Langsung ke konten utama

TAHLILAN DAN MEMBACA AL-QUR'AN UNTUK MAYYIT



||| TAHLILAN DAN MEMBACA AL-QUR'AN UNTUK MAYYIT |||
  1. Membaca al Qur'an
Para ulama Ahlussunnah menyepakati bahwa doa dan istighfar seorang muslim yang masih hidup kepada Allah untuk orang yang telah mati itu bermanfaat. Demikian juga membaca al Qur'an di atas kubur juga bermanfaat terhadap mayyit. Dalil Kebolehan membaca al Qur'an di atas kubur adalah hadits bahwa Nabi membelah pelepah yang basah menjadi dua bagian kemudian Nabi menanamkan masing-masing di dua kuburan yang ada dan Rasulullah bersabda:
" لعله يخفف عنهما ما لم ييبسا"  رواه الشيخان
Maknanya: "Semoga keduanya mendapatkan keringanan siksa kubur selama pelepah ini belum kering". Dapat diambil dalil dari hadits ini bahwa boleh menancapkan pohon dan membaca al Qur'an di atas kubur, jika pohon saja bisa meringankan adzab kubur lebih–lebih bacaan al Qur'an orang mukmin. Imam Nawawi berkata: "Para ulama mengatakan sunnah hukumnya membaca al Qur'an di atas kubur berdasarkan pada hadits ini, karena jika bisa diharapkan keringanan siksa kubur dari tasbihnya pelepah kurma apalagi dari bacaan al Qur'an".  Jelas bacaan al Qur'an dari manusia itu lebih agung dan lebih bermanfaat daripada tasbihnya pohon. Jika telah terbukti al Qur'an bermanfaat bagi sebagian orang yang ditimpa bahaya dalam hidupnya, maka mayit begitu juga.
Di antara dalil bahwa mayyit mendapat manfaat dari bacaan al Qur'an orang lain adalah hadits Ma'qil ibn Yasar:
" اقرءوا يس على موتاكم " (رواه أبو داود والنسائي وابن ماجه وابن حبان وصححه).
Maknanya : " Bacalah surat Yaasin untuk mayit kalian " (H.R Abu Dawud, an– Nasai, Ibn Majah dan Ibn Hibban dan dishahihkannya).
Hadits ini memang dinyatakan lemah oleh sebagian ahli hadits, tetapi Ibn Hibban mengatakan hadits ini shahih dan Abu Dawud diam (tidak mengomentarinya) maka dia tergolong hadits Hasan (sesuai dengan istilah Abu Dawud dalam Sunan-nya), dan al Hafizh as-Suyuthi juga mengatakan bahwa hadits ini Hasan.
Dalil yang lain adalah hadits Nabi:
" يس قلب القرءان لا يقرؤها رجل يريد الله و الدار الآخرة إلا غفر له، واقرءوها على موتاكم " (رواه أحمد)
Maknanya : " Yasin adalah hatinya al Qur'an, tidaklah dibaca oleh seorangpun karena mengharap ridla Allah dan akhirat kecuali diampuni oleh Allah dosa– dosanya, dan bacalah Yasin ini  untuk mayit–mayit kalian "  (H.R. Ahmad)
Ahmad bin Muhammad al Marrudzi berkata : "Saya mendengar Ahmad ibn Hanbal -semoga Allah merahmatinya- berkata: "Apabila kalian memasuki areal pekuburan maka bacalah surat al Fatihah dan Mu'awwidzatayn dan surat al Ikhlas dan hadiahkanlah pahalanya untuk ahli kubur karena sesungguhnya pahala bacaan itu akan sampai kepada mereka".
Al Khallal juga meriwayatkan dalam al Jami' dari asy-Sya'bi bahwa ia berkata:
"كانت الأنصار إذا مات لهم ميت اختلفوا إلى قبره يقرءون له القرءان"
 "Tradisi para sahabat Anshar jika meninggal salah seorang di antara mereka, maka mereka akan datang ke kuburnya silih berganti dan membacakan al Qur'an untuknya (mayit)".
Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam al Bukhari bahwasanya 'Aisyah -semoga Allah meridlainya- berkata : Alangkah sakitnya kepalaku lalu Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda :
" ذاك لو كان وأنا حي فأ ستغفر لك وأدعو لك "
Maknanya : "Jika itu terjadi (engkau sakit dan meninggal) dan aku masih hidup maka aku mohon ampun dan berdoa untukmu".
Perkataan Rasulullah " وأدعو لك "  (maka saya akan berdoa untukmu) ini, mencakup doa dengan segala bentuk dan macam–macamnya, maka termasuk  doa seseorang setelah membaca beberapa ayat dari al Qur'an dengan tujuan supaya pahalanya disampaikan kepada mayit seperti dengan mengatakan :
اللهم أوصل ثواب ما قرأت إلى فلان
"Ya Allah sampaikanlah pahala bacaanku ini kepada si Fulan".
Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Ubayy ibn Ka'b bahwa dia berkata: "Wahai Rasulullah sesungguhnya aku banyak bershalawat kepadamu maka berapa banyak sebaiknya aku bershalawat kepadamu ? Rasulullah menjawab : "terserah kamu"  (H.R. Imam at–Turmudzi)
Sedangkan yang sering dikatakan orang bahwa Imam Syafi'i menyatakan bacaan al Qur'an tidak akan sampai kepada mayyit, maksud asy-Syafi'i adalah jika bacaan tersebut tidak dibarengi dengan doa Ii-shal - إيصال - (doa agar disampaikan pahala bacaan tersebut kepada mayit) atau bacaan tersebut tidak dilakukan di kuburan mayit karena asy-Syafi'i menyetujui kedua hal ini (membaca al Qur'an dengan diakhiri doa Ii-shal - إيصال -  dan membaca al Qur'an di atas kuburan mayit). Imam an-Nawawi mengatakan: "Asy-Syafi'i dan tokoh-tokoh madzhab Syafi'i mengatakan: Disunnahkan dibaca di kuburan mayit ayat-ayat al Qur'an, dan jika dibacakan al Qur'an hingga khatam itu sangat baik".
Sebagian ahli bid'ah mengatakan tidak akan sampai pahala sesuatu apapun kepada si mayit dari orang lain yang masih hidup, baik doa ataupun yang lain.  Perkataan mereka ini bertentangan dengan al Qur'an dan Sunnah. Bahwa mereka berdalil dengan firman Allah ta'ala:
) وأن ليس للإنسان إلا ما سعى (  (سورة النجم : 39 )
Ini adalah hal yang tidak tepat dan mesti ditolak karena maksud ayat ini bukanlah menafikan bahwa seseorang mendapatkan manfaat dari apa yang dikerjakan oleh orang lain seperti sedekah dan haji untuk orang yang telah meninggal, melainkan ayat ini menafikan kepemilikan terhadap amal orang lain. Amal orang lain adalah milik orang lain yang mengerjakankannya, karena itu jika ia mau ia bisa memberikan kepada orang lain dan jika tidak ia bisa memilikinya untuk dirinya sendiri. Allah subhanahu wata'ala tidak mengatakan tidak bermanfaat bagi seseorang kecuali amalnya sendiri.
Mereka yang menafikan secara mutlak tersebut adalah golongan Mu'tazilah. Imam Ahmad ibn Hanbal pernah mengingkari orang yang membaca al Qur'an di atas kuburan, namun kemudian sahabat (salah seorang murid dekat)nya menyampaikan kepadanya atsar dari sebagian sahabat yaitu Ibn Umar lalu dia ruju' dari pendapatnya tersebut. Al Bayhaqi dalam as-Sunan al Kubra meriwayatkan dengan sanad yang sahih bahwa Ibn Umar menganggap sunnah setelah mayit dikuburkan untuk dibacakan awal dan akhir surat al Baqarah. Salah seorang ulama Madzhab Hanbali, Asy-Syaththi al Hanbali dalam komentarnya atas kitab Ghayah al Muntaha, hlm. 260 mengatakan : "Dalam al Furu' dan Tashhih al Furu'  dinyatakan : Tidak dimakruhkan membaca al Qur'an di atas kuburan dan di areal pekuburan, inilah yang ditegaskan oleh al Imam Ahmad, dan inilah pendapat madzhab Hanbali. Kemudian sebagian menyatakan hal itu mubah, sebagian mengatakan mustahabb (sunnah). Demikian juga disebutkan dalam al Iqna'".  
  1. Menghidangkan Makanan untuk orang yang datang ta'ziyah atau menghadiri undangan baca al Qur'an
Menghidangkan makanan yang dilakukan oleh keluarga mayit untuk orang yang datang ta'ziyah atau menghadiri undangan baca al Qur'an adalah boleh karena itu termasuk ikram adl-Dlayf  (menghormat tamu). Dan dalam Islam ini adalah sesuatu yang dianjurkan. Sedangkan Hadits Jarir ibn 'Abdillah al Bajali bahwa ia mengatakan :
" كنّا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنيعة الطعام بعد دفنه من النياحة"
(رواه أحمد بسند صحيح)
Maknanya : "Kami di masa Rasulullah menganggap berkumpul di tempat mayit dan membuat makanan setelah dikuburkannya mayit sebagai Niyahah (meratapi mayit yang dilarang oleh Islam)"  (H.R. Ahmad dengan sanad yang sahih)
Maksudnya adalah jika keluarga mayit membuat makanan tersebut untuk dihidangkan  kepada para hadirin dengan tujuan al Fakhr ; berbangga diri supaya orang mengatakan bahwa mereka pemurah dan dermawan  atau makanan tersebut disajikan kepada perempuan-perempuan agar menjerit-jerit, meratap sambil menyebutkan kebaikan-kebaikan mayit, karena inilah yang biasa dilakukan oleh orang-orang di masa jahiliyah, mereka yang tidak beriman kepada akhirat itu. Dan inilah Niyahah yang termasuk perbuatan orang-orang di masa jahiliyyah dan dilarang oleh Nabi shallallahu 'alayhi wasallam .
Jika tujuannya bukan untuk itu, melainkan untuk menghormat tamu atau bersedekah untuk mayit dan meminta tolong agar dibacakan al Qur'an untuk mayit maka hal itu boleh dan tidak terlarang. Al Bukhari meriwayatkan dalam Sahih-nya dari Ibn 'Abbas bahwa Sa'd ibn 'Ubadah ibunya meninggal ketika dia pergi, kemudian ia berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam : Wahai Rasulullah, Ibuku meninggal dan aku sedang tidak berada di tempat tersebut, apakah bermanfa'at baginya jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya ?, Rasulullah menjawab : "Ya", Sa'd berkata : (Kalau begitu) Saya bersaksi kepadamu bahwa kebunku yang sedang berbuah itu aku sedekahkan untuknya.
  1. Tahlilan pada hari ke tiga, ke tujuh, ke seratus, ke seribu dan seterusnya
Tradisi ummat Islam mengundang para tetangga ke rumah mayit kemudian memberi makan mereka ini adalah sedekah yang mereka lakukan untuk si mayit dan dalam rangka membaca al Qur'an untuk mayit, dan jelas dua hal ini adalah hal yang boleh dilakukan. Sedekah untuk mayit jelas dibenarkan oleh hadits Nabi dalam Sahih al Bukhari. Sedangkan membaca al Qur'an untuk mayit, menurut mayoritas para ulama salaf dan Imam madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali pahalanya akan sampai kepada mayit, demikian dijelaskan oleh as-Suyuthi dalam Syarh ash-Shudur dan dikutip serta disetujui oleh al Hafizh Murtadla az-Zabidi dalam Syarh Ihya' 'Ulum ad-Din. Syekh Abdullah al Harari mengatakan : "Sedangkan yang sering dikatakan orang bahwa Imam asy-Syafi'i menyatakan bacaan al Qur'an tidak akan sampai kepada mayyit maksud asy-Syafi'i adalah jika bacaan tersebut tidak dibarengi dengan doa Ii-shal (doa agar disampaikan pahala bacaan kepada mayyit) atau bacaan tersebut tidak dilakukan di kuburan mayyit karena asy-Syafi'i menyetujui kedua hal ini (membaca al Qur'an dengan diakhiri doa Ii-shal  dan membaca al Qur'an di atas kuburan mayyit)".  (lihat Syarh Raudl ath-Thalib, Nihayatul Muhtaj, Qadla' al Arab fi As-ilah Halab dan kitab-kitab Fiqh Syaf'i yang lain).
Bahwa berkumpul untuk mendoakan mayit dan membaca al Qur'an untuknya pada hari ke tiga, ke tujuh, ke seratus, ke seribu dan seterusnya maka hukumnya adalah sebagai berikut :
·         Berkumpul di hari ke tiga tujuannya adalah berta'ziyah.
·         Berkumpul setelah hari ke tiga tujuannya adalah berta'ziyah bagi yang belum. Bagi yang sudah berta'ziyah, berkumpul saja pada hari-hari tersebut bukanlah hal yang mutlak sunnah, tetapi kalau tujuan berkumpul tersebut adalah untuk membaca al Qur'an dan ini semua mengajak kepada kebaikan. Allah ta'ala berfirman :
) وافعلوا الخيـر لعلكم تفلحون (   (سورة الحج : 77)
Maknanya : "Lakukanlah hal yang baik agar kalian beruntung"  (Q.S. al Hajj : 77).[]
Oleh :  H. Kholilurrahman Abu Fatih, Lc. MA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

DALIL TAHLILAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا