Langsung ke konten utama

PENJELASAN TERKAIT HADITS KELUARGA JA'FAR |||



PENJELASAN TERKAIT HADITS KELUARGA JA'FAR |||
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
 اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا، فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ شَغَلَهُمْ
 “hidangkanlah makanan untuk keluarga Ja’far, sebab sesungguhnya telah tiba kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka”. [1]
Imam asy-Syafi’i rahimahullah didalam al-Umm beristidlal dengan hadits diatas terkait anjuran memberi makan untuk keluarga almarhum :
وأحب لجيران الميت أو ذي قرابته أن يعملوا لأهل الميت في يوم يموت، وليلته طعاما يشبعهم فإن ذلك سنة، وذكر كريم، وهو من فعل أهل الخير قبلنا، وبعدنا لأنه لما «جاء نعي جعفر قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - اجعلوا لآل جعفر طعاما فإنه قد جاءهم أمر يشغلهم
 “Aku mengajurkan bagi tetangga almarhum atau kerabat-kerabatnya agar membuatkan makanan pada hari kematian dan malamnya, sebab itu merupakan sunnah, dzikr yang mulya dan termasuk perbuatan ahlul khair sebelum kita serta sesudah kita”.[2]
Demikian juga dengan Imam Asy-Syairazi didalam al-Muhadzdzab :
فصل: ويستحب لأقرباء الميت وجيرانه أن يصلحوا لأهل الميت طعاماً لما روي أنه لما قتل جعفر بن أبي طالب كرم الله وجهه
 “sebuah fashal, yakni disunnahkan bagi kerabat-kerabat almarhum dan tetangganya agar mengurusi keperluan makan untuk keluarga almarhum berdasarkan riwayat tentang wafatnya Ja’far bin Abi Thalib”. [3]
Berdasarkan hadits itu pula al-Imam an-Nawawi mengatakan :
ويستحب لا قرباء الميت وجيرانه أن يصلحوا لأهل الميت طعاما لما روى أنه لما قتل جعفر ابن أبي طالب رضي الله عنه قال النبي صلى الله عليه وسلم  اصنعوا لآل جعفر طعاما فانه قد جاء هم أمر يشغلهم عنه
“disunnahkan bagi kerabat-kerabat mayyit dan tetangganya supaya mereka mengurusi keperluan makan keluarga mayyit, berdasarkan riwayat bahwa tatkala Ja’far bin Abi Thalib terbunuh, Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “hidangkanlah makanan untuk keluarga Ja’far, sebab sesungguhnya telah tiba kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka”. [4]
Al-Imam al-Khathib asy-Syarbini didalam Mughni al-Muhtaj :
(و) يسن (لجيران أهله) ولأقاربه الأباعد وإن كان الأهل بغير بلد الميت (تهيئة طعام يشبعهم) أي أهله الأقارب (يومهم وليلتهم) لقوله - صلى الله عليه وسلم - «لما جاء خبر قتل جعفر: اصنعوا لآل جعفر طعاما فقد جاءهم ما يشغلهم» حسنه الترمذي وصححه الحاكم
“dan disunnahkan tetangga keluarga mayyit dan kerabat-kerabatnya yang jauh, walaupun berada didaerah negeri lainnya agar menyiapkan makanan yang mengenyangkan mereka pada siang dan malamnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam “ketika datang berita terbunuhnya Ja’far ; “hidangkanlah makanan untuk keluarga Ja’far, sebab sesungguhnya telah tiba kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka”, a-Turmidzi menghasankannya dan al-Hakim menshahihkannya.”[5]
Seperti ini juga komentar-komentar ulama Syafi’iyah lainnya. Namun, walaupun hadits tersebut merupakan anjuran memberi makan atau mengurusi keperluan makan untuk keluarga almarhum, namun bukan merupakan dalil larangan bagi keluarga almarhum membuat makanan dan mengundang masyarakat ke jamuan makan di keluarga almarhum. Terdapat hadits lain yang dianggap merupakan larangan berbuat hal seperti yang demikian, yakni

PENJELASAN TERKAIT HADITS JARIR BIN ABDULLAH |||
كُنَّا نَعُدُّ الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيعَةَ الطَّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنَ النِّيَاحَةِ
 “Kami (sahabat Nabi) menganggap berkumpul ke (kediaman) keluarga almarhum serta (keluarga almarhum) menghidangkan makanan setelah pemakaman bagian dari niyahah”. [1]
Hadits terkait para sahabat ini banyak digunakan sebagai dalil yang menghukumi makruh bagi ahlul mayyit membuat makanan dan berkumpul dikediaman keluarga almarhum. Kalau ditela’aah lebih mendetail, sesungguhnya frasa “مِنَ النِّيَاحَةِ” adalah bermakna “min asbabin niyahah”, [2]yakni bagian dari sebab dikhawatirkannya akan terjadi niyahah. Oleh karena itu, bukanlah berkumpul dan membuat makanan yang disebut sebagai niyahah, sebab jikalau itu yang disebut niyahah maka ulama akan mengharamkannya, bukan malah  hanya menghukumi makruh. Sebab niyahah ketika terjadi mushibah kematian hukumnya haram. Hal ini telah menjadi kesepakatan, sebagaimana yang dituturkan oleh al-Imam an-Nawawi rahimahullah : ...

CATATAN KAKI :
[1] Musnad Ahmad bin Hanbal no. 6905. Niyahah adalah berteriak-teriak dan menangis dengan menyebut kebaikan-kebaikan mayyit ketika terjadi mushibah kematian.
[2] Lihat : Khulasah al-Mardhiyyah fi Masail al-Khilafiyyah

 CATATAN KAKI :
[1] Sunan Abi Daud no. 3132 ; Sunan Ibnu Majah no. 1610, hadits ini dikatakan shahih.
[2] Lihat : al-Umm lil-Imam asy-Syafi’i [1/317]
[3] Lihat : al-Muhadzdzab fi Fiqhi al-Imam asy-Syafi’i lil-Imam Abu Ishaq asy-Syairazi [1/259].
[4] Lihat : al-Majmu Syarh al-Muhadzdab , Imam an-Nawawi [5/317]
[5] Lihat ; Mughni al-Muhtaj [2/61] lil-Imam al-Khathib asy-Syarbini


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

DALIL TAHLILAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا