Mas’alah :
Ada usaha perkebunan tebu di sawah
dengan tujuan bahwa hasil panennya akan dijual semuanya untuk keperluan hidup.
Setelah tebu berumur 18 bulan maka tebu senilai setengah kilogram emas. Hasil
penjualan tebu ini apakah wajib dizakati? Dapatkah diberikan contoh penanaman
(pertanian/perkebunan) tanaman bukan zakawi yang memenuhi syarat-syarat tijaroh
?
Jawab :
Tidak wajib zakat karena tidak
memenuhi syarat tijaroh. Adapun contoh penanaman tanaman bukan zakat tetapi
dizakati ialah tanaman tebu yang ditujukan untuk diperjualbelikan.
Dasar pengambilan :
سنن ابى داود ج : 2 ص :95 سليمان بن داود بن الاشعث ابو داود السجستانى الازدى
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ
اللِه صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّمَ كَانَ يَأمُرُناَ اَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ
مِنَ الَّذِىْ نُعِدُّ لِلْبَيْعِ
Terjemah :
Dari
Samurah bin Jundab, sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita agar
kita mengeluarkan shodaqoh (zakat) dari segala sesuatu yang kita persediakan
untuk dijual belikan.
بشرى الكريم ج : ص : 50
وَرَوَى اَبُوْ دَاوُدَ بِاِخْراَجِ الصَّدَقَةِ
مِمَّا يُعَدُّ لِلْبَيْعِ
Terjemah :
Imam Abi Dawud
meriwayatkan agar mengeluarka shodaqoh dari sesuatu yang diperuntukkan untuk
dijual.
حواشى المدنية ج : ص : 95
وَقَدْ قَرَّرْناَ اَنَّ مَا لَا زَكَاةَ فِىْ عَيْنِهِ
تَجِبُ فِيْهِ زَكَاةُ التِّجَارَةِ مِنَ الْجُذُوْعِ وَالتِّيْنِ وَالْاَرْضِ
ِاذْ لَيْسَ فِى هَذِهِ الْمَذْكُوْرَةِ زَكَاةُ عَيْنٍ وَ مَا لَا زَكَاةَ فِىْ
عَيْنِهِ يَجِبُ فِيْهِ زَكَاةُ التِّجَارَةِ
Terjemah :
Dan
telah kami tetapkan bahwa seseungguhnya harta yang tidak ada kewajiban zakat
dalam ‘ainnya (dzatnya) itu wajib dizakati tijaroh (perdagangan), seperti kayu,
buah tiin, dan hasil bumi (tanah) karena dalam contoh tersebut, tidak ada zakt
‘ain (dzat). Dan setiap sesuatu yang tidak ada kewajiban zakat dalam ‘ainnya
(dzatnya), maka wajib dizakati dengan tijaroh (perdagangan).
---------------------------------------------
Mas’alah :
Seseorang yang membuka hotel dengan
modal senilai satu kilogram emas bertujuan agar dari uang hasil sewa hotel dapat
dipergunakan untuk mencukupi keperluan hidup pengusaha hotel. Rata-rata setiap
bulan menghasilkan uang sewa senilai 40 gram emas. Dan tiap bulannya uang sewa
ini selalu habis untuk keperluan hidup dan biaya pemeliharaan / perbaikan
hotel. Karena demikian, maka pada akhir tahun hanya tersisa uang senilai 50
gram emas. Hotel yang selalu diperbaiki dengan uang sewa ini, sekarang menjadi
bagus dan harga jualnya menjadi senilai 1 setengah kilo gram emas. Usaha
perhotelan dengan cara demikian ini, apakah wajib dizakati pada akhir tahun dan
apa alasannya? Kalau wajib dizakati, berapa harus dibayar, apakah dari hasil
sewa atau dari / beserta harga hotel. Kalau tidak wajib, dapatkah diberikan
contoh usaha perhotelan yang mengundang makna tijaroh yang wajib dizakati?
Jawab :
Tidak wajib dizakati. Contoh
perhotelan dan usaha semisal yang wajib dizakati ialah usaha perhotelan yang
hasilnya pertahun telah memenuhi persyaratan tijaroh.
Dasar pengambilan :
كفاية
الاخيار فى حل غاية الاختصار ج : 1 ص : 178 الامام تقى الدين ابى بكر محمد الحسينى
الحصنى الدمشقى الشافعى دار الايمان بيروت
وَلَوْ
آجَرَ الشَّخْصُ مَالَهُ اَوْنَفْسَهُ وَقَصَدَ بِالْأُجْرَةِ ِاذَا كَانَتْ
عَرْضًا لِلِتّجَارَةِ تَصِيْرُ مَالَ ِتجَارَةٍ لِاَنَّ اْلِاجَارَةَ مُعَاوَضَةٌ
Terjemah :
Seandainya
seseorang menyewakan harta bendanya atau dirinya, dengan tujuan mendapatkan
ongkos ketika ongkos tersebut diperuntukkan berdagang, maka akan menjadi harta
perdagangan karena persewaan adalah termasuk transaksi mu’awadhah
(tukar-menukar).
تحفة المحتاج فى شرح المنهاج ج : 3 ص : 295-296 احمد بن محمد بن على بن حجر الهيتمى دار احياء الترلث العربى
( وَإِنَّمَا يَصِيرُ الْعَرْضُ لِلتِّجَارَةِ
إذَا اقْتَرَنَتْ نِيَّتُهَابِكَسْبِهِ بِمُعَاوَضَةٍ ) مَحْضَةٍ وَهِيَ مَا
تَفْسُدُ بِفَسَادِ عِوَضِهِ ( كَشِرَاءٍ ) بِعَرْضٍ أَوْ نَقْدٍ أَوْ دَيْنٍ
حَالٍّ أَوْ مُؤَجَّلٍ وَكَإِجَارَةٍ لِنَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ
(Harta benda hanya dapat menjadi harta niaga apabila adanya niat dagang bersamaan dengan
pencariannya melalui jalan tukar-menikar) secara murni yaitu “Sesuatu yang
menjadi rusak sebab rusaknya ‘iwadh” (seperti membeli) dengan menggunakan harta
selain emas-perak atau emas-perak atau hutang secara kontan atau tunda, dan
seperti menyewakan dirinya atau hartanya.
Lihat pula di :
- Al Mauhibah IV : 31
- Al Majmu’ Syarah Al Muhadzab VI : 49
MUSYAWARAH BAHTSUL MASA’IL DINIYAH
NU WILAYAH JAWA TIMUR
DI PP. BETTET – PAMEKASAN
TGL 14 – 16 DZULHIJJAH
1405 / 31 AGUSTUS – 1 SEPTEMBER 1985
Mas’alah :
Ada perkumpulan yang
setiap anggotanya memberikan andil Rp. 30.000,- umpamanya, kemudian bagi
anggota diperbolehkan pinjam uang tersebut dengan bunga 3 % tiap minggu,
sedangkan hasil bunga/keuntungannya dikembalikan kepada perkumpulan, sahkah
aqad tersebut ?
Jawab :
Aqad tersebut tidak sah,
sebab tidak menetapi syarat-syarat aqad syirkah (jalan keluarnya sama dengan
masalah kosipa pada hasil bahtsul masail diniyah NU Wilayah Jawa Timur di PP.
Al Falah Ploso Kediri pada soal no. 2)
Dasar pengambilan :
فتح المعين بشرح قرة العين ص : 80 الشيخ زين الدين بن عبد العزيز المليبارى مكتبة سالم بن سعدنبهان
وَشُرِطَ فِيْهَا لَفْظٌ يَدُلُّ عَلىَ
اْلِاذْنِ فِى التَّصَرُّفِ بِالْبَيْعِ وَالشِّرَاءِ
Terjemah :
Disyaratkan dalam syirkah
adanya ucapan yang menunjukkan atas pemberian izin dalam tasarruf (pengelolaan)
dengan menjual dan membeli.
مغني المحتاج ج: 2 ص: 212- 213 محمد الخطيب الشربينى دار الفكر بيروت
وَيُشْتَرَطُ فِيْهَا أَيِ شِرْكَةِ اْلعِنَانِ
صِيْغَةٌ وَهِيَ لَفْظٌ يَدُلُّ عَلىَ اْلِإذْنِ مِنْ كُلٍّ مِنْهُمَا لِلْآخَرِ
فِي التَّصَرُّفِ لِمَنْ يَتَصَرَّفُ مِنْ كُلٍّ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أَحَدِهِمَا
لِأَنَّ اْلماَلَ الْمُشْتَرَكَ لَا يَجُوْزُ لِأَحَدِ الشَّرِيْكَيْنِ
التَّصَرُّفُ فِيْهِ إِلَّا بِإِذْنِ صَاحِبِهِ وَلَا يُعْرَفُ الْإِذْنُ إِلَّا
بِصِيْغَةٍ تَدُلُّ عَلَيْهِ
Dan disyaratkan dalam
akad syirkah ‘inan (harta) adanya shighat yaitu lafazh yang menunjukkan
terhadap izin dari masing-masing dua orang yang bersirkah tehadap yang lain
dalam hal tasaruf bagi pelaku tasaruf dari masing-masing atau salah satu dari
keduanya, sebab harta serikat tidak boleh ditasarufkan oleh salah satu dari dua
orang pesarikat kecuali dengan seizin mitranya, dan izin tidak bisa diketahui
kecuali dengan shighat yang menunjukkannya.
Lihat pula di :
1.
Nihayatu Al Muhtaj, VII/4
2.
Bujairomi Wahab, III/43
Mas’alah :
Bagaimana hukumnya
memasukkan mani orang lain (bukan suami sendiri) kepada seorang perempuan yang
ingin punya anak, baik dengan alat modern maupun yang lainnya (bukan dengan
persetubuhan). Dan bagaimana hukum anakmya yang dihasilkan itu apabila sungguh
terjadi, dan bagaimana pengertian mani muhtarom dan ghoiru muhtarom?
Jawab :
Mani muhtarom adalah mani
yang keluar atau dikeluarkan dengan cara yang dibenarkan oleh syara’, seperti :
keluar melalui mimpi, onani dengan tangan istri, melalui persetubuhan pada
vagina istri yang dibenarkan oleh syara’.
Sedang mani ghoiru
muhtarom ialah mani yang keluar dengan selain cara di atas.
Adapun memasukkan mani
seseorang ke dalam rahim perempuan ajnabiyah (bukan istrinya), hukumnya haram.
Tentang anak dari mani
tersebut terdapat perbedaan pendapat.
- Menuru Imam Ibnu Hajar Al Haitami dan Imam Khotib As-Syarbini anak tersebut tidak dapat ilhaq (tidak ada nasab dengan pemilik mani) karena keluar masuknya mani harus dengan cara yang halal.
- Menuru Imam Syamsudin Al Romli anak tersebut bisa ilhaq pada pemilik mani, apabila maninya keluar dengan cara muhtarom.
Dasar pengambilan :
öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏds%ur ö/ä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=B 3 ÌÏe±o0ur úüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ (البقرة : 223 )
Terjemah :
Istri – istrimu adalah
(seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang
baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu
kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang – orang yang beriman.
ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ tûïÏ%©!$# öNèd Îû öNÍkÍEx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ tûïÏ%©!$#ur öNèd Ç`tã Èqøó¯=9$# cqàÊÌ÷èãB ÇÌÈ tûïÏ%©!$#ur öNèd Ío4qx.¨=Ï9 tbqè=Ïè»sù ÇÍÈ tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ wÎ) #n?tã öNÎgÅ_ºurør& ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNåkß]»yJ÷r& öNåk¨XÎ*sù çöxî úüÏBqè=tB ÇÏÈ المؤمنون : 1- 5
Terjemah :
Sesungguhnya beruntung orang-orang
mu’min, yang sama khusu’ sholatnya. Dan orang-orang yang terhadap farji
(kemaluan) mereka sama menjaganya kecuali atas istri-istri mereka atau atas
budak (hamba sahaya) yang mereka miliki. Sesungguhnya mereka tidak tercela.
سنن الترمذى ج : 3 ص : 437 محمد ابو عيسى ابو عيسى الترمذى السلمى دار احياء الترلث العربى بيروت
أَخْرَجَ التّرْمُذِىِّ عَنْ رُوَيْفِعٍ بْنِ
ثاَبِتٍ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلاَ يُسْقِ مَاءَ ه ُوَلَدَ غَيْرِهِ
Terjemah :
Imam Tirmidzi meriwayatkan dari
Ruwaifi’ bin Tsabit, dari Nabi SAW barang siapa beriman kepada Allah dan hari
akhir maka janganlah menyiramkan air (mani)nya pada benih orang lain (bukan istrinya)
Hikam Al Tasri’ wal
Falsafah
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِفَلاَيَسْقِيَنَّ
زَرْعَ اَخِيْهِ
Terjemah :
Rasulullah SAW bersabda, barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali menyiramkan
(air maninya) atas lahan saudaranya.
تفسير ابن كثير ج: 3 ص: 327 اسماعيل بن عمر بن كثير الدمشقى ابو الفداء دار الفكر بيروت 1401
قَالَ اَبُوْ بَكْرٍ بْنُ اَبِى الدُّنْياَ حَدَّثَناَ
عَمَّارٌ بْنُ نَصْرٍ حَدَّثَناَ بَقِيَّةُ عَنْ اَبِى بَكْرٍ بْنِ اَبِىْ
مَرْيَمَ عَنِ الْهَيْثَمِ بْنِ مَالِكٍ الطَّاءِيِّ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى الله
ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ الشِّرْكِ اَعْظَمُ عِنْدَ
اللهِ مِنْ نُطْفَةٍ وَضَعَهَا رَجُلٌ فِىْ رَحِمٍ لَا يَحِلُّ لَهُ
Terjemah :
Abu bakar bin Abi Dunya berkata,
telah menceritakan kepada saya Ammar bin Nasr, Baqiyyah telah menceritakan
kepada saya, dari Abu Bakar bin Abi Maryam, dari Husyaim bin Malik At Tho’ie,
dari Nabi SAW beliau bersabda, tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik
di sisi Allah dibanding dengan air mani yang ditaruh seorang laki-laki pada
rahim yang tidak halal baginya.
- Bughyatul Mustarsyidin hal : 238 – 239
بغية المسترشدين ص : 238-239 السيد عبد الرحمن بن محمد بن حسين بن عمر
(فائدة) قَالَ سم قَوْلُهُ مَنِّيُهُ اْلمُحْتَرَمُ
اْلعِبْرَةُ فِى اْلاِحْتِرَامِ بِحَالِ خُرُوْجِهِ فَقَطْ حَتَّى لَوْخَرَجَ
مِنْهُ مَنِّىٌّ بِوَجْهٍ مُحْتَرَمٍ كَمَالَوْعَلَا زَوْجَتَهُ فَاَخَذَتْهُ
أَجْنَبِيَّةٌ عَاِلمَةٌ بِأنّهُ مَنّىٌّ أَجْنَبِيٌّ وَاسْتَدْخَلَتْهُ كَانَ
مُحْتَرَماً تَجِبُ بِهِ اْلعِدَّةُ وَيَلْحَقُ اَباَهُ وَمِثْلُهُ
مَالَوْسَاحَقَتِ امْرَأتَهُ الّتِى نَزَلَ فِيْهاَ مَاؤُهُ اَجْنَبِيَّةٌ
وَنَزَلَ فِى اْلاَجْنَبِيَّةِ اَو ِاسْتَنْجَى بِحَجَرٍ فَخَرَجَ مِنْهُ مَنِىٌّ
عَلَيْهِ فَاَخَذَتْهُ امْرَأةٌ وَاَدْخَلَتْ مَا عَلَيْهِ فَرْجَهَا
Terjemah :
Ali As-Syibramalisi berkata :
(perkataan pengarang : Manniyuhu Al Muhtarom). Yang dianggap mani yang mulia
itu pada waktu keluar saja, sehingga apabila ada air mani keluar dari seorang
laki-laki dengan cara mulya (muhtarom) seperti pada waktu ia menumpangi
istrinya (lalu keluar mani) kemudian ada perempuan lain mengambilnya dan ia
mengetahui bahwa air mani itu air mani laki-laki lain (bukan suaminya), dan ia
berusaha memasukkan mani itu (ke vaginanya), maka itu dianggap mani muhtarom
(mulya) yang dengan sebab hal itu dia wajib menjalani iddah (masa penantian)
dan anak yang dihasilkan (dari mani tersebut) dapat bertemu nasab dengan
bapaknya. Dan seperti halnya masalah diatas (dihukumi mani muhtaram) adalah
seandainya ada seorang perempuan yang telah menerima mani dari suaminya dilesbi
oleh perempuan lain dan mani itu menetes / bertempat di vagina perempuan lain,
atau ada seorang laki-laki beristinjak dengan batu lalu keluarlah maninya
menempel diatas batu kemudian batu itu diambil oleh seorang perempuan lalu
memasukkan mani itu kedalam vaginanya.
- Hasyiyah Al Syarwani II : 231
تحفة المحتاج فى شرح المنهاج ج : 8 ص : 229 احمد بن محمد بن على بن حجر الهيتمى دار احياء الترلث العربى
(قوله وقت انزاله الخ) عِبَاَرةُ اْلمُغْنِى
وَلاَ بُدَّ اَنْ يَكُوْنَ مُحْتَرَماً حَالَ اْلاِنْزَالِ وَحَالَ اْلاِدْخاَلِ
Terjemah :
(perkataan pengarang :
Waqta Inzalhi Ilakh) naskah di dalam kitab Mughni : Tidak boleh tidak mani itu
harus muhtarom (mulya) pada waktu keluar dan waktu masuk.
**********************************
Mas’alah
:?
Telah terjadi praktek
muamalah yang cukup terkenal sebagai berikut :
Sebagian pengusaha
seperti di Jawa Timur (kebanyakan warga kita) memasukkan produksinya ke
toko-toko tersebut dibayar 30 % dan yang 70 % dibayar dengan cek mundur satu
sampai dua bulan. Lalu cek tersebut kalau ditukar dengan uang kontan sebelum
waktunya, maka yang hanya dibayar 95 % bagi yang mundur dua bulan. Yang
dimasalahkan, bagaimana aqad yang dilakukan pada waktu menukar cek dengan uang
kontan yang sebelum sampai waktunya tadi agar menjadi aqad yang sah ?
Jawab :
Jika dengan aqad jual
beli menurut qoul ashoh hukumnya sah. Kalau dengan aqad qord (hutang) tidak
sah, karena termasuk aqad hutang yang menarik keuntungan.
Dasar pengambilan :
- Minhaju Al Muhaditsin, Syarah Muslim, V : 171
الصِكَاكُ جَمْعُ صَكٍّ وَهُوَ اْلوَرَقَةُ
اْلمَكْتُوْبَةُ بِدَيْنٍ وَيُجْمَعُ أَيْضًا عَلىَ صُكُوْكٍ وَاْلمُرَادُ هُنَا
اْلوَرَقَةُ الّتِى تُخْرَجُ مِنْ وَلِىِّ اْلأَمْرِ بِالْوَزْنِ لِمُسْتَحِقِِّه
بِاَنْ يُكْتَبَ فِيْهَا ِلاِنْساَنٍ كَذَا مِنْ طَعَامٍ اَوْ غَيْرِهِ فَيَبِيْعُ
صَاحِبُهَا ذَلِكَ ِلاِنْسَانٍ قَبْلَ اَنْ يَقْبِضَهُ وَقَدِ اخْتَلَفَ
اْلعُلَمَاءُ فِىْ ذَلِكَ وَاْلأَصَحُّ عِنْدَ اَصْحَاِبنَا وَغَيْرِهِمْ جَوَازُ
بَيْعِهَا الخ.
Terjemah :
Assikak itu jama’ dari
mufrod Shoku, yaitu kertas/lembaran yang di dalamnya tertulis tanggungan
(hutang). Shokun bisa juga dijama’kan atas sukuk. Pengertian di sini adalah
kertas/tulisan yang dikeluarkan oleh kepala negara dengan rizqi (imbalan
/hadiah) bagi pemiliknya. Seperti halnya tertulis di dalamnya bagi manusia ini,
dan seperti ini … (mendapat makanan atau lainnya, kemudian oleh pemiliknya
lembaran tersebut dijual kepada manusia lainnya sebelum dia menerimanya. Para
ulama’ dalam hal ini terjadi perselisihan pendapat. Yang ashoh menurut ashabina
(teman-teman si pengarang red.) dan lain-lainnya boleh menjualnya.
- I’anatut Tholibin III : 53
وأما القرض بشرط جر نفعا لمقرض ففاسد لخبر كُلُّ
قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا وجبّر ضعفَه مجيئ معناه عن جمع من الصّحابة
(قوله ففاسد) قال ع ش َمَعْلُومٌ أَنَّ مَحَلَّ الْفَسَادِ إذَا وَقَعَ الشَّرْطُ
فِي صُلْبِ الْعَقْدِ أَمَّا لَوْ تَوَافَقَا عَلَى ذَلِكَ وَلَمْ يَقَعْ شَرْطٌ
فِي الْعَقْدِ فَلَا فَسَادَ
Terjemah :
Transaksi hutang piutang
dengan mensyaratkan mengambil keuntungan bagi yang menghutangi itu rusak (tidak
sah). Karena ada hadist : setiap hutang putang yang mengambil kuntungan bagi
yang menghutangi, maka dinamakan riba. Kelemahan hadist tadi telah direvisi
atas pengertian ma’nanya dari kelompok sahabat. (perkataan pengarang : fasidun)
Ali Assibro Malisi berkata : sudah maklum bahwa titik persoalan rusak (tidak
sah transaksi) itu ketika persyaratan (mengambil keuntungan) tadi masuk dalam
aqad (transaksi). Adapun seandainya itu hanya kebetulan saja, dan persyaratan
itu tidak terjadi (dimasukkan) dalam waktu aqad, maka tidak dianggap fasad
(rusak) / berarti boleh.
- Kifayatul Akhyar : 242
وامّا الشرط الثانى وهو ان كون منتفعا به فاحترز فيه
عمّا لا منفعة فيه فإنّه لا يصحّ بيعه ولا شرائه.
اعلم ان بيع العهدة الشهير بحضر موت المعروف فى مكة
المكرّمة ببيع الناس وببيع عدّة وامانة صحيح. إلى ان قال. وان وقع خارج العقد لزم
المشترى ما التزمه و وعد به ويجب عليه عند رفع البائع الثمن فى الوقت المشروط
ايقاع الفسخ وقبض الثمن.
Terjemah :
Adapun syarat yang kedua,
yaitu benda yang dapat diambil manfaatnya, maka hal itu mengecualikan benda
yang tidak ada manfaatnya, sesungguhnya hal itu tidak sah untuk
diperjualbelikan.
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik