Langsung ke konten utama

NAJIS KHOFI

*SOAL*

Soal masuk tanggal 12 10 2017

Bahsulmasail#masalah imam terkena tahi cicak di telapak kaki setelah salam baru tahu... apakah  termasuk najis yg khafi sehingga para jemaah tidak mengulang atau apa kh najis zahir...#Abdurrahman-nagara

*JAWAB*

Kita kembali ke pokok pertanyaan...
Hukumnya, Imam Wajib mengulang Sholatnya (I'adah) karean Najisnya sdh ad disaat Sholat.
Dan Mamum tdk Usah I'adah, sbb itu termasuk Najis Yg khofie (samar/tdk kelihatan kecuali bagi org yg mencermatinya.

(ﻻ ﺇﻥ ﺑﺎﻥ) ﺇﻣﺎﻣﻪ ﻣﺘﻠﺒﺴﺎ ﺑﻤﺎ ﺷﺄﻧﻪ ﺃﻥ ﻳﺨﻔﻲ .. ﻓﻼ ﺇﻋﺎﺩﺓ؛ ﻟﻌﺪﻡ ﺗﻘﺼﻴﺮﻩ، ﻭﺫﻟﻚ ﻛﺄﻥ ﺑﺎﻥ (ﻣﺤﺪﺛﺎ ﺃﻭ ﺟﻨﺒﺎ).....إلى قوله.... (ﺃﻭ ﻇﺎﻫﺮﺓ) -ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻓﻲ "اﻟﺘﺤﻘﻴﻖ"- ﻭﻫﻲ اﻟﺘﻲ لو ﺗﺄﻣﻠﻬﺎ اﻟﻤﺄﻣﻮﻡ .. ﺭﺁﻫﺎ، ﻭﻳﻔﺮﺽ ﻧﺤﻮ اﻟﺒﻌﻴﺪ ﻗﺮﻳﺒﺎ، ﻭﻗﻴﻞ: ﻫﻲ اﻟﻌﻴﻨﻴﺔ، ﻭاﻟﺨﻔﻴﺔ ﺿﺪﻫﺎ.
(بشرى الكريم)


Jika najis yang dibawa oleh imam itu tampak jelas sekira makmum memperhatikannya, najis tersebut dapat terlihat, maka imam wajib memberitahu dan makmum wajib mengulang shalat, namun menurut pendapat Imam Nawawi tidak wajib i’adah (mengulangi sholat).

Jika najis tersebut samar, maka :

~ Bila makmumnya bukan masbuq, imam tidak wajib memberitahu dan makmum tersebut tidak pula wajib i’adah, baik diberitahu ataupun tidak, dan;

~ Bila masbuq (makmum yang tidak cukup waktu untuk membaca Fatihah di saat berdirinya imam), imam wajib memberitahu dan si masbuq manakala belum salam atau sesudah salam tetapi masih dalam tempo yang pendek, maka ia harus menambah satu rekaat dan sujud sahwi dan manakala dalam tempo yang lama, maka ia harus i’adah.

Dalam semua kasus tersebut sudah barang tentu imam wajib i’adah.

(فَائِدَةٌ) يَجِبُ عَلَى اْلإِمَامِ إِذَا كَانَتِ النَّجَاسَةُ ظَاهِرَةً إِخْبَارُ الْمَأْمُوْمِ بِذَلِكَ لِيُعِيْدَ صَلاَتَهُ أَخْذًا مِنْ قَوْلِهِمْ: لَوْ رَأَى عَلَى ثَوْبِ مُصَلٍّ نَجَاسَةً وَجَبَ إِخْبَارُهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ آثِمًا اهاع ش عَلَى م ر [بجيرمي على المنهج

1/310]

“(Faedah). Wajib bagi imam yang membawa najis tampak jelas, memberitahu makmum perihal tersebut agar mengu-lang shalatnya, berdasarkan perkataan ulama, andaikan seseorang melihat najis pada baju seseorang yang sedang shalat maka ia wajib memberitahunya meskipun tidak ber-dosa”. (Bujairami ‘ala al-Manhaj 1/310).

وَصَحَّحَ النَّوَوِيُّ فِي التَّحْقِيْقِ عَدَمَ وُجُوْبِ اْلإِعَادَةِ مُطْلَقًا. (قَوْلُهُ مُطْلَقًا) سَوَاءٌ كَانَ الْخَبَثُ الَّذِيْ تَبَيَّنَ فِي اْلإِمَامِ ظَاهِرًا أَوْ خَفِيًّا[إعانة الطالبين 2/46]

“Al-Nawawi di dalam kitab Al-Tahqiq membenarkan bahwa makmum tidak wajib mengulang shalat secara mutlak. Kata ‘mutlak‘ baik najis yang dibawa imam itu tampak jelas ataupun samar “. (I’anah al-Thalibin II/46).

وَلَوْ تَذَكَّرَ اْلإِمَامُ بَعْدَ صَلاَتِهِ أَنَّهُ كَانَ مُحْدِثًا أَوْ ذَا نَجَاسَةٍ خَفِيَّةٍ وَعَلِمَ أَنَّ بَعْضَ الْمَسْبُوْقِيْنَ رَكَعَ مَعَهُ قَبْلَ أَنْ يُتِمَّ الْفَاتِحَةَ يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُعْلِمَهُ بِحَالِهِ لِيُعِيْدَ صَلاَتَهُ إِنْ كَانَ قَدْ سَلَّمَ وَطَالَ الْفَصْلُ وَإِلاَّ يَأْتِيْ بِرَكْعَةٍ فَقَطْ وَيَسْجُدُ لِلسَّهْوِ [تنوير القلوب156 –157]

“Andaikata usai shalat imam ingat bahwa dirinya sedang hadats atau membawa najis yang samar dan ia mengetahui bahwa sebagian makmum masbuq mengikuti rukuknya sebelum sempat menyempurnakan fatihah, maka ia wajib memberitahu perihal keadaan dirinya agar makmum tersebut mengulang shalat bila sudah salam dan dalam tempo yang lama. Bila belum/barusan salam maka menambah satu rekaat dan sujud sahwi.” (Tanwir al-Qulub 156-157).

لاَ إِنْ بَانَ ذَا حَدَثٍ وَلَوْ حَدَثًا أَكْبَرَ وَذَا نَجَاسَةٍ خَفِيَّةٍ فِيْ ثَوْبِهِ أَوْ بَدَنِهِ فَلاَ تَجِبُ اْلإِعَادَةُ عَلَى الْمُقْتَدِيْ لانْتِفَاءِ التَّقْصِيْرِمِنْهُ فِىْ ذَالِكَ [فتح الوهاب1/63]

“Tidak wajib i’adah jika imamnya sedang berhadats sekalipun hadats besar dan membawa najis yang samar di pakaian atau badan, maka tidak wajib mengulang shalat bagi makmum karena tidak adanya kesalahan dari makmum dalam hal tersebut.” (Fath al-Wahhab I/63).

وَلَوْ صَلَّى بِنَجْسٍ غَيْرِ مَعْفُوٍّ عَنْهُ لَمْ يَعْلَمْهُ أَوْ عَلِمَهُ ثُمَّ نَسِيَ فَصَلَّى ثُمَّ تَذَكَّرَ وَجَبَتِ اْلإِعَادَةُ فِي الْوَقْتِ أَوْ بَعْدَهُ لِتَفْرِيْطِهِ بِتَرْكِ التَّطْهِيْرِ وَتَجِبُ إِعَادَةُ كُلِّ صَلاَةٍ تَيَقَّنَ فِعْلَهَ مَعَ النَّجْسِ، بِخِلاَفِ مَا إِذَا احْتَمَلَ حُدُوْثُهُ بَعْدَهَا فَلاَ تَجِبُ إِعَادَتُهَا، لَكِنْ تُسَنُّ كَمَا قَالَهُ فِي الْمَجْمُوْعِ [فتح الوهاب 1/50].

“Andaikan seseorang shalat tidak tahu bahwa dirinya mem-bawa najis yang tidak dimakfu, atau sebelumnya ia tahu kemudian lupa lalu shalat, kemudian ingat kembali maka wajib mengulang shalat ketika ingat atau sesudahnya, karena kesalahannya dengan meninggalkan bersuci. Begitu juga wajib mengulang tiap-tiap shalat yang ia yakini mengerjakannya dalam keadaan najis, berbeda jika najis tersebut dimungkinkan adanya setelah shalat maka tidak wajib mengulang, namun disunatkan sebagaimana keterangan di Al-Majmu’.” (Fath al-Wahhab I/50).


(وأما النجس الذي يعفى عنه فتصح الصلاة معه، وذلك كدم البراغيث وروث الذباب ) أي وبوله وكذلك روث الخفاش وإن كثر وبوله.. وكالذباب كل ما لا نفس له سائلة كالوزغ و الزنبور والخنفساء ومنه البق المعروف ببلادنا إذ كل ذلك مما تعم به البلوى : ع ش  م ر
مع زيادة من ق ل...
(حاشية عبد الكريم المطري  الدمياطي )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

DALIL TAHLILAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا