Langsung ke konten utama

bahsu masail



1.      Deskripsi Masalah: Seseorang melakukan shalat sunah ba'da Isya kemudian diakhiri dengan melakukan shalat witir satu rekaat sebagai penutupnya. Pada malam hari ia bangun tidur dan melakukan shalat tahajud.
Pertanyaan: Apakah perlu orang tersebut melakukan shalat witir lagi, karena ia melakukan shalat sunah tahajud? Kalau perlu berapa rekaat sebaiknya? Mohon penjelasannya!
Jawab: Orang yang sudah melakukan shalat witir setelah shalat Isya, kemudian malam harinya ia bangun dan shalat sunah tahajud, tidak boleh mengulangi witirnya lagi, karena terdapat hadits لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ.
Referensi: 1) Hasyiah Qulyubi wa 'Amirah J. 3 hlm. 138.           2) 'Ianah Thalibin J. 1 hlm. 252

) فَإِنْ أَوْتَرَ ثُمَّ تَهَجَّدَ لَمْ يُعِدْهُ ) لِحَدِيثِ { لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ } رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَغَيْرُهُ ،
Jika seorang melakukan witir kemudian ia melakukan shalat tahajud maka tidak boleh mengulangi shalat witir kembali, sesuai dengan hadits:"tidak ada dua kali witir dalam satu malam" (HR. Abu Dawud dan lainnya) (Khasyiah Qulyubi J 3 hlm. 138)
  ( قوله ولا يندب إعادته ) أي لا تطلب إعادته فإن أعاده بنية الوتر عامدا عالما حرم عليه ذلك ولم ينعقد لخبر لا وتران في ليلة
Perkataan mushanif; "dan tidak disunahkan mengulangi witir kembali" yakni tidak dituntut mengulangi kembali witir, bila seorang mengulanginya dengan sengaja dan mengetahui (hukumnya) dengan niat melakukan witir maka haram hukumnya dan tidak syah, sesuai dengan hadits:  :"tidak ada dua kali witir dalam satu malam"(I'anah Thalibin J 1 hlm. 252).

2.      Deskripsi masalah: Selain dimasjid, shalat berjamaah juga banyak dilakukan di mushala-mushala baik yang sudah diwaqafkan atau yang belum.
Pertanyaan: Apakah sama nilainya shalat berjamaah di masjid dengan shalat berjamaah di mushala pribadi yang belum diwaqafkan? Mohon penjelasanya!
Jawaban: Pada prinsipnya lebih utama berjamaah dengan jamaah yang lebih banyak baik dimasjid maupun ditempat lainnya. Namun menurut pendapat yang dipilih oleh para imam pengikut madzhab Syafi'I (al Aujah) bahwa jamaah di Masjid lebih utama dari pada di mushala atau rumah meskipun lebih banyak jamaahnya.
Referensi: 1) Tuhfat Al Muhtaj J. 7 hlm. 397 – 402.       2) Ianah Thalibin J. 2. Hlm 8
( وَمَا كَثُرَ جَمْعُهُ ) مِنْ الْمَسَاجِدِ أَوْ غَيْرِهَا ( أَفْضَلُ ) لِلْخَبَرِ الصَّحِيحِ { وَمَا كَانَ أَكْثَرَ فَهُوَ أَحَبُّ إلَى اللَّهِ تَعَالَى }...... قَوْلُهُ : مِنْ الْمَسَاجِدِ أَوْ غَيْرِهَا ) قَضِيَّتُهُ أَنَّ كَثِيرَ الْجَمْعِ فِي الْبَيْتِ أَفْضَلُ مِنْ قَلِيلِهِ فِي الْمَسْجِدِ وَقَدْ بَيَّنَ فِي شَرْحَيْ الْإِرْشَادِ أَنَّ الْمُعْتَمَدَ عَكْسُ ذَلِكَ وَكَذَا بَيَّنَ ذَلِكَ شَيْخُنَا الشِّهَابُ الرَّمْلِيُّ وَكَذَا بَيَّنَ هُوَ هُنَا بِقَوْلِهِ السَّابِقِ ، وَالْأَوْجَهُ خِلَافُهُ سم عِبَارَةُ النِّهَايَةِ ، وَالْمُغْنِي وَمَا كَثُرَ جَمْعُهُ مِنْ الْمَسَاجِدِ أَفْضَلُ مِمَّا قَلَّ جَمْعُهُ مِنْهَا وَكَذَا مَا كَثُرَ جَمْعُهُ مِنْ الْبُيُوتِ أَفْضَلُ مِمَّا قَلَّ جَمْعُهُ مِنْهَا . (تحفة المحتاج في شرح المنهاج - (7 / 397- 402)
Shalat yang lebih banyak jamaahnya baik di masjid atau ditempat lainya lebih utama sesuai dengan hadits shahih: "shalat Jamaah yang lebih banyak (jamaahnya) lebih disenangi Allah Ta'ala"……perkataan mushanif: "baik di masjid atau ditempat lainya" dapat mengandung mengandung pengertian bahwa (shalat dengan) banyaknya jamaah di rumah lebih utama daripada (shalat dengan) sedikitnya jamaah dimasjid. Namun dijelaskan dalam Syarah Irsyad bahwa pendapat yang mu'tamad (yang dibuat pedoman) adalah sebaliknya, demikian halnya penjelasan Syaikh Syihab Al Ramli pada masalah ini seperti pendapat terdahulu bahwa pendapat yang dipilih (al Aujah) adalah pendapat sebaliknya  (berarti shalat dimasjid lebih utama, meski sedikit jamahnya)
والجماعة في مكتوبة لذكر بمسجد أفضل نعم إن وجدت في بيته فقط فهو أفضل وكذا لو كانت فيه أكثر منها في المسجد على ما اعتمده الأذرعي وغيره  قال شيخنا والأوجه خلافه (فتح المعين - (ج 2 / ص 5)
Adapun berjamaah shalat fardu di masjid bagi laki-laki lebih utama. namun apabila jamaah hanya ditemukan dirumahnya saja maka itu lebih utama. Demikian halnya andai kata jamaah yang lebih banyak itu berada dirumahnya dibanding dimasjid (maka lebih utama berjamaah dirumahnya) menurut pendapat yang dipedomani oleh Imam Adzra'I dan lainya. Namun Syikhuna berpendapat bahwa pendapat yang dipilih (oleh ulama syafi'iyah) adalah sebaliknya (yakni berjamaah dimasjid lebih utama meski sedikit jamahnya)
3.      Deskripsi masalah: Sebagaimana diketahui bahwa tiap orang Islam yang telah mampu dan memenuhi syarat-syarat haji diwajibkan menunaikanya sekali dalam seumur kecuali bila nadzar. Tetapi karena masih memiliki cukup biaya, banyak juga orang yang melakukanya untuk kedua dan seterusnya?
Pertanyaan: menurut para ulama, lebih baik mana menggunakan biaya tersebut untuk pergi haji yang kedua dan seterusnya atau untuk membantu saudara-saudaranya yang kekurangan secara ekonomi?
Jawaban: Salah satu wujud istitha'ah (mampu) dalam haji adalah adanya bekal untuk dirinya dan orang yang ditinggalkanya yakni orang yang menjadi tanggungannya. Dalam persoalan diatas membutuhkan perincian (Tafsil): Jika saudara-saudaranya merupakan tanggungjawabnya termasuk kelompok yang sangat membutuhkan (dharurat) maka lebih utama digunakan untuk memenuhi kebutuhanya tersebut. Namun jika belum sampai keadaan darurat tentu haji lebih utama baginya.
Referensi: 1) Ianah Thalibin J. 2 hlm. 282,           2) Hasyiah Ibn 'Abidin J. 2 hlm, 621
( قوله مع نفقة من يجب إلخ ) ..... أي وتعتبر الاستطاعة بوجدان الزاد مع وجدان نفقة من تجب عليه ..... والمراد بمن تجب عليه نفقته الزوجة والقريب والمملوك المحتاج لخدمته وأهل الضرورات من المسلمين ولو من غير أقاربه لما ذكروه في السير من أن دفع ضرورات المسلمين بإطعام جائع وكسوة عار ونحوهما فرض على من ملك أكثر من كفاية سنة (إعانة الطالبين - (ج 2 / ص 282)
Maksud istitha'ah (mampu) adalah adanya bekal untuk dirinya dan bekal untuk orang (yang ditinggalkannya) yang memang menjadi tanggungjawabnya….maksud dari orang yang menjadi tanggungjawabnya adalah istri, kerabat, budak dan termasuk orang-orang Islam yang sangat membutuhkan meskipun bukan dari keluarganya. Hal ini sesuai dengan pendapat para ulama bahwa menolak bahaya yang menimpa orang-orang Islam dengan cara memberi makan orang yang kelaparan, memberi pakaian orang yang telanjang dan lain sebagainya merupakan keharusan (fardlu) bagi orang yang memiliki kelebihan kekayaan untuk setahun. 

وإذا كان الفقير مضطرا أو من أهل الصلاح أو من آل بيت النبي فقد يكون إكرامه أفضل من حجات وعمر وبناء ربط (حاشية ابن عابدين - (ج 2 / ص 621)
Jika keadaan fakir sudah sangat membutuhkan, atau ahli kebajikan atau ia adalah keturunan Nabi maka terkadang memuliakanya lebih utama daripada haji dan umrah berulang kali dan membangun ribat (semacam pondokan)
4.      Deskripsi masalah: didalam kitab Taqrib dan Tanwirul Qulub diterangkan tentang haramnya membuat bangunan kuburan yang berada dipemakaman umum dan makruh bila dipemakaman pribadi. Dan sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tanwirul Qulub: ويحرم البناء على المقبرة الموقوفة الا لنبي أو شهيد أو عالم أو صالح (diharamkan membuat bangunan kuburan dipemakaman wakaf kecuali untuk makam Nabi, Syahid, 'Alim atau orang shalih).
Pertanyaan:
a.       Mohon penjelasan tentang Syahid, 'Alim dan Shalih sebagaimana yang dimaksud dalam kitab tersebut!
b.      Apa 'ilat (alas an) diperbolehkanya membangun makam Nabi, Syahid, 'Alim dan orang Shalih?
Jawaban:
a.       Yang dimaksud dari tiga golongan tersebut adalah apa yang dikehendaki dari tafsir surat An Nisa' 69;
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
Syahid adalah orang yang gugur dimedan peperangan sabilillah, 'Alim adalah orang yang tidak menyekutukan Allah, menghalalkan apa yang dihalalkaNya, menharamkan yang diharamkanNya, menjaga wasiatnya, meyakini bahwa dirinya akan bertemu denganNya dan akan amalnya dihisab olehNya. Shalih adalah orang yang senantiasa menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak hambaNya yakni orang yang lahir dan batinya baik.
Referensi: 1) Tafsir Al Thabari J. 8 hlm. 530.      2) Tafsir Ibn Katsir J. 6 hlm. 544.       3) Bustan al 'Arifin 22
والشهداء"، وهم جمع"شهيد"، وهو المقتول في سبيل الله، سمي بذلك لقيامه بشهادة الحق في جَنب الله حتى قتل. "والصالحين"، وهم جمع"صالح"، وهو كل من صلحت سريرته وعلانيته. تفسير الطبري - (ج 8 / ص 530) و"الصالح" من بني آدم: هو المؤدي حقوق الله عليه. (تفسير الطبري - (ج 3 / ص 91)
Kata Shuhada' adalah bentuk jamak dari Syahid yakni orang yang terbunuh (di medan perang) dijalan Allah. Adapun kata Shalihin adalah bentuk jamak dari Shalih yakni orang yang lahir batinnya baik. Dalam bagian yang lain dijelaskan orang shalih adalah orang yang senantiasa menunaikan hak-hak Allah atas dirinya. 
وأما حد الصالح فقال الإمام أبو إسحاق الزجاج في كتابه معاني القرآن وأبو إسحاق بن قرقول صاحب مطالع الأنوار هو المقيم بما يلزمه من حقوق الله تعالى وحقوق العباد. (بستان العارفين - (ج 1 / ص 22)
Adapun ketentuan orang shalih menurut Imam Abu Ishaq al Zujaj dalam kitab "ma'ani al Qur'an" dan Abu Ishak bin Qurqul, penyusun kitab Mathali' Anwar, adalah orang yang senantiasa menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak hambaNya.
عن ابن عباس (5) قال: العالم بالرحمن (6) مَنْ لم يشرك به شيئا، وأحل حلاله، وحرم حرامه، وحفظ وصيته، وأيقن أنه ملاقيه ومحاسب بعمله (تفسير ابن كثير - (ج 6 / ص 544).
Menurut Ibnu Abas, Alim adalah orang yang tidak pernah mensekutukan Allah, menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram, menjaga wasiatNya, dan berkeyakinan bahwa kelak ia akan bertemuNya dan dihisab amalnya.
b.      'Ilat (alas an) diperbolehkanya membangun makam Nabi, Syahid, Alim dan Shalih menurut pendapat yang memperbolehkanya adalah untuk tujuan menghormati, menghidupkan ziarah kepada mereka, dan mencari berkah.
Referensi: Hasyiah Bujairimi 'ala al Khatib J. 6 hlm. 156
نعم اسْتَثْنَى بَعْضُهُمْ قُبُورَ الْأَنْبِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَنَحْوَهُمْ ، بِرْمَاوِيٌّ وَعِبَارَةُ الرَّحْمَانِيِّ : نَعَمْ قُبُورُ الصَّالِحِينَ يَجُوزُ بِنَاؤُهَا وَلَوْ بِقُبَّةٍ الْأَحْيَاءِ لِلزِّيَارَةِ وَالتَّبَرُّكِ ، قَالَ الْحَلَبِيُّ : وَلَوْ فِي مُسْبَلَةٍ ، وَأَفْتَى بِهِ (حاشية البجيرمي على الخطيب - (ج 6 / ص 156)
Memang benar (dilarang membangun kuburan), namun sebagian ulama mengecualikan kuburan para Nabi, Syuhada, dan orang-orang Shalih. Dalam redaksi al Rahmani:"benar, kuburan orang-orang shalih boleh dibangun meskipun dengan kubah dengan tujuan menghidupkan ziarah dan tabaruk (mencari berkah). Al Halabi berkata: "meskipun dipemakaman umum. Beliau juga berfatwa demikian.
5.      Deskripsi masalah: Dipemakaman umum sering kali kita lihat banyak ditanami/ditumbuhi tanaman-tanaman yang besar dan juga memiliki akar-akar yang keras serta besar. Tanaman-tanaman tersebut terkadang menyulitkan bila  hendak menggali kubur yang baru, bahkan terkadang akar-akarnya dapat masuk kedalam liang kubur mengenai mayit yang sudah terkubur lama. Padahal ada yang mengatakan sunah menanami tanaman dikuburan karena akan memintakan ampunan bagi yang dikubur.
Pertanyaan:
a.       Bagaimana sebaiknya cara memelihara kuburan umum yang banyak ditumbuhi pohon-pohon besar?
b.      Apakah boleh menebangi pohon-pohon itu karena dianggap menyulitkan dan membahayakan mayit yang dikubur?
Jawaban:
a.       Para ulama menganggap baik meletakan tanaman yang masih hijau atau wewangian bunga diatas kubur, atau sekedar membiarkan tanaman kecil tumbuh diatasnya, namun haram hukumnya menanami dengan tanaman yang akar-akarnya dapat mencapai mayit atau dapat merusak kuburan.
b.      Boleh menebang pepohonan yang tumbuh diatas kuburan selama mendatangkan mashlahat bagi pemakaman tersebut dan tidak diperkenankan menanam sesuatu dikuburan tersebut meskipun diyakini mayitnya telah membusuk.
Referensi: 1) Hasyiah Bujairimi 'ala al Khatib, J. 6 hlm. 157.    2) Bughyat al Mustarsyidin hlm. 202
وَمِنْ الْمُحَرَّمِ زَرْعُ شَيْءٍ فِيهَا وَإِنْ تُيُقِّنَ بِلَى مَنْ بِهَا لِأَنَّهُ يَجُوزُ الِانْتِفَاعُ بِهَا بِغَيْرِ الدَّفْنِ فَيُقْلَعُ وُجُوبًا ، وَقَوْلُ الْمُتَوَلِّي يَجُوزُ بَعْدَ الْبِلَى مَحْمُولٌ عَلَى الْمَمْلُوكَةِ (حاشية البجيرمي على الخطيب – (6 / 157)
Termasuk yang haram adalah menanam sesuatu dikuburan meskipun diyakini mayatnya telah membusuk, karena diperkenankan memanfaatkannya selain untuk mengubur, maka mencabutnya adalah wajib. Adapun pendapat Imam Mutawali tentang kebolehan menanaminya setelah membusuk adalah pendapat yang didasarkan apabila berada di tanah yang dimiliki.
فائدة : طرح الشجر الأخضر على القبر استحسنه بعض العلماء وأنكره الخطابي ، وأما غرس الشجر على القبر وسقيها فإن أدى وصول النداوة أو عروق الشجر إلى الميت حرم ، وإلا كره كراهة شديدة ، وقد يقال يحرم (بغية المسترشدين - (1 / 202)
Faidah: meletakan tanaman yang masih hijau daiatas kuburan dianggap baik menurut sebagian ulama, namun Al Khatabi mengingkarinya. Adapun menanam pohon diatas kuburan dan menyiraminya; jika sampai menyebabkan ambruknya kuburan atau akar-akarnya dapat mencapai mayit maka haram hukumnya, namun jika tidak maka makruh sekali. Bahkan pendapat yang lain menyatakan tetap haram
6.      Deskripsi masalah: Sebagaimana diketahui sekarang banyak jasa penyelenggaraan haji amanat atau badal haji untuk orang yang telah meninggal atau masih hidup tapi fisiknya tidak mampu.
Pertanyaan:
a.       Apakah pahala amanat haji/badal haji bisa sampai kepada orang yang dibadali hajinya?
b.      Dan apakah orang perempuan boleh membadali haji untuk orang laki-laki dan sebaliknya? Mohon penjelasanya dari hadits atau pendapat para ulama!
Jawaban:
a.       Pahala haji amanat sampai kepada yang dibadalinya
b.      Diperbolehkan seorang wanita membadali haji orang laki-laki demikian halnya sebaliknya selama memenuhi ketentuan-ketentuanya.
Referensi: 1) Shahih Bukhari J. 2 hlm. 656     2) Fath Al Bari J. 4 hlm. 65
عن ابن عباس رضي الله عنهما  : أن امرأة من جهينة جاءت إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقالت إن أمي نذرت أن تحج فلم تحج حتى ماتت أفأحج عنها ؟ قال ( نعم حجي عنها أرأيت لو كان على أمك دين أكنت قاضية ؟ . اقضوا الله فالله أحق بالوفاء ) (صحيح البخاري - (ج 2 / ص 656)
Diriwayatkan dari Ibnu Abas RA, bahwasanya seorang wanita datang menghadap Nabi Saw seraya berkata; sesungguhnya ibuku pernah nadzar hendak berhaji, namun belum sempat menunaikanya hingga ia meninggal, apakah aku dapat berhaji untuknya? Nabi Saw. menjawab;" ya, berhajilah untuknya. Bagaimana menurutmu jika ibumu mempunyai hutang, apa kamu akan membayarkanya? Tunaikan (hutang) Allah, kerana (hutang) Allah lebih berhak ditunaikan.
قال ولا خلاف في جواز حج الرجل عن المرأة والمرأة عن الرجل ولم يخالف في جواز حج الرجل عن المرأة والمرأة عن الرجل الا الحسن بن صالح انتهى (فتح الباري - ابن حجر - (ج 4 / ص 65)
Ibnu Bathal berkata: tidak ada perbedaan pendapat tentang kebolehan seorang laki-laki menghajikan perempuan, dan sebaliknya, hanya Al Hasan bin Shalih yang menentang pendapat ini.
7.      Deskripsi masalah: Pada sekitar tahun 70-an ada beberapa orang yang membentuk yayasan yang bergerak dibidang jasa penyelenggaraan ibadah haji dengan biaya tertentu dan banyak diikuti oleh masyarakat, karena pada saat itu penyelenggaraan haji belum seperti sekarang ini. Setelah banyak calhaj yang melunasi biaya yang ditentukan, ternyata yayasan tersebut tidak bisa memberangkatkan para calhaj yang telah mendaftar dan biaya yang telah disetorkan juga tidak dikembalikan kepada para calhaj. Yayasan tersebut kemudian bubar dan banyak para calhaj yang gagal berangkat haji karena sudah kehabisan biaya. Sayangnya lagi para pendirinya sekarang banyak yang telah meninggal dunia.
Pertanyaan:
a.       Apakah para ahli waris para calhaj tersebut boleh menuntut kepada ahli waris pendiri yayasan tersebut?
b.      Dan apakah para calhaj yang gagal pergi haji karena tertipu (seperti masalah diatas) terhitung tetap berkewajiban?
Jawaban:
a.       Tidak boleh menuntut kepada ahli waris, kecuali ahli waris memang menanggung semua tanggungan pendiri yayasan yang meninggal dunia.
b.      Bila masih memiliki harta yang cukup maka wajib haji, dan jika keburu meninggal dan ia memiliki harta maka wajib dibadalkan hajinya dari harta tersebut, jika tidak memilikinya maka disunahkan bagi ahli warisnya untuk menghajikanya.
Referensi: 1) Bughyat al Mustarsyidin hlm. 281   2) Fath Al Mu'in Hasyiah I'anah J. 2 hlm 285
فائدة : يندب أن يبادر بقضاء دين الميت مسارعة فك نفسه من حبسها عن مقامها الكريم كما ورد ، فإن لم يكن بالتركة جنس الدين أو لم يسهل قضاؤه سأل الولي وكذا الأجنبي الغرماء أن يحتالوا به عليه ، وحينئذ فتبرأ ذمة الميت بمجرد رضاهم بمصيره في ذمة نحو الولي ، وينبغي أن يحللوا الميت تحليلاً صحيحاً ليبرأ بيقين ، وخروجاً من خلاف من زعم أن التحمل المذكور لا يصح كأن يقول للغريم : أسقط حقك منه أو أبرئه وعليّ عوضه ، فإذا فعل ذلك برىء الميت ولزم الملتزم ما التزمه ، ولا ينقطع بذلك تعلق الغرماء بتركه الميت ، بل يدوم رهنها إلى الوفاء ، لأن في ذلك مصلحة للميت ، إذ قد لا يوفي الملتزم بذلك ، (بغية المسترشدين - (ج 1 / ص 281)
Faidah: Disunahkan segera melunasi hutang-hutang si mayit untuk mempercepat terbebasnya mayit dari hutang-hutangnya yang dapat menhalanginya memperoleh kedudukan mulia. Jika hutangnya tidak bisa terlunasi dengan harta peninggalanya, maka walinya (juga orang lain) hendaknya meminta kepada orang-orang yang menghutanginya untuk melimpahkan hutang simayit kepada si wali. Dengan demikian terbebaslah si mayit dari tanggunganya dengan adanya kerelaan mereka melimpahkan tanggungan kepada si wali. Dan hendaknya mereka menghalalkanya dengan cara yang benar sehingga si masyit betul-betul terbebas, dan (cara ini dilakukan) supaya keluar dari khilaf orang yang menganggap bahwa menanggung semacam itu tidak sah, seperti ucapan kepada orang yang menghutangi simayit:" gugurkan hak kamu atas mayit atau bebaskan ia dari tanggungannya dan sayalah yang akan menggantinya!." Bila hal yang demikian telah dilakukan maka mayit terbebas dan tanggunganya menjadi beban tanggungjawab orang yang menanggungnya, namun bukan berarti kepetingan orang yang menghutangi tidak lagi berhubungan dengan tirkah mayit, bahkan akan selalu berhubungan sampai hutangnya sempurna dilunasi, karena disana terdapat kemaslahatan si mayid, juga karena terkadang penanggung jawab tidak menunaikanya.
تجب إنابة عن ميت عليه نسك من تركته كما تقضى منه ديونه فلو لم تكن له تركة سن لوارثه أن يفعله عنه فلو فعله أجنبي جاز ولو بلا إذن (فتح المعين - حاشية إعانة الطالبين - (ج 2 / ص 285)
Wajib mencarikan ganti (badal) bagi mayit yang memiliki kewajiban haji, (dengan biaya) dari harta peninggalanya, seperti hal dilunasi hutang-hutangnya dari harta tersebut. Jika ia tidak memiliki harta peninggalan maka bagi ahli warisnya sunah menghajikannya, bahkan jika orang lain yang melakukanya juga boleh meskipun tanpa seizinnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا

Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy

 *Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy* Maklum diketahui bahwa ketika seseorang mengadakan acara walimah, maka penganten, bahkan ibu penganten dan keluarga terdekat, merias wajah dengan make up yang cukup tebal. Acara walimah ini biasanya memakan waktu berjam-jam bahkan tak jarang belum selesai sampai waktu shalat tiba. Maka bagaimanakah tata cara thaharah dan shalat bagi wanita yang memakai riasan ini? Solusi 1: Menghapus riasan wajah dan shalat sesuai waktunya Perlu diketahui bahwa salah satu syarat sah wudhu adalah tidak terdapat hal yang menghalangi tersampainya air wudhu ke anggota badan yang wajib dibasuh, tentu penggunaan make up yang tebal sudah pasti menghalangi air wudhu. Maka bagi wanita yang memakai riasan pengantin tersebut tidak boleh berwudhu kecuali sudah menghapus bersih riasan yang ada di wajah, sehingga yakin jika air wudhu benar-benar mengenai anggota wudhu, tidak cukup hanya dengan mengalirkan air tanpa terlebih dahulu menghapus make up nya seperti yan