Langsung ke konten utama

bahsul masail



Mas’alah :
Ada usaha perkebunan tebu di sawah dengan tujuan bahwa hasil panennya akan dijual semuanya untuk keperluan hidup. Setelah tebu berumur 18 bulan maka tebu senilai setengah kilogram emas. Hasil penjualan tebu ini apakah wajib dizakati? Dapatkah diberikan contoh penanaman (pertanian/perkebunan) tanaman bukan zakawi yang memenuhi syarat-syarat tijaroh ?

Jawab :
Tidak wajib zakat karena tidak memenuhi syarat tijaroh. Adapun contoh penanaman tanaman bukan zakat tetapi dizakati ialah tanaman tebu yang ditujukan untuk diperjualbelikan.

Dasar pengambilan :

سنن ابى داود ج : 2 ص :95 سليمان بن داود بن الاشعث ابو داود السجستانى الازدى

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللِه صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّمَ كَانَ يَأمُرُناَ اَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنَ الَّذِىْ نُعِدُّ لِلْبَيْعِ
Terjemah :
Dari Samurah bin Jundab, sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita agar kita mengeluarkan shodaqoh (zakat) dari segala sesuatu yang kita persediakan untuk dijual belikan.

بشرى الكريم ج : ص : 50

وَرَوَى اَبُوْ دَاوُدَ بِاِخْراَجِ الصَّدَقَةِ مِمَّا يُعَدُّ لِلْبَيْعِ

Terjemah :
Imam Abi Dawud meriwayatkan agar mengeluarka shodaqoh dari sesuatu yang diperuntukkan untuk dijual.

حواشى المدنية ج : ص : 95

وَقَدْ قَرَّرْناَ اَنَّ مَا لَا زَكَاةَ فِىْ عَيْنِهِ تَجِبُ فِيْهِ زَكَاةُ التِّجَارَةِ مِنَ الْجُذُوْعِ وَالتِّيْنِ وَالْاَرْضِ ِاذْ لَيْسَ فِى هَذِهِ الْمَذْكُوْرَةِ زَكَاةُ عَيْنٍ وَ مَا لَا زَكَاةَ فِىْ عَيْنِهِ يَجِبُ فِيْهِ زَكَاةُ التِّجَارَةِ

Terjemah :
Dan telah kami tetapkan bahwa seseungguhnya harta yang tidak ada kewajiban zakat dalam ‘ainnya (dzatnya) itu wajib dizakati tijaroh (perdagangan), seperti kayu, buah tiin, dan hasil bumi (tanah) karena dalam contoh tersebut, tidak ada zakt ‘ain (dzat). Dan setiap sesuatu yang tidak ada kewajiban zakat dalam ‘ainnya (dzatnya), maka wajib dizakati dengan tijaroh (perdagangan).

---------------------------------------------

Mas’alah :
Seseorang yang membuka hotel dengan modal senilai satu kilogram emas bertujuan agar dari uang hasil sewa hotel dapat dipergunakan untuk mencukupi keperluan hidup pengusaha hotel. Rata-rata setiap bulan menghasilkan uang sewa senilai 40 gram emas. Dan tiap bulannya uang sewa ini selalu habis untuk keperluan hidup dan biaya pemeliharaan / perbaikan hotel. Karena demikian, maka pada akhir tahun hanya tersisa uang senilai 50 gram emas. Hotel yang selalu diperbaiki dengan uang sewa ini, sekarang menjadi bagus dan harga jualnya menjadi senilai 1 setengah kilo gram emas. Usaha perhotelan dengan cara demikian ini, apakah wajib dizakati pada akhir tahun dan apa alasannya? Kalau wajib dizakati, berapa harus dibayar, apakah dari hasil sewa atau dari / beserta harga hotel. Kalau tidak wajib, dapatkah diberikan contoh usaha perhotelan yang mengundang makna tijaroh yang wajib dizakati?

Jawab :
Tidak wajib dizakati. Contoh perhotelan dan usaha semisal yang wajib dizakati ialah usaha perhotelan yang hasilnya pertahun telah memenuhi persyaratan tijaroh.

Dasar pengambilan :

كفاية الاخيار فى حل غاية الاختصار ج : 1 ص : 178 الامام تقى الدين ابى بكر محمد الحسينى الحصنى الدمشقى الشافعى دار الايمان بيروت
وَلَوْ آجَرَ الشَّخْصُ مَالَهُ اَوْنَفْسَهُ وَقَصَدَ بِالْأُجْرَةِ ِاذَا كَانَتْ عَرْضًا لِلِتّجَارَةِ تَصِيْرُ مَالَ ِتجَارَةٍ لِاَنَّ اْلِاجَارَةَ مُعَاوَضَةٌ

Terjemah :
Seandainya seseorang menyewakan harta bendanya atau dirinya, dengan tujuan mendapatkan ongkos ketika ongkos tersebut diperuntukkan berdagang, maka akan menjadi harta perdagangan karena persewaan adalah termasuk transaksi mu’awadhah (tukar-menukar).

تحفة المحتاج فى شرح المنهاج ج : 3 ص : 295-296 احمد بن محمد بن على بن حجر الهيتمى دار احياء الترلث العربى

( وَإِنَّمَا يَصِيرُ الْعَرْضُ لِلتِّجَارَةِ إذَا اقْتَرَنَتْ نِيَّتُهَابِكَسْبِهِ بِمُعَاوَضَةٍ ) مَحْضَةٍ وَهِيَ مَا تَفْسُدُ بِفَسَادِ عِوَضِهِ ( كَشِرَاءٍ ) بِعَرْضٍ أَوْ نَقْدٍ أَوْ دَيْنٍ حَالٍّ أَوْ مُؤَجَّلٍ وَكَإِجَارَةٍ لِنَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ
(Harta benda hanya dapat menjadi harta niaga  apabila adanya niat dagang bersamaan dengan pencariannya melalui jalan tukar-menikar) secara murni yaitu “Sesuatu yang menjadi rusak sebab rusaknya ‘iwadh” (seperti membeli) dengan menggunakan harta selain emas-perak atau emas-perak atau hutang secara kontan atau tunda, dan seperti menyewakan dirinya atau hartanya.

Lihat pula di :
  1. Al Mauhibah IV : 31
  2. Al Majmu’ Syarah Al Muhadzab VI : 49



MUSYAWARAH  BAHTSUL MASA’IL DINIYAH
NU WILAYAH JAWA TIMUR
DI PP. BETTET – PAMEKASAN
TGL 14 – 16 DZULHIJJAH 1405 / 31 AGUSTUS – 1 SEPTEMBER 1985


Mas’alah :
Ada perkumpulan yang setiap anggotanya memberikan andil Rp. 30.000,- umpamanya, kemudian bagi anggota diperbolehkan pinjam uang tersebut dengan bunga 3 % tiap minggu, sedangkan hasil bunga/keuntungannya dikembalikan kepada perkumpulan, sahkah aqad tersebut ?

Jawab :
Aqad tersebut tidak sah, sebab tidak menetapi syarat-syarat aqad syirkah (jalan keluarnya sama dengan masalah kosipa pada hasil bahtsul masail diniyah NU Wilayah Jawa Timur di PP. Al Falah Ploso Kediri pada soal no. 2)

Dasar pengambilan :

فتح المعين بشرح قرة العين ص : 80 الشيخ زين الدين بن عبد العزيز المليبارى مكتبة سالم بن سعدنبهان

وَشُرِطَ فِيْهَا لَفْظٌ يَدُلُّ عَلىَ اْلِاذْنِ فِى التَّصَرُّفِ بِالْبَيْعِ وَالشِّرَاءِ
Terjemah :
Disyaratkan dalam syirkah adanya ucapan yang menunjukkan atas pemberian izin dalam tasarruf (pengelolaan) dengan menjual dan membeli.

مغني المحتاج ج: 2 ص: 212- 213 محمد الخطيب الشربينى دار الفكر بيروت

وَيُشْتَرَطُ فِيْهَا أَيِ شِرْكَةِ اْلعِنَانِ صِيْغَةٌ وَهِيَ لَفْظٌ يَدُلُّ عَلىَ اْلِإذْنِ مِنْ كُلٍّ مِنْهُمَا لِلْآخَرِ فِي التَّصَرُّفِ لِمَنْ يَتَصَرَّفُ مِنْ كُلٍّ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أَحَدِهِمَا لِأَنَّ اْلماَلَ الْمُشْتَرَكَ لَا يَجُوْزُ لِأَحَدِ الشَّرِيْكَيْنِ التَّصَرُّفُ فِيْهِ إِلَّا بِإِذْنِ صَاحِبِهِ وَلَا يُعْرَفُ الْإِذْنُ إِلَّا بِصِيْغَةٍ تَدُلُّ عَلَيْهِ
 
Dan disyaratkan dalam akad syirkah ‘inan (harta) adanya shighat yaitu lafazh yang menunjukkan terhadap izin dari masing-masing dua orang yang bersirkah tehadap yang lain dalam hal tasaruf bagi pelaku tasaruf dari masing-masing atau salah satu dari keduanya, sebab harta serikat tidak boleh ditasarufkan oleh salah satu dari dua orang pesarikat kecuali dengan seizin mitranya, dan izin tidak bisa diketahui kecuali dengan shighat yang menunjukkannya.
Lihat pula di :
1.      Nihayatu Al Muhtaj, VII/4
2.      Bujairomi Wahab, III/43

Mas’alah :
Bagaimana hukumnya memasukkan mani orang lain (bukan suami sendiri) kepada seorang perempuan yang ingin punya anak, baik dengan alat modern maupun yang lainnya (bukan dengan persetubuhan). Dan bagaimana hukum anakmya yang dihasilkan itu apabila sungguh terjadi, dan bagaimana pengertian mani muhtarom dan ghoiru muhtarom?

Jawab :
Mani muhtarom adalah mani yang keluar atau dikeluarkan dengan cara yang dibenarkan oleh syara’, seperti : keluar melalui mimpi, onani dengan tangan istri, melalui persetubuhan pada vagina istri yang dibenarkan oleh syara’.
Sedang mani ghoiru muhtarom ialah mani yang keluar dengan selain cara di atas.
Adapun memasukkan mani seseorang ke dalam rahim perempuan ajnabiyah (bukan istrinya), hukumnya haram.
Tentang anak dari mani tersebut terdapat perbedaan pendapat.
  1. Menuru Imam Ibnu Hajar Al Haitami dan Imam Khotib As-Syarbini anak tersebut tidak dapat ilhaq (tidak ada nasab dengan pemilik mani) karena keluar masuknya mani harus dengan cara yang halal.
  2. Menuru Imam Syamsudin Al Romli anak tersebut bisa ilhaq pada pemilik mani, apabila maninya keluar dengan cara muhtarom.

Dasar pengambilan :
öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏds%ur ö/ä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=B 3 ̍Ïe±o0ur šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ   (البقرة : 223 )
Terjemah :
Istri – istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang – orang yang beriman.

ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ   tûïÏ%©!$# öNèd Îû öNÍkÍEŸx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ   tûïÏ%©!$#ur öNèd Ç`tã Èqøó¯=9$# šcqàÊ̍÷èãB ÇÌÈ   tûïÏ%©!$#ur öNèd Ío4qx.¨=Ï9 tbqè=Ïè»sù ÇÍÈ   tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ  žwÎ) #n?tã öNÎgÅ_ºurør& ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNåkß]»yJ÷ƒr& öNåk¨XÎ*sù çŽöxî šúüÏBqè=tB ÇÏÈ  المؤمنون : 1- 5 
Terjemah :
Sesungguhnya beruntung orang-orang mu’min, yang sama khusu’ sholatnya. Dan orang-orang yang terhadap farji (kemaluan) mereka sama menjaganya kecuali atas istri-istri mereka atau atas budak (hamba sahaya) yang mereka miliki. Sesungguhnya mereka tidak tercela.

سنن الترمذى ج : 3 ص : 437 محمد ابو عيسى ابو عيسى الترمذى السلمى دار احياء الترلث العربى بيروت

أَخْرَجَ التّرْمُذِىِّ عَنْ رُوَيْفِعٍ بْنِ ثاَبِتٍ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلاَ يُسْقِ مَاءَ ه ُوَلَدَ غَيْرِهِ

Terjemah :
Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Ruwaifi’ bin Tsabit, dari Nabi SAW barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah menyiramkan air (mani)nya pada benih orang lain (bukan istrinya)

Hikam Al Tasri’ wal Falsafah

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِفَلاَيَسْقِيَنَّ زَرْعَ اَخِيْهِ

Terjemah :
Rasulullah SAW bersabda, barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali menyiramkan (air maninya) atas lahan saudaranya.

تفسير ابن كثير ج: 3 ص: 327 اسماعيل بن عمر بن كثير الدمشقى ابو الفداء دار الفكر بيروت 1401

قَالَ اَبُوْ بَكْرٍ بْنُ اَبِى الدُّنْياَ حَدَّثَناَ عَمَّارٌ بْنُ نَصْرٍ حَدَّثَناَ بَقِيَّةُ عَنْ اَبِى بَكْرٍ بْنِ اَبِىْ مَرْيَمَ عَنِ الْهَيْثَمِ بْنِ مَالِكٍ الطَّاءِيِّ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ الشِّرْكِ اَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ مِنْ نُطْفَةٍ وَضَعَهَا رَجُلٌ فِىْ رَحِمٍ لَا يَحِلُّ لَهُ

Terjemah :
Abu bakar bin Abi Dunya berkata, telah menceritakan kepada saya Ammar bin Nasr, Baqiyyah telah menceritakan kepada saya, dari Abu Bakar bin Abi Maryam, dari Husyaim bin Malik At Tho’ie, dari Nabi SAW beliau bersabda, tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik di sisi Allah dibanding dengan air mani yang ditaruh seorang laki-laki pada rahim yang tidak halal baginya.

  1. Bughyatul Mustarsyidin hal : 238 – 239

بغية المسترشدين ص : 238-239 السيد عبد الرحمن بن محمد بن حسين بن عمر

(فائدة) قَالَ سم قَوْلُهُ مَنِّيُهُ اْلمُحْتَرَمُ اْلعِبْرَةُ فِى اْلاِحْتِرَامِ بِحَالِ خُرُوْجِهِ فَقَطْ حَتَّى لَوْخَرَجَ مِنْهُ مَنِّىٌّ بِوَجْهٍ مُحْتَرَمٍ كَمَالَوْعَلَا زَوْجَتَهُ فَاَخَذَتْهُ أَجْنَبِيَّةٌ عَاِلمَةٌ بِأنّهُ مَنّىٌّ أَجْنَبِيٌّ وَاسْتَدْخَلَتْهُ كَانَ مُحْتَرَماً تَجِبُ بِهِ اْلعِدَّةُ وَيَلْحَقُ اَباَهُ وَمِثْلُهُ مَالَوْسَاحَقَتِ امْرَأتَهُ الّتِى نَزَلَ فِيْهاَ مَاؤُهُ اَجْنَبِيَّةٌ وَنَزَلَ فِى اْلاَجْنَبِيَّةِ اَو ِاسْتَنْجَى بِحَجَرٍ فَخَرَجَ مِنْهُ مَنِىٌّ عَلَيْهِ فَاَخَذَتْهُ امْرَأةٌ وَاَدْخَلَتْ مَا عَلَيْهِ فَرْجَهَا

Terjemah :
Ali As-Syibramalisi berkata : (perkataan pengarang : Manniyuhu Al Muhtarom). Yang dianggap mani yang mulia itu pada waktu keluar saja, sehingga apabila ada air mani keluar dari seorang laki-laki dengan cara mulya (muhtarom) seperti pada waktu ia menumpangi istrinya (lalu keluar mani) kemudian ada perempuan lain mengambilnya dan ia mengetahui bahwa air mani itu air mani laki-laki lain (bukan suaminya), dan ia berusaha memasukkan mani itu (ke vaginanya), maka itu dianggap mani muhtarom (mulya) yang dengan sebab hal itu dia wajib menjalani iddah (masa penantian) dan anak yang dihasilkan (dari mani tersebut) dapat bertemu nasab dengan bapaknya. Dan seperti halnya masalah diatas (dihukumi mani muhtaram) adalah seandainya ada seorang perempuan yang telah menerima mani dari suaminya dilesbi oleh perempuan lain dan mani itu menetes / bertempat di vagina perempuan lain, atau ada seorang laki-laki beristinjak dengan batu lalu keluarlah maninya menempel diatas batu kemudian batu itu diambil oleh seorang perempuan lalu memasukkan mani itu kedalam vaginanya.

  1. Hasyiyah Al Syarwani II : 231

تحفة المحتاج فى شرح المنهاج ج : 8 ص :  229 احمد بن محمد بن على بن حجر الهيتمى دار احياء الترلث العربى

(قوله وقت انزاله الخ) عِبَاَرةُ اْلمُغْنِى وَلاَ بُدَّ اَنْ يَكُوْنَ مُحْتَرَماً حَالَ اْلاِنْزَالِ وَحَالَ اْلاِدْخاَلِ

Terjemah :
(perkataan pengarang : Waqta Inzalhi Ilakh) naskah di dalam kitab Mughni : Tidak boleh tidak mani itu harus muhtarom (mulya) pada waktu keluar dan waktu masuk.

**********************************
Mas’alah :?
Telah terjadi praktek muamalah yang cukup terkenal sebagai berikut :
Sebagian pengusaha seperti di Jawa Timur (kebanyakan warga kita) memasukkan produksinya ke toko-toko tersebut dibayar 30 % dan yang 70 % dibayar dengan cek mundur satu sampai dua bulan. Lalu cek tersebut kalau ditukar dengan uang kontan sebelum waktunya, maka yang hanya dibayar 95 % bagi yang mundur dua bulan. Yang dimasalahkan, bagaimana aqad yang dilakukan pada waktu menukar cek dengan uang kontan yang sebelum sampai waktunya tadi agar menjadi aqad yang sah ?

Jawab :
Jika dengan aqad jual beli menurut qoul ashoh hukumnya sah. Kalau dengan aqad qord (hutang) tidak sah, karena termasuk aqad hutang yang menarik keuntungan.

Dasar pengambilan :
  1. Minhaju Al Muhaditsin, Syarah Muslim, V : 171

الصِكَاكُ جَمْعُ صَكٍّ وَهُوَ اْلوَرَقَةُ اْلمَكْتُوْبَةُ بِدَيْنٍ وَيُجْمَعُ أَيْضًا عَلىَ صُكُوْكٍ وَاْلمُرَادُ هُنَا اْلوَرَقَةُ الّتِى تُخْرَجُ مِنْ وَلِىِّ اْلأَمْرِ بِالْوَزْنِ لِمُسْتَحِقِِّه بِاَنْ يُكْتَبَ فِيْهَا ِلاِنْساَنٍ كَذَا مِنْ طَعَامٍ اَوْ غَيْرِهِ فَيَبِيْعُ صَاحِبُهَا ذَلِكَ ِلاِنْسَانٍ قَبْلَ اَنْ يَقْبِضَهُ وَقَدِ اخْتَلَفَ اْلعُلَمَاءُ فِىْ ذَلِكَ وَاْلأَصَحُّ عِنْدَ اَصْحَاِبنَا وَغَيْرِهِمْ جَوَازُ بَيْعِهَا الخ.
Terjemah :
Assikak itu jama’ dari mufrod Shoku, yaitu kertas/lembaran yang di dalamnya tertulis tanggungan (hutang). Shokun bisa juga dijama’kan atas sukuk. Pengertian di sini adalah kertas/tulisan yang dikeluarkan oleh kepala negara dengan rizqi (imbalan /hadiah) bagi pemiliknya. Seperti halnya tertulis di dalamnya bagi manusia ini, dan seperti ini … (mendapat makanan atau lainnya, kemudian oleh pemiliknya lembaran tersebut dijual kepada manusia lainnya sebelum dia menerimanya. Para ulama’ dalam hal ini terjadi perselisihan pendapat. Yang ashoh menurut ashabina (teman-teman si pengarang red.) dan lain-lainnya boleh menjualnya.

  1. I’anatut Tholibin III : 53

وأما القرض بشرط جر نفعا لمقرض ففاسد لخبر كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا وجبّر ضعفَه مجيئ معناه عن جمع من الصّحابة (قوله ففاسد) قال ع ش َمَعْلُومٌ أَنَّ مَحَلَّ الْفَسَادِ إذَا وَقَعَ الشَّرْطُ فِي صُلْبِ الْعَقْدِ أَمَّا لَوْ تَوَافَقَا عَلَى ذَلِكَ وَلَمْ يَقَعْ شَرْطٌ فِي الْعَقْدِ فَلَا فَسَادَ
Terjemah :
Transaksi hutang piutang dengan mensyaratkan mengambil keuntungan bagi yang menghutangi itu rusak (tidak sah). Karena ada hadist : setiap hutang putang yang mengambil kuntungan bagi yang menghutangi, maka dinamakan riba. Kelemahan hadist tadi telah direvisi atas pengertian ma’nanya dari kelompok sahabat. (perkataan pengarang : fasidun) Ali Assibro Malisi berkata : sudah maklum bahwa titik persoalan rusak (tidak sah transaksi) itu ketika persyaratan (mengambil keuntungan) tadi masuk dalam aqad (transaksi). Adapun seandainya itu hanya kebetulan saja, dan persyaratan itu tidak terjadi (dimasukkan) dalam waktu aqad, maka tidak dianggap fasad (rusak) / berarti boleh.

  1. Kifayatul Akhyar : 242

وامّا الشرط الثانى وهو ان كون منتفعا به فاحترز فيه عمّا لا منفعة فيه فإنّه لا يصحّ بيعه ولا شرائه.
اعلم ان بيع العهدة الشهير بحضر موت المعروف فى مكة المكرّمة ببيع الناس وببيع عدّة وامانة صحيح. إلى ان قال. وان وقع خارج العقد لزم المشترى ما التزمه و وعد به ويجب عليه عند رفع البائع الثمن فى الوقت المشروط ايقاع الفسخ وقبض الثمن.

Terjemah :
Adapun syarat yang kedua, yaitu benda yang dapat diambil manfaatnya, maka hal itu mengecualikan benda yang tidak ada manfaatnya, sesungguhnya hal itu tidak sah untuk diperjualbelikan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا

Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy

 *Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy* Maklum diketahui bahwa ketika seseorang mengadakan acara walimah, maka penganten, bahkan ibu penganten dan keluarga terdekat, merias wajah dengan make up yang cukup tebal. Acara walimah ini biasanya memakan waktu berjam-jam bahkan tak jarang belum selesai sampai waktu shalat tiba. Maka bagaimanakah tata cara thaharah dan shalat bagi wanita yang memakai riasan ini? Solusi 1: Menghapus riasan wajah dan shalat sesuai waktunya Perlu diketahui bahwa salah satu syarat sah wudhu adalah tidak terdapat hal yang menghalangi tersampainya air wudhu ke anggota badan yang wajib dibasuh, tentu penggunaan make up yang tebal sudah pasti menghalangi air wudhu. Maka bagi wanita yang memakai riasan pengantin tersebut tidak boleh berwudhu kecuali sudah menghapus bersih riasan yang ada di wajah, sehingga yakin jika air wudhu benar-benar mengenai anggota wudhu, tidak cukup hanya dengan mengalirkan air tanpa terlebih dahulu menghapus make up nya seperti yan