||| KOMENTAR IBNU TAIMIYAH
TENTANG QS. AN-NAJM 39 DAN HADITS TERPUTUSNYA AMAL |||
TENTANG QS. AN-NAJM 39 DAN HADITS TERPUTUSNYA AMAL |||
Ibnu
Taimiyah merupakan seorang ulama yang fatwa-fatwanya banyak menjadi rujukan
kaum Wahhabiyah. Beliau dianggap sebagai ulama yang bermadzhab Hanbali yang
sangat ketat. Sedangkan bagi ulama Syafi’iyyah, Ibnu Taimiyah dikatakan
menyimpang terkait pembahasan aqidah. Namun, banyak hal menarik yang juga bisa
di ambil hikmah dari fatwa-fatwa beliau tentang menghadiahkan pahala kepada
orang mati termasuk menghadiahkan bacaan al-Qur’an untuk orang mati (mayyit).
QS. an-Najm
Ayat 39 dan Hadits Terputusnya Amal
Ibnu
Taimiyah pernah ditanya tentang QS. an-Najm 39 dan hadits terputusnya amal
sebagaimana tercantum didalam kitabnya sebagai berikut :
سئل: عن قوله تعالى:
{وأن ليس للإنسان إلا ما سعى} وقوله - صلى الله عليه وسلم -: «إذا مات ابن
آدم انقطع عمله إلا من ثلاث صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعو له»
فهل يقتضي ذلك إذا مات لا يصل إليه شيء من أفعال البر؟
Ibnu Taimiyah di tanya tentang firman
Allah {tiada bagi manusia kecuali apa yang diusahakan} dan sabda Nabi
shallallahu ‘alayhi wa sallam {apabila anak adam wafat maka terputuslah
amalanya kecuali 3 hal yakni shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat untuknya
dan anak shalih yang berdo’a untuknya}, apakah hal itu menunjukkan apabila
seseorang wafat tidak perbuatan-perbuatan kebajikan tidak sampai kepadanya ?
الجواب: الحمد لله
رب العالمين. ليس في الآية، ولا في الحديث أن الميت لا ينتفع بدعاء الخلق له، وبما
يعمل عنه من البر بل أئمة الإسلام متفقون على انتفاع الميت بذلك، وهذا مما يعلم
بالاضطرار من دين الإسلام، وقد دل عليه الكتاب والسنة والإجماع، فمن خالف ذلك كان
من أهل البدع
Jawab ; al-Hamdulillahi Rabbil ‘Alamiin,
tiada didalam ayat dan tidak pula didalam hadits bahwa mayyit (orang mati)
tidak mendapat manfaat dengan do’a untuknya dan dengan apa yang amalkan
(kerjakan) untuknya seperti kebajikan bahkan para Imam telah sepakat bahwa
mayyit (orang mati) mendapatkan manfaat atas hal itu, dan ini diketahui dengan
jelas dari agama Islam, dan sungguh al-Kitab (al-Qur’an), as-Sunnah dan Ijma’
telah menunjukkannya, oleh karena itu barangsiapa yang menyelisihi hal itu maka
ia termasuk dari ahli bid’ah. [1]
Karena
panjangnya bahasan inii (ulasan Ibnu Taimiyah) yang intinya baik ibadah maliyah
dan badaniyah bisa sampai kepada mayyit dan memberikan manfaat bagi orang mati,
telah tersebar pembahasan ini dalam kitab-kitab beliau, maka kami singkatkan
(cukupkan) untuk menyoroti hadits Inqatha'a Amaluhu menurut Ibnu Taimiyah :
أما الحديث فإنه
قال: «انقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعو له»
فذكر الولد، ودعاؤه له خاصين؛ لأن الولد من كسبه، كما قال: {ما أغنى عنه ماله وما
كسب} [المسد: 2] . قالوا: إنه ولده. وكما قال النبي - صلى الله عليه وسلم -: «إن
أطيب ما أكل الرجل من كسبه، وإن ولده من كسبه» . فلما كان هو الساعي في وجود الولد
كان عمله من كسبه، بخلاف الأخ، والعم والأب، ونحوهم. فإنه ينتفع أيضا بدعائهم، بل
بدعاء الأجانب، لكن ليس ذلك من عمله
“Mengenai hadits bahwa Nabi shallallahu
'alayhi wa sallam bersabda : "apabila seorang manusia mati maka terputus
darinya amalnya (perbuatanya) kecuali yang berasal dari tiga hal yakni :
shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan dan anak shalih yang berdo’a
untuknya". Disini menyebutkan walad (anak-anak) dan do'anya kepadanya
secara khusus karena sungguh seorang anak termasuk dari usahanya, sebagaimana
firman Allah Ta'alaa : "Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan
apa yang ia usahakan” (QS. Al-Lahaab : 2). Ulama telah berkata : sesungguhnya
yang dimaksud itu adalah anaknya, dan sebagaimana sabda Nabi shallallahu
‘alayhi wa sallam : "Sungguh sebaik-baiknya apa yang dimakan oleh
seseorang adalah yang berasal dari usahanya dan sungguh anaknya bagian dari
usahanya". Maka ia sebagai orang yang berusaha (sa’i) didalam hal
wujudnya seorang anak maka amalnya (amal anaknya) termasuk dari kasabnya
(usahanya), berbeda halnya dengan saudara, paman, ayah dan seumpama mereka.
Namun, mereka itu bisa memberikan manfaat juga dengan do’a mereka bahkan juga
do’a yang lainnya, akan tetapi yang demikian itu bukan dari amalnya.
والنبي - صلى الله
عليه وسلم - قال: «انقطع عمله إلا من ثلاث» لم يقل: إنه لم ينتفع بعمل غيره. فإذا
دعا له ولده كان هذا من عمله الذي لم ينقطع، وإذا دعا له غيره لم يكن من عمله،
لكنه ينتفع به
“Dan Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam
bersabda : "terputus amalnya kecuali 3 hal", namun tidak dikatakan
: sesunggguhnya tidak mendapat manfaat dari amal orang lain. Maka ketika
anaknya berdo'a untuknya, itu menjadi bagian dari amalnya yang tidak terputus,sedangkan
apabila orang lain yang berdo'a untuknya, maka itu tidak menjadi bagian dari
amalnya, akan tetapi bisa mendapatkan manfaat dengan hal tersebut. [] [2]
Berikut merupakan
jawaban Ibnu Taimiyah ketika di tanya tentang keluarga al-marhum yang membaca
al-Qur’an untuk orang mati :
سئل: عن قراءة أهل الميت تصل إليه؟ والتسبيح والتحميد، والتهليل
والتكبير، إذا أهداه إلى الميت يصل إليه ثوابها أم لا؟. الجواب: يصل إلى الميت
قراءة أهله، وتسبيحهم، وتكبيرهم، وسائر ذكرهم لله تعالى، إذا أهدوه إلى الميت، وصل
إليه، والله أعلم
(Ibnu Taimiyah) ditanya tentang keluarga al-Marhum yang membaca
al-Qur’an yang disampaikan kepada mayyit ? Tasybih, tahmid, tahlil dan takbir,
apabila menghadiahkannya kepada mayyit, apakah pahalanya sampai kepada mayyit
ataukah tidak ?
Jawab : Pembacaaan al-Qur’an oleh keluarga almarhum sampai
kepada mayyit, dan tasbih mereka, takbir dan seluruh dziki-dzikir karena Allah
Ta’alaa apabila menghadiahkannya kepada mayyit, maka sampai kepada mayyit.
Wallahu A’lam.
Ibnu Taimiyah
Pernah Ditanya Hal Yang Sama
سئل: هل القراءة تصل إلى الميت من الولد أو لا؟ على مذهب الشافعي
(Ibnu Taimiyah) ditanya tentang pembacaan al-Qur’an oleh seorang
anak apakah sampai kepada mayyit atau tidak ? Bagaimana menurut madzhab
asy-Syafi’i ?
الجواب: أما وصول ثواب العبادات البدنية: كالقراءة، والصلاة،
والصوم، فمذهب أحمد، وأبي حنيفة، وطائفة من أصحاب مالك، والشافعي، إلى أنها تصل،
وذهب أكثر أصحاب مالك، والشافعي، إلى أنها لا تصل، والله أعلم.
Jawab : Adapun sampai pahala ibadah-ibadah badaniyah seperti
membaca al-Qur’an, shalat dan puasa, oleh karena itu madzhab Imam Ahmad, Imam
Abu Hanifah dan sekelompok dari Ashhab Malik dan asy-Syaf’i menyatakan sampai,
sedangkan pendapat kebanyakan Ashhab Malik dan asy-Syafi’i menyatakan tidak
sampai. Wallahu A’lam.
سئل: عمن «هلل سبعين ألف مرة، وأهداه للميت، يكون براءة
للميت من النار» حديث صحيح؟ أم لا؟ وإذا هلل الإنسان وأهداه إلى الميت يصل إليه
ثوابه، أم لا؟
الجواب: إذا هلل الإنسان هكذا: سبعون ألفا، أو أقل، أو أكثر. وأهديت إليه نفعه
الله بذلك، وليس هذا حديثا صحيحا، ولا ضعيفا. والله أعلم.
“Ibnu Taimiyah ditanya tentang orang
yang bertahlil 70.000 kali dan menghadiahkannya kepada mayyit, supaya
memberikan keringan kepada mayyit dari api neraka, haditsnya shahih ataukah
tidak ? Apakah seseorang manusia yang bertahlil dan menghadiahkan kepada
mayyit, pahalanya sampai kepada mayyti ataukah tidak ?
Jawab : Apabila seseorang bertahlil
sejumlah yang demikian ; 70.000 kali atau lebih sedikit atau lebih
banyak dari itu dan menghadiahkannya kepada mayyit niscaya Allah akan
memberikan kemanfaatan kepada mayyit dengan hal tersebut, dan
tidaklah hadits ini shahih dan tidak pula dlaif. Wallahu A’lam”.
CATATAN KAKI
:
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik