yakni : sesungguhnya disyaratkan pada orang yang boleh diserahkan Zakat Fitroh kepadanya 3 Syarat 

1. Merdeka 

2. Islam dan 

3. Faqir, 

dan hal ini tidak diperselisihkan dikalangan kami (Madzhab Malikie).


Dari keterangan diatas kita dapat simpulkan bahwa dalam Madzhab Malikie kiyai, Ustadz dan Guru-guru Agama, mereka tidak berhak menerima Zakat Fitroh. kendatipun mereka mengklaim bahwa mereka termasuk Fie Sabilillah, karena Fie Sabillah tidak termasuk golongan yang berhak menerima Zakat Fitroh, kecuali mereka tergolong Faqir atau Miskin.


Demikian pula ada pendapat didalam Madzhab Hanafie bahwa Fie Sabilillah itu bukan hanya tentara perang saja melainkan seluruh bentuk kebajikan dan keta'atan, seperti para penutut Ilmu dan orang-orang yang berjuang dalam kebaikan dsbg. 

Akan tetapi didalam Madzhab Hanafie mereka berhak menerima Zakat apabila mereka Faqir, sehingga kefaqiranlah yang menjadi faktor utama kebolehan mereka untuk menerima Zakat.


Assyekh Ibnu Abidin menyebutkan didalam kitabnya Roddulmuhtar Aladdurrulmukhtar (fiqh Hanafie)


وقَدْ قالَ فِي البَدائِعِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ جَمِيعُ القُرَبِ فَيَدْخُلُ فِيهِ كُلُّ مَن سَعى فِي طاعَةِ اللَّهِ وسَبِيلِ الخَيْراتِ إذا كانَ مُحْتاجًا. اهـ. (قَوْلُهُ: وثَمَرَةُ الِاخْتِلافِ إلَخْ) يُشِيرُ إلى أنَّ هَذا الِاخْتِلافَ إنّما هُوَ تَفْسِيرُ المُرادِ بِالآيَةِ فِي الحُكْمِ، ولِذا قالَ فِي النَّهْرِ والخِلافُ لَفْظِيٌّ لِلِاتِّفاقِ، عَلى أنَّ الأصْنافَ كُلَّهُمْ سِوى العامِلِ يُعْطَوْنَ بِشَرْطِ الفَقْرِ  ( الدر المختار وحاشية ابن عابدين (رد المحتار) ٢/‏٣٤٣ — ابن عابدين (ت ١٢٥٢)


Berkata didalam Kitab Al-badai' : Fie Sabilillah adalah seluruh bentuk Ibadah, maka termasuk setiap orang yang berupaya dalam berbuat ta'at kepada Allah dan dalam jalan kebaikan, jika Ia orang yang memerlukan. (perkataannya : buah dari perselisihan ini) mengisyaratkan bahwa perselisihan pendapat ini hanya pada tafsir makna Ayat dalam segi hukumnya, oleh karenanya berkata didalam kitab An-Nahr : perselisihan itu hanya lafazhnya saja, karena kesepakatan bahwa semua golongan itu selain Amil diberi Zakat dengan Syarat Faqir.


Dari keterangan diatas dapat kita simpulkan bahwa orang yang berhak menerima Zakat itumenurut Madzhab Hanafie hanya Faqir dan Amil saja.


Didalam Madzhab Hanafie Zakat Fitroh yang dikeluarkan Hanya terhimpun pada empat jenis biji-bijian 

yaitu 

1. Gandum 

2. Jelai 

3. Kurma 

4. Kismis, 

karena mengikut teks yang ada pada riwayat-riwayat Hadits, sehingga beras, jagung dan makanan pokok lainnya tidak termasuk jenis bijian yang ada pada Zakat Fitroh. 


Assyekh Abdurrahman Al-jazirie menyebutkan :


وتخرج من أربعة أشياء: الحنطة، والشعير، والتمر والزبيب ( الفقه على المذاهب الأربعة ١/‏٥٦٧ — عبد الرحمن الجزيري (ت ١٣٦٠)


Dan (Zakat Fitroh) yang dikeluarkan itu dari empat macam (jenis bijian) Gandum, Jelai, Kurma dan Kismis.


sedangkan kadar yang wajib dikeluarkan pun tidak sama rata melainkan berbeda, jika yang dikeluarkan adalah Gandum atau Kismis, maka yang wajib dikeluarkan adalah kadar setengah Sho' saja dan jika yang dikeluarkan adalah Jelai atau Kurma, maka yang wajib dikeluarkan adalah kadar 1 Sho'.

Disebutkan didalam matan Tanwierulabshoor :


يجب (نِصْفُ صاعٍ مِن بُرٍّ أوْ دَقِيقِهِ أوْ سَوِيقِهِ أوْ زَبِيبٍ) أوْ صاعُ تَمْرٍ أوْ شَعِيرٍ ( الدر المختار وحاشية ابن عابدين (رد المحتار)


Wajib (mengeluarkan) setengah Sho' dari Gandum, tepungnya atau serbuknya atau Kismis atau satu Sho' Kurma atau Jelai.


Lalu ada Pertanyaan apakah tidak boleh menurut Madzhab Hanafie mengeluarkan Zakat bukan dari jenis 4 biji-bijian diatas.? 

Jawab : 

boleh-boleh saja mengeluarkannya dengan jenis biji-bijian lainnya seperti beras atau jagung, tetapi tidak diukur dengan kadar takaran atau timbangan Sho' lagi melainkan dihitung dengan nilai harganya (Qimah)، karena menurut Madzhab Hanafie boleh mengeluarkan Zakat benda ('ain) dengan nilainya (qimah).

Bahkan boleh mengeluarkannya dengan Uang, bahkan membayar dengan berupa uang lebih Afdhol dari pada mengeluarkan 'ainnya menurut Madzhab Hanafie.


Disebutkan didalam Kitab Addurrulmukhtaar 


وما لم ينص عليه كذرة وخبز يعتبر فيه القيمة ..... (ودفع القيمة) أي الدراهم (أفضل من دفع العين على المذهب) المفتى به إه‍. (الدر المختار شرح تنوير الأبصار وجامع البحار ١/‏١٤٠ — علاء الدين الحصكفي (ت ١٠٨٨)


Dan (jenis bijian/makanan) yang tidak ada teks riwayatnya seperti jagung dan roti, maka yang dihitung dengan nilai harganya...sampai kepada perkataannya... dan membayar nilanya dengan dirham lebih Afdhol dari pada membayar 'ainnya menurut yang difatwakan dalam Madzhab (Hanafie).


Perlu diketahui bahwa kadar satu Sho' dalam Madzhab Hanafie lebih banyak dari pada Madzhab Syafi'ie.

1 Sho' dalam Madzhab Hanafie sekitar 3,8 Kg sedangkan dalam Madzhab Syafi'ie Hanya sekitar 2,75 Kg.


Dr. Wahbah Azzuhaylie menyebutkan


والصاع عند أبي حنيفة ومحمد ثمانية أرطال بالعراقي، والرطل العراقي مئة وثلاثون درهمًا، ويساوي ٣٨٠٠ غرامًا؛ الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي ٣/‏٢٠٤٤ — وهبة الزحيلي 



Dan 1 Sho' menurut Abu Hanifah dan Muhammad adalah 8 rithl iraq, sedangkan 1 rithl iraq 130 dirham, dan (1 Sho') sebanding dengan 3.800 gr / 3,8 Kg.


Dari keterangan diatas jelas, bahwa sangat banyak perbedaan yang signifikan antara Madzhab Hanafie dan Madzhab Syafi'ie, sehingga kebanyakan praktik yang berjalan di Masyarakat dapat dikategorikan Talfiq. 

Semoga Allah mengampuni kita. Aamiin Allahumma Aamiin...


Catatan penting :


Dari definisi Fie Sabilillah yang telah dijelaskan tadi diketahui bahwa tentara perang Fie Sabilillah itu berhak menerima Zakat jika tidak mendapat Honor atu Gaji dari Diwan atau Daftar tentara perang yang Honorarium, sedangkan Guru-guru Agama mereka rata-rata sudah mendapat gaji dari pihak Sekolah, Pesantren atau Madrasah.


Tapi jika ternyata itu tidak mecukupi kebutuhan hidup mereka, ya tentu saja mereka berhak menerima Zakat, akan tetapi tidak atas nama Fie Sabilillah melainkan karena atas nama Faqir atau Miskin.


CATATAN TENTANG SABILILLAH DALAM TASARUF ZAKAT 

oleh Ustadz M. Muzakka

1. Ulama 4 madzhab sepakat bahwa zakat fitrah tidak sah (masih berstatus مانع الزكاة) diberikan pada guru ngaji atau Kiai atau semisalnya atas nama Sabilillah.¹


2. Dalam memutuskan hukum fiqih itu pakai kitab fiqih, bukan kitab tafsir atau syarah hadis atau lainnya sebagaimana yang disampaikan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami.² Kecuali hanya sebagai pendukung, bukan umdah.


3. Belum ditemukan dalam kitab fiqih mu'tabar, zakat fitrah boleh diberikan pada guru ngaji atas nama sabilillah. Adapun satu pendapat muqobil jumhur Malikiyah yang memasukkan guru ngaji dalam kategori sabilillah itu berlaku dalam zakat mal, sebab mustahiq zakat fitrah dalam madzhab Malikiyah itu hanya FAQIR dan MISKIN. 


4. SABILILLAH dalam bab zakat tidak bisa diartikan sabilil khoir, sebab :

a. Mayoritas nama “fi sabilillah” dalam Al-Qur'an berarti orang-orang yang berperang dijalan Allah.

b. Dalam hadis disebut bahwa “Zakat tidak halal bagi orang kaya, kecuali 5 orang;

1). Orang yang berperang dijalan Allah

2). Amil

3). Ghorim

4). Orang yang membelinya. 

5) . Orang yang memberikan zakatnya pada tetangganya yang miskin, lalu si miskin tersebut menghadiahkan kembali padanya.”³

Dalam hadis ini kanjeng Nabi ﷺ secara jelas menyebut “orang yang berperang dijalan Allah (Al-Ghozi)” termasuk mustahiq zakat. Tidak ada dalam 8 golongan yang disebutkan dalam Al-Qur'an, seseorang yang berhak diberi zakat atas nama "berperang" kecuali orang-orang dalam golongan sabilillah.

c. Seandainya yang dikehendaki dengan sabilillah itu sabilil khoir maka gak ada gunanya ما yang berfaidah hashr, sebab sabilil khoir itu sangat-sangat banyak sekali.


5. Baca juga tentang  sabilil khoir

___________________________


¹ ولا يجوز تقليد غير الأئمة الأربعة كما نص عليه ابن الصلاح و نقل الإجماع عليه أي حتى في العمل لنفسه لعدم الثقة بنسبتها لأربابها بأسانيد تمنع التحريف و التبديل ، وعليه فمن قلد غير الأئمة الأربعة في إخراج الزكاة و صرفها إلى غير مستحقيها من نحو بناء مسجد أو غيره من المصالح العامة مثلا لا تبرأ ذمته منها و يأثم إثما عظيما لأن صرفها لغير مستحقيها مما ذكره السائل كمنعها لأنه خالف الكتاب و السنة و إجماع العلماء في قولهم إن المراد بقوله تعالى : ( و في سبيل الله ) هم الغزاة. مواهب الفضل من فتاوي بافضل ٣٨

² المدار في الفروع الفقهية على ما يوافق كلام الفقهاء

³ حدثنا عبد الله بن مسلمة عن مالك عن زيد بن أسلم عن عطاء بن يسار أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لا تحل الصدقة لغني إلا لخمسة لغاز في سبيل الله أو لعامل عليها أو لغارم أو لرجل اشتراها بماله أو لرجل كان له جار مسكين فتصدق على المسكين فأهداها المسكين للغني. سنن أبي داود

Selesai

وصلى الله على خاتم النبيين سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم والحمد لله رب العالمين 


semoga bermanfaat.

disusun oleh: Sayyid Ibrahim bin Abdul hamid as-segaf

ditulis ulang dari vesri PDF dgn sedikit pengurangan oleh Sumeh




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

DALIL TAHLILAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.