Langsung ke konten utama

ABDUL 'AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ



||| ABDUL 'AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ |||
Merupakan salah seorang tokoh Wahhabiyah yang juga pernah menjadi ketua Lajnad Daimah Saudi. Beliau mengingkari pembacaan al-Qur’an untuk orang mati didalam banyak fatwa yang beliau keluarkan. Salah satunya termaktub didalam kitab beliau :
القراءة على الأموات ليس لها أصل يعتمد عليه ولا تشريع، وإنما المشروع القراءة بين الأحياء ليستفيدوا ويتدبروا كتاب الله ويتعقلوه، أما القراءة على الميت عند قبره أو بعد وفاته قبل أن يقبر أو القراءة له في أي مكان حتى تهدى له فهذا لا نعلم له أصلا
“Bacaan al-Qur’an atas orang-orang mati tidak ada asal yang menguatkan atasnya dan tidak pula di syariatkan. Sebab yang disyariatkan adalah membaca al-Qur’an diantara orang-orang yang hidup supaya mereka mengambil pelajaran dan mentadzabburi Kitabullah, adapun membaca al-Qur’an atas orang-orang mati disamping quburnya atau setelah wafatnya sebelum di quburkan atau membaca al-Qur’an baginya ditempat mana saja hingga menghadiahkan untuk mayyit, kami tidak mengetahui asal masalah ini”. [1]
Jawaban beliau lainnya ketika ditanya pertanyaan yang sama :
أما قراءة القرآن فقد اختلف العلماء في وصول ثوابها إلى الميت على قولين لأهل العلم، والأرجح أنها لا تصل لعدم الدليل؛ لأن الرسول صلى الله عليه وسلم لم يفعلها لأمواته من المسلمين كبناته اللاتي متن في حياته عليه الصلاة والسلام، ولم يفعلها الصحابة رضي الله عنهم وأرضاهم فيما علمنا، فالأولى للمؤمن أن يترك ذلك ولا يقرأ للموتى ولا للأحياء ولا يصلي لهم، وهكذا التطوع بالصوم عنهم؛ لأن ذلك كله لا دليل عليه، والأصل في العبادات التوقيف إلا ما ثبت عن الله سبحانه أو عن رسوله صلى الله عليه وسلم شرعيته
“Tentang membaca al-Qur’an, maka sungguh ulama berselisih tentang sampai pahalanya kepada mayyit atas dua qaul, sedangkan yang lebih rajih bahwa itu tidak sampai, karena ketiadaan dalil dan karena Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa salam tidak melakukannya kepada orang-orang mati diantara kaum Muslimin, seperti kepada putri-putri beliau yang wafat pada masa beliau shallallau ‘alayhi wa sallam, dan para sahabat radliyallahu ‘anhum tidak pula mengerjakannya, maka yang lebih utama bagi mukmin agar meninggalkan yang demikian dan tidak membaca al-Qur’an untuk orang mati serta tidak pula untuk orang hidup, dan tidak sampai kepada mereka, seperti itu juga puasa sunnah atas nama mereka, karena sesungguhnya yang demikian semuanya tidak ada dalil atasnya, sedangkan asal ibadah sendiri adalah tauqifiyyah kecuali apa yang telah tsabit dari Allah Ta’alaa dan dari Rasulu-Nya shallallah ‘alayhi wa sallam pensyariatannya”. [2]
Lagi, tentang thawaf dan membaca al-Qur’an untuk orag mati, dan berikut jawabab bin Baz :
س: أقوم أحيانا بالطواف لأحد أقاربي أو والدي أو أجدادي المتوفين ما حكم ذلك؟ وأيضا ما حكم ختم القرآن لهم؟ جزاكم الله خيرا. ج: الأفضل ترك ذلك؛ لعدم الدليل عليه، لكن يشرع لك الصدقة عمن أحببت من أقاربك وغيرهم إذا كانوا مسلمين، والدعاء لهم، والحج والعمرة عنهم، أما الصلاة عنهم والطواف عنهم والقراءة لهم، فالأفضل تركه؛ لعدم الدليل عليه. وقد أجاز ذلك بعض أهل العلم قياسا على الصدقة والدعاء، والأحوط ترك ذلك. وبالله التوفيق."
“Soal ; aku melakukan thawaf untuk salah satu kerabatku atau orang tuaku atau kake-kakekku yang telah wafat, apa hukum yang demikian ? dan juga apa hukum mengkhatamkan al-Qur’an untuk mereka ? Semoga Allah membalas kebaikan anda.
Jawab : Yang lebih afdlal (utama) meninggalkan yang demikian, karena ketiadaan dalil atas hal itu, akan tetapi disyariatkan bagi anda adalah shadaqah atas nama orang-orang yang anda dikasihi baik kerabat anda dan yang lainnya, apabila mereka muslim, juga berdo’a untuk mereka, berhaji dan ber-umrah atas nama mereka. Adapun shalat atas nama mereka, thawaf atas nama mereka dan membaca al-Qur’an untuk mereka, yang lebih utama adalah meninggalkannya karena ketiadaan dalil atas hal tersebut, dan sungguh sebagian ahlul ilmi memperbolehkan yang demikian sebagai qiyas atas shadaqah dan do’a, namun yang lebih tepat adalah meninggalkan yang demikian. Wabillaahit Tawfiiq. [] [3]

CATATAN KAKI :
[1] Lihat : Majmu’ Fatawa ‘Abdul ‘Aziz bin Baz [4/340]
[2] Lihat : Ibid [4/348].
[3] Lihat : Ibid [4/334].


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

DALIL TAHLILAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا