Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

Nitip Barang Di Toko

  Karena perkembangan produksi dan perusahaan yang begitu pesat, maka pemasarannya pun lebih sulit. Sehingga untuk memperbanyak pelanggan, banyak sekali cara yang ditempuh diantaranya perusahaan tersebut menitipkan barang di toko-toko untuk dijualkan, dan perusahaan memberi tarif harga penjualan sedangkan toko atau pelanggan bebas untuk memberi tarif penjualan. Pertanyaan : a. Dikatakan transaksi apakah sistim tersebut ?. b. Apakah wajib dizakati peruntungan yang diperoleh pihak toko  (F. Qorib PP. MUS Sarang Rembang) Jawaban a : Tafsil : 1.       Bila masalah keuntungan tersebut tidak disebut didalam akad, maka termasuk akad WAKALAH SHOHIHAH (Perwakilan yang sah/benar) 2.       Bila masalah keuntunagn di sebut dalam akad, maka termasuk WAKALAH FASIDAH (Perwakilan yang tidak sah/rusak) Referensi : 1.       Al Yaqut An- Nafis  Hal. 97 2.       Bughyatul Mustarsyidin Hal. 151 3.       Qulyubi Juz II  Hal. 262 1-وفى الياقوت النفيس للسيد عمر الشاطرى ما

Warisan Ilmu Kejawen

Dalam usia yang lanjut, si A sakit keras ( marodlul maut ). Dimasa muda dia pernah mengamalkan ilmu kejawen (ilmu Jawa). Yang mana sebab itu dia tidak mati-mati kecuali dengan melanggar pantanganya dan dia pernah berwasiat kepada ahli warisnya “ Kalau saya sakit keras dalam usia yang sudah lanjut, tolong ambil daun sirih dan jatuhkan tepat pada ubun-ubun saya “. Pertanyaan : a. Bagaimana tindakan ahli waris si A, haruskah wasiat tersebut dilaksanakan ? a.     Seandainya wasiat tersebut dilaksanakan atas persetujuan semua ahli waris, bagaimana hukum si pelaku beserta yang menyetujui? b.     Bagaimana hukumnya mempelajari, mengajarkan dan mengamalkan ilmu tersebut, padahal sudah tahu akibatnya ? ( PP Mamba’ul Uluum Pakis Tayu ) Jawaban a :  Tafsil : a.        Bila ada seorang ahli dalam ilmu tersebut yang tsiqoh (dapat dipercaya) yang mengatakan bahwa tindakan tersebut tidak mematikan akan tetapi hanya sekadar memudahkan keluarnya nyawa, maka wasiat boleh dilaksa

standar hitungan sebuah tafsir

     Tafsir Al Qur-an yang banyak muncul  belakangan ini, seperti terbitan Jiddah / terbitan timur tengah lainnya sangat beragam bentuknya. Ada yang penulisannya disendirikan diluar garis, ada pula yang dibawah dari tulisan Al Qur-an nya. Cara penulisannya pun berbeda-beda, ada yang tidak diulangi ayatnya, ada pula yang diulangi ayatnya baru kemudian ditafsiri . Pertanyaan : a.        Apakah yang dijadikan standar hitungan sebuah tafsir yang sehingga dapat dikatakan lebih banyak tafsirnya atau lebih banyak Al Qur-annya ?. b.       Apakah ayat yang diulangi tersebut juga dihitung sebagai Al- Qur-an yang dapat mempengaruhi banyaknya ayat ?. c.        Jika bentuk tafsirnya sangat kecil sekali, sehingga yang nampak hanya Al Qur-annya, apakah sama statusnya ?. d.       Aapakah terjemah yang ditulis dengan huruf selain Arab (bahasa Indonesia) dikategorikan tafsir ?. (PP. Lirboyo Kediri)   Jawaban a: Yang dijadikan standarnya adalahnya jumlah huruf. Kalau Al Qur-an men