🌸🌻 *PUNYA TEMAN ORANG KAFIR* 💐🌿
(Telegram Ngaji FIQH)
Assalamu alaykum Ust. Rivaldy.. Bgmn sbenarnya hukum kalau kita punya sahabat/teman dari org kafir.. Dan kita sudah menganggap ia saudara.. Sudah kita sayangi..
Jawaban :
Waalaykumussalaam.warahmatullaahi wabarakaatuh.
Allah Ta'ala berfirman :
لاّ يَنْهَاكُمُ اللّهُ عَنِ الّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرّوهُمْ وَتُقْسِطُوَاْ إِلَيْهِمْ إِنّ اللّهَ يُحِبّ الْمُقْسِطِينَ
”Allah tiada melarangmu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” [QS. Al-Mumtahanah : 8].
Ayat di atas tidak mengandung pengertian kecintaan sama sekali kepada salah seorang kafir sebagaimana dikatakan oleh sebagian orang. Akan tetapi ayat tersebut hanyalah merupakan rukhshash (keringanan) dari Allah dalam hal hubungan dan muamalah dengan orang-orang kafir secara baik dan penuh kebajikan, sebagai balasan atas kebaikan yang telah mereka lakukan kepada kita.
Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata :
هذه الآية رخصة من الله تعالى في صلة الذين لم يعادوا المؤمنين ولم يقاتلوهم. قال ابن زيد: كان هذا في أول الإسلام عند الموادعة وترك الأمر بالقتال ثم نسخ. قال قتادة: نسختها {فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ} وقيل: كان هذا الحكم لعلة وهو الصلح، فلما زال الصلح بفتح مكة نسخ الحكم وبقي الرسم يتلى
”Ayat ini merupakan rukhshah (keringanan) dari Allah ta’ala dalam hal menjalin hubungan dengan orang-orang (kafir) yang tidak memusuhi dan memerangi orang-orang mukmin. Ibnu Zaid berkata : ’Sikap semacam ini terjadi di permulaan Islam saat perdamaian dan gencatan senjata, lalu dihapus’. Qatadah berkata : ’Ayat tersebut dihapus (mansukh) oleh ayat : ’Maka bunuhlah orang musyrik itu dimana saja kamu menjumpainya’ (QS. At-Taubah : 5)’. Dan dikatakan : ’Hukum (dalam ayat) ini berlaku karena ada sebab, yaitu perdamaian. Ketika hilang hukum perdamaian dengan adanya Fathu Makkah, maka terhapuslah hukumnya, dan tersisa bacaannya” [Al-Jaami’ li-Ahkaamil-Qur’aan, 18/59].
Dan yang benar bahwa hukum yang terkandung dalam ayat ini tetap berlaku (tidak terhapus secara mutlak).
Berbuat baik kepada orang kafir dalam hal muamalah keduniaan tidaklah mengharuskan untuk menanamkan kecintaan kepada mereka dalam hati. Hal itu dikarenakan kecintaan mempunyai konsekuensi pembolehan untuk menjadikan mereka teman dekat, pemimpin, penolong, mempercayakan amanah kepada mereka, dan yang lainnya sebagaimana dijelaskan oleh para ulama.
Perbuatan tersebut terlarang secara asal dalam Islam, berdasarkan firman Allah Tabaraka Wa Ta'ala :
لاّ يَتّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللّهِ فِي شَيْءٍ إِلاّ أَن تَتّقُواْ مِنْهُمْ تُقَاةً
”Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka”. [QS. Ali ’Imran : 28]
الّذِينَ يَتّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ الْعِزّةَ فَإِنّ العِزّةَ للّهِ جَمِيعاً
”(Yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah”. [QS. An-Nisaa’ : 139]
Syaikhul Islam Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
ثُمَّ اَلْبِرُّ وَالصِّلَة وَالْإِحْسَان لَا يَسْتَلْزِمُ التَّحَابُبَ وَالتَّوَادُدَ اَلْمَنْهِيَّ عَنْهُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى : (لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاَللَّهِ وَالْيَوْم اَلْآخِر يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اَللَّه وَرَسُولَهُ) . اَلْآيَة فَإِنَّهَا عَامَّةٌ فِي حَقِّ مَنْ قَاتَلَ وَمَنْ لَمْ يُقَاتِلْ وَاَللَّه أَعْلَمُ.
”Kemudian, kebajikan, hubungan, dan kebaikan (yang kita lakukan kepada orang kafir) tidaklah mengharuskan adanya kecintaan dan kasih sayang yang dilarang oleh Allah untuk dilakukan sebagaimana terdapat dalam firman Allah ta’ala : ‘Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya’ (QS. Al-Mujaadilah : 22). Ayat ini bersifat umum, berlaku bagi setiap orang kafir yang memerangi maupun tidak memerangi. Wallaahu a’lam” [Fathul-Bari, 5/233].
Itulah keluasan dan keadilan Islam. Keluasan dalam arti bahwa Islam tidak melarang kaum muslimin untuk bermuamalah dengan kaum kuffar yang tidak memerangi kaum muslimin; baik dalam hubungan silaturahim dengan anggota keluarga, jual-beli, dan yang lainnya. Keadilan dalam arti bahwa Islam melarang kaum muslimin untuk berbuat segala macam kedzaliman kepada mereka yang tidak berbuat dzalim kepada kita, dan membalas segala kebaikan yang telah mereka lakukan pada kita (dalam batas-batas syari’at). Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam telah bersabda :
إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا
”Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil berada di sisi Allah di atas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Ar-Rahman ‘Azza wa Jalla, dan kedua tangan Allah adalah kanan. Yaitu, orang-orang yang berlaku adil dalam hukum, adil dalam keluarga dan adil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka” [HR. Muslim No. 1827].
Waalaahu a'lam
Follow : www.instagram.com/ngaji_fiqh
www.facebook.com/MuhammadRivaldyAbdullah
(Telegram Ngaji FIQH)
Assalamu alaykum Ust. Rivaldy.. Bgmn sbenarnya hukum kalau kita punya sahabat/teman dari org kafir.. Dan kita sudah menganggap ia saudara.. Sudah kita sayangi..
Jawaban :
Waalaykumussalaam.warahmatullaahi wabarakaatuh.
Allah Ta'ala berfirman :
لاّ يَنْهَاكُمُ اللّهُ عَنِ الّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرّوهُمْ وَتُقْسِطُوَاْ إِلَيْهِمْ إِنّ اللّهَ يُحِبّ الْمُقْسِطِينَ
”Allah tiada melarangmu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” [QS. Al-Mumtahanah : 8].
Ayat di atas tidak mengandung pengertian kecintaan sama sekali kepada salah seorang kafir sebagaimana dikatakan oleh sebagian orang. Akan tetapi ayat tersebut hanyalah merupakan rukhshash (keringanan) dari Allah dalam hal hubungan dan muamalah dengan orang-orang kafir secara baik dan penuh kebajikan, sebagai balasan atas kebaikan yang telah mereka lakukan kepada kita.
Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata :
هذه الآية رخصة من الله تعالى في صلة الذين لم يعادوا المؤمنين ولم يقاتلوهم. قال ابن زيد: كان هذا في أول الإسلام عند الموادعة وترك الأمر بالقتال ثم نسخ. قال قتادة: نسختها {فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ} وقيل: كان هذا الحكم لعلة وهو الصلح، فلما زال الصلح بفتح مكة نسخ الحكم وبقي الرسم يتلى
”Ayat ini merupakan rukhshah (keringanan) dari Allah ta’ala dalam hal menjalin hubungan dengan orang-orang (kafir) yang tidak memusuhi dan memerangi orang-orang mukmin. Ibnu Zaid berkata : ’Sikap semacam ini terjadi di permulaan Islam saat perdamaian dan gencatan senjata, lalu dihapus’. Qatadah berkata : ’Ayat tersebut dihapus (mansukh) oleh ayat : ’Maka bunuhlah orang musyrik itu dimana saja kamu menjumpainya’ (QS. At-Taubah : 5)’. Dan dikatakan : ’Hukum (dalam ayat) ini berlaku karena ada sebab, yaitu perdamaian. Ketika hilang hukum perdamaian dengan adanya Fathu Makkah, maka terhapuslah hukumnya, dan tersisa bacaannya” [Al-Jaami’ li-Ahkaamil-Qur’aan, 18/59].
Dan yang benar bahwa hukum yang terkandung dalam ayat ini tetap berlaku (tidak terhapus secara mutlak).
Berbuat baik kepada orang kafir dalam hal muamalah keduniaan tidaklah mengharuskan untuk menanamkan kecintaan kepada mereka dalam hati. Hal itu dikarenakan kecintaan mempunyai konsekuensi pembolehan untuk menjadikan mereka teman dekat, pemimpin, penolong, mempercayakan amanah kepada mereka, dan yang lainnya sebagaimana dijelaskan oleh para ulama.
Perbuatan tersebut terlarang secara asal dalam Islam, berdasarkan firman Allah Tabaraka Wa Ta'ala :
لاّ يَتّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللّهِ فِي شَيْءٍ إِلاّ أَن تَتّقُواْ مِنْهُمْ تُقَاةً
”Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka”. [QS. Ali ’Imran : 28]
الّذِينَ يَتّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ الْعِزّةَ فَإِنّ العِزّةَ للّهِ جَمِيعاً
”(Yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah”. [QS. An-Nisaa’ : 139]
Syaikhul Islam Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
ثُمَّ اَلْبِرُّ وَالصِّلَة وَالْإِحْسَان لَا يَسْتَلْزِمُ التَّحَابُبَ وَالتَّوَادُدَ اَلْمَنْهِيَّ عَنْهُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى : (لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاَللَّهِ وَالْيَوْم اَلْآخِر يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اَللَّه وَرَسُولَهُ) . اَلْآيَة فَإِنَّهَا عَامَّةٌ فِي حَقِّ مَنْ قَاتَلَ وَمَنْ لَمْ يُقَاتِلْ وَاَللَّه أَعْلَمُ.
”Kemudian, kebajikan, hubungan, dan kebaikan (yang kita lakukan kepada orang kafir) tidaklah mengharuskan adanya kecintaan dan kasih sayang yang dilarang oleh Allah untuk dilakukan sebagaimana terdapat dalam firman Allah ta’ala : ‘Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya’ (QS. Al-Mujaadilah : 22). Ayat ini bersifat umum, berlaku bagi setiap orang kafir yang memerangi maupun tidak memerangi. Wallaahu a’lam” [Fathul-Bari, 5/233].
Itulah keluasan dan keadilan Islam. Keluasan dalam arti bahwa Islam tidak melarang kaum muslimin untuk bermuamalah dengan kaum kuffar yang tidak memerangi kaum muslimin; baik dalam hubungan silaturahim dengan anggota keluarga, jual-beli, dan yang lainnya. Keadilan dalam arti bahwa Islam melarang kaum muslimin untuk berbuat segala macam kedzaliman kepada mereka yang tidak berbuat dzalim kepada kita, dan membalas segala kebaikan yang telah mereka lakukan pada kita (dalam batas-batas syari’at). Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam telah bersabda :
إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا
”Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil berada di sisi Allah di atas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Ar-Rahman ‘Azza wa Jalla, dan kedua tangan Allah adalah kanan. Yaitu, orang-orang yang berlaku adil dalam hukum, adil dalam keluarga dan adil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka” [HR. Muslim No. 1827].
Waalaahu a'lam
Follow : www.instagram.com/ngaji_fiqh
www.facebook.com/MuhammadRivaldyAbdullah
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik