Langsung ke konten utama

KERINGANAN BAGI ORANG BESER

🌻 *KERINGANAN BAGI ORANG BESER* 🌸
(Channel Telegram Ngaji FIQH)

  Sy mau tanya kalo secara hukum dlm ilmu fiqh, utk " anyang_ anyangen atau sedikit 2 pipis sampai tak terkendal, bagaimana ya? 

🌿 Jawaban :

Anyang-anyangen bisa diartikan beser. Atau, dalam istilah fiqh terkategori sebagai da-imul hadats/salasul baul.

Semua kondisi _masyaqqah_ (kesulitan) memberinya rukhshah(keringanan) saat menjalankan kewajiban, terutama kewajiban yang mensyaratkan thaharah(suci badan dan pakaian).

 Allah Ta'ala berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (QS. At-Taghabun [64]: 16)

Rasulullah shallallaahu 'alayhi wa sallam juga bersabda:

 فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

_Maka, jika aku memerintahkan kamu terhadap sesuatu, jalankanlah sejauh yang kalian mampu._ (HR. Muslim No. 1337)

Sementara itu, dalam kaidah fiqih disebutkan:

الْمَشَقَّةُ تَجْلُبُ التَّيْسِيرَ

_Kesulitan itu menarik  kemudahan._ (Imam Ibnu Nujaim, Al Asybah wan Nazhair, Hal. 75)

Atau seperti yang dikatakan Imam Tajuddin As Subki:

المشقة نجلب التيسير وإن شئت قلت : إذا ضاق الأمر اتسع

_Kesulitan membawa pada kemudahan, dan jika anda mau, anda bisa katakan: jika keadaan sempit maka membawa kelapangan._  (Imam Tajuddin As Subki, Al Asybah wan Nazhair, 1/61)

Al-Imam Izzuddin Ibn 'Abdissalaam memasukkan kategori orang beser ini (salasul baul), sebagai orang yang mengalami kondisi dimana maslahat dan mafsadat terkumpul dalam satu kondisi. Pada saat menghadapi kondisi demikian, seumpama dalam masalah shalat dan kewajiban lain yang mensyaratkan kesucian, maka yang diraih adalah terpenuhinya beban kewajiban tadi meski maslahat adanya kesucian tidak diraih dan mafsadat adanya hadats serta najis tidak dapat dicegah. (Qawaa'idul Ahkaam Fi Mashalih Al Anaam, 1/101)

Dalilnya terdapat dalam Shahih Muslim :

 عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
جَاءَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ فَقَالَ لَا إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِالْحَيْضَةِ فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي


 Dari Aisyah dia berkata; ‘Fathimah binti Abi Hubaisy datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata; 'Wahai Rasulullah, aku adalah wanita yang mengeluarkan

darah istihadhah, hingga diriku tidak suci, apakah aku harus meninggalkan shalat?’ Beliau bersabda: "Itu hanyalah darah penyakit, bukan darah haidh, apabila darah haid datang, tinggalkanlah shalat. Apabila darah haid telah berlalu, bersihkanlah darah tersebut dari dirimu kemudian shalatlah."  (HR. Muslim No. 333)

Riwayat hadits ini menunjukkan wanita yang selalu keluar darah istihadhah-nya tetap wajib shalat. Padahal darah itu mengalir dan najis. Ini menunjukkan "kondisi khusus" yang dimaafkan.

Al-Imam An-Nawawi  menjelaskan:

وحكم سلس البول والمذي ومن به حدث دائم وجرح سائل حكم المستحاضة على ما سبق

Hukum bagi orang yang beser, dan mudah keluar madzi, dan orang yang selalu berhadats,  dan  darah luka yang mengalir, adalah sama hukumnya dengan wanita  yang istihadhah sebagaimana dijelaskan sebelumnya. (Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab, 1/516)

Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menjelaskan :

الشافعية قالوا : ما خرج على وجه السلس يجب على صاحبه أن يتحفظ منه بأن يحشو محل الخروج ويعصبه : فإن فعل ثم توضأ . ثم خرج منه شيء فهو غير ضار في إباحة الصلاة وغيرها بذلك الوضوء . إنما يشترط لاستباحة العبادة بهذا الوضوء شروط 

”Madzhab Syafi'i berpendapat bahwa air yang keluar karena beser maka wajib dijaga dengan cara menutup tempat keluarnya dan mengikatnya dengan kain. Apabila ia sudah melakukan itu lalu berwudhu, lalu keluar sesuatu (kencing) darinya maka itu tidak merusak kebolehan shalat dan lainnya dengan wudhu tersebut. Namun diberlakukan sejumlah syarat untuk bolehnya ibadah dengan cara wudhu seperti ini.” (Al-Fiqh 'Ala Madzahib Al-Arba'ah, 1/95)

Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut :

[1] Sebelum berwudhu, ia terlebih dahulu mesti beristinja (cebok).

[2] Hendaknya istinja dengan wudhu ini dilakukan secara langsung/pada saat itu juga, tidak berjeda. Begitu pula saat pertama ingin istinja (lihat syarat no [1] ), hendaknya ia tidak memberi jeda antara mengganti celana yang bersih dengan istinja. Saat ingin istinja ia terlebih dahulu memakai celana dan penutup kemaluan yang bersih.

Setelah istinja di atas ia diperintahkan untuk menutup celah pada kemaluan dengan kain, kapas, atau apa saja yang bisa dijadikan penahan (semacam pampers). Dan ini juga tidak boleh ada jeda.

[3] Tidak boleh ada jeda antara membasuh anggota wudhu yang satu dengan yang lainnya. Seperti membasuh wajah kemudian langsung membasuh kedua tangan.

[4] Tidak boleh ada jeda antara selesai wudhu dengan pelaksanaan shalat. Dalam arti, selesai berwudhu tidak boleh menunda shalat dengan aktivitas lain seperti mengobrol, berdiam diri, memainkan hp, dll.

Seandainya ia melakukan hal itu (menunda shalat dengan aktivitas lain), maka wudhu nya dihukumi batal.

Adapun jika amal tersebut berkaitan dengan pelaksanaan shalat, seperti berjalannya ia ke mesjid, maka hal tersebut tidak membatalkan wudhunya. Yang paling penting ia harus segera shalat, karena ia dalam kondisi berbeda dengan orang pada umumnya.

[5] Hendaknya ia mengerjakan semua syarat di atas dengan catatan : Ketika telah masuk waktu shalat. Seumpamanya, saat terdengar adzan dzuhur, baru ia mengerjakan syarat-syarat di atas. Jika mengerjakan syarat-syarat di atas sebelum masuk waktu shalat, maka wudhunya tidak dianggap.

Syaikh Abdullah Al Faqih  mengatakan:

فإن الذي عليه جمهور الفقهاء أن صاحب السلس يجب عليه الوضوء لكل صلاة بعد دخول وقتها، ولا يجزئه أن يتوضأ لصلاة قبل دخول وقتها، ويجب عليه إذا أراد الصلاة أن يغير ملابسه المصابة بالنجس أو يطهرها إن أمكن ذلك ويغسل المحل جيداً

”Sesungguhnya yang dianut oleh mayoritas fuqaha adalah bahwa penderita beser wajib wudhu pada setiap shalat setelah masuk waktunya, tidak sah jika dia berwudhu sebelum masuk waktunya. Dan, wajib baginya jika  hendak shalat mengganti pakaiannya yg kena najis atau hendaknya dia sucikan sejauh kemampuannya dan dia cuci yg kotor itu sebaik-baiknya.” (Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah No. 108086)

H

Jika kondisi sulit, atau ketika shalat, tapi keluar najis tersebut tanpa disadarinya, maka itu ketidakberdayaan yang dimaafkan dan tidak bisa dihindarkan,  dan shalatnya tetap sah.

Sah bagi dirinya, maka apakah sah pula saat dia menjadi imam bagi orang lain yang normal?

Ada dua pendapat ulama :

• Tidak boleh, tidak sah,  menurut Hanafiyah dan Hanbaliyah, sebab yang mengalami darurat hanya si imam, sdgkan makmum tidak. Sedangkan darurat diaplikasikan sesuai kebutuhan daruratnya.

• Sah dan boleh, menurut Syafi'iyyah dan Malikiyah, sebab udzur yang membuat  SAH bagi imam maka itu juga SAH bagi makmum. Hanya saja Malikiyah menyatakan makruh walau sah. (Lihat Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 25/187. Juga Al Majmu', 4/160) .

Sebaiknya, untuk menghilangkan keraguan atas was was dia bisa meminta orang lain saja, yang sehat dan normal untuk menjadi imam.

Itulah beberapa ketentuan bagi mereka yang beser, terutama dalam masalah shalat.

Perkara lain yang memang menuntut pemenuhannya(wajib), namun ada masyaqqah/kesulitan yang tidak bisa dihindari -seperti kondisi beser itu- maka pemenuhan kewajiban tersebut tetap dilaksanakan sesuai dengan kesanggupan/usaha maksimal yang telah kita lakukan. Wallahu a'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا

Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy

 *Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy* Maklum diketahui bahwa ketika seseorang mengadakan acara walimah, maka penganten, bahkan ibu penganten dan keluarga terdekat, merias wajah dengan make up yang cukup tebal. Acara walimah ini biasanya memakan waktu berjam-jam bahkan tak jarang belum selesai sampai waktu shalat tiba. Maka bagaimanakah tata cara thaharah dan shalat bagi wanita yang memakai riasan ini? Solusi 1: Menghapus riasan wajah dan shalat sesuai waktunya Perlu diketahui bahwa salah satu syarat sah wudhu adalah tidak terdapat hal yang menghalangi tersampainya air wudhu ke anggota badan yang wajib dibasuh, tentu penggunaan make up yang tebal sudah pasti menghalangi air wudhu. Maka bagi wanita yang memakai riasan pengantin tersebut tidak boleh berwudhu kecuali sudah menghapus bersih riasan yang ada di wajah, sehingga yakin jika air wudhu benar-benar mengenai anggota wudhu, tidak cukup hanya dengan mengalirkan air tanpa terlebih dahulu menghapus make up nya seperti yan