Langsung ke konten utama

KEPUTUSAN BAHTSU AL-MASAIL SYURIYAH



KEPUTUSAN BAHTSU AL-MASAIL SYURIYAH
NU WILAYAH JAWA TIMUR
DI PP NURUL JADID PAITON PROBOLINGGO
TGL 15-16 DZULHIJJAH 1399 H / 5-6 NOPEMBER 1979 M
 

Mas’alah

Pada saat ini banyak kegiatan arisan uang atau barang. Dalam perkembangannya terjadi suatau cara sebagai berikut :
A, B, dan C berarisan, A mendapat giliran menerima arisan tetapi ridlo haknya diterima oleh B yang juga anggota arisan, namun belum menerima arisan/giliran. Penyerahan hak secara suka rela dibarengi ganti rugi semacam jual beli hak, umpamanya :
Arisan sepeda motor memberi ganti rugi sebanyak Rp.15.000,- atau Rp. 25.000,-
Arisan uang sebesar Rp. 100.000,- memberi ganti rugi sebanyak Rp. 10.000,- sampai dengan Rp. 15.000,- sedangkan B masih punya hak giliran di lain waktu.
Pertanyaan :
            Bernama aqad apakah pergantian semacam ini?
Jawab :
Ala sabili al ihtiyat (menurut pendapat yang berhati-hati) aqad semacam itu termasuk aqad Qardlu jarro Naf’an (hutang dengan menarik keuntungan) yang hukumnya tidak boleh (haram) kecuali jika tidak ada janji dalam aqad (Fu al-sulbi al-aqdi).
Boleh dengan nama bai’ul Istihqoq.
Dasar pengambilan :
1.      Bughyatu Al-Mustarsyidin hal, 13
إِذِ اْلقَرْضُ الفَاسِدُ المُحَرَّمُ هُوَ اْلقَرْضُ المَْشْرُوْطُ فِيْهِ النَّفْعُ لِلْمُقْرِضِ, هَذَا اِنْ وَقَعَ فِي صُلْبِ القد، فان تواطأ عليه قبله ولم يذكر في صلبه او لم يكن عقد جاز مع الكراهة كسائر حيل الربا الواقعة لخير غرض شرعي.
Artinya:
            Aqad utang piutang yang fasid (rusak) dab haram ialah menghutangi dengan janji pihak yang menghutangi mendapat keuntungan hal ini (haram) bila syarat tersebut masuk (ikut) dalam isi transaksi, jika syarat mendapat keuntungan itu berketepatan pada waktu sebelum terjadi transaksi dan waktu transaksi tidak menyebut-nyebut janji keuntungan bagi yang menghutangi, atau sama sekali tidak ada transaksi, maka hukumnya boleh disertai makruh sperti makruhnya segala rekayasa riba yang terjadi bagi selain tujuan syara’.
2.      I’anatu Al Tholibin, III : 20
(قوله: ومنه ربا القرض) أي ومن ربا الفضل: ربا القرض، وهو كل قرض جر نفعا للمقرض، غير نحو رهن. لكن لا يحرم عندنا إلا إذا شرط في عقده، كما يؤخذ من تصويره الآتي، ولا يختص بالربويات، بل يجري في غيرها، كالحيوانات والعروض.
Artinya:
            ( Diantaranya ialah riba qordi ) artinya: termasuk bagian dair riba fadli ialah qordli, yaitu setiap menghutangi yang mengambil untung/ manfaat bagi yang menghutangi, selain aqad gadai dan sesamanya haram, hal itu tidak haram menurut kita, kecuali jika keuntungan itu di ucapkan/di isyaratkan pada waktu transaksi (maka hukumnya haram),…….
3.      Al-Bajuri, I : 344
لم يكن هناك عقد – كمالو باع معاطاة وهو الواقع في أيامنا لم يكن ربا وان كان حراما لكن أقل من حرمة الربا.
Artinya:
            Jika disana (dalam syarat) tidak terjadi aqad (transaksi) seperti pada waktu jual beli dengan mu’athoh ( memberikan tanpa bicara), seperti yang terjadi saat ini, itu bukan riba, jika terjadi keharoman maka lebih sedikit dari pada keharoman riba.
4.      Fatawi Kubro, III : 23
والذي صرح به الأصحاب أن كل ما ابطل شرطه القد لا يضر إضمار نية فيه، وذكر صاحب الكافى أنه مع ذلك الإضمار هل يحل باطنا؟ وجهان قال : واصحهما يحل لحديث عامل خيبر.
Artinya:
            Sesuatu yang telah dijelaskan oleh santrinya imam syafi’I : apabila sesuatu syarat yang dapat membatalkan aqad (transaksi) itu tidak masalah, jika hanya tersimpan dalam hati (tidak masuk aqad) shohibu al-kafi menjelaskan jika hal itu terjadi ( menyembunyikan syarat dalam hati) apakah transaksinya secara batin dianggap halal? Ada dua pendapat, menurut yang ashoh adalah halal dengan dasar hadits tentang pengelola tanah (Nabi) di Khoibar.

Mas’alah:
Bagaimana hukumnya orkes dan samroh yang dipentaskan dimuka umum oleh kaum perempuan atau laki-laki dengan menampilkan cerita Nabi-nabi atau menari-nari?

Jawab:
            Hukumnya haram. Adapun samroh dan orkes, yang pementasannya dan menari didalamnya tidak terdapat mungkarat, maka hukumnya mubah. Sedangkan mungkarat yang dimaksud diantaranya:
Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Al-Fiqhu ala Madzahibi Al-Arbaah, IV : 9
والمختر أن ضرب الدف ولأغانى التى ليس فيها ماينافى الآداب جائز بلاكراهة مالم يشتمل كل ذلك على مفاسد كترج النساء الأجنبيات في العرس وتهتكهن أمام الرجال والعريس ونحو ذلك والاحرم.
Artinya:
            Menurut qoul yang muhtar (terpilih) sesungguhnya memukul rebana melantunkan lagu-lagu yang tidak sampai meniadakan adab-adab adalah boleh, tidak makruh, selama tidak mengandung mafasid (kerusakan) seperti penampilan perempuan (mejeng) dihadapan laki-laki, dalam resepsi pernikahan dan memukaunya perempuan dihadapan laki-laki,resepsi pernikahan dan sesamanya,  kalau tidak berarti haram.
  1. Mirqotu Al-Suud (syarah sulamun At-Taufiq)
زمن معاصى الرجل ( التبختر فى المشي ) كالتمايل او تحريك اليدين على غير هيئة معتدلة او نحو ذلك.
Artinya:
            Termasuk maksiatnya kaki adalah ( sombong dalam berjalan) seperti lenggak-lenggok, atau menggerak-gerakkan tangan pada selain kondisi kebiasaan (kesederhanaan) atau sesamanya.
  1. Is’adu Al-Rofiq, I : 55
أتى بما يعد نقصا فى نفس رسول الله صلى الله عليه وسلم او نبي من الأنبياء المجمع عليهم حلقا وخلقا او فى نسبه كان يقول إنه عليه الصلاة والسلام ليس من قريش او فى صفة من صفاته.
Artinya:
            Mendatangkan sesuatu yang dapat mengurangi (merendahkan) martabat Nabi Muhammad Saw. Atau salah satu dari Nabi yang telah disepakati oleh ulama, tentang kenabiannya, seperti menghina tubuh, akhlaq atau Nasabnya, seperti mengatakan sesungguhnya Nabi Muhammad Saw. Bukan keturunan Quraisy, atau menghina dalam agama atau sifat_Nya. (semua hukumnya haram).

  1. Al-Fatawi Kubro, I : 203
  2. Sulamu at-taufiq, hal: 13

Mas’alah:
  1. apakah imam Daud al-Dzohiri termasuk ahli sunnah wal jama’ah? Jika termasuk ahli sunah wal jama’ah, bolehkah bagi kita megamalkan madzabnya dalam nikah tanpa wali dan saksi? Apakah wajib had terhadapap orang yang melakukan bersetubuh dengan cara nikah menurut madzab Daud tersebut?
Jawab:
            Imam Daud Dzoriri termasuk ahli sunnah waljama’ah. Adapun nikah mengikuti madzabnya dengan tanpa wali dan saksi hukumnya tidak boleh.
Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Al-Farqu Baina Al-Firoq, hal: 48.
ودخل هذه الجملة ( اى أهل السنة والجماعة ) جمهور الأمة وسوادها الأعظم من أصحاب مالك والشافعي وابى حنيفة والأوزاعى والثورى وأهل الظاهر.
Artinya:
            Masuk dalam golongan ini ( ahli sunnah waljama’ah) ialah : pembesar-pembesar imam, dan kelompok-kelompok mereka yang mayoritas, dari beberapa shabat/santrinya imam malik, imam syafi’I imam Auza’I, Sufyan Atsauri dam Ahli Al-Dzohiriyah ( Dawud Al-Dzohiriyah).
  1. Bughyatu al-Mustarsyidin, hal: 8
( مسألة شٍ ) نقل ابن الصلاح الإجماع على أنه لايجوز تقليد غير الأئمة الأربعة اى حتى العمل لنفسه فضلا عن القضاء والفتوى لعدم الثقة بنبستها لأربابها بأسانيد تمنع التحريف والتبديل كمذهب الزيدية المنسوبين الى الإمام زيد بن على بن الحسين البسط رضوان الله عليهم.
Artinya:
            (masalah syin) imam ibnu sholah manukil ijma’ sesungguhnya tidak boleh taqlid/mengikuti selain kepada imam empat artinya sampai amal untuk dirinyapun tidak boleh. Apalagi untuk menghukumi, menfatwakan, karena tidak dapat dipertanggung jawabkan nisbatnya pada pemiliknya, dengan jalan yang mencegah, merubah dan mengganti, seperti madzab zaibidiyah yang dinisbatkan kepada imam zaid bin ali bin husain yang jadi cucu Rasul Ra.
  1. Tuhfatu Al-Murid Syarah Jauharu At_tauhid, hal: 90
ولايجوز تقايد غيرهم اى الأئمة الأربعة ولو كان من اكابر الصحابة لأن مذاهبهم لم تدون ولم تضبط كمذاهب هؤلآء لكن جوز بعضهم ذلك في غير الإفتاء.
Artinya:
            Tidak boleh taqlid kepada selain mereka yaitu imam –imam empat meskipun dari pembesar-pembesar sahabat Rasul. Karena madzab mereka tidak dikodifikasikan (tidak dikukuhkan) dan tidak dibuat pedoman seperti madzab-madzab mereka (imam empat); namun sebagian ulama’ ada yang memperbolehkan asal tidak untuk difatwakan.
  1. Mizan Al-Kubro, I : 50
  2. Al-Fawaidu Al-Janiyah, II : 204
  3. Fiqhu Islam oleh Syekh al_katib
  4. Tanwirul Qulub : 408
Adapun orang yang bersetubuh dari nikah ala madzab Daud Al-Dzohiri tersebut menurut qoul mu’tamad wajib di had.
Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Fatawi Kubro, II : 107
( وسئل) هل يجوز عقد النكاح تقليدا لمذهب داود من غير ولى ولا شهودا اولا، واذا وطئ فهل يحد اولا .... الى ان قال فاجاب بقوله لايجوز تقليد داود فى النكاح بلا ولى ولاشهود، ومن وطئ فى نكاح خال عنهما وجب عليه حد الزنا على المنقول المعتمد.
Artinya:
            ( ibnu hajar ditanya) apakah boleh aqad nikah dengan tanpa wali dan saksi, mengikuti pendapat Dawud al-dzohiri? Dan ketika dia wati’ (hubungan badan) apakah terkena hukum had atau tidak ? dst. S/d…. ibnu hajar menjawab : tidak boleh mengikuti pendapat Dawud al-dzohiri dalam nikah tanpa wali dan saksi, barang siapa wati’ (berhubungan badan) atas nikah tanpa wali dan saksi wajib baginya di had (hukuman) seperti hukuman bagi pelaku zina sesuai pendapat yang mu’tamad.
  1. Kasyifatu al-Saja : 27



KEPUTUSAN BAHTSU AL-MASAIL SYURIYAH NU
WILAYAH JAWA TIMUR
DI PP. SALAFIYAH SUKOREJO ASEMBAGUS
TGL 16-17 JUMADIL ULA 1400 H/ 2-3 APRIL 1980 M
 

Mas’alah:
  1. Ada seorang pembeli sapi seharga Rp. 100.000, lalu dipeliharakan kepada orang lain dengan perjanjian : kalau nantinya sapi tersebut dijual, maka keuntungannya dibagi diantara pemilik sapi dan pemeliharanya. Kalau sapi tersebut betina lalu dalam perjanjian ditetapkan untuk membagi hasil anak sapi tersebut bila sudah beternak. Tetapi pemilik sapi tersebut bila suatu waktu ingin menjualnya sapi dalam keadaan belum berternak dan bagi hasil, tetap dilakukan dalam mas’alah yang pertama. Yang dimas’alahkan, hal tersebut termasuk aqad apa? Dan hukumnya sah atau tidak?

Jawab:
            Apabila yang dijanjikan itu adalah membagi keuntungan dari hasil penjualan (ribhi), maka hal itu termasuk qirod fasid, menurut ulama Tsalasah. Apabila yang dimaksud menyewa orang, dengan ongkos membagi hasil, maka dinamakan ijaroh fasidah, yang mempunyai sapi wajib memberi ongkos misil (umum) kepada orang tersebut (amil).

Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Al-Muhadzab I : 392
فصل : وَلاَ يَصِحُ ( القِراَضْ ) إِلاَّ عَلَى اْلأَثْماَنِ وَهِيَ الدَّراَهِمُ وَالدَّناَنِيْرُ فَأَماَّ ماَ سِواَهُماَ مِنَ الْعُرُوْضِ وَالْعَقاَرِ وَالسَّباَئِكَ وَالْفُلُوْسِ فَلاَ يَصِحُ القِراَضُ عَلَيْهاَ.
Artinya:
            ( fasal ) : tidak sah Qirodl ( bagi hasil ) kecuali atas atsman ( yang bernilai ) yaitu, Dirham dan Dinar, adapun selain keduanya, seperti : benda, tanah, barang produksi, fulus (uang logam) maka tidak sah Qirodl (bagi hasil) atasnya.
  1. Al-Mizan, II : 88
قَالَ وَأَمَّا مَااخْتَلَفُوْا فِيْهِ ( القِرَاضِ ) فَمِنْ ذَلِكَ قَوْلُ مَالِكَ وَالشَّافِعِىِّ وَأَحْمَدَ : إِنَّهُ لَوْأَعْطَاهُ سِلْعَةً وَقَالَ لَهُ بِعْهَا وَاجْعَلْ ثَمَنَهَا قِرَاضاً فَهُوَ قِراَضٌ فاَسِدٌ مَعَ قَوْلٍ أَبِلا حَنِفَةَ إِنَّهُ قِراَضٌ صَحِيْحٌ، فاَلأَوَّلُ مُشَدَّدٌ وَالثَّانِ مُخَلَّفٌ.
Artinya:
            Adapun permasalahan yang dipertentangkan (Qirodl/bagi hasil) diantaranya pendapat imam malik, imam syafi’i dan imam ahmad : sesungguhnya bila seseorang memberikan harta benda dan berkata kepada penerimanya “ juallah ini dan hasilnya kau jadikan Qirodl”, maka itu dinamakan Qirodl fasid (bagi hasil yang rusak). Pendapat yang pertama adalah pendapat yang berat sedangkan yang kedua, adalah pendapat yang ringan.           
            Aqad tersebut tidak sah, sebab anak sapi itu bukan dari pekerjaan pemeihara tersebut.
Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Al-Bujairimi ala iqna’ III : 115
( تَنْبِيْهٌ ) لوأعطى آخردابة ليعمل عليها أوليتعهدها وفوائدهالم يصح العقد، لأنه فى الأولى إيجار لدابة فلا حاجة إلى إيراد عقد عليها فيه غرر. والثانى الفوائد لاتحصل بعمله ولوأعطاها ليعملها من عنده بنفص درها ففعل ضمن له المالك العلف وضمن الآخر للمالك نصف الدار، وهو القدر المشروط له لحصله بحكم بيع فاسد. ولايضمن الدابة لأنهاغير مقابلة بعوض. وان قال لتعلفها بنصفها ففعل فالنصف المشروط مضمون على العالف لحصوله بحكم الشراء الفاسد دون النصف الآخر.
Artinya:
            (peringatan) jika seseorang memberikan hewan piaraanya kepada orang lain agar dipekerjakan, atau untuk dipelihara, dan hasilnya dibagi antara keduannya, maka aqad tersebut tidak sah. Karena pada contoh yang pertama menyewakan hewan, maka tidak ada hajat (tidak perlu) mendatangkan aqad lagi atas hewannya yang dapat mengandung ghoror/penipuan. Yang kedua, hasil dari hewan piaraan, itu bukan pekerjaan.
Seandainya seseorang memberikan hewan piaraannya kepada orang lain untuk dipekerjakan untuk dirinya dengan upah ½ dari hasil susu hasil perahnya, kemudian dipekerjakan oleh orang lain tersebut, maka pemilik hewan harus mengganti biaya pemeliharaan ( memberi makan hewan) dan pekerja harus mengganti kepada pemilik atas ½ dari hasil susu perahnya. Pengganti itu karena sudah hasil ukuran yang dijanjikan, dan telah terjadi dengan hukum jual beli yang rusak. dan tidak perlu mengganti rugi hewan piaraan, karena itu tidak ada kesesuaian ganti rugi.
Jika pemilki dalam menyerahkan hewan mengatakan untuk diramut (diberi makan) dengan ongkos separo hasilnya, kemudian dilaksanakan oleh penerima (pemelihara), maka separo yang dijanjikan menjadi tanggungan pemelihara, karena dianggap terjadi hukum pembeliaan yang fasid (rusak) bukan separo yang lain.


  1. Tuhfatu Al-Habib ala syarhi al-iqna, III : 179

وَلَوْ قَالَ شَخْصٌ لآخَرَ سَمَّنْ هَذِهِ الشَّاةَ وَلَكَ نِصْفُهاَ أَوْ هاَتَيْنِ عَلىَ أَنَّ لَكَ إِحْداَهُماَ لَمْ يَصِحَّ ذَلِكَ وَاسْتَحَقَّ أُجْرَةَ المِثْلِ لِلنَّصْفِ الذِّى سَمَنَّهُ لِلْماَلِكِ.
Artinya:
            Apabila ada orang berkata kepada orang lain : gemukkan kambing ini ! kamu saya beri komisi separo dari laba penjualan, atau berkata : gemukkan dua kambing ini! Kamu saya beri yang satu, maka tidak sah. Dan ia mendapat ongkos misil (umum), sedang hasilnya semua dimiliki yang punya kambing.
  1. Nihayatu Al-Zein, hal. 261                

Mas’alah:
  1. Apakah kitab fiqhus sunnah dapat dipakai pedoman tahkim, seperti kita kitab fiqih lainnya yang mu’tamadad?
Jawab:
            Tidak dapat digunakan sebagai pedoman tahkim, kitab tersebut hanya dipakai sebagai penguat atau pelengkap hukun-hukum yang berlandaskan salah satu madzab empat bagi orang yang sudah mumarosahlil madzahibil arba’ah.

Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Bughyatul Mustarsyidun, hal. 7         
ونقل ابن صلاح عن الإجتماع أنه لايجوز تقليد غير الأئمة الأربعة الى ان قال ومن افتى بكل قول او وجه من غير نظر الى ترجيح فهو جاهل خارق للإجماع.
Terjemah:
            Ibnu sholah menukil dari ijma’ (kesepakatan para ulama’) sesungguhnya tidak boleh taqlid (mengikuti) pada selain imam empat. S/d kata-kata …. Barang siapa memberi fatwa dengan pendapat atau wajah (kasus hukum) dengan tanpa memandang atas tarjih (yang unggul) maka ia bodoh dan menentang terhadap ijma’/kesepakatan para ulama’.

Mas’alah:
            Shalat rebo wekasan dan rangkainnya, bagaimana hukumnya menurut fuqoha dan menurut ulama sufi?
Jawab:
            Menurut fatwa Roisul Akbar Almarhum Asyaikh Hasim Asy’ari tidak boleh. Shalat rebo wekasan karena tidak masyru’ah dalam syara’ dan tidak ada dalil syar’I. adapun fatwa tersebut sabagaimana dokumen asli yang ada pada cabang NU sidoarjo sebagai berikut:

Mas’alah:
  1. Kados pundi hukumipun ngelampahi shalat rebo wulan shofar, kasebat wonten ing kitab mujarobat lan ingkang kasebat wonten ing akhir bab 18?
فائدة اخرى : ذكر بعض العارفين من اهل الكشف والتمكين أنه ينزل كل سنة ثلاثمائة وعشرون ألفا من البليات وكل ذلك فى يوم الأربعاء الآخير من شهر صفر فيكون فى ذلك اليوم أصعب ايام السنة كلها فمن صلى فى ذلك اليوم اربع ركعات ..... الخ.
فونافا ساهى فونافا أوون؟ يعنى سنة فونافا حرام؟ أفتونا اثابكم الله؟
Terjemah:
            Sebagian orang yang ma’rifat dari ahli al-kasyafi dan tamkin menyebutkan: setiap tahun, turun 320.000 cobaan. Semuannya itu pada hari rabu akhir bulan shafar. Maka pada hari itu menjadi sulit-sulitnya hari di tahun tersebut. Barang siapa shalat di hari itu 4 rokaat dst.
  1. Kados pundi hukumipun ngelampai shalat hadiyah ingkang kasebat wonten ing kitab:
حاشية المهى على الستين مسئلة وونتن آخريفون باب يلامتى ميت وَنَصَّهُ: فَائِدَةٌ : ذَكَرَ فىِ نَزْهَةِ الْمَجاَلِسِ عَنْ كِتَابِ الْمُخْتاَرِ وَمَطَالِعِ الاَنْواَرِ عَنْ النَّبِى صلى الله عليه وسلم لا يَاْتِى عَلَى الْمَيَّتِ أَشَدُّ مِنَ اللَّيْلَةِ الأُلَى فَارْحَمُواْ مَوْتَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ يَقْرَأُ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ فِيْهِمَا فَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَآيَةِ الْكُرْسِيِّ وَإِلَهُكُمْ ... وَقُلْ هُوَاللهُ أَحَدْ اِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً وَيَقُولُ : الّلهُمَّ إِنِّى صَلَّيْتُ هَذِهِ الصَّلاةَ وَتَعْلَمُ مَااُرِيْدُ. اللهم ابْعَثْ ثَواَبَها اِلَى قَبْرِ فُلان فَيَبْعَثُ الله مِنْ سَاعَتِهِ اَلَى قَبْرِهِ اَلْفَ مَلِكِ مَعَ كُلِّ مَلِكِ نُوْرٌ هَدِيَّةً يُؤَنِّسُوْنَةُ فِى قَبْرِهِ اِلَى اَنْ يُنْفَخَ فِى الصُّوْرِ وَيُعْطِىْ اللهُ المُصَلَّى بِعَددِ مَاطَلَعَتْ عَلَيهِ الشَّمْسُ أَلْفَ شَهِيْدٍ وَيُكْسِى أَلْفَ حُلَّةٍ. اِنْتَهَى وَقَدْ ذَكَرَنَا هَذِهِ الْفَائِدَةُ لِعُظْمِ نَفْعِهَا وَخَوْفاً مَنْ ضِيَاعِهاَ، فَيَنْبَغِى لِكُلِّ مُسْلِمٍ اَنْ يُصَلِّيْهَا كُلِّ لَيْلَةٍ لأَمْواَتِ الْمُسْلِمِيْنَ.
جواب:
بسم الله الرحمن الرحيم وبه نستعين على امور الدنيا والدين وصلى الله على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم.
أورا وناع فيتواه, اجاء-اجاء لن علاكونى صلاة ربو وكاسان لن صلاة هدية كاع كاسبوت اع سوال, كرنا صلاة لورو ايكو ماهو دودو صلاة مشروعة فى الشرع لن اور انا اصلى فى الشرع. والدليل على ذلك خلو الكتب المعتمدة عن ذكرها كيا كتاب تقريب, المنهاج القويم, فتح المعين, التحرير لن سأفندوكور. كيا كتاب النهاية, المهذب لن إحياء علوم الدين, كابيه ماهو اورا انا كع نوتور صلاة كع كاسبوت.
ومن المعلوم انه لوكان لها أصل لبادروا إلى ذكرها وذكر فضلها, والعادة تحيل ان يكون مثل هذه السنة, وتغيب عن هؤلاء وهم أعلم الدين وقدوة المؤمنين. لن اورا وناع اويه قيتواه أتوا عافيك حكوم ساكا كتاب مجربات لن كتاب نزهة المجالس. كتراعان سكع حواشى الأشباه والنظائر للإمام الحمدى قال : ولا يجوز الإفتاء من الكتب الغير المعتبرة, لن كتراعان سكع كتاب تذكرة الموضوعات للملا على القارى : لا يجوز نقل الأحاديث النبوية والمسائل الفقهية والتفاسير القرانية إلا من الكتب المداولة ( المشهورة) لعدم الإعتماد على غيرها من ودع الزنادقة وإلحاد الملاحدة بخلاف الكتب المحفوظة. انتهى لن كتراعان سكع كتاب تنقيح الفتوى الحميدية : ولا يحل الإفتاء من الكتب الغريبة. وقد عرفت ان نقل المجربات الديربية وحاشية الستين لاستحباب هذه الصلاة المذكورة يخالف كتب الفروع الفقهية فلا يصح ولا يجوز الإفتاء بها. لن ماليه حديث كع كاسبات وونتن كتاب حاشية الستين فونيكا حديث موضوع. كتراعان سكع كتاب القسطلانى على البخارى : ويسمى المختلف الموضوع ويحرم روايته مع العلم به مبينا والعمل به مطلقا. انتهى
قال فى نيل الأمانى : ويحرم روايته أى على من علم او ظن انه موضوع سواء كان فى الأحكام أو فى غيرها كالمواعظ القصص والترغيب إلا مع بيان وضعه لقوله صلى الله عليه وسلم : من حدث عنى يرى انه كذب فهو أحد الكذابين وهو من الكبائر حتى قال الجوينى عن أئمة أصحابنا يكفر معتمده ويراق دمه. والجمهور انه لا يكفر إلا إن ستحله وانما يضعف وترد روايته أبدا, بل يختم ..... انتهى. وليس لأحد أن يستبدل بما صح عن رسول الله صلى الله عليه وسلم انه قال : الصلاة خير موضوع فمن شاء فليستكثر ومن شاء فليستقلل, فان ذلك مختص بصلاة مشروعية سكيرا اورا بيصا تتف كسنتانى صلاة هدية كلوان دليل حديث موضوع, موعكا اورا بيصا تتف كسنتانى صلاة ربو وكاسان كلوان دليل داووهى ستعاهى علماء العارفين, مالاه بيصا حرام, سباب ايكى بيصا تلبس بعبادة فاسدة. والله سبحانه وتعالى أعلم.
(هذا جواب الفقير اليه تعالى محمد هاشم أشعارى جومباع)
Terjemah:
            Disebutkan dalam nazhatil majalis dari jitab al-muhtar wa matholi’ul anwar. Dari Nabi Saw, tidak datang pada mayit hal yang lebih berat kecuali pada malam pertama. Maka belasilah mereka dengan shodaqoh. Barang siapa yang tidak punya, maka shalatlah 2 rokaat, setiap rokaat membaca fatiha, ayat qursi dan surat al-haakumu al-takasasur….dan qulhuallahuahad 11 kali, dan berdoa ya Allah saya shalat ini, engkau mengetahui apa yang saya kehendaki  ya Allah kirimkanlah pahala shalatku ini kepada kuburan fulan bin fulan. Maka Allah akan mengirimkan saat itu juga 1000 malaikat ke kuburan fulan dan setiap malaikat membawa nur sebagai hadiyah yang menghibur dikuburnya, sampai terompret di tiup ( hari kiamat ) dan bagi orang yang melakukan shalat tersebut akan diberi pahala dengan pahala orang yang mati syahid sebanyak benda yang tersinari matahari, dan akan diberi pakaian perhiasan sebanyak 1000 macam. Telah saya sebutkan ini karena sengat besar manfaatnya dan takut tersia-sia. Maka sebaiknya, bagi setiap orang muslim untuk melakukan shalat tersebut pada setiap malam untuk kemanfaatan orang islam yang sudah mati.

Mas’alah:
  1. Bagaimana hukumnya membaca doa dengan bahasa Indonesia (‘ajam) di dalam shalat?
Jawab:           
            Hukumnya tafsil sbb:
Apabila do’a/adzkar tersebut termasuk rukun shalat, maka wajib membaca terjemahannya bagi orang yang tidak mampu berbahasa arab (ajiz).
Apabila do’a/adzkar tersebut bukan termasuk rukun shalat dan do’a itu ma’tsuroh/mandubah, maka sah sholatnya bagi orang yang memang ajiz.
Apabila do’a/adzkar tersebut tidak ma’tsuroh (mengarang sendiri), maka sholatnya batal secara mutlaq (baik ajiz atau bukan).

Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Mughni al-muhtaj, I : 177
( وَمَنْ عَجَزَ عَنْهُمَا ) أَيْ : التَّشَهُّدِ وَالصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَهُوَ نَاطِقٌ،(تَرْجَمَ ) عَنْهُمَا وُجُوبًا ؛ لِأَنَّهُ لَا إعْجَازَ فِيهِمَا .
أَمَّا الْقَادِرُ فَلَا يَجُوزُ لَهُ تَرْجَمَتُهُمَا ، وَتَبْطُلُ بِهِ صَلَاتُهُ ( وَيُتَرْجِمُ لِلدُّعَاءِ ) الْمَنْدُوبِ ( وَالذِّكْرِ الْمَنْدُوبِ ) نَدْبًا كَالْقُنُوتِ وَتَكْبِيرَاتِ الِانْتِقَالَاتِ وَتَسْبِيحَاتِ الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ ( الْعَاجِزُ ) لِعُذْرِهِ ( لَا الْقَادِرُ ) لِعَدَمِ عُذْرِهِ ( فِي الْأَصَحِّ ) فِيهِمَا. أَمَّا غَيْرُ الْمَأْثُورِ بِأَنْ اخْتَرَعَ دُعَاءً أَوْ ذِكْرًا بِالْعَجَمِيَّةِ فِي الصَّلَاةِ فَلَا يَجُوزُ. انتهى
  1. Al-Turmusi, II : 175
  2. Al-Majmu’ syarhu Al-Muhadzab, II : 129
  3. Al-Jamal ‘ala Fathu Al-Wahab, I : 350
  4. Al-Mahali, I : 168
  5. Minhaju Al-Qowwim, : 44
  6. Tuhfah, II : 79
  7. Bujairimi, II : 68-69

Mas’alah:
  1. Bilamana hari raya bertepatan dengan hari jum’at bolehkah bagi seorang bagi seorang Alim memberikan keterangan bahwa pada hari tersebut boleh meninggalkan shalat jum’at tapi hanya shalat dhuhur, dimana hal tersebut mengakibatkan kekosongan syia’ar islam atau bisa menimbulkan kericuhan bagi masyarakat islam?
Jawab:
            Memberikan keterangan /fatwa yang bisa menimbulkan masyarakat menjadi tasahul fiddin (meremahkan agama) tidak boleh.

Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Bughyatu Al-Mustarsyidin, 5-7
لا يحل لعالم ان يذكر مسئلة لمن يعلم انه يقع  بمعرفتها فى تساهل فى الدين ووقوع فى مفسدة, ويحرم على المفتى التساهل
Terjemah:
Tidak boleh bagi seorang Alim untuk menyebutkan mas’alah bagi orang yang dia ketahui bahwa setelah mengetahui mas’alah tersebut ia akan meremehkan/mempermudah urusan agama dan melakukan perbuatan mafsadah dan diharamkan bagi seorang mufti untuk mempermudah/gegabah dalam urusan fatwa.

Mas’alah:
  1. Apakah setiap mukmin itu muslim dan sebaliknya?
Jawab:
            Secara syar’i setiap mukmin itu muslim demikian pula sebaliknya tetapi kalau dilihat mafhumnya lafadz (menurut bahasa) memang tidak sama.
Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Dalilu Al-Falihun syara Riyadu al-sholihin, I : 216-218
(أَخْبِرْنِى عَنِ اْلِإسْلَامِ) هُوَ الإِيْمَانُ لاِعْتِبَارِ التَّلاَزُمِ بَيْنَ مَفْهُوْمِهِماَ شَرْعاً، فَلاَ يُعْتَبَرُ فِى الخَارِجِ اِيْمَاناً شَرْعاً بِلاَ اِسْلاَمٍ وَلاَ عَكْسُهُ، مُتَّحِداَنِ ماَصَدَقاً فِى الشَّرْعِ مُخْتَلِفَانِ مَفْهُوْماً ، فَكُلُّ مُؤْمِنٍ شَرْعاً مُسْلِمٍ مُؤْمِنٍ. فَماَدَلَّ عَلَيْهِ حَدِيْثٌ جِبْرِيْلَ مِنِ اخْتِلاَفِهِماَ هُوَ بِاعْتِباَرِ المَفْهُوْمِ، إِذْ مَفْهُوْمُ الاِسْلاَمِ الشَّرْعِىِّ الاِنْقِياَدُ باِلأَفْعاَلِ الظَّاهِرةِ الشَّرْعِيَةِ، والإِيْماَنُ الشَّرْعِىُّ التَّصْدِيْقُ بِالقَواَعِدِ الشَّرْعِيَةِ عَلىَ أَنَّهُ قَدْ يَتَّوَسَعُ الشَّرْعُ فِيْهِماَ فَيَسْتَعْمِلُ كُلَّ واَحِدٍ مِنْهُماَ فِى مَكاَنِ الآخَرِ كَإِطْلاَقِِ الإِيْماَنِ عَلىَ الأَعْماَلِ الظَّاهِرَةِ فِى حَدِيْثِ : الإِيْماَنُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ بَاباً أَذْناَهاَ إماَطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، ....الحديث.

Terjemah:
(Beritahuakan kepada kami tentang Islam) yaitu iman karena memandang kaitan erat antara pemahaman keduanya secara syara’, maka tidak dianggap beriman dalam kenyataan syara’ apabila tidak Islam dan tidak juga sebaliknya, keduanya sama dalam esensinya secara syara’ dan berbeda dalam artian pemahaman keduanya, maka setiap mukmin secara syara’ adalah muslim begitu pula setiap muslim adalah mukmin, maka apa yang ditunjukkan oleh hadist Jibril tentang perbedaan antara keduanya adalah melihat arti pemahaman, karena pemahaman Islam secara syara’  adalah tunduk dengan pengalaman lahir secara syari’ah, iman menurut syara’ ialah membetulkan dalam hati terhadap qaidah-qaidah syari’ah dengan arti bahwa iman itu terkadang syara’ mengartikan secara luas pada dua pengertian (tunduk atas amalan/perbuatan yang dhohir/yang batin). Maka dipakailah setiap satu dari keduanya pada tempat yang lain. Seperti pemakaian kata iman untuk perbuatan yang dhohir dalam hadist: iman itu lebih dari 70 bab yang paling ringan adalah menyingkirkan duri di jalan (Al-Hadist)
وفى صحيفة 219 مانصه : ( تَنْبِيْهٌ ) الإِسْلاَمُ لَهُ فِى الشَّرعِ اِطْلاَقاَتُهُ يُطْلَقُ عَلَى الأَعْماَلِ الظَّاهِرَةِ كَماَفِى الحَدِيْثِ، وَعَلَى الإِسْتِسْلاَمِ وَالإِنْقِياَدِ، وَالتَّلاَزُمُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الإِيْماَنِ اِعْتِباَراً لما صُدِقَ شَرْعاً اِنَّما هو بِاعتِبارِ المَعنىَ الأَوَّلِ فَالإِيْمانُ يَنْفَكُّ عَنْهُ، اِذْ قد يوجد التصديق والإستسلام الباطنى بدون الأعمال المشروعة أما الإسلام بمعنى الأعمال المشروعة فلايمكن أن ينفك عنه الإيمان لإشتراطه لصحتها، وهي لاتشترط لصحته خلافا للمعتزلة. انتهى
Terjemah:
(peringatan) Islam menurut syara’ adalah pengertiannya diartikan atas beberapa perbuatan yang dzohir, sebagaimana dalam hadist pengertian penyerahan diri menyanggupi (manut), talazum (saling terkait) diantara islam dan iman, memandang pengertian yang kedua, sedang bila memandang pada pengertian yang pertama maka iman itu bisa lepas dari islam, karena terkadang dijumpai keyakinan dan penyerahan diri secara batin dengan tanpa perbuatan yang dilakukan. Adapun Islam dengan pengertian perbuatan yang dilaksanakan itu tidak mungkin terlepas dari iman, karena syarat sahyna amal/perbuatan adalah harus islam. Dan iman tidak menjadi syarat sahya perbuatan/amal, berbeda dengan pandangan kaum mu’tazilah.


KEPUTUSAN BAHTSU AL-MASAIL SYURIYAH
NU WILAYAH JAWA TIMUR
DI PP QOMARUDDIN BUNGAH GRESIK
 

Mas’alah :
  1. Kebanyakan buruh tani dimusim tanam jagung mengambil bibit dari malikul ardl (pemilik tanah) dalam satu hektarnya satu blek jagung kurping dengan syarat bilamana berhasil tanamnya, burh tersebut harus mengembalikan jagung kulitan seribu biji kepada malikul ardl sebelum dibagi hasil. Kemudian barulah dibagi hasil antara buruh dan malik, seribu biji itu bila dikurping akan lebih baik daripada satu blek tadi. Apakah aqad tersebut boleh atau tidak?

Jawab :
Akad tersebut adalah aqad yang fasid. Kemudian aqad seperti itu agar bisa menjadi muamalah shohihah hendaknya dilaksanakan sebagai berikut :
Dilaksanakan perjanjian pembagian hasil antara malik dengan amil, dimana bibit dari malik. Sedangkan pembagina hasilnya dilakukan ala juz’il ma’lum (bagian pasti) dengan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan oleh malik, baik itu untuk bibit maupun untuk lain-lain, sehingga dengan demikian aqad tersebut menjadi aqad muzaro’ah shohihah.

Dasar pengambilan :
  1. Fathu Al-Qorib : 38
(واذا دفع) شخص ( الى رجل أرضا ليزعها وشرط له جزأ معلوما من ريعها لم يجز) ذلك لكن النواوى تبعا لابن المنذر اختار جواز المخابرة وكذا المزارعة وهي عمل العامل فى الارض ببعض مايخرج منها والبذر من المالك.

Terjemah :
Ketika seseorang memberikan tanah kepada orang lain agar ia mengolah (menanaminya) dan pemberi menjanjikan bagian yang pasti (jelas) dari hasilnya maka itu tidak boleh. Namun Imam An Nawawi mengikuti Imam Ibnu Mundzir memilih hukum boleh (jawaz) terhadap mukhobaroh dan muzaro’ah. Muzaro’ah adalah seseorang menggarap tanah dengan bagi hasil dari perolehan (panen) sedangkan benih dari pemilik tanah, mukhobaroh yaitu sama dengan muzaro’ah tetapi benih dari penggarap tanah.
Mas’alah :
  1. Pada masa sekarang ini kebanyakan dokter mengobati luka-luka yang ada didalam anggota wudlu dengan plester (jabiroh) yang tidak boleh dibuka sebelum sembuh, sedang pemakaiannya pada waktu hadast (tidak suci)
Kalau menurut kitab Kifayatul Akhyar Juz 1 hal 38 syarat-syaratnya berat, yakni :
a.       Harus dalam keadaan suci
b.      Pemasangan harus menurut tertibnya anggota yang dibasuh ketika wudlu
c.       Banyaknya tayamum berulangkali menurut jumlah jabiroh didalam anggota wudlu
d.      Banyaknya tayamum berulangkali menurut jumlah jabiroh didalam anggota wudlu.

Pertanyaan:
Apakah ada qoul ringan, misalnya:
  • Pemasangan boleh pada saat hadats
  • Boleh tayamum setelah usai wudlu
  • Bertayamum hanya satu kali saja walaupun jabirohnya lebih dari Saturday
Jawab:
            Ada pendapat yang ringan seperti yang tertera dalam kitab sbb:
  1. Al-Mizan, I : 135
ومن ذلك قول الإمام الشافعى – من كان بعضو من أعضائه جرح اوكسر او قروح والصق عليه جبيرة وخاف من نزعها التلف انه يمسح على الجبيرة وتيمم مع قول أبى حنيفة ومالك انه ان كان بعض جسده صحيحا وبعضه جريحا ولكن الأكثر هو الصحيح غسله وسقط حكم الجريح ويستحب مسحه بالماء. وان كان الصحيح هو الأقل تيمم وسقط غسل العضو الصحيح وقال أحمد يغسل الصحيح وتيمم عن الجريح من غير مسح للجبيرة.
ووجه الأول الأخد بالإحتياط بزيادة وجوب مسح الجبيرة لما تأخذه من الصحيح غالباللا ستمساك. ووجه الثانى أنه اذاكان الأكثر الجريح القرح فالحكم له لأن شدة الألم حينئذ أرجح فى طهارة العضو من غسله بالماء فان الأمراض كفارات للخطايا.
Terjemah:
        Menurut imam syafi’I : orang yang di anggauta wudlunya ada luka atau bengkak kemudian diperban dan ia takut mengusap perban dan bertayamum. Menurut imam hanafi dan malik: jika yang sakit lebih kecil daripada yang sehat, cukup membasuh yang sehat dan disunnahkan mengusap yang sakit. Apabila yang sehat lebih kecil, maka hanya wajib tayamum. Dan tidak wajib membasuh anggota yang sehat. Menurut imam ahmad, membasuh anggota yang wajib dan tayamum untuk sakit tidak wajib mengusap perban. Pendapat pertama mengambil langkah yang berhati-hati, dengan menambahkan: wajibnya mengusap tambal karena diambil pada anggota badan yang shohih/sehat secara umum untuk penanggulangan. Pendapat yang kedua, ketika yang lebih banyak itu luka atau koreng, maka hukum berada padanya. Karena parahnya sakit saat demikian, lebih diutamakan didalam pensucian anggota badan disbanding harus membasuh dengan air. Karena penyakit itu adalah menghapus terhadap kesalahan (dosa).

  1. Al-Qalyubi, I : 97
( فان تعذر ) نزعه لخوف محذور مما ذكره فى شرح المهذب ( قضى ) مع مسحه بالماء ( على المشهور) لانتفاء شبهه حينئذ بالخف والثانى لايقضى للعذر والخلاف فى القسمين فيما اذا كان الساتر على غير محل التيمم فان كان على محله قضى قطعا لنقص البدل والمبدل جزم به فى أصل الروضة ونقله فى شرح المهذب ... الى ان قال : الاظهر انه ان وضع على طهر فلا اعادة والا وجبت. انتهى وعلى المختار السابق له لاتجب.

Terjemah:
            Apabila ada udzur untuk melepas ( tambal) seperti apa yang disebut dalam syarah muhadzab maka wajib mengqodoi  shalatnya dan mengusapnya dengan air menurut yang mashur, karena hal ini tidak ada keserupaan, dengan pemakai muzah ( alas kaki arab ). Menurut pendapat yang kedua tidak perlu qodlo shalatnya ( bila dilakukan ) karena termasuk udzur, perbedaan pendapat di dalam dua kelompok tersebut, dalam mas’alah, penutup (tambal) yang terdapat selain anggota tayamum (seperti lengan/muka) maka jelas harus mengqodlo shalatnya, karena ada kurangnya antara pengganti dan yang diganti. Hal itu diyakini oleh imam nawawi didalam aslinya kitab Roudloh dan menukilnya didalam kitab syarah al-muhadzab, S/d …. Menurut yang adzhar, jika waktu memasang penutup (tambal) itu dalam kondisi suci, maka tidak perlu mengulang shalatnya, kalau tidak suci maka wajib mengulang. Menurut yang mashur ( terpilih ) yang dahulu tidak wajib.
  1. Al-Qalyubi, I : 84
( فَإِنْ كَانَ ) مَنْ بِهِ الْعِلَّةُ ( مُحْدِثًا فَالْأَصَحُّ اشْتِرَاطُ التَّيَمُّمِ وَقْتَ غَسْلِ الْعَلِيلِ ) رِعَايَةً لِتَرْتِيبِ الْوُضُوءِ ، وَالثَّانِي يَتَيَمَّمُ مَتَى شَاءَ كَالْجُنُبِ لِأَنَّ التَّيَمُّمَ عِبَادَةٌ مُسْتَقِلَّةٌ ، وَالتَّرْتِيبُ إنَّمَا يُرَاعَى فِي الْعِبَادَةِ الْوَاحِدَةِ .
( فَإِنْ جُرِحَ عُضْوَاهُ ) أَيْ الْمُحْدِثِ ( فَتَيَمُّمَانِ ) عَلَى الْأَصَحِّ الْمَذْكُورِ ، وَعَلَى الثَّانِي تَيَمُّمٌ وَاحِدٌ ، وَكُلٌّ مِنْ الْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ كَعُضْوٍ وَاحِدٍ ، وَيُنْدَبُ أَنْ يُجْعَلَ كُلَّ وَاحِدَةٍ كَعُضْوٍ.الشَّرْحُ : قَوْلُهُ : ( فَتَيَمُّمَانِ ) أَيْ إنْ وَجَبَ التَّرْتِيبُ بَيْنَهُمَا وَإِلَّا كَمَا لَوْ عَمَّتْ الْعِلَّةُ الْوَجْهَ وَالْيَدَيْنِ فَيَكْفِي لَهُمَا تَيَمُّمٌ وَاحِدٌ عَنْهُمَا ، وَكَذَا لَوْ عَمَّتْ جَمِيعَ الْأَعْضَاءِ لِسُقُوطِ التَّرْتِيبِ .[1]
Mas’alah:
  1. Ada orang melakukan ibadah Haji dengan niat ifrod kemudian setelah di makkah dirasakan berat, karena menunggu lama dan takut kepada resiko membayar dam yang lebih banyak sebagai akibat dari melakukan pelanggaran-pelanggaran, maka diubah menjadi haji tamattu’ dengan membayar dam satu kali.

Jawab:
            Tidak boleh menurut mayoritas ulama dan boleh menurut imam Ahmad.
Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Al-Majmu’ VII : 166-167
إذا أحرم بالحج لايجوز له فسخه وقلبه عمرة، وإذا أحرم بالعمرة لايجوز له فسخها حجا لالعذرة ولالغيره، وسواء أساق الهدى أم لا، هذا مذهبنا، قال ابن الصباغ والعبدرى وآخرون وبه قال عامة الفقهاء وحملوا ورود الآحاديث فى ذلك على انه مختص بالصحابة فى تلك السنة فقط.
كالو تيدا بوليه، مكا باكى اوراع ترسبوت تتف برلاكو محرمات الاحرام. ففى المجموع ج 7 ص 167. وقال أحمد يجوز فسخ الحج إلى العمرة إن لم يسق الهدى.
Mas’alah:
            Ada orang melakukan ibadah haji dengan istrinya, kedua suami istri itu sudah tiga kali melakukan haji, kemudian pada waktu sudah masuk karantina suaminya meninggal dunia dan si istri akan melakukan perjalanan haji dengan mahrom keponakannya. Tetapi oleh seorang ulama tidak diperkenankan dengan alasan bahwa ibadah haji perempuan itu hukumnya sunat, sedangkan ihdad dan tidak keluar rumahnya itu hukumnya wajib.
Pertanyaan:
Apakah larangan atau alasan itu benar atau tidak ? dan apakah tidak termasuk dalam kaidah:
الحاجة تنزل منزلة الضرورة
Sedangkan
الضرورة تبيح المحظورة
Jawab:
            Perempuan tersebut boleh memilih antara menunda dan melangsungkan perjalanan hajinya, tetapi menundanya lebih utama.
Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Al-Mahalli, I : 56  ( belum ketemu karena cetakan tidak jelas)
  2. Al-Um : V/ 228
وإن أذن لها بالسفر فخرجت أو خرج بها مسافرا إلى حج أو بلد من البلدان فمات عنها أو طلقها طلاقا لا يملك فيه الرجعة فسواء ولها الخيار في ان تمضي في سفرها ذاهبة أو جائية وليس عليها أن ترجع إلى بيته قبل أن ينقضي سفرها.
Terjemah:
            Jika seseorang mengizini istrinya pergi, kemudian istrinya pergi atau perjalanan untuk haji, atau pergi kelain Negara, kemudian suaminya meninggal dunia, atau menalaq istrinya dengan talaq yang tidak rujuk, maka istri boleh memilih untuk meneruskan perjalanannya pergi atau datang (kerumahnya). Dan dia tidak wajib bagi istri tersebut langsung pulang kerumah suaminya sebelum selesai perjalanan.
فإذا انتقلت ببدنها وإن لم تنتقل بمتاعها ثم طلقها أو مات عنها اعتدت في الموضع الذي انتقلت إليه بإذنه (قال) سواء أذن لها في منزل بعينه أو قال لها انتقلي حيث شئت أو انتقلت بغير إذنه فأذن لها بعد في المقام في ذلك المنزل كل هذا في أن تعتد فيه سواء (قال) ولو انتقلت بغير إذنه ثم يحدث لها إذنا حتى طلقها أو مات عنها رجعت فاعتدت في بيتها الذي كانت تسكن معه فيه.
وهكذا السفر يأذن لها به فإن لم تخرج حتى يطلقها أو يتوفى عنها أقامت في منزلها ولم تخرج منه حتى تنقضي عدتها وإن أذن لها بالسفر فخرجت أو خرج بها مسافرا إلى حج أو بلد من البلدان فمات عنها أو طلقها طلاقا لا يملك فيه الرجعة فسواء ولها الخيار في ان تمضي في سفرها ذاهبة أو جائية وليس عليها أن ترجع إلى بيته قبل أن ينقضي سفرها فلا تقيم في المصر الذي أذن لها في السفر إليه إلا أن يكون أذن لها في المقام فيه أو في النقلة إليه فيكون ذلك عليها إذا بلغت ذلك المصر.[2]
  1. Al-idloh : 60
انه لو مات مثلا قبل احرامها لزمها الرجوع معه وإلا معه وإلا فالذى يظهر أنه ينظر الى ماهو مظنه السلامة والأمن أكثر.
Terjemah:
            Sesungguhnya seandainya suaminya mati sebelum dia (istri) ihrom maka wajib baginya pulang kerumah suaminya, jika tidak pulang, maka menurut yang dhohir dipandang dari prasangka selamat, dan aman yang lebih banyak.
Mas’alah:
            Ada dua orang suami istri akan melakukan ibadah haji kurang sepuluh hari berangkat si suami meninggal dunia, lalu si istri akan melanjutkan ibadah hajinya dengan mahrom orang lain, karena memang baru kali ini dia akan beribadah haji, bolehkah dia terus berangkat atau tidak, sedangkan dia masih dalam keadaan iddah dan wajib ihdad ( tidak terhias dan parvum )
Jawab:
            Tidak boleh, kecuali ada kekhawatiran yang mengancam keselamatan jiwa, harta (seperti potongan biaya administrasi) dan sebagainya.
Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Jamal ala Fathi Al-Wahab : IV/ 463
(وكخوف) على نفس أو مال من نحو هدم وغرق وفسقة مجاورين لها. ( قوله او مال ) اى لها او لغيرها كوديعة وان قل. قال حج أو اختصاص كذلك.
Terjemah:
           
(وكخوف) على نفس أو مال من نحو هدم وغرق وفسقة مجاورين لها، وهذا أعم من قوله لخوف من هدم أو غرق أو على نفسها، (وشدة تأذيها بجيران أو عكسه) أي شدة تأذيهم بها للحاجة إلى ذلك بخلاف الاذى اليسير، إذ لا يخلو منه أحد ومن الجيران الاحماء وهم أقارب الزوج، نعم إن اشتد أذاها لهم أو عكسه وكانت الدار ضيقة نقلهم الزوج عنها، وخرج بالجيران ما لو طلقت ببيت أبويها وتأذت بهم أو هم بها فلا نقل، لان الوحشة لا تطول بينهما.[3]
Terjemah:
            Diperbolehkan keluar rumah karena ada hajat seperti khawatir atas dirinya atau hartanya dari sesamanya bencana alam, banjir, kefasikan yang berdekatan dengannya ( kata mushonif : “atau harta” ) maksudnya baik bagi dirinya perempuan atau milik orang lain, seperti harta titipan meskipun meskipun sedikit, imam ibnu hajar berkata : atau kehususan itulah menjadi alasan / sebab.


KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL SYURIYAH NU
WILAYAH JAWA TIMUR
DI PP AN-NUR TEGAL REJO PRAMBON NGANJUK
TGL 26-27 SYAWAL 1401 H/ 26-27 AGUSTUS 1981 M
Mas’alah:
            Bagaimana hukumnya mengerjakan proses bayi tabung. Bayi tabung ialah bayi yang dihasilkan bukan dari persetubuhan, tetapi dengan cara mengambil mania tau sperma laki-laki dan sel telur wanita, lalu dimasukan kedalam suatu alat dalam waktu beberapa hari lamanya. Setelah hal tersebut dianggap mampu menjadi janin, maka dimasukkan kedalam rahim ibu.
Jawab:
Hukumnya tafsil sbb:
  1. Apabila sperma yang di tabung dan yang dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan sperma suami istri, maka hukumnya haram.
  2. Dan apabila sperma/mani yang ditabung tersebut sperma suami istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtarom, maka hukumnya juga haram.
  3. Bila sperma yang ditabung itu sperma/mani suami istri dan cara mengeluarkannya muhtarom, serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri maka hukumnya boleh.

Keterangan:
  1. Mani muhtarom adalah yang keluar atau dikeluarkan dengan cara yang diperbolehkan oleh syara’
  2. Tentang anak yang dihasilkan dari sperma, tersebut dapat ilhaq atau tidak kepada pemilik mani terdapat perbedaan pendapat antara imam ibnu hajar dan imam romli
  3. Menurut imam ibnu hajar tidak bisa ilhaq kepada pemilik mani secara mutlaq ( baik muhtarom atau tidak ) sedang menurut imam romli anak tersebut dapat ilhaq kepada pemilik mani dengan syarat keluarnya mani tersebut harus muhtarom.

Dasar pengambilan Dalil:
  1. Al-jami’ul Shoghir hadis no. 8030
مامن ذنب بعد الشرك أعظم عند الله من نطفة وضعها رجل فى رحم لايحل له. رواه ابن الدنا عن الهشيم بن مالك الطائ الجامع الصغير 8030
Terjemah:
            Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik (mensekutukan Allah ) disisi Allah dari pada maninya seorang laki-laki yang ditaruh pada rahim wanita yang tidak halal baginya. ( HR. ibnu abiddunya dari hasyim bin malik al-thoi)
  1. Hikmatu Tasyri’wal Safatuhu, II : 48
من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فلا يسقين ماءه زرع أخيه
Terjemah:
            Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali menyiram air (maninya ) pada lahan tanaman (rahim) orang lain.
  1. Al-Qolyubi, IV : 32
ولو أتت بولد عُلِمِ أنه ليس منه مع إمْكَانِه مِنْهُ ( لَزِمَهُ نَفْيُهُ ) لِأَنَّ تَرْكَ النَّفْيِ يَتَضَمَّنُ اسْتِلْحَاقَ مَنْ لَيْسَ مِنْهُ حَرَامٌ.
Terjemah:
            Apabila seoarang perempuan datang dengan membawa anak, dan diketahui bahwa anak tersebut bukan dari suaminya, dan dapat mungkin dari suaminya (namun secara yakin tidak dari suaminya). Maka wajib meniadakan (menolak mengakui), karena bila tidak dilaksanakan penolakan, dapat dimasukan nasab dari orang yang tidak haram (suaminya).
( وَلَوْ أَتَتْ بِوَلَدٍ عَلِمَ أَنَّهُ لَيْسَ مِنْهُ ) مَعَ إمْكَانِ كَوْنِهِ مِنْهُ ( لَزِمَهُ نَفْيُهُ ) لِأَنَّ تَرْكَ النَّفْيِ يَتَضَمَّنُ اسْتِلْحَاقَهُ ، وَاسْتِلْحَاقُ مَنْ لَيْسَ مِنْهُ حَرَامٌ وَطَرِيقُ نَفْيِهِ اللِّعَانُ الْمَسْبُوقُ بِالْقَذْفِ فَيَلْزَمَانِ أَيْضًا وَإِنَّمَا يَلْزَمُهُ قَذْفُهَا إذَا عَلِمَ زِنَاهَا ، أَوْ ظَنَّهُ كَمَا تَقَدَّمَ فِي جَوَازِهِ ، وَإِلَّا فَلَا يَقْذِفُهَا لِجَوَازِ أَنْ يَكُونَ الْوَلَدُ مِنْ وَطْءِ شُبْهَةٍ قَالَهُ الْبَغَوِيّ وَغَيْرُهُ ( وَإِنَّمَا يَعْلَمُ ) أَنَّ الْوَلَدَ لَيْسَ مِنْهُ ( إذَا لَمْ يَطَأْ ) ( أَوْ ) وَطِئَ وَ ( وَلَدَتْهُ لِدُونِ سِتَّةِ أَشْهُرٍ مِنْ الْوَطْءِ ) الَّتِي هِيَ أَقَلُّ مُدَّةِ الْحَمْلِ ( أَوْ فَوْقَ أَرْبَعِ سِنِينَ ) الَّتِي هِيَ أَكْثَرُ مُدَّةِ الْحَمْلِ ( فَلَوْ وَلَدَتْهُ لِمَا بَيْنَهُمَا ).[5]

  1. Bujairimi Iqna’ IV : 36
( الحاصل ) المراد بالمنى المحترام حال خروجه فقط على ما اعتمده مر وان كان غير محترم حال الدخول، كما اذا احتلم الزوج وأخذت الزوجة منيه فى فرجها ظانة أنه من منىّ اجنبى فإن هذا محترم حال الخروج وغير محترم حال الدخول وتجب العدة به إذا طلقت الزوجة قبل الوطء على المعتمد خلافا لإبن حجر لأنه يعتبر أن يكون محترما فى الحالين كماقرره شيخنا.
Terjemah:
            (kesimpulan) yang dimaksud mani muhtarom (mulya) adalah pada waktu keluarnya saja, seperti yang dikuatkan imam romli, meskipun tidak muhtarom padawaktu masuk. Contoh : suami bermimpi keluar mani, dan istrinya mengambilnya ( air mani tersebut) lalu dimasukan kefarjinya dengan persangkaan, bahwa air mani tersebut milik laki-laki lain (bukan suaminya) maka hal ini dinamakan mani muhtarom keluarnya, tapi tidak muhtarom waktu masuknya kefarji, dan dia wajib punya iddah (masa penantian) jika suaminya menceraikan sebelum disetubui. Menurut yang mu’tamad, berbeda dengan pendatnya imam ibnu hajar yang mengatakan, kreterianya harus muhtarom keduanya (waktu masuk dan keluar) seperti ketetapan dari syaikuna ( Rofi’I Nawawi).
  1. Kifayatu Al-akhyar, II : 113
لو إستمنى الرجل منية بيد امرأته او امته جاز لأنها محل استمتاعها
Terjemah:
            Jika seorang suami sengaja mengeluarkan air maninya dengan perantara tangan istrinya, atau tangan perempuan amatnya, maka boleh, karena perempuan tersebut tempat istima’ (senang-senang) bagi seorang suami.
  1. Tuhfa, VI : 431 ( belum ketemu )
  2. Al-bajuri, II : 172
  3. Al-bughya : 238

Mas’alah:
            Bagaimana hukumnya cangkok mata?
Transplantasi kornea atau cangkok mata ialah mengganti selaput mata seseorang dengan selaput mata orang lain, atau kalau mungkin dengan selaput mata binatang. Jadi yang diganti hanya selaputnya saja bukan bola mata seluruhnya. Adapun untuk mendapatkan kornea / selaput mata ialah dengan cara mengambil bola mata seluruhnya dari orang yang sudah mati. Bola mata itu kemudian dirawat baik-baik dan mempunyai kekuatan paling lama 72 jam (tiga hari tiga malam). Sangat tipis sekali dapat dihasilkan cangkok kornea dari binatang.

Jawab:
            Hukumnya ada dua pendapat:
  1. Haram, walaupun mayat itu tidak terhormat seperti mayitnya orang murtad. Demikian pula haram menyambung anggota manusia dengan anggota manusia lain, bahaya buta itu tidak sampai melebihi bahayanya merusak kehormatan mayit.

Dasar Pengambilan Dalil:
1)      Ahkamul Fuqoha, III : 58
مسألة : ماقولكم فى إفتاء مفتى ديار المصرية بجواز أخد حداقة الميت لوصلها إلى عين الأعمى. هل هو صحيح أولا ؟ قرر المؤتمر بأن ذلك الإفتاء غير صحيح ، بل يحرم أخد حداقة الميت ولو غير محترم كمرتد وحربى. ويحرم وصله بأجزاء الآدمى لأن ضرر العمى لايزيد على مفسدة إنتهاك حرمات الميت كما فى حاشية الرشيدى على ابن العماد. صحيفة 26 وعبارته : أماالآدمى فوجوده حنئيد كالعدم كما قال الحلبى على المنهج، ولوغير محترم كمرتد وحربى فيحرم الوصل به ويجب نزعه. انتهى. ولقول صلى الله عليه وسلم : كسر عظم الميت ككسره حيا ( رواه أحمد فى المسند وأبو داود وابن ماجه) وعن عائشة "كسر عظم الميت ككسر عظم الحى فى الإثم (رواه ابن ماجه عن أم سلمة) حديث حسن.
2)      Hasiah Ar-Rosidi ‘ala ibni ‘imad, hal, 26

  1. Boleh disamakan dengan diperbolehkannya menambal dengan tulang manusia, asalkan memenuhi 4 syarat :

1)      Karena dibutuhkan
2)      Tidak ditemukan selain dari anggota tubuh manusia
3)      Mata yang diambil harus dari mayit muhaddaroddam (halal darahnya)
4)      Antara yang diambil dan yang menerima harus ada persamaan agama

Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Fathul Jawad 26
وبقى مالم يوجد صالح غيره فيحتمل جواز الجبر بعظم الآدمى الميت كمايجوز للمضطر أكل الميت وإن لم يخش إلا مبيح التيمم. وجزم المدابغى بالجواز، حيث قال : فان لم يصلح إلاعظم الآدمى قدم نحو الحربى كالمرتد ثم الذمى ثم المسلم.
Terjemah:
            Dan masih ada, bila sudah tidak di jumapai yang baik boleh menambali (cangkok) dengan tulang orang yang sudah mati. Seperti halnya boleh memakan bangkai orang yang sudah mati meski tidak hawatir sampai batas diperbolehkannya tayamum. Dan imam al-madabighi yakin dengan hukum boleh, dia menyatakan jika tidak ada yang bagus (untuk menambal) kecuali tulang orang, maka dahulukanlah orang kafir harbi, orang murtad, lalu kafir dzimy, kemudian orang islam.
  1. Al-mahali
وله أى للمضطر أكل أدمى ميت لأن حرمة الحى أعظم من حرمة الميت
Terjemah:
            Jika terpaksa dan yang ditemukan hanya bangkai orang mati, maka boleh memakannya, karena kehormatan orang yang masih hidup masih dikuatkan dari pada kehormatan orang yang sudah mati.
  1. Bijaeromi iqna, IV : 272 (belum ditulis)
والأوجه كماهو ظاهر كلامهم عدم النظر إلى أفضلية الميت مع إتحادهما إسلاما وعصمة.
Terjemah:
            Menurut yang aujah, seperti penjelasan ahli fiqih tidak memandang pada istemewanya seorang mayit jika sama-sama islam dan terjaga.
  1. Mughni Muhtaj, IV : 307
( وَلَهُ ) أَيْ الْمُضْطَرِّ ( أَكْلُ آدَمِيٍّ مَيِّتٍ ) إذَا لَمْ يَجِدْ مَيْتَةً غَيْرَهُ كَمَا قَيَّدَاهُ فِي الشَّرْحِ وَالرَّوْضَةِ ؛ لِأَنَّ حُرْمَةَ الْحَيِّ أَعْظَمُ مِنْ حُرْمَةِ الْمَيِّتِ.
Terjemah:
            Boleh bagi orang yang terpaksa makan bangkai orang ketika tidak di temukan lainnya, seperti alasan dalam kitab syarah dan kitab raudloh, karena kehormatan orang hidup lebih diutamakan dari pada orang mati.
وَلَهُ أَكْلُ آدَمِيٍّ. الشَّرْح : ( وَلَهُ ) أَيْ الْمُضْطَرِّ ( أَكْلُ آدَمِيٍّ مَيِّتٍ ) إذَا لَمْ يَجِدْ مَيْتَةً غَيْرَهُ كَمَا قَيَّدَاهُ فِي الشَّرْحِ وَالرَّوْضَةِ ؛ لِأَنَّ حُرْمَةَ الْحَيِّ أَعْظَمُ مِنْ حُرْمَةِ الْمَيِّتِ ، وَيُسْتَثْنَى مِنْ ذَلِكَ مَا إذَا كَانَ الْمَيِّتُ نَبِيًّا فَإِنَّهُ لَا يَجُوزُ الْأَكْلُ مِنْهُ جَزْمًا كَمَا قَالَهُ إبْرَاهِيمُ الْمَرْوَزِيُّ وَأَقَرَّهُ وَمَا إذَا كَانَ الْمَيِّتُ مُسْلِمًا وَالْمُضْطَرُّ كَافِرًا ، فَإِنَّهُ لَا يَجُوزُ لَهُ الْأَكْلُ مِنْهُ لِشَرَفِ الْإِسْلَامِ ، بَلْ لَنَا وَجْهُ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ أَكْلُ الْمَيِّتِ الْمُسْلِمِ وَلَوْ كَانَ الْمُضْطَرُّ مُسْلِمًا .
تَنْبِيهٌ : حَيْثُ جَوَّزْنَا أَكْلَ مَيْتَةِ الْآدَمِيِّ الْمُحْتَرَمِ لَا يَجُوزُ طَبْخُهَا وَلَا شَيُّهَا لِمَا فِيهِ مِنْ هَتْكِ حُرْمَتِهِ، وَيَتَخَيَّرُ فِي غَيْرِهِ بَيْنَ أَكْلِهِ نِيئًا وَمَطْبُوخًا وَمَشْوِيًّا.[6]
  1. Al-Muhadzab, I : 251
وان اضطر ووجد آدميا ميتا جاز أكله لان حرمة الحى آكد من حرمة الميت.
Terjemah:
            Jika terpaksa dan yang di temukan hanya bangkai orang mati maka boleh memakannya, karena kehormatan orang yang masih hidup lebih di kuatkan dari pada orang yang sudah mati.
(والثانى) أنه يأكل الميتة لانه منصوص عليها والصيد مجتهد فيه وان اضطر ووجد آدميا ميتا جاز له أكله لان حرمة الحى آكد من حرمة الميت وان وجد مرتدا أو من وجب قتله في الزنا جاز له أن يأكله لان قتله مستحق وان اضطر ولم يجد شيئا فهل يجوز له أن يقطع شيئا من بدنه ويأكله فيه وجهان (قال) أبو إسحق يجوز لانه احياء نفس بعضو فجاز كما يجوز أن يقطع عضوا إذا وقعت فيه الآكلة لاحياء نفسه ومن أصحابنا من قال لا يجوز لانه إذا قطع عضوا منه كان المخافة عليه أكثر وان اضطر إلى شرب الخمر أو البول شرب البول لان تحريم الخمر أغلظ ولهذا يتعلق به الحد فكان البول أولى وان اضطر إلى شرب الخمر وحدها ففيه ثلاثة أوجه (أحدها) أنه لا يجوز أن يشرب لما روت أم سلمة رضى الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قال (ان الله سبحانه وتعالى لم يجعل شفاءكم فيما حرم عليكم) (والثانى) يجوز لانه يدفع به الضرر عن نفسه فصار كما لو أكره على شربها (والثالث) أنه ان اضطر إلى شربها للعطش لم يجز لانها تزيد في الالهاب والعطش وان اضطر إليها للتداوي جاز).[7]

  1. Al-qolyubi, I : 182
( وَلَوْ وَصَلَ عَظْمَهُ ) لِانْكِسَارِهِ وَاحْتِيَاجِهِ إلَى الْوَصْلِ .

Terjemah:
            Jika menyambung tulangnya karena pecah dan ia memerlukan sembungan dengan tulang najis karena daftar orang-orang yang menyatakan dirinya rela di ambil bola mata nya sesudah mati untuk kepentingan manusia.
( وَلَا يَضُرُّ نَجَسٌ يُحَاذِي صَدْرَهُ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ عَلَى الصَّحِيحِ ) لِعَدَمِ مُلَاقَاتِهِ لَهُ ، وَالثَّانِي يَقُولُ الْمُحَاذِي مِنْ مَكَانِ صَلَاتِهِ فَتُعْتَبَرُ طَهَارَتُهُ .
( وَلَوْ وَصَلَ عَظْمَهُ ) لِانْكِسَارِهِ وَاحْتِيَاجِهِ إلَى الْوَصْلِ .
( بِنَجَسٍ ) مِنْ الْعَظْمِ ( لِفَقْدِ الطَّاهِرِ ) الصَّالِحِ لِلْوَصْلِ ( فَمَعْذُورٌ ) فِي ذَلِكَ فَتَصِحُّ صَلَاتُهُ مَعَهُ وَلَيْسَ عَلَيْهِ نَزْعُهُ إذَا وَجَدَ الطَّاهِرَ كَمَا فِي الرَّوْضَةِ وَأَصْلِهَا ، وَقَضِيَّةُ مَا فِي التَّتِمَّةِ أَنَّهُ يَجِبُ نَزْعِهِ إنْ لَمْ يَخَفْ مِنْهُ ضَرَرًا ( وَإِلَّا ) أَيْ وَإِنْ لَمْ يَفْقِدْ الطَّاهِرَ أَيْ وَجَدَهُ وَجَبَ عَلَيْهِ ( نَزْعُهُ ) أَيْ النَّجِسِ ( إنْ لَمْ يَخَفْ ) مِنْ نَزْعِهِ ( ضَرَرًا ظَاهِرًا ) وَهُوَ مَا يُبِيحُ التَّيَمُّمَ كَتَلَفِ عُضْوٍ فَلَا تَصِحُّ صَلَاتُهُ مَعَهُ .[8]


  1. Bujairimi ala- alwahab, I : 239
Mas’alah:
            Bagaiman hukumnya Bank Mata?
Bank mata adalah semacam badan atau yayasan yang tugasnya antara mencari dan mengumpulkan daftar orang-orang yang menyatakan dirinya rela di ambil bola matanya sesudah mati untuk kepentingan manusia.

Jawab:
            Hukumnya Bank Mata adalah sama hukumnya pencangkokan diatas, sebagaimana keterangan dan penjelasan diatas. Hal ini sesuai dengan qoidah ushul fiqih yang berbunyi :
للوسائل حكم المقاصد
Mas’alah:
            Bagaimana hukumnya cangkok ginjal dan jantung?
  1. Cangkok ginjal ialah mengganti ginjal seseorang dengan ginjal orang lain. Ginjal pengganti itu dapat diambil dari orang yang masih hidup atau orang yang sudah mati. Pengambilan ginjal dari orang yang hidup itu mungkin karena setiap orang mempunyai dua ginjal.
  2. Transplantasi jantung ialah mengganti jantung seseorang dengan jantung orang lain. Transplatasi jantung ini hanya dapat di lakukan dari orang yang sudah mati saja, karena setiap orang hanya mempunyai satu jantung.
Kiranya sangat sulit melakukan transplatasi ginjal dan jantung dari binatang. Karena dua hal ini dibutuhkan adanya persamaan antara darah yang memberikan ginjal atau jantung
( donor) dengan orang yang mendapatkan ganti ginjal atau jantung tadi.

Jawab:
            Hukumnya cangkok ginjal dan jantung sama dengan hukumnya pencangkokan mata.

Mas’lah:
            Bagaimana kedudukan hukum/status syar’I lembaga zakat yang dibentuk oleh pemerintah daerah dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan fiqih tentang amil?
Jawab:
            Hukumnya lembaga zakat yang dibentuk oleh pemerintah daerah adalah sah, karena pemerintah Indonesia mempunyai hak syar’I untuk membentuk amil.
Dasar Pengambilan dalil:
  1. Al- Mauhibah IV : 130
والصنف الخامس العاملون عليها، ومنهم الساعى الذى يبعثه الإمام الأخذ الزكوات، وبعثه واجب، والعاملون عليها أى الزكاة يعنى من نصبه الإمام فى أخذ العاملة من الزكوات.
Terjemah:
            Kelompok kelima adalah amiluu ‘aalaiha (amil dari zakat) termasuk kelompok amil adalah orang yang menjalankan, yang dibentuk oleh imam untuk mengumpulkan / mengambil zakat. Yang dimaksud amil zakat ialah orang yang ditugasi oleh imam (kepala Negara) untuk mengambil, melakukan dari harta zakat.
  1. I’anatu Al-Tholibin, III : 315
  2. Minhaju Al-Qiwim, : 115
  3. Ahkamu Al-Fuqoha, III : 8
هل يصح ماقره مجلس العلماء فى تشيقا ناس فى 3-7 مارس سنة 1954 بأرئس جمهورية إندونسيا الحالى ( سوكارنو ) ولى الأمر الضررى بالشوكة أولا؟
نعم يصح ذلك المقرر، كما فى الجزء الأول من شرح الإحياء وعبارته : الأصل العاشر أنه لو تعذر وجود الورع والعلم فيمن يتصدى للإمامة ..... إلى أن قال: وذلم محل، ونحن نقضى بنفوذ قضاء أهل السبغى فى بلادهم، لمسيس حاجتهم فكيف لانقضى بصحة الإمامة عند الحاجة والضرورة.

  1. Kifayatu Al-Ahyar, II : 159
قال الغزالى : واجتماع هذه الشروط متئذر فى عصرنا لخلو العصر عن المجتهد المستقل، فالوجه تنفيذ قضاء كل من ولاه سلطان ذوشوكة وإن كان جاهلا أوفاسقا لئلا تتعطل مصالح المسلمين. قال الإمام الرافعى وهذا أحسن.

Terjemah:
            Imam ghozali berkata lengkaplah persyaratan ini, pada zaman sekarang sulit, karena tidak adanya yang mencapai derajat mujtahid mustaqil maka konsekuensinya sah pemerintahnya orang yang mempunyai syaukah (kekuatan) meskipun bodoh, agar tidak terjadi kekosongan atas kemaslahatan orang-orang muslim. Dan imam Ar-Rofi’I mengatkan hal itu lebih baik.

Mas’lah:
            Bagaimana hukumnya zakat yang ditasyarufkan kepada masjid, madrasah, panti asuhan, yayasan-yayasan social, keagamaan dan lain-lain. Sabgaimana yang berlaku ditengah masyarakat umum?
Jawab:
            Memberikan zakat kepada masjid, madrasah, panti asuhan, yayasan-yayasan social, keagamaan dan lain-lain tidak boleh, akan tetapi ada pendapat : imam Qofal menukil dari sebagian ahli fiqih, zakat boleh ditasarufkan kepada sector-sektor tersebut diatas, atas nama sabilillah.
Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Bughyatu al-murtasyidin, : 106
لايستحق المسجد شيئا من الزكاة مطلقا، إذلايجوز صرفها إلا لحر مسلم، ومثله مافى المزان الكبرى فى الجزء الثانى من باب قسم الصدقات، وعبارته : إتفق الأئمة الأربعة على أنه لايجوز أخراج الزكاة لبناء مسجد أوتكفين ميت.

Terjemah:
            Masjid tidak berhak sedikit pun secara mutlak mengambil bagian zakat, karena tidak boleh mentasarufkan zakat  kecuali pada orang yang merdeka yang muslim, begitu juga yang ada dalam kitab mizan kubro.
  1. Tafsir munir, I : 344
ونقل القفال من بعض الفقاء أنهم أجازوا صرف الصدقات إلى جميع وجوه الخير، من تكفين ميت وبناء الحصون وعمارة المساجد، لأن قوله تعالى "فى سبيل الله" فى الكل.
Terjemah:
            Imam Al-Qofal menukil dari sebagian ahli fiqih, bahwa mereka memperbolehkan mentasarufkan sodaqoh (zakat) kepada segala sector kebaikan, seperti: mengkafani mayat, membangun pertahanan, membangun masjid dst. Karena kata-kata sabilillah itu mencakup umum (semuanya).

Mas’lah:
            Apakah wajib zakat bagi penanam tanaman yang bukan tanaman zakawi (seperti yang sudah di nash) dengan tujuan di perdagangkan, seperti tanaman tebu, cengkeh dan sesamanya?

Jawab:
            Menanam tanaman yang bukan tanaman zakawi dengan niat diperdagangkan, apabila telah memenuhi syarat-syarat tijaroh, maka wajib zakat seperti zakat barang dagangan.

Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Busyrol Karim, II : 50
وروى أبو دود بإخراج الصدقة مما يعد للبيع
Terjemah:
            Imam Abu Dawud meriwayatkan, agar disuruh mengeluarkan sedekah (zakat) terhadap segala sesuatu yang diperuntuhkan dijual.

  1. Al-Hawasi al-madaniyah, II : 95
وقد قررنا أن مالازكاة فى عينه تجب فيه زكاة التجارة من الجذوع والتين والأرض إذ ليس فى هذه المذكورات زكاة عين، ومالازكاة فى عينه تجب فيه التجارة.
Terjemah:
            Dan telah kami tetapkan, sesungguhnya sesuatu yang tidak termasuk mal zakawi (harta benda yang harus di zakati menurut ainnya) wajib baginya zakat tijaroh (perdagangan). Seperti kayu, buah tin, tanah, karena jenis-jenisnya tidak termasuk di zakati secara ain (kondisi barang) dan segala yang tidak dizakati secara ain. Harus dizakati dengan zakat tijaroh, (perdagangan / 2,5 % ).

Mas’alah:
            Apakah wajib zakat usaha perniagaan mutakhir (modern) yang bergerak didalam bidang jasa, seperti perhotelan, pengangkutan dan sesamanya?

Jawab:
            Perniagaan jasa seperti perhotelan pengangkutan dan sesamanya, adalah termasuk ijaroh yang mengandung arti tijaroh, maka wajib zakat.

Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Kifayatu al-akhyar, I : 178
ولو أجر الشخص ماله أونفسه وقصد بالأجرة إذا كانت عرضاللتجارة تصير مال تجارة، لأن الإجارة معاوضة.
Terjemah:
            Jika seseorang memperkerjakan dirinya atau hartanya dengan tujuan dapat ongkos ketika jadi harta untuk tijaroh (perdagangan) maka jadilah harta perdagangan, karena ongkos adalah mu’awadloh.

  1. Al-Mauhibah, IV : 31( belum ketemu)
  2. Al-Majmu’, VI : 49
ومن أجر نفسه أو شخصا أخر بعوض من العروض بقصد التجارة صار ذلك العرض مال تجارة فتجب الزكاة.
Terjemah:
            Siapapun yang mempekerjakan dirinya atau orang lain dengan ongkos atau ganti rugi harta dengan tujuan berdagang, maka jadilah harta perdagangan. Dan wajib mengeluarkan zakat.

Mas’alah:
            Bagaimana yang berlaku secara umum dibidang keuangan dengan digantikannya peranan uang mas/perak oleh uang kertas, cek, obligasi, saham-saham perusahaan dan macam-macam kertas berharga. Apakah wajib zakat?

Jawab:
            Uang kertas, cek, obligasi, saham-saham perusahaan dan sesamanya, apabila telah mencapai seharga emas satu nisob dan telah haul, maka wajib zakat seperti emas.

Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Ahkamul Fuqoha, I : 57 (belum ketemu)
  2. Al-Mauhibah , IV
  3. Al-fiqih ala madzibil arba’ah, I : 605
جمهور الفقهاء يرون وجوب الزكاة فى الأوراق المالية، لأنهاحالت محل الذهب والفضة فى التعامل.

Terjemah:
            Jumhurul fuqoha (pembesar orang-orang ahli fiqih), memandang kewajiban zakat terhadap kertas berharga, karena ia diposisikan sebagaimana emas dan perak dalam transaksi.

Mas’alah:
            Bagaimana hukum pemotongan hewan dengan mesin?

Jawab:
            Hukum memotong hewan dengan mesin adalah halal, jika mesin dan cara memotongnya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Pemotongnya seorang muslim/ ahlu kitab yang asli
  2. Alat mesin yang di pergunakan, merupakan benda tajam yang bukan dari tulang atau kuku
  3. Sengaja menyembelih hewan tersebtut
Dasar Pengambilan Dalil:
  1. Bujairomi wahab, IV : 286
وشرط فى الذبح قصد اى قصد العين أو الجنس بالفعل (قوله قصد العين) وإن أخطأفى ظنه، أو الجنس فى الإصابة – ح ل – والمرد بقصد العين أو بالجنس بالفعل أى قصد إيقاع الفعل على العين أو على واحد من الجنس وإن لم يقصد الذبح.

Terjemah:
            Syarat alat untuk menyembelih harus tajam yang bisa melukai seperti pisau besi, bambu, batu, timah, emas, perak, kecuali (tidak boleh) dengan tulang dan kuku. Dengan dasar hadits shohih bukhori dan muslim: sesuatu yang dapat mengalirkan darah dengan menyebut nama Allah maka makanlah selama bukan dengan tulang dan kuku. Artinya yang di samakan adalah semua jenis tulang.
يعلم من قوله الآتى أو كونها جارية سباع او طير الخ ... حيث أطلق فيه ولم يشترط أن تقتله بوجه مخصوص. فيسفاد من الإطلاق أنه يحل مقتولها بسائر أنواع القتل.

Terjemah:
            Telah diketahui dari kata-kata yang akan datang adanya alat memotong hewan, dapat melukainya binatang  atau burung dst. Sekira dimutlakkan dan tidak disyaratkan, cara membunuh dengan cara yang khusus, maka dapat diambil pengertian halal apa yang di bunuh binatang dengan segala cara membunuh.




[1] Lengkapnya di maktabah asyamilah seperti diatas, I : Hal. 433
[2] Lengkapnya di maktabah assyamilah spt diatas, V : 243
[3] Lengkapnya di maktabah assyamilah spt diatas, I : 188
[4]
[5] Lengkapnya di maktabah assyamilah spt diatas, XIII : 216   
[6] Lengkapnya di maktabah assyamilah spt diatas, XVIII : 225
[7] Lengkapnya di maktabah assyamilah spt diatas, 9 : 41
[8] Lengkapnya di maktabah assyamilah spt diatas, II : 475

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا

Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy

 *Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy* Maklum diketahui bahwa ketika seseorang mengadakan acara walimah, maka penganten, bahkan ibu penganten dan keluarga terdekat, merias wajah dengan make up yang cukup tebal. Acara walimah ini biasanya memakan waktu berjam-jam bahkan tak jarang belum selesai sampai waktu shalat tiba. Maka bagaimanakah tata cara thaharah dan shalat bagi wanita yang memakai riasan ini? Solusi 1: Menghapus riasan wajah dan shalat sesuai waktunya Perlu diketahui bahwa salah satu syarat sah wudhu adalah tidak terdapat hal yang menghalangi tersampainya air wudhu ke anggota badan yang wajib dibasuh, tentu penggunaan make up yang tebal sudah pasti menghalangi air wudhu. Maka bagi wanita yang memakai riasan pengantin tersebut tidak boleh berwudhu kecuali sudah menghapus bersih riasan yang ada di wajah, sehingga yakin jika air wudhu benar-benar mengenai anggota wudhu, tidak cukup hanya dengan mengalirkan air tanpa terlebih dahulu menghapus make up nya seperti yan