Front Pembela Islam (FPI) dituntut untuk dibubarkan. Berita inilah yang
lagi hangat diekspos oleh media nasional baik cetak maupun elektronik. Tuntutan
tersebut menyeruak pasca tragedi di silang Monas 1 Juni. FPI yang sebelumnya
berunjuk rasa menuntut pemerintah agar segera mengeluarkan SKB pembubaran
Ahmadiyah tiba-tiba terlibat aksi saling pukul dengan massa Aliansi Kebangsaan
untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). Polemik pun tidak dapat
dihindarkan mulai tuntutan agar FPI dibubarkan hingga menyikapi kesesatan
aliran Ahmadiyah yang banyak negara Islam dan organisasi Islam dunia seperti
Rabithah 'Alam Islami memfatwakan kafir (keluar dari Islam) karena menafikan khatam al-nubuwwah dan tahrif Al-Qur'an. Namun sebagian tokoh
NU yang justru pro Ahmadiyah berstatemen bahwa orang-orang yang mengucapkan
syahadatain dan meyakini rukun Iman tidak boleh dikatakan murtad meskipun
melawan ijma' dan syari'ah yang ma'luman
min al-diin bi al-dlarurat atau menafsiri Al-Qur'an dengan metodetafsir
hermeneutika.
Pertanyaan :
a. Apa
justifikasi syara' menyikapi metode amar makruf dan nahi munkar yang dilakukan
FPI?
b. Bagaimana
sikap kita terhadap kelompok yang ingin membubarkan FPI?
a.
Adakah qaul yang menyatakan tentang keabsahan
perkataan tersebut ?
M 3 S
Jawaban
Metode FPI dibenarkan,
karena secara metodologi sudah sesuai prosedur amar ma'ruf nahi munkar dalam
Islam. Namun tindakan anrkis sebagian oknum FPI yang menyalahi undang-undang
FPI (1) dan yang tidak sesuai dengan syara' tidak dibenarkan.
(1). Prosedur Amar Ma'ruf
Nahi Munkar FPI
Sumber : Buku "Dialog FPI, Amar Ma'ruf Nahi
Munkar"
Penulis : Habib Muhammad Rizieq Bin Husein
Syihab (Ketua FPI)
Penerbit : PUSTAKA IBNU SIDAH
Sesuai dengan pola FPI
tersebut, maka mekanisme perjuangan Amar Ma'ruf Nahi Munkar yang diletakkan
organisasi ialah:
1.
Pengambilan Keputusan Berdasarkan Syari'at Islam
Untuk mengambil suatu keputusan, apalagi
berkaitan dengan Amar Ma'ruf Nahi Munkar, seperti melakukan tindakan tegas
terhadap maksiat, maka fpi harus mengkajinya terlebih dahulu dalam laboratorium
syariat. Disini semua bahan keputusan digodok oleh para ahli secara ilmiah dan
profesional dibawah naungan Al Qur'an dan Assunnah serta sumber-sumber Ijtihad
lainnya.
2.
Pelaksanaan Keputusan Dengan Menempuh Prosedur Hukum Formal Negara Terlebih
Dahulu
Ini dalam rangka menghadapi jebakan melawan hukum
negara untuk memelihara kesinambungan organisasi, khususnya menyangkut gerakan
fisik dalam melawan kemungkarann.
Prosedur hukum formal ini meliputi:
a. Menghinpun fakta dan data
sebagai bukti hukum adanya kemungkaran yang melangar hukum agama dan hukum
negara.
b. Menghimpun dukungan konkrit
masyaraklat sekitar yang telah diganggu dan dirugikan oleh kemungkaran tersebut.
c. Membuat pelaporan dan
tuntutan keseluruhan instansi negara yang berwenang baik eksekutif, legeslatif
maupun yudikatif sesuai dengan tingkat
wilayah permasalahan.
3.
Penggunaan Dan Pemanfaatan Kekuatan Umat Saat Prosedur Mulai Buntu
Pada saat prosedur hukum formal negara menemui
jalan buntu dan penegaakkan Amar Ma'ruf Nahi Munkar sudah tidak bisa, tidak
harus segera dilaksanakan, berbagai pertimbangan telah dilakukan dengan cermat
sesuai syari'at, maka FPI akan mengambil tindakan tegas dengan melibatkan segenap
komponen umat.
Sehubungan dengan mekanisme perjuangan diatas,
maka FPI membagi wilayah sasaran aksi Amar Ma'ruf Nahi Munkar menjadi sua:
a. Wilayah Aksi Ma'ruf
Yaitu wilayah yang padat maksiat dan didukung
oleh masyarakat setempat atau setidaknya masyarakat tersebut tidak merasa
terganggu dengan kemaksiatan yang ada. Diwilayah ini FPI tidak boleh melakukan
aksi melawan maksiat, karena hanya akan menciptakan benturan dengan masyarakat
yang memang pada dasarnya belum memiliki kesadaran beragama yang baik. Untuk
menghindarkan konflik horisontal anatar masyarakatm maka FPI berkewajiban
melakukan Amar Ma'ruf dengan menyemarakkan da'wah di wilayah semacam ini, untuk
menyadarkan umat dari bahaya maksiat.
b. Wilayah Aksi Nahi Munkar
Yaitu wilayah yang padat maksiat dan ditolak oleh
masyarakat setempat atau setidaknya masyarakat tersebut sudah diresahkan dan
diganggu oleh aktifitas kemaksiatanyang ada. Diwilayah ini FPI berkewajiban
mendorong dan membantu masyarkat setempat secara optimal untuk menindak tegas segala
kemaksiatan yang ada, karena tingkat kesadaran beragama masyarakat setempat
relatif baik. Peran FPI disini sebagai pelayan umat dalam melakukan Nahi
Munkar.
Dan sehubungan dengan mekanisme perjuangan
organisasi, maka FPI memandang perlu untuk menggariskan tertib aksi Amar Ma'ruf
Nahi Munkar sebagaimana telah digariskan syari'at yang pelaksanaannya
mengutamakan tertib secara berurutan, dengan tetap memegang ketentuan
"Mengutamakan kelembutan daripada ketegasan"
1.
Tertib Aksi Amar Ma'ruf
Alloh Subhhanahu Wata'ala berfirman:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ [النحل/125]
"Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang telah
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Berdasarkan
ayat ini maka Tertib Amar Ma'ruf yang digariskan FPI ialah:
a. Berda'wah
dengan hikmah (ilmu dan amal)
b. Berda'wah
dengan nasihat yang baik
c. Dialog
dan diskusi
Urutan ini begitu
indah. Da'wah dengan ilmu dan amal adalah pondasi da'wah. Metode da'wah dalam
bentuk apapun harus berdiri atas ilmu dan amal. Artinya, mustahil keberhasilan
dari suatu metode da'wah tanpa ilmu dan amal.
Da'wah dengan nasihat
yang baik juga bergantung kepada ilmu dan amal. Artinya, mustahil suatu nasihat
dikatakan baik bila dating dari kebodohan, karena nasihat yang baik hanya
dating dari ilmu. Suatu nasihat sulit dibayangkan bisa punya pengaruh bila
sipemberi nasihat bukan orang yang beramal baik.
Begitu pula Da'wah
dengan dialog dan diskusi sangat bergantung kepada ilmu dan amal. Tanpa ilmu
maka diskusi akan berubah menjadi debat kusir yang tiada arti. Tanpa amal maka
diskusi dan dialog akan berubah menjadi ajang debat kemunafikan.
Da'wah dengan nasihat
yang baik lebih didahulukan aripada da'wah dengan dialog dan diskusi. Karena
tidak perlu membuang waktu untuk dialog dan diskusi. Jika dengan nasihat saja
sudah bisa membuahkan hasil da'wah yang sempurna.
Memang, dialog dan
diskusi menjadi sangat penting pada nasihat yang baik membentuk hati yang keras
akal yang picik sehingga kebuntuan karenanya sulit mencapai keberhasilan.
Apalagi dizaman yang penuh kemunafikan dan kekufuran, banyak orang dengan dalih
"Bersikap kritis" memutar balikkan hujjah dan dalil untuk membenarkan
sikapnya dalam menolak berbagai ketentuan syari'at, maka dialog dan diskusi
memainkan peranan penting da'wah.
2.
Tertib Aksi Nahi Munkar
Rosululloh SAW. bersabda
من رائ منكم منكرا
فاليغير بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
"Barang siap diantara
kamu melihat suatu kemunkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya,
dan jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika ia tidak mampu maka
dengan hatinya, dan itulah lemah-lemahnya iman".
Dari pemaparan hadits
diatas pula bahwasanya tertib Nahi Munkar yang digariskan FPI adalah sbb;
a.
Nahi Munkar dengan
tangan/tenaga/kekuatan/kekuasaan
b.
Nahi Munkar dengan lisan
c.
Nahi Munkar dengan hati/sikap
Perlu
dicatat bahwa Nahi Munkar dengan tangan haruslah sudah mencakup Nahi Munkar
dengan hati dan lisan. Artinya, bahwa Nahi Munkar dengan tangan pada prakteknya
tetap harus didahului Nahi Munkar dengan hati dan lisan. Hal ini untuk menjaga
ketentuan baku "mengedepankan kelembutan daripada ketegasan"
Nahi Munkar dengan
hati adalah perjuangan kaum lemah yang memang tidak memiliki kekuatan lisan,
apalagi tangan. Nahi Munkar dengan hati pada prakteknya harus dilakukan secara
spontan, bersamaan didapatkannya kemunkaran. Implementasinya dalam bentuk
penunjukan sikap tidak suka kepada maksiat dan pelakunya. Imam Abi Thalib
pernah mengatakan;
أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم ان نلقي اهل المعاصى بوجوه مكفهرة
"Rosululloh
memerintahkan kami agar menjumpai ahli maksiat dengan wajah masam"
Uangkapan tersebut
dinukilkan oleh DR. Muhammad Fa'iz Al-Math dari kitab Qabasan Minnuuri Muhammad
Sollallohu 'Alaihi Wasallam, bab 31 pasal 14, yang bersumber dari riwayat Imam
Atthohawi rhm.
Masih berhubungan
dengan mekanisme perjuangan tersebut diatas, maka markas besar lascar pembela
Islam (Mabes LPI),sebagai ujung tombak aksi perjuangan moral FPI, sejak awal
pembentukannya telah meletakkan prosedur standart gerakan anti maksiat bagi lascar
FPI yaitu; "Dilarang melanggar hukum agama dan hukum Negara"
Secara umum prosedur
standart tersebut direspon dengan baik oleh seluruh posko kelaskaran FPI dan
merekapun memberi berbagai masukan ke Mabes LPI untuk dibuatkan petunjuk
pelaksanaan (Juklak) bagi prosedur tadi. Juklak tersebut dimaksudkan agar
supaya tidak terjadi salah tafsir atas prosedur standar. Setidaknya ada
persamaan persepsi antar posko kelaskaran FPI diseluruh Indonesia dalam
menerjemahkan prosedur standar kedalam aktifitas gerakan Amar Ma'ruf Nahi
Munkar.
Akhirnya, disepakati Jukak prosedur standard gerakan
anti maksiat bagi lascar FPI Sbb;
A.
Prosedur Menutup Tempat Maksiat Illegal (Tanpa Izin Pemerintah);
1. Kirimkan
surat protes dan peringatan keras kepada pemilk/penguasa tempat maksiat
tersebut, dengan tembusan ke Lurah/camat,Bimas/Kapolsek, Babinsa/Danramil, dan
Ulama' sebagai pemberitahuan, serta Mabes LPI sebagai laporan.
2. bila
tidak ditanggapi dalam waktu sekurang-kurangnya satu minggu dan
selambat-lambatnya satu bulan, maka libatkan masyarakat setempat untuk
mengambil inisiatif lain dalam upaya menutup tempat maksiat tersebut yangdalam
pelaksanaannya wajib koordinasi dengan Mabes LPI dan aparat pemerintah atau
keamanan yang berwenang.
B.
Prosedur Menutup Tempat Maksiat Legal (Resmi Dengan Izin Pemerintah)
1. Kirimkan
surat protes dan tuntutan pertama kepada Lurah, dengan tembusan ke
pemilik/penguasa tempat maksaiat tersebut, Binmas, Babinsa, dan Ulama',
kelurahan setempat, serta Mabes LPI sebagai laporan dan pemberitahuan.
2. Bila
setelah satu minggu atau satu bulan tidak ditanggapi, maka kirimkan surat
protes dan tuntutan kedua ke Camat dengan tembusan ke Pemilik atau penguasa
tempat maksiat tersebut, Kapolsek, Danramil, dan Ulama' kecamatan setempat
serta Mabes LPI sebagai laporan dan pemberutahuan (dilapmpirkan surat pertama).
3. Bila
setelah satu minggu/satu bulan tidak ditangapi, maka kirmkan surat protes dan
tuntutan ke Tiga ke Walikota/Bupati, dengan tembusan ke pemilik/penguasa tempat
maksiat tersebut,DPRDtk II, Kapolres, Dandim, dan ulam' kota madya/ kabupaten
setempat, serta Mabes LPI sebagai laporan dan pemberitahuan (dilapmirkan surat
pertama dan kedua)
4. Bila
setelah satu minggu atau satu blan tidak ditanggapi, maka kirimkan surat surat
protes dan tuntutan ke tiga ke Walikota/Bu[pati, dengan tembusan ke
pemilik/penguasatempat maksiat tersebut, DPRD tk II, Kapolwil, Kapolda, Danrem,
Pangdam, dan ulama' propinsi setempat serta Mabes LPI sebagai laporan dan
pemberitahuan. (dilampirkan surat pertama, kedua, ketiga).
5. Bila
setelah satu minggu/ satu bulan tidak ditanggapi, maka libatkan masyarakat
setempat untuk mengaambil inisiatif lain dalam upaya menutup temapt maksiat
tersebut yang dalam pelaksanaannya wajib koordinasi dengan Mabes LPI dan aparat
pemerintah/ keamanan yang berwenang.
C.
Prosedur Administrasi
1. Setiap
surat yang dikirim harus ada tanda terima dan dibuat arsipnya untuk disimpan
dengan baik
2.
Setiap surat yang dikirim harus lampirkan dengan
foto copy pernyataan masyarakat setempat tentang ketidaksetujuan mereka dengan
keberadaan tempat maksiat tersebut dan silengkapi dengan tanda tangan mereka
sebanyak-banyaknya. Adapun aslinya disimpan sebagai arsip
3.
Setiap surat yang dikirim harus dilampirkan
dengan bukti adanya kemaksiatan ditempat maksiat tersebut. Seperti foto/film
tentang transaksi maksiat yang terjadi didalamnya atau bukti lainnya
4.
Setiap surat yang dikirim dianjurkan untuk
ditembuskan pula ke pers, baik media massa cetak maupun elektronik untuk
kepentingan publikasi dalam pembentukan opini
5.
selama proses pengiriman surat berlangsung
dianjurkan umtuk melakukan penggalangan opini anti maksiat lewat tabligh,
diskusi, lewat pers, pamphlet, dpanduk, stikier dan bentuk publikasi lainnya
yang disebarluaskan masyarakat setempat, jika perlu gelar aksi demo damai ke
tempat maksiat tersebut dan intansi terkait
D.
Prosedur Internal Menutup Tempat Maksiat
1. Ada
kesepakatan antara ro'is, amir, dan qoid kelaskaran FPI setempat
2. Ada
restu DPC/DPW FPI setempat
3. Ada
koordinasi dengan mabes FPI
E.
Larangan dalam prosedur standart
1. Dilarang
memeras, merampas, menjarah, merusak, membakar, menganiaya dan membunuh
2. Dilarang
mengganggu orang ataupun pihak myang tidak bersalah
3. Dilarang
melakukan penipuan, penghinaan, dan pelecehan serta bentuk kemaksiatan
4. Dilarang
menggunkan senjata tajam/api, bahan baker/peledak
F.
Prosedur Membela Diri
1. Melumpuhkan
lawan dengan cara yang paling ringan resikonya
2. Setelah
dilumpuhkan wajib menyerahkannya ke aparat yang berwenang
3. Bila
terpaksa sekali maka dengan cara yang paling tegas dank eras, itupun hanya
dalam konteks bela paksa (Noodweer) atau beladiri (Overmatch)
G.
Sangsi Pelanggaran Prosedur
Barang siapa dari
aktivis FPI yang dengan sengaja melanggar prosedur tersebut diatas, maka:
1. Mabes
FPI tidak bertanggungjawab secara hokum atas segala sepak terjanagnya
2. Si
pelanggar akan dikenakan sanksi organisasi yang bentuk dan jenisnya disesuaikan
dengan kadar dan kesalahan
3. Bagi
pelanggar pidana maka mabes FPI akan menyerahkannya kepada yang erwenang
H.
Prosedur Menangani Resiko Aksi
1. Bila
dalam aksi lascar FPI yang sesuai dengan prosedur mengakibatkan adanya aktivis
FPI yang berurusan dengan aparat penegak hukum, maka mabes FPI berkewajiban
melakukan upaya pembelaan hokum secara professional, baik dalam hal litigasi
maupun advokasi
2. Bila
aktifis lascar FPI tersebut harus ditahan/penajara sebagai bagian dari resiko
perjuangan, maka segenap aktivis laskar FPI berkewajiban untuk senantiasa
memperhatikan kodisinya, serta berkewajiban membantu keluarga yang menjadi
tanggungannya selama yang bersangkutan melaksanakan hukuman. Teknis pelksanaan
dari semua itu harus diatur oleh mabes FPI
3. Bila
terjadi korban jiwa dari barisan laskar FPI, maka segenap aktivis laskar FPI
berkewajiban untuk ikut serta dalam mengurus jenazahnya (memandikan, mengafani,
mensholati, mengubur) serta membantu secara moril maupun materiil bagi keluarga
korban, dan ikut serta mengirimkan do'a bagi
korban. Mabes FPI wajib mencari tahu pelaku pembunuhan terhadap
anggotanya, untuk kemudian mengejar, manangkap dan menyerahkannya kepada hokum,
atau bila terpaksa menindaknya dengan tegas dank eras setimpal dengan
perbuatannya dalam konteks bela paksa (Noodweer) atau beladiri (Overmatch)
4. Bila
dalam waktu tersebut menimbulkan kerugian di pihak ketiga, yang tidak bersalah
dan tidak ada kaitan dengan kemaksiatan yang ada, sebagai ekses kejadian di
lapangan yang terkadang tidak terkendali tidak terkendali dan tanpa disengaja,
maka mabes FPI berkewajiban meminta maaf serta mengganti rugi kepada pihak yang
bersangkutan, dan oknum FPI yang berbuat harus bertangggungjawab.
إحياء علوم الدين - (ج 2 / ص 152)
وشرح القول في هذا أن الحسبة
لها خمس مراتب - كما سيأتي - أولها: التعريف، والثاني: الوعظ بالكلام اللطيف،
والثالث: السب والتعنيف، ولست أعني بالسب الفحش بل أن يقول: يا جاهل، يا أحمق ألا
تخاف الله، وما يجري هذا المجرى، والرابع: المنع بالقهر بطريق المباشرة ككسر
الملاهي، وإراقة الخمر، واختطاف الثوب الحرير من لابسه، واستلاب الثوب المغصوب
منه، ورده على صاحبه. والخامس: التخويف والتهديد بالضرب، ومباشرة الضرب له حتى
يمتنع عما هو عليه كالمواظب على الغيبة والقذف فإن سلب لسانه غير ممكن ولكن يحمل
على اختيار السكوت بالضرب. وهذا قد يحوج إلى استعانة وجمع أعوان من الجانبين ويجر
ذلك إلى قتال وسائر المراتب لا يخفى وجه استغنائها عن إذن الإمام إلا المرتبة
الخامسة فإن فيها نظراً - سيأتي - أما التعريف والوعظ فكيف يحتاج إلى إذن
الإمام؟ وأما التجهيل والتحميق والنسبة إلى الفسق وقلة الخوف من الله وما يجري
مجراه فهو كلام صدق، و والصدق مستحق بل أفضل الدرجات كلمة حق عند إمام جائر، كما
ورد في الحديث فإذا جاز الحكم على الإمام على مراغمته فكيف يحتاج إلى إذنه؟ وكذلك
كسر الملاهي وإراقة الخمور فإنه تعاطي ما يعرف كونه حقاً من غير اجتهاد فلم يفتقر
إلى الإمام. وأما جمع الأعوان وشهر الأسلحة فذلك قد يجر إلى فتنة عامة ففيه نظر -
سيأتي - واستمرار عادات السلف على الحسبة على الولاة قاطع بإجماعهم على الاستغناء
عن التفويض، بل كل من أمر بحروف فإن كان الوالي راضياً فذاك، وإن كان ساخطاً له فسخطه
له منكر يجب الإنكار عليه فكيف يحتاج إلى إذنه في الإنكار عليه. ويدل على ذلك عادة
السلف في الإنكار على الأئمة.
إحياء علوم الدين - (ج 2 / ص 333)
الدرجة الثامنة أن لا
يقدر عليه بنفسه ويحتاج فيه إلى أعوان يشهرون السلاح وربما يستمد الفاسق أيضا
بأعوانه ويؤدي ذلك لى أن يتقابل الصفان
ويتقاتلا فهذا قد ظهر الاختلاف في
احتياجه إلى إذن الإمام فقال قائلون
لا يستقل آحاد الرعية ذلك لأنه يؤدي إلى
تحريك الفتن وهيجان الفساد وخراب البلاد
وقال آخرون لا يحتاج إلى الإذن وهو الأقيس لأنه إذا جاز للآحاد الأمر
بالمعروف وأوائل درجاته تجر إلى ثوان والثواني إلى ثوالث وقد ينتهي لا محالة إلى التضارب والتضارب يدعو إلى التعاون فلا ينبغي أن
يبالي بلوازم الأمر بالمعروف ومنتهاه
تجنيد الجنود في رضا الله ودفع معاصيه
ونحن نجوز للآحاد من الغزاة أن يجتمعوا ويقاتلوا من أرادوا من فرق الكفار
قمعا لأهل الكفر فكذلك قمع أهل الفساد
جائز لأن الكافر لا بأس بقتله والمسلم إن قتل فهو شهيد فكذلك الفاسق المناضل عن فسقه لا بأس
بقتله والمحتسب المحق إن قتل مظلوما فهو
شهيد وعلى الجملة فانتهاء الأمر إلى هذا
من النوادر في الحسبة فلا يغير به قانون
القياس بل يقال كل من قدر على دفع
منكر فله أن يدفع ذلك بيده وبسلاحه وبنفسه وبأعوانه فالمسألة إذن محتملة كما ذكرناه فهذه درجات
الحسبة فلنذكر آدابها والله الموفق
تفسير القرطبي - (ج 7 / ص 203)
قوله تعالى : { ولا تفسدوا في الأرض بعد
إصلاحها } فيه مسألة واحدة - وهو أنه سبحانه نهى عن كل فساد قل أو كثر بعد صلاح قل
أو كثر فهو على العموم على الصحيح من الأقوال
فتاوى الشبكة الإسلامية - (ج 11 / ص 99)
فالمحُتسب هو من يقوم
بالأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، ولا يشترط فيه إذن من ولي
الأمر"السلطان" فكل مسلم مأمور بتغيير المنكر: من رأى منكم منكراً
فليغيره. ونقل القرطبي الإجماع على أن المنكر واجب تغييره على كل من قدر عليه،
ثم إن من الحسبة، الحسبة على السلاطين، فكيف يُطلب منهم الإذن للاحتساب عليهم؟!
التشريع الجنائي
في الإسلام - (ج 2 / ص 61)
الاستعانة بالغير: وإذا
عجز الدافع عن دفع المنكر بنفسه واحتاج إلى أعوان يعينونه على دفعه بقوتهم
وأسلحتهم، فقد رأى بعض الفقهاء أن الأفراد ليس لهم أن يدفعوا المنكر بهذه
الوسيلة وليس لهم مباشرتها؛ لأنها تؤدي إلى تحريك الفتن وإختلال الأمن والنظام؛
لأن الفاسق قد يستعد أيضاً بأعوانه فيؤدي ذلك إلى القتال؛ وإنما للأفراد أن
يباشروا هذه الوسيلة إذا أذن لهم الإمام بمباشرتها، وهو لا يأذن إلا لمن أقامه من
قبله للأمر بالمعروف والنهي عن المنكر. ورأى البعض الآخر أن للأفراد مباشرة هذه
الوسيلة دون حاجة لإذن الإمام؛ لأنه إذا جاز للأفراد استعمال الوسائل الأخرى فقد
جاز لهم أن يستعملوا الوسيلة الأخيرة؛ لأنه ما من وسيلة غيرها إلا وقد يؤدي
استعمالها إلى التضارب، والتضارب يدعو بالطبيعة إلى التعاون، فلا ينبغي إذن أن
يبالي بلوازم الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، وإذا كان انتهاء الأمر إلى الفتنة
من النوادر والنادر لا حكم له فإنه يضاف إلى ذلك أنه ليس في الشريعة ما يمنع من
القول بأن كل من قدر على دفع منكر فعليه أن يدفعه بيده وسلاحه وبنفسه وأعوانه.
Jawaban b.
Karena
visi misi FPI adalah amar ma'ruf nahi munkar, maka sikap kita adalah menolak
kelompok yang menuntut upaya pembubaran FPI
بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي - (ج 1 / ص 523)
(مسألة: ج): ونحوه ي: الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر
قطب الدين، فمن قام به من أيّ المسلمين وجب على غيره إعانته ونصرته، ولا يجوز لأحد
التقاعد عن ذلك والتغافل عنه وإن علم أنه لا يفيد، وله أركان: الأوّل المحتسب
وشرطه الإسلام والتمييز، ويشترط لوجوبه التكليف، فيشمل الحر والعبد، والغني
والفقير، والقوي والضعيف، والدنيء والشريف، والكبير والصغير، ولم ينقل عن أحد أن
الصغير لا ينكر على الكبير وأنه إساءة أدب معه، بل ذلك عادة أهل الكتاب، نعم شرط
قوم كونه عدلاً، ورده آخرون، وفصل بعضهم بين أن يعلم قبول كلامه أو تكون الحسبة
باليد فيلزمه وإلا فلا وهو الحق، ولا يشترط إذن السلطان. الثاني: ما فيه الحسبة
وهو كل منكر ولو صغيرة مشاهد في الحال الحاضر، ظاهر للمحتسب بغير تجسس معلوم، كونه
منكراً عند فاعله، فلا حسبة للآحاد في معصية انقضت، نعم يجوز لمن علم بقرينة الحال
أنه عازم على المعصية وعظه، ولا يجوز التجسس إلا إن ظهرت المعصية، كأصوات المزامير
من وراء الحيطان، ولا لشافعي على حنفي في شربه النبيذ، ولا لحنفي على شافعي في أكل
الضب مثلاً. الثالث: المحتسب عليه ويكفي في ذلك كونه إنساناً ولو صبياً ومجنوناً.
الرابع: نفس الاحتساب وله درجات: التعريف، ثم الوعظ بالكلام اللطيف، ثم السب
والتعنيف، ثم المنع بالقهر، والأولان يعمان سائر المسلمين، والأخيران مخصوصان
بولاة الأمور، زاد ج: وينبغي كون المرشد عالماً ورعاً وحسن الخلق، إذ بها تندفع
المنكرات وتصير الحسبة من القربات، وإلا لم يقبل منه، بل ربما تكون الحسبة
منكرة لمجاوزة حدّ الشرع، وليكن المحتسب صالح النية، قاصداً بذلك إعلاء كلمة الله
تعالى، وليوطن نفسه على الصبر، ويثق بالثواب من الله تعالى.
اسعاد الرفيق ( ج: 1 ص 67 )
( و) علم مما تقرر يجب على كل مكلف ترك جمع المحرمات صغائرها وكبائرها لا سيما
المتعلقة بالباطن كالعجب والكبر وغيرها مما يأتى بيانه ان شاء الله تعالى وانه كما يجب عليه تركها فى حق نقسه يجب
عليه نهى مرتكبها اى مرتكب شئ منها ولو صغيرة كما تقرر باللسان ان لم يقدر عليه
باليد او منعه قهرا عليه من ارتكاب شئ منها باليد ( ان قدر عليه ) اى على منعه
وقهره من ذلك بها ( الا ) يقدر على شئ من ذلك ( وجب عليه الرتبة الثالثة وهي رفعه
الى الوالى )
Jawaban C
Tidak
ada, karena semua sepakat bahwa orang yang mengingatkan ijma' dan syari'at
ma'lumat minaddin biddlorurot (Sayri'at agama yang diketahui seecara
aksiomatik)adalah kafir.
حاشية العطار على شرح الجلال
المحلي على جمع الجوامع - (ج 4 / ص 448)
( خاتمة : جاحد المجمع عليه
المعلوم من الدين بالضرورة ) وهو ما يعرف منه الخواص والعوام من غير قبول للتشكيك
فالتحق بالضروريات كوجوب الصلاة والصوم وحرمة الزنا والخمر ( كافر قطعا ) ؛ لأن
جحده يستلزم تكذيب النبي صلى الله عليه وسلم فيه وما أوهمه كلام الآمدي وابن
الحاجب من أن فيه خلافا ليس بمراد لهما ( وكذا ) المجمع عليه ( المشهور ) بين الناس ( المنصوص ) عليه كحل البيع
جاحده كافر ( في الأصح ) لما تقدم وقيل لا لجواز أن يخفى عليه ( وفي غير المنصوص )
من المشهور ( تردد ) قيل يكفر جاحده لشهرته وقيل لا لجواز أن يخفى عليه ( ولا يكفر
جاحده ) المجمع عليه ( الخفي ) بأن لا يعرفه إلا الخصوص كفساد الحج بالجماع قبل
الوقوف ( ولو ) كان الخفي ( منصوصا ) عليه كاستحقاق بنت الابن السدس مع بنت الصلب
فإنه قضى به النبي صلى الله عليه وسلم كما رواه البخاري ولا يكفر جاحد المجمع عليه
من غير الدين كوجود بغداد قطعا .
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik