Al Quran Di Lantai Bawah
Hasil Bahts Masail PWNU Jatim 1990 di PP. Darussalam Banyuwangi
Deskripsi Masalah
Ada bangunan
bertingkat, misalnya asrama pondok pesantren dan masing-masing tingkat itu
dihuni oleh penghuni dan diruang bawah ada mushaf al-qur’an dan atau kitab-kitab agama
islam (hadits) dan lain-lain, sedang penghuni ruangan atas mengetahui bahwa di
ruang bawah ada mushaf
al-qur’an dan kitab-kitab lain yang wajib dimulyakan.
Pertanyaan:
Apakah penghuni
ruang atas termasuk “ihana” pada mushaf
al-qur’an dan atau kitab-kitab Islam lainya? Kalau termasuk “ihana” begaimana
jalan keluarnya?
Jawaban:
Tidak termasuk
“ihanah (pelecehan)” karena sudah dipisahkan oleh lantai
Dasar Pengambilan Hukum:
1. Al-Jamal 'Ala al-Manhaj, Juz I, Hlm. 75
(مَسْأَلَةٌ)
وَقَعَ السُّؤَالُ عَنْ خِزَانَتَيْنِ مِنْ خَشَبٍ إحْدَاهُمَا فَوْقَ اْلأُخْرَى
كَمَا فِي خَزَائِنِ مُجَاوِرِي الْجَامِعِ اْلأَزْهَرِ وُضِعَ الْمُصْحَفُ فِي
السُّفْلَى فَهَلْ يَجُوْزُ وَضْعُ النِّعَالِ وَنَحْوِهَا فِي الْعُلْيَا
فَأَجَابَ م ر بِالْجَوَازِ؛ ِلأَنَّ ذَلِكَ لاَ يُعَدُّ إخْلاَلاً بِحُرْمَةِ
الْمُصْحَفِ قَالَ بَلْ يَجُوْزُ فِي الْخِزَانَةِ الْوَاحِدَةِ أَنْ يُوضَعَ
الْمُصْحَفُ فِي الرَّفِّ اْلأَسْفَلِ وَنَحْوُ النِّعَالِ فِي رَفٍّ آخَرَ
فَوْقَهُ اهـ
"(Masalah) terdapat pertanyaan mengenai dua almari yang terbuat dari
kayu. Almari yang satu terletak diatas almari yang lain sebagaimana
almari-almari yang terletak disekitar universitas al-Azhar. Meletakkan
al-Qur’an pada almari bagian bawah maka apakah diperbolehkan meletakkan sandal
atau sejenisnya pada almari bagian atas. Ar-Romli menjawab atas
diperbolehkannya hal tersebut karena bukan termasuk meninggalkan penghormatan
terhadap al-Qur’an. Dia berkata, “Bahkan diperbolehkan dalam satu almari pada
bagian rak bawah diletakkan al-Qur’an dan pada rak bagian atas diletakkan
sandal atau sejenisnya".
2. I'anatu
al-Thalibin, Juz I, Hlm. 67
(فَائِدَةٌ)
وَقَعَ السُّؤَالُ فِي الدَّرْسِ عَمَّا لَوْ جَعَلَ الْمُصْحَفَ فِيْ خُرْجٍ أَوْ
غَيْرِهِ وَرُكِّبَ عَلَيْهِ هَلْ يَجُوزُ أَمْ لاَ؟ فَأَجَبْتُ عَنْهُ بِأَنَّ
الظَّاهِرَ أَنْ يُقَالَ فِي ذَلِكَ إنْ كَانَ عَلَى وَجْهٍ يُعَدُّ إزْرَاءً بِهِ
كَأَنْ وَضَعَهُ تَحْتَهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَرْذَعَةِ، أَوْ كَانَ مُلاَقِيًا
ِلأَعْلَى الْخُرْجِ مَثَلاً مِنْ غَيْرِ حَائِلٍ بَيْنَ الْمُصْحَفِ وَبَيْنَ
الْخُرْجِ وَعُدَّ ذَلِكَ إزْرَاءً لَهُ كَكَوْنِ الْفَخِذِ صَارَ مَوْضُوْعًا
عَلَيْهِ حَرُمَ وَإِلاَّ فَلاَ.
"Terdapat sebuah pertanyaan dalam sebuah pembelajaran. Seandainya
sebuah mushaf
diletakkan diatas pelana kemudian dinaiki apakah boleh atau tidak?. Jawaban
saya dari pertanyaan tersebut adalah: "Kelihatannya hal tersebut termasuk
penghinaan, seperti meletakkan muschaf di bawahnya, antara dia dan alas pelana,
atau meletakkan mushaf
menempel pada bagian atas pelana tanpa adanya penghalang antara muschaf dengan
pelana. Dan hal tersebut termasuk penghinaan, sebagaimana meletakkan muschaf di
atas paha maka hukumnya haram, jika tidak maka tidak haram".
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik