Langsung ke konten utama

IBNU TAIMIYYAH BICARA MASALAH KEUTAMAAN (AFDLALIYAH)



||| IBNU TAIMIYYAH BICARA MASALAH KEUTAMAAN (AFDLALIYAH) |||
Ibnu Taimiyyah Hanya Bicara Soal Keutamaan (Afdlaliyah) Bukan Membid’ahkan. Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang mana yang lebih utama (afdlal) antara menghadiahkan pahala kepada orang tua atau kepada kaum Muslimin. Dalam  hal ini, pembahasan Ibnu Taimiyah hanya menguraikan masalah keutamaan. Berikut adalah redaksinya :
سئل: عمن يقرأ القرآن العظيم، أو شيئا منه، هل الأفضل أن يهدي ثوابه لوالديه، ولموتى المسلمين؟ أو يجعل ثوابه لنفسه خاصة؟
“Ibnu Taimiyah ditanya tentang orang yang membaca al-Qur’an al-‘Adhim atau sebagian dari al-Qur’an, apakah lebih utama (afdlall) agar menghadiahkan pahalanya kepada kedua orang tuanya, dan kepada orang muslim yang wafat ? atau hanya menjadikan pahalanya untuk dirinya sendiri saja ?
الجواب: أفضل العبادات ما وافق هدي رسول الله - صلى الله عليه وسلم - وهدي الصحابة، كما صح عن النبي - صلى الله عليه وسلم - أنه كان يقول في خطبته: «خير الكلام كلام الله، وخير الهدي هدي محمد، وشر الأمور محدثاتها، وكل بدعة ضلالة» . وقال - صلى الله عليه وسلم -: خير القرون قرني، ثم الذين يلونهم
Jawab : Ibadah-ibadah yang lebih utama adalah yang sesuai dengan pentunjuk Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dan petunjuk para sahabat, sebagaimana telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam yang mana beliau bersabda didalam khutbahnya : "sebaik-baiknya perkataan adalah Kalamullah dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad, sedangkan seburuk-buruknya perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid'ah itu sesat", Nabi shallallahu 'alayhi wa salam juga bersabda : "sebaik-baiknya qurun (generasi) adalah kurun-ku, kemudian yang datang setelah mereka".
وقال ابن مسعود: من كان منكم مستنا فليستن بمن قد مات؛ فإن الحي لا تؤمن عليه الفتنة، أولئك أصحاب محمد
Ibnu Ma'sud berkata : barangsiapa diantara kalian yang ingin mengikuti petunjuk, maka ambillah petunjuk dari orang-orang yang sudah mati. Karena orang yang masih hidup tidaklah aman dari fitnah. Mereka yang harus diikuti adalah para sahabat Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam
فإذا عرف هذا الأصل. فالأمر الذي كان معروفا بين المسلمين في القرون المفضلة، أنهم كانوا يعبدون الله بأنواع العبادات المشروعة، فرضها ونفلها، من الصلاة، والصيام، والقراءة، والذكر، وغير ذلك وكانوا يدعون للمؤمنين والمؤمنات، كما أمر الله بذلك لأحيائهم، وأمواتهم، في صلاتهم على الجنازة، وعند زيارة القبور، وغير ذلك
Maka apabila telah diketahui pondasi (pokok) ini, maka perkara yang telah ma’ruf diantara kaum muslimin pada qurun mufadldlalah (penuh karunia), bahwa mereka beribadah kepada Allah dengan berbagai macam ibadah yang masyru’, baik fardlu maupun nafilah (sunnah), seperti shalat, puasa, qiraa’ah (membaca al-Qur'an), dzikir dan yang lainnya, mereka berdo’a untuk mukminin dan mukminat, sebagaimana Allah perintahkan dengan hal itu untuk orang-orang yang hidup dan orang mati, baik didalam shalat jenazah juga ketika ziarah kubur dan yang lainnya.
وروي عن طائفة من السلف عند كل ختمة دعوة مجابة، فإذا دعا الرجل عقيب الختم لنفسه، ولوالديه، ولمشايخه، وغيرهم من المؤمنين والمؤمنات، كان هذا من الجنس المشروع. وكذلك دعاؤه لهم في قيام الليل، وغير ذلك من مواطن الإجابة
Telah diriwayatkan dari sekelompok salafush shaleh dimana setiap kali khatam (al-Qur’an) merupakan waktu do’a yang di ijabah, maka apabila seseorang berdo’a mengiringi khatmil Qur’an untuk dirinya sendiri, kedua orang tuanya, masyayikh-nya dan yang lainnya seperti mukminin dan mukminaat, hal ini merupakan termasuk dari jenis ibadah yang masyru’, dan sebagaimana juga do’anya untuk mereka ketika qiyamul lail (shalat malam), dan yang lainnya seperti momen-momen yang di ijabah
وقد صح عن النبي - صلى الله عليه وسلم -: أنه أمر بالصدقة على الميت، وأمر أن يصام عنه الصوم. فالصدقة عن الموتى من الأعمال الصالحة، وكذلك ما جاءت به السنة في الصوم عنهم. وبهذا وغيره احتج من قال من العلماء: إنه يجوز إهداء ثواب العبادات المالية، والبدنية إلى موتى المسلمين. كما هو مذهب أحمد، وأبي حنيفة، وطائفة من أصحاب مالك، والشافعي
Dan telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bahwa beliau memerintahkan bershadaqah untuk mayyit dan puasa untuk mayyit. Shadaqah untuk mayyit termasuk dari amal-amal shalih, dan demikian juga perkara yang berasal dari sunnah tentang puasa untuk mereka, dan berdasarkan hal ini serta berdasarkan yang lainnya sebagian ulama berhujjah : bahwa boleh menghadiahkan (memberikan) pahala ibadah-ibadah maliyah dan badaniyah kepada orang muslim yang meninggal, sebagaimana itu adalah madzhab Ahmad, Abu Hanifah dan sekelompok ulama dari Ashhab Malikk dan asy-Syafi’i
فإذا أهدي لميت ثواب صيام، أو صلاة، أو قراءة، جاز ذلك، وأكثر أصحاب مالك، والشافعي يقولون: إنما يشرع ذلك في العبادات المالية، ومع هذا لم يكن من عادة السلف إذا صلوا تطوعا، وصاموا، وحجوا، أو قرءوا القرآن. يهدون ثواب ذلك لموتاهم المسلمين، ولا لخصوصهم، بل كان عادتهم كما تقدم، فلا ينبغي للناس أن يعدلوا عن طريق السلف، فإنه أفضل وأكمل. والله أعلم.
Maka (oleh karena itu), apabila puasa, shalat dan qiraa’ah di hadiahkan untuk mayyit maka itu boleh, namun kebanyakan Ashhab Malik dan Ashhab asy-Syafi’i mengatakan : sesungguhnya yang demikian disyariatkan pada ibadah-ibadah maliyah saja, dan bersamaan hal ini tiada dari kebiasaan salafush shaleh ketika mereka shalat sunnah, puasa, haji atau membaca al-Qur’an kemudian menghadiahkan pahala yang demikian untuk orang-orang mati diantara mereka yang muslim, tidak pula kepada orang-orang khusus diantara mereka, bahkan itu menjadi kebiasaan mereka sebagaimana (pemaparan) sebelumnya, maka tidak sepatutnya bagi manusia untuk mengadili dari jalan shalafush shaleh, sebab itu lebih utama (afdlaliyah) dan lebih sempurna. Wallahu A’lam. []  [1]

CATATAN KAKI :
[1] Lihat : Ibid [3/37-38]. Ada juga hal menarik yang berasal dari Majmu’ Fatawa Ibnu    Taimiyah mengenai pertanyaan yang di ajukan kepada Ibnu Taimiyah, yang mana pertanyaan tersebut “mirip” dengan kegiatan majelis dzikir berupa tahlilan beserta bacaannya seperti tasbih, tahmid, takbir, tahlil dan sebagainya :
وسئل: عن رجل ينكر على أهل الذكر يقول لهم: هذا الذكر بدعة وجهركم في الذكر بدعة وهم يفتتحون بالقرآن ويختتمون ثم يدعون للمسلمين الأحياء والأموات ويجمعون التسبيح والتحميد والتهليل والتكبير والحوقلة ويصلون على النبي صلى الله عليه وسلم والمنكر يعمل السماع مرات بالتصفيق ويبطل الذكر في وقت عمل السماع. فأجاب: الاجتماع لذكر الله واستماع كتابه والدعاء عمل صالح وهو من أفضل القربات والعبادات في الأوقات ففي الصحيح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: {إن لله ملائكة سياحين في الأرض فإذا مروا بقوم يذكرون الله تنادوا هلموا إلى حاجتكم} وذكر الحديث وفيه {وجدناهم يسبحونك ويحمدونك} لكن ينبغي أن يكون هذا أحيانا في بعض الأوقات والأمكنة فلا يجعل سنة راتبة يحافظ عليها إلا ما سن رسول الله صلى الله عليه وسلم المداومة عليه في الجماعات؟ من الصلوات الخمس في الجماعات ومن الجمعات والأعياد ونحو ذلك. وأما محافظة الإنسان على أوراد له من الصلاة أو القراءة أو الذكر أو الدعاء طرفي النهار وزلفا من الليل وغير ذلك: فهذا سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم والصالحين من عباد الله قديما وحديثا
“Ibnu Taimiyah ditanya tentang seorang laki-laki yang mengingkari ahli dzikir, dimana ia mengatakan kepada mereka (ahli dzikir) “ini dzikir bid’ah dan menyaringkan suara didalam dzikir kalian juga bid’ah”. Mereka (ahli dzikir) memulai dan menutup dzikirnya dengan membaca al-Qur’an, kemudian mereka berdo’a untuk kaum muslimin yang hidup maupun yang mati, mereka mengumpulkan antara bacaan tasybih, tahmid, tahlil, takbir, hawqalah [Laa Hawla wa Laa Quwwata Ilaa Billah], mereka juga bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam.. .
Jawab : Berkumpul untuk dzikir kepada Allah, mendengarkan Kitabullah dan do’a merupakan amal shalih, dan itu termasuk dari paling utamanya qurubaat (amal mendekatkan diri kepada Allah) dan paling utamanya ibadah-ibadah pada setiap waktu, didalam hadits Shahih dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, bahwa beliau bersabda : “sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang selalu bepergian di bumi, ketika mereka melewati sebuah qaum (perkumpulan) yang berdzikir kepada Allah, mereka (para malaikat) berseru : “silahkan sampaikan hajat kalian”. dan disebutkan didalam hadits tersebut, terdapat redaksi “dan kami menemukan mereka sedangkan bertasbih kepada-Mu dan bertahmid (memuji)-Mu”, akan tetapi selayaknya ha ini di hidupkan kapan saja dan dimana saja, tidak dijadikan sebagai sunnah ratibah yang dirutinkan kecuali apa yang disunnahkan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam yang berketerusan dalam jama’ah ? seperti shalat 5 waktu (dilakukan) dalam jama’ah, hari raya dan semisalnya. Adapun umat Islam memelihara rutinitas wirid-wirid baginya seperti shalawat atau membaca al-Qur’an, atau mengingat Allah atau do’a pada seluruh siang dan sebagian malam atau pada waktu lainnya, maka hal ini merupakan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, orang-orang shalih dari hamba-hamba Allah sebelumnya dan sekarang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

DALIL TAHLILAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا