Langsung ke konten utama

Hukum mengemis dan memberi pengemis

 Rumusan Obrolan Santai Santri:

*Hukum mengemis dan memberikan sedekah kepada pengemis*
________________

*rumusan group Obrolan Santai Santri*

*soal : 7*

*Deskripsi*

السٌلام عليكم....

Ana mau nyo'al nich kiyai...🙏🏻🙋🏻‍♂️👌✌🏻

Gak di desa gak di kota, sering dan banyak kita temui org" yg meminta alias "PENGEMIS" entah itu jadi mata pencaharianx atau bukan (butuh karena dhorurat).

*Pertinyiinyi 🤭* :

1.Apa hukum mengemis?

*2. Apa hukumx bagi yg memberi...? adakah konsekuensi dlm hal trsbt 🙏🏻*

*si penanya : Yi Abahx Shibyan (Kurtubi)PPDA (pondok pesantren Daarul Ahibbah)  Pontang Singaraja Serang Banten.*

*jawaban*:
✅A). jawaban soal no.1.

Dalam hal ini ada rincian sbb :

➡️✓1). *bila si pengemis melakukan kepura-puraan saat melancarkan aksi,* misalnya dengan menyamar sebagai penyandang disabilitas, Jika si pemberi menyedekahkan hartanya lantaran iba atas “kondisi disiabilitas” pengemisi, maka hukum menerima uang yang diberikan adalah haram.
➡️✓2). *Demikian juga bagi orang yang pura-pura meminta sumbangan* untuk masjid, pesantren, maupun madrasah tapi tidak sesuai peruntukannya juga : haram.
   
➡️ ✓3).  *Demikian juga seseorang memberi donasi bukan atas motif tulus ikhlas, tapi karena malu,*
👉a). Misalnya, dalam sebuah forum publik, seorang pejabat diminta mendadak untuk mendonasikan sejumlah hartanya yang menjadikan pejabat ini malu bila sampai tidak memberi.

👉b). misalnya ada orang yang sedang makan di warung, kemudian ada pengamen mendatanginya; karena malu dengan pelanggan warung di sampingnya, kemudian pengamen diberi uang. Pemberian uang yang karena motif ‘malu’ seperti di atas menjadikan posisi pemberi seolah pada posisi terpaksa.  Hukum menerima pemberian dengan motif demikian disamakan dengan hukum ghashab. Konsekuensinya, selain dinilai sebagai pelanggaran, semua transaksi yang timbul berikutnya dengan menggunakan harta tersebut tidak sah dan tidak halal sampai peminta tersebut mengembalikan uang atau harta yang ia minta.
➡️✓ 4).  bila yang terjadi lebih dari sekadar eksploitasi rasa malu calon pemberi yaitu : menciptakan teror atau kekhawatiran atas keselamatan diri.
misalnya : di suatu daerah dikenal dengan premanismenya, seseorang takut terganggu kenyamanan dan keamanannya bila ia menolak memberi para pengemis di sana yang menampakkan indikasi ancaman itu maka praktik pengemis tersebut berhukum haram. Statusnya sama dengan menerima harta dari eksploitasi rasa malu orang, yang levelnya setara dengan ghasab.

*catatan penjelasan*:

👉a). menurut Imam al-Ghazali, keterangan dalam kitab tuhfah muhtaj  menyatakan bahwa harta hasil dari permintaan dan si pemberi memberikannya karena rasa malu tidak bisa dimiliki oleh peminta. Akibatnya ia tidak boleh menggunakan harta tersebut. 

👉*b). Syekh Muhammad bin Salim bin Said Babashil dalam kitabnya Is’adur Rafiq dengan mengutip sumber dari kitab az-Zawajir menyatakan, kejadian seperti dalam resepsi pernikahan. Seumpama ada orang yang mendekat-dekat di pintu masuk resepsi sedangkan ia memang tidak diundang, tapi tuan rumah merasa sungkan membiarkannya begitu saja (dan disini tanpa mendapatkan izin dari penyelenggara dan tidak mendapatkan kerelaannya) akhirnya karena dorongan faktor malu, tuan rumah mempersilakan masuk dan menikmati jamuan yang tersedia. hal ini termasuk bagian dari dosa besar sebab masuk kategori memakan harta orang lain dengan cara tidak sah.

👉c).menjadi pengemis karena bukan lantaran keadaan mendesak, semisal memang ada hajat atau butuh di kasih shodaqoh atau memang berhak baik ia miskin atau tunanetra atau tak ada bidang usaha maka BOLEH MINTA MINTA dengan sekadar mencukupi kebutuhannya.
DENGAN SYARAT :
1. tidak mnghinakan diri
2. janagn merengek2
3.tidak menyakiti yang di mintai
4. dan yang memberi bukan karna malu atau jika menyalahi maka tidak boleh.

👉d). jika ia tak minta2 maka ia bisa mati kelaparan maka MINTA MINTA JENIS ORANG BEGINI HUKUMNYA TERMASUK USAHA karna itu jalan / sarana agar supaya ia tetap hidup. dan tak ada  unsur hina didalamnya karna darurat . dan darurat jalan tengah untuk nerobos yg haram

✅B). Jawaban poin no.2.

Pada dasarnya, *memberikan sedekah atau hadiah kepada setiap orang adalah berhukum sunat* Namun, jika kita punya praduga yang kuat bahwa uang tersebut akan dipergunakan pada kemaksiatan maka hukum memberikannya adalah haram.

*catatan penjelasan* :

✓haram memberi hadiah pada orang dengan Dhon kuat dalam pemberian  itu ada Dhon kuat dibelanjakan / digunakan / ditasyarufkan pada hal yang maksiat

✓ bila keberadaannya orang yang diberi berstatus haram tidak boleh diberi karena sekira haram mengambil haram memberi disebabkan membantu pada kemaksiatan ada larangan.

*referensi*:
1). تحفة المحتاج  ج.٦،ث.٣

وَآخِذُ مَالِ غَيْرِهِ بِالْحَيَاءِ لَهُ حُكْمُ الْغَاصِبِ 
Artinya: “Dan orang yang mengambil harta orang lain dengan motif malu, mempunyai hukum sama dengan orang yang ghashab.”


   2). تحفة المحتاج  ج.٦،ث.٣

وَقَدْ قَالَ الْغَزَالِيُّ مَنْ طَلَبَ مِنْ غَيْرِهِ مَالًا فِي الْمَلَأِ فَدَفَعَهُ إلَيْهِ لِبَاعِثِ الْحَيَاءِ فَقَطْ لَمْ يَمْلِكْهُ وَلَا يَحِلُّ لَهُ التَّصَرُّفُ فِيهِ 
Artinya: “Seseungguhnya al-Ghazali mengatakan, ‘Barangsiapa yang meminta harta kepada orang lain di mata publik karena semata-mata ingin membangkitkan rasa malunya orang yang diminta, kemudian orang yang diminta memberikan hartanya, maka harta tersebut tidak bisa menjadi hak milik peminta sehingga ia tidak halal untuk menggunakan harta tersebut.”  

3)  اسعاد الرفيق ج.٢ ص. ١٣٤

(و) منها (التطفل  فى الولائم) ... (وهو الدخول على طعام الغير ليأكل منه (بغير اذن) من صاحبه ولا رضا منه بذلك (او) هو الاتيان الى باب اهل الوليمة، فلما رأوه (ادخلوه) ليأكل (حياء) منه. قال فى الزواجر: وهو من الكبائر لانه من اكل اموال الناس بالباطل.  

Artinya:
Di antara maksiatnya badan adalah menyelonong (masuk) dalam acara2 resepsi. Yaitu masuk ke area jamuan makan orang lain dengan tujuan bisa makan di situ, tanpa mendapatkan izin dan kerelaan si penyelenggara. Atau mendatangi pintu rumah penyelenggara resepsi, lalu ketika keluarga tuan rumah melihatnya, merekapun menyuruhnya masuk untuk makan, karena didorong rasa malu.

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Az-Zawajir mengatakan: Tathofful (masuk acara resepsi tanpa izin) tergolong dosa besar, karena termasuk memakan harta orang lain dengan cara bathil.

   4). تحفة المحتاج  ج.٥ ص. ٤٣٢

  
قَالَ فِي الْإِحْيَاءِ: لَوْ طَلَبَ مِنْ غَيْرِهِ هِبَةَ شَيْءٍ فِي مَلَأٍ مِنْ النَّاسِ فَوَهَبَهُ مِنْهُ اسْتِحْيَاءً مِنْهُمْ وَلَوْ كَانَ خَالِيًا مَا أَعْطَاهُ حَرُمَ كَالْمَصَادِرِ، وَكَذَا كُلُّ مَنْ وُهِبَ لَهُ شَيْءٌ لِاتِّقَاءِ شَرِّهِ أَوْ سِعَايَتِهِ
  “Berkata dalam al-Ihya’, ‘Apabila ada orang meminta kepada orang lain di depan publik kemudian peminta tersebut diberikan sesuatu dengan faktor malu dari pemberinya walaupun pada saat memberikan tidak sedang di hadapan publik, maka hukumnya haram sebagaimana dalam beberapa sumber dan seperti hal ini yaitu setiap sesuatu yang diberikan karena kekhawatiran perilaku buruk dari orang yang meminta-minta tersebut,”

5). الفقه الكويتية

ﺃَﻣَّﺎ ﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺤْﺘَﺎﺟًﺎ ﺇِﻟَﻰ اﻟﺼَّﺪَﻗَﺔِ، ﻭَﻣِﻤَّﻦْ ﻳَﺴْﺘَﺤِﻘُّﻮﻧَﻬَﺎ ﻟِﻔَﻘْﺮٍ ﺃَﻭْ ﺯَﻣَﺎﻧَﺔٍ، ﺃَﻭْ ﻋَﺠْﺰٍ ﻋَﻦِ اﻟْﻜَﺴْﺐِ ﻓَﻴَﺠُﻮﺯُ ﻟَﻪُ اﻟﺴُّﺆَاﻝ ﺑِﻘَﺪْﺭِ اﻟْﺤَﺎﺟَﺔِ،
jika memang butuh di kasih shodaqoh atau memang berhak baik ia miskin atau tunanetra atau tak ada bidang usaha maka BOLEH MINTA MINTA dengan sekadar mencukupi kebutuhannya.

ﻭَﺑِﺸَﺮْﻁِ ﺃَﻥْ ﻻَ ﻳُﺬِﻝ ﻧَﻔْﺴَﻪُ، ﻭَﺃَﻥْ ﻻَ ﻳُﻠِﺢَّ ﻓِﻲ اﻟﺴُّﺆَاﻝ، ﺃَﻭْ ﻳُﺆْﺫِﻱَ اﻟْﻤَﺴْﺌُﻮﻝ، ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻌْﻠَﻢْ ﺃَﻥَّ ﺑَﺎﻋِﺚَ اﻟْﻤُﻌْﻄِﻲ اﻟْﺤَﻴَﺎءُ ﻣِﻦَ اﻟﺴَّﺎﺋِﻞ ﺃَﻭْ ﻣِﻦَ اﻟْﺤَﺎﺿِﺮِﻳﻦَ،
DENGAN SYARAT :
1. tidak mnghinakan diri
2. janagn merengek2
3.tidak menyakiti yang di minta
4. dan yang memberi bukan karna malu atau
ﻓَﺈِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﺷَﻲْءٌ ﻣِﻦْ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻼَ ﻳَﺠُﻮﺯُ ﻟَﻪُ اﻟﺴُّﺆَاﻝ ﻭَﺃَﺧْﺬُ اﻟﺼَّﺪَﻗَﺔِ ﻭَﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ
jika menyalahi maka tidak boleh

6).موسوعة الفقهية الكويتية ج٢٤ ص ٩٨
ﻓَﺈِﻥْ ﺗَﺮَﻙَ اﻟﺴُّﺆَاﻝ ﻓِﻲ ﻫَﺬِﻩِ اﻟْﺤَﺎﻟَﺔِ ﺣَﺘَّﻰ ﻣَﺎﺕَ ﺃَﺛِﻢَ ﻷَِﻧَّﻪُ ﺃَﻟْﻘَﻰ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ ﺇِﻟَﻰ اﻟﺘَّﻬْﻠُﻜَﺔِ، ﻭَاﻟﺴُّﺆَاﻝ ﻓِﻲ ﻫَﺬِﻩِ اﻟْﺤَﺎﻟَﺔِ ﻓِﻲ ﻣَﻘَﺎﻡِ اﻟﺘَّﻜَﺴُّﺐِ؛ ﻷَِﻧَّﻬَﺎ اﻟْﻮَﺳِﻴﻠَﺔُ اﻟْﻤُﺘَﻌَﻴِّﻨَﺔُ ﻹِِﺑْﻘَﺎءِ اﻟﻨَّﻔْﺲِ، ﻭَﻻَ ﺫُﻝ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻟِﻠﻀَّﺮُﻭﺭَﺓِ، ﻭَاﻟﻀَّﺮُﻭﺭَﺓُ ﺗُﺒِﻴﺢُ اﻟْﻤَﺤْﻈُﻮﺭَاﺕِ
ﻛَﺄَﻛْﻞ اﻟْﻤَﻴْﺘَﺔِ

jika ia tak minta2 maka ia bisa mati kelaparan maka MINTA MINTA JENIS ORANG BEGINI HUKUMNYA TERMASUK USAHA
karna itu jalan / sarana agar supaya ia tetap hidup. dan tak ada  unsur hina didalamnya karna darurat . dan darurat jalan tengah untuk nerobos yg haram


7). *إحياء علوم الدين ج٤ص٥١٠*
تحريم السؤال من غير ضرورة وآداب الفقير المضطر فيه]

اعْلَمْ أَنَّهُ قَدْ وَرَدَتْ مَنَاهٍ كَثِيرَةٌ فِي السؤال وتشديدات وورد فيه أيضاً ما يدل على الرخصة إذ قال صلى الله عليه وسلم للسائل حق ولو جاء على فرس (1) وفي الحديث ردوا السائل ولو بظلف محرق (2) ولو كان السؤال حراماً مطلقاً لما جاز إعانة المتعدي على عدوانه والإعطاء إعانة فالكاشف للغطاء فيه أن السؤال حرام في الأصل وإنما يباح بِضَرُورَةٍ أَوْ حَاجَةٍ مُهِمَّةٍ قَرِيبَةٍ مِنَ الضَّرُورَةِ فإن كان عنها فهو حرام وإنما قلنا إن الأصل فيه التحريم لأنه لا ينفك عن ثلاثة أمور محرمة
*{Menjelaskan haramnya meminta-minta dan etikanya orang fakir dalam meminta}*

Banyak dalil yang menjelaskan tidak boleh meminta-minta, ada juga dalil yang menjelaskan meminta itu boleh ( hukum rukhsokh ) seperti hadits
  أَعْطُوا السَّائِلَ وَإِنْ جَاءَ عَلَى فَرَسٍ
Artinya. Berilah orang yang meminta walaupun dia datang dengan mengendarai kuda.”

Dan hadits
رُدُّوا السَّائلَ ولو بظِلْفٍ مُحرَّقٍ
Artinya. Berilah orang yang meminta walaupun dengan memberikan sepotong kuku hewan yang dibakar". Jika meminta itu haram secara mutlak maka tidak boleh membantu orang yang sengaja dalam kejahatannya, sedang memberi itu termasuk membantu.Memihta hukum asalnya haram kecuali dharurah atau kebutuhan yang penting yang mendekati dharurah, Hukum meninta asalnya haram karena tidak lepas dari tiga hal yang dilarang agama.

الأول إظهار الشكوى من الله تعالى إذ السؤال إظهار للفقر وذكر لقصور نعمة الله تعالى عنه وهو عين الشكوى وكما أن العبد المملوك لو سأل لكان سؤاله تشنيعاً على سيده فكذلك سؤال العباد تشنيع على الله تعالى وهذا ينبغي أن يحرم ولا يحل إلا لضرورة كما تحل الميتة
1.Menampakkan keluhan pada Allah, karena meminta itu menampakkan kefakiran dan menyebut terbatasnya nikmat Allah, seperti budak meminta-minta pada majikannya dengan cara baik, begitu juga hamba meminta pada Allah dengan cara tidak baik.maka dalam hal ini ( meminta-minta ) tidak boleh kecuali kondisi dharurat sebagaimana mengkonsumai bangkai

الثاني أن فيه إذلال السائل نفسه لغير الله تعالى وليس للمؤمن أن يذل نفسه لغير الله بل عليه أن يذل نفسه لمولاه فإن فيه عزه فأما سائر الخلق فإنهم عباد أمثاله فلا ينبغي أن يذل لهم إلا لضرورة وفي السؤال ذل للسائل بالإضافة إلى المسئول
2.Orang yang meminta-minta menghikan dirinya pada selain Allah ( pada orang yang diminta) , sedang orang yang beriman tidak boleh menghinakan dirinya kecuali pada Allah, Karena derajat makhluk semuanya itu sama.

الثالث أنه لا ينفك عن إيذاء المسئول غالباً لأنه ربما لا تسمح نفسه بالبذل عن طيب قلب منه فإن بذل حياء من السائل أو رياء فهو حرام على الآخذ وإن منع ربما استحيا وتأذى في نفسه بالمنع إذ يرى نفسه في صورة البخلاء ففي البذل نقصان ماله وفي المنع نقصان جاهه وكلاهما مؤذيان والسائل هو السبب في الإيذاء والإيذاء حرام إلا بضرورة
3. Biasanya tidak lepas menyakiti orang yang diminta, karena orang memberinya keberatan dan tidak ikhlas ada yang karena malu dan riya,sedang memberi karena malu atau riya' itu haram baginya untuk menerima, jika tidak memberi dia merasa malu karena di anggap orang yang pelit sehingga mengurangi derajatnya, sedang jika memberi akan mengurangi hartanya dua kekurangan tersebut akan menyakiti pemberi dan penyebabnya orang yang minta- minta sedangkan menyakiti haram kecuali dharurat.
ﻭﻣﻬﻤﺎ ﻓﻬﻤﺖ ﻫﺬﻩ اﻟﻤﺤﺬﻭﺭاﺕ اﻟﺜﻼﺙ ﻓﻘﺪ ﻓﻬﻤﺖ ﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﺴﺄﻟﺔ اﻟﻨﺎﺱ ﻣﻦ اﻟﻔﻮاﺣﺶ ﻣﺎ ﺃﺣﻞ ﻣﻦ اﻟﻔﻮاﺣﺶ ﻏﻴﺮﻫﺎ (¬3) ﻓﺎﻧﻈﺮ ﻛﻴﻒ ﺳﻤﺎﻫﺎ ﻓﺎﺣﺸﺔ ﻭﻻ ﻳﺨﻔﻰ ﺃﻥ اﻟﻔﺎﺣﺸﺔ ﺇﻧﻤﺎ ﺗﺒﺎﺡ ﻟﻀﺮﻭﺭﺓ ﻛﻤﺎ ﻳﺒﺎﺡ ﺷﺮﺏ اﻟﺨﻤﺮ ﻟﻤﻦ ﻏﺺ ﺑﻠﻘﻤﺔ ﻭﻫﻮ ﻻ ﻳﺠﺪ ﻏﻴﺮﻩ

8). حاشية الشربيني على الغرر البهية في شرح البهجة الوردية ج ٤ ص ٨٢-٨٣ مكتبة الشاملة

(قَوْلُهُ: وَيُكْرَهُ لَهُ التَّعَرُّضُ) فِي م ر أَنَّ الْغَنِيَّ يَحْرُمُ عَلَيْهِ السُّؤَالُ وَإِنْ لَمْ يُظْهِرْ الْفَاقَةَ نَقَلَهُ عَنْ الْإِحْيَاءِ وَسَيَأْتِي فِي الشَّرْحِ فَلَعَلَّ الْمُرَادَ بِالتَّعَرُّضِ لَهَا الْجُلُوسُ فِي مَوَاضِعِهَا مَثَلًا
(makruh nonjol untuk minta )  orang kaya haram meminta minta sekalipun masih kelihatan kaya sebagaimana ada di ihya MAKSUD MENONJOL DI SINI DENGAN DUDUK2 DI JALAN
(قَوْلُهُ: وَيُكْرَهُ لَهُ التَّعَرُّضُ لَهَا) أَيْ وَإِنْ لَمْ يَكْفِهِ مَالُهُ أَوْ كَسْبُهُ إلَّا يَوْمًا وَلَيْلَةً وَيَحْرُمُ عَلَيْهِ أَخْذُهَا إنْ أَظْهَرَ الْفَاقَةَ وَلَا يَمْلِكُ مَا أَخَذَهُ إنْ ظَنَّهُ الدَّافِعُ مُتَّصِفًا بِهَا؛
yakni hartanya cuma bisa mencukupi sehari semalam maka haram nerima jika di kasih sekalipun ia stylenya kaya orang susah dan yang di terimanya jga bukan hak dia jika yang ngasihnya menyangka dia memang orang susah
لِأَنَّهُ قَبَضَهُ بِلَا رِضًى مِنْ صَاحِبِهِ إذْ لَمْ يَسْمَحْ لَهُ إلَّا عَلَى ظَنِّ الْفَاقَةِ
karna ia menerimnya hakikatnya tak di ridoi yang ngasih karna ia menyangka bahwa ia miskin ( ternyata kaya)

وَفِي شَرْحِ مُسْلِمٍ وَغَيْرِهِ مَتَى أَذَلَّ نَفْسَهُ أَوْ أَلَحَّ فِي السُّؤَالِ أَوْ آذَى الْمَسْئُولَ حَرُمَ اتِّفَاقًا
dalam kitab muslim jika sampai menghinakan diri dan merengek atau sampai arogan maka jelas haram

وَإِنْ كَانَ مُحْتَاجًا كَمَا أَفْتَى بِهِ ابْنُ الصَّلَاحِ أَيْ إلَّا أَنْ يُضْطَرَّ سم وَفِي الْإِحْيَاءِ مَتَى أَخَذَ مَنْ جَوَّزْنَا لَهُ الْمَسْأَلَةَ عَالِمًا بِأَنَّ بَاعِثَ الْمُعْطِي الْحَيَاءُ مِنْهُ أَوْ مِنْ الْحَاضِرِينَ وَلَوْلَاهُ لَمَّا أَعْطَاهُ فَهُوَ حَرَامٌ إجْمَاعًا وَيَلْزَمُهُ رَدُّهُ وَحَيْثُ أَعْطَاهُ عَلَى ظَنِّ صِفَةٍ وَهُوَ فِي الْبَاطِنِ بِخِلَافِهَا وَلَوْ عَلِمَ مَا بِهِ لَمْ يُعْطِهِ لَمْ يَمْلِكْ الْأَخْذَ مَا أَخَذَهُ. اهـ. شَرْحُ م ر عَلَى الْمِنْهَاجِ وَعُلِمَ مِنْهُ أَنَّ الْإِيذَاءَ وَالْإِلْحَاحَ وَالْإِذْلَالَ حَرَامٌ لَكِنَّهُ يَمْلِكُ الْمَدْفُوعَ لَهُ كَمَا قَالَهُ شَيْخُنَا الذَّهَبِيُّ - رَحِمَهُ اللَّهُ -

*B). referensi  no. 2 sbb* :

1). حاشية الشرواني علي تحفة المحتاج ج.٦،ص. ٣٤٠

(قوله: والسنة) كخبر الصحيحين «  لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ  شَاةٍ»أي ظلفها
penjelasan Mushonif tentang sunah itu seperti hadist Bukhori Muslim yang artinya  :  janganlah seseorang tetangga itu  meremehkan pemberian untuk tetangganya, sekalipun yang diberikan hanya  berupa kikil kambing.
شرح منهج ومغني قال البجيرمي قوله لا تحقرن بابه ضرب مختار أي: لا تستصغرن هدية لجارتها ع ش
Syarah minhaj dan Mughni telah mengatakan al-bujairami, penjelasannya: jangan meremehkan pintunya, dengan tebang pilih , artinya: jangan meremehkan hadiah untuk tetangganya.

2).  تحفة المحتاج ج.٦، ص. ٣٤٠
والأصل في جوازها بل ندبها بسائر أنواعها الآتية قبل الإجماع الكتاب، والسنة وورد «تهادوا تحابوا» أي: بالتشديد من المحبة وقيل بالتخفيف من المحاباة وصح «تهادوا فإن الهدية تذهب بالضغائن» وفي رواية «فإن الهدية تذهب وحر الصدر» وهو بفتح المهملتين ما فيه من نحو حقد وغيظ نعم يستثنى من ذلك أرباب الولايات والعمال فإنه يحرم عليهم قبول الهبة والهدية بتفصيله الآتي في القضاء وقد بسطت ذلك في تأليف حافل *ويحرم الإهداء لمن يظن فيه صرفها في معصية*
berhukum haram memberi hadiah pada orang dengan Dhon kuat dalam pemberian  itu dibelanjakan / digunakan / ditasyarufkan pada hal yang maksiat

3). » ، ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺣﺮاﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻌﻄﻪ؛ *ﻷﻧﻪ ﺣﻴﺚ ﺣﺮﻡ اﻷﺧﺬ ﺣﺮﻡ اﻹﻋﻄﺎء ﻷﻧﻪ ﺇﻋﺎﻧﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻌﺼﻴﺔ*
bila keberadaannya berstatus haram maka tidak boleh diberi karena sekira haram mengambil maka haram memberi disebabkan membantu pada kemaksiatan.
ﻛﺄﺟﺮﺓ اﻟﻨﺪﺏ ﻭاﻟﻨﻴﺎﺣﺔ ﺇﻻ ﻋﻨﺪ اﻟﻀﺮﻭﺭﺓ، ﻛﺄﻥ ﺃﻋﻄﻰ اﻟﺸﺎﻋﺮ ﻟﺌﻼ ﻳﻬﺠﻮﻩ ﺃﻭ اﻟﻈﺎﻟﻢ ﻟﺌﻼ ﻳﻤﻨﻌﻪ ﺣﻘﻪ ﺃﻭ ﻟﺌﻼ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻨﻪ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻤﺎ ﺃﻋﻄﺎﻩ، ﻓﺈﻥ اﻹﺛﻢ ﻋﻠﻰ اﻵﺧﺬ ﺩﻭﻥ اﻟﻤﻌﻄﻲ ﻓﺈﻥ ﻗﻴﻞ ﻳﺤﺘﻤﻞ ﺃﻧﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﺇﻧﻤﺎ ﺃﻋﻄﺎﻩ ﺫﻟﻚ ﻟﻴﻄﻌﻤﻪ ﺭﻗﻴﻘﻪ ﻭﻧﺎﺿﺤﻪ.

4). *ﻓﺈﻥ ﺧﺎﻑ ﻫﻼﻛﺎ ﻟﺰﻣﻪ اﻟﺴﺆاﻝ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻋﺎﺟﺰا ﻋﻦ اﻟﺘﻜﺴﺐ. ﻓﺈﻥ ﺗﺮﻙ اﻟﺴﺆاﻝ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ اﻟﺤﺎﻟﺔ ﺣﺘﻰ ﻣﺎﺕ ﺃﺛﻢ ﻷﻧﻪ ﺃﻟﻘﻰ ﺑﻨﻔﺴﻪ ﺇﻟﻰ اﻟﺘﻬﻠﻜﺔ،* ﻭاﻟﺴﺆاﻝ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ اﻟﺤﺎﻟﺔ ﻓﻲ ﻣﻘﺎﻡ اﻟﺘﻜﺴﺐ؛ ﻷﻧﻬﺎ اﻟﻮﺳﻴﻠﺔ اﻟﻤﺘﻌﻴﻨﺔ ﻹﺑﻘﺎء اﻟﻨﻔﺲ، ﻭﻻ ﺫﻝ ﻓﻴﻬﺎ ﻟﻠﻀﺮﻭﺭﺓ، ﻭاﻟﻀﺮﻭﺭﺓ ﺗﺒﻴﺢ اﻟﻤﺤﻈﻮﺭاﺕ ﻛﺄﻛﻞ اﻟﻤﻴﺘﺔ. (1)

5). نهاية المحتاج بشرح المنهاج ج.٦ ص.١٧٢

ومن اعطي لوصف يظن به كفقر او صلاح او نسب بأن توفرت القرائن انه انما اعطى بهذا القصد اوصرح له المعطي بذلك وهو باطنا بخلافه حرم عليه الاخذ مطلقا ومثله ما لو كان به وصف باطنا لو اطلع عليه المعطي لم يعطه ويجري ذلك في الهدية ايضا على الاوجه ومثلها سائر عقود التبرع فيما يظهر كهبة ووصية ووقف ونذر

“Barangsiapa yang memberi sesuatu sebab adanya sifat yang disangka ada pada dalam diri penerima semisal kefakiran, kesalehan, atau nasab yang diketahui dari beberapa tanda bahwa dia memberikan dengan motif tersebut atau si pemberi menjelaskan motifnya sendiri, sedangkan sesungguhnya tidak demikian, maka haram secara mutlak bagi penerima untuk mengambilnya. Demikian juga kalau ada salah satu sifat yang disembunyikan dalam diri penerima yang seandainya tampak pada orang yang memberi, maka dia tidak akan memberinya. Hal ini berlaku juga dalam konteks hadiah menurut pendapat yang lebih kuat. Hukum yang sama juga perlu berlaku bagi semua akad tabarru’ atau bantuan sosial seperti hibah, wasiat, wakaf dan nazar.”

6). نهاية المحتاج بشرح المنهاج ج.٦ ص.١٧٢

وَاسْتَثْنَى فِي الْإِحْيَاءِ مِنْ تَحْرِيمِ سُؤَالِ الْقَادِرِ عَلَى الْكَسْبِ مَا لَوْ كَانَ يَسْتَغْرِقُ الْوَقْتَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ، وَفِيهِ أَيْضًا سُؤَالُ الْغَنِيِّ حَرَامٌ إنْ وَجَدَ مَا يَكْفِيهِ هُوَ وَمُمَوَّنَهُ يَوْمَهُمْ وَلَيْلَتَهُمْ وَسُتْرَتَهُمْ وَآنِيَةً يَحْتَاجُونَ إلَيْهَا، وَالْأَوْجَهُ جَوَازُ سُؤَالِ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ بَعْدَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إنْ كَانَ السُّؤَالُ عِنْدَ نَفَاذِ ذَلِكَ غَيْرَ مُتَيَسِّرٍ وَإِلَّا امْتَنَعَ، وَقَيَّدَ بَعْضُهُمْ غَايَةَ ذَلِكَ بِسَنَةٍ، وَنَازَعَ الْأَذْرَعِيُّ فِي التَّحْدِيدِ بِهَا وَبَحَثَ جَوَازَ طَلَبِ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ إلَى وَقْتٍ يَعْلَمُ عَادَةً تَيَسُّرَ السُّؤَالِ وَالْإِعْطَاءِ فِيهِ، وَلَا يَحْرُمُ عَلَى مَنْ عَلِمَ غِنَى سَائِلٍ أَوْ مُظْهِرٍ لِلْفَاقَةِ الدَّفْعُ إلَيْهِ خِلَافًا لِلْأَذْرَعِيِّ، كَمَا صَرَّحَ بِعَدَمِهَا فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ؛ لِأَنَّ الْحُرْمَةَ إنَّمَا هِيَ لِتَغْرِيرِهِ بِإِظْهَارِ الْفَاقَةِ مَنْ لَا يُعْطِيهِ لَوْ عَلِمَ غِنَاهُ، فَمَنْ عَلِمَ وَأَعْطَاهُ لَمْ يَحْصُلْ لَهُ تَغْرِيرٌ، وَمَعْلُومٌ أَنَّ سُؤَالَ مَا اُعْتِيدَ سُؤَالُهُ مِنْ الْأَصْدِقَاءِ وَنَحْوِهِمْ مِمَّا لَا يَشُكُّ فِي رِضَا بَاذِلِهِ وَإِنْ عَلِمَ غِنَى آخِذِهِ لَا حُرْمَةَ فِيهِ وَلَوْ عَلَى الْغَنِيِّ لِاعْتِيَادِ الْمُسَامَحَةِ بِهِ، وَمَنْ أَعْطَى لِوَصْفٍ يَظُنُّ بِهِ كَفَقْرٍ أَوْ صَلَاحٍ إلخ
.Imam Ghozali dalam kitab ihya' mengecualikan tentang haramnya meminta bagi orang yang mampu jika waktunya digunakan dalam menuntut ilmu, Orang yang kaya Haram meminta jika memenuhi kebutuhannya, keluarganya, menutupi aurat dan wadah yang dibutuhkan baik siang maupun malam.menurut pendapat yang kuat boleh meminta sesuatu yang dibutuhkan setelah hari-hari berikutnya kalau permintaan setelah itu tidak mudah, jika masih mudah maka tidak boleh, batasan waktu tersebut menurut sebagian ulama satu tahun sedangkan menurut Imam adzra'i batasannya adalah sampai waktu yang biasanya mudah baik dalam meminta maupun memberi.Memberi kepada orang kaya yang minta-minta atau menampakkan faqir tidak haram bedahalnya Imam al-adzra'i seperti dalam Syarah muslim, keharaman tersebut karena penipuan yaitu pura-pura miskin seandainya orang lain tau dia kaya  pasti tidak akan memberinya.seperti yang sudah maklum bahwa meminta dari orang yang diduga keridhaan nya dalam memberi seperti teman atau lainnya itu boleh-boleh saja walaupun yang meminta ( menerima) termasuk orang kaya karena sudah biasa saling toleransi

*Susunan Team ahli*

*kontributor* :
1. Ach. Muhtar Bs, (Alumni PP. Sidogiri, pasuruan)
2. Ust. Arupinia Katsumadai, Spd, Pamekasan Madura
3. Ust. Zainal Abidin ( Bojonegoro Jatim)
4. Ust. Farid fauzi (PP Hidayatul Mubtadi'ien Ngunut Tulungagung)
5. Ust. Miftakhuddinn (Alumni PP. Al Anwar Sarang)
6. Ust. Junaidi El qorik ( Alumni  PP. NAHDATUL ATHFAL kabupaten kubu raya, Kalimantan barat, Aktivis DHF)

7. Ust. Abdunnasir SPdi (alumni Al anwar paculgowang)
8. Ust. taufik udin (PP asalafiyah darun naja kab tangerang banten)
9. Ust Muhammad ridwan (alumni PP riyadulaliyah cisempur bogor)
10. Ust. muhammad Muhsin (Aktivis Piss KTB, alumni lirboyo)
11. Ust. Muchsin Chafifi (Aktivis piss KTB dan  DHF)
12. Ust. Muhyiddin (Alumni MA Al Anwar Paculgowang)
13.Ust. Muhammad (Ust.madrosah miftahul ulum sungai asam kb paten kubu raya
Alumni pp almubarok lanbulan tambelangan sampang madura)
14.  Ust. Daud (alumni PP. Payaman sirojul Mukhlisin da'wah maksud hidup, Magelang)
15. Ust. Rohim (Pondok Pesantren AS-SALAFI AL-BAIHAQI,Bangkalan Madura)
16. Ust. Muhammad. Anshori
( alumni pon.pes. Lirboyo Kediri)
17. Ust  Danial (Alumni PP. Manbaul ulum pakis, Kudus)
18. Ust. Mulyanto (alumni pesantren Roudhotul Banin, Panjatan, Kulon progo - jogja)
19. Ust. Abdul Rokhim (Alumni Pon Pes  Salafiyyah Syafi'iyah, Gondang - TulungAgung)

*Notulen*:

Ustadz "Mas" Abdullah Amin nafi' (alumni PP. Tarbiyatun Nasyi'in, Paculgowang Jombang)

*Moderator*:

1.Kang  Rasjid (alumni PP. Alhamdulillah, Kemadu, Sulang - Rembang, Jawa Tengah)

2. Ust. Ahmad Shodiqin ( Alumni, PP. Hidayatut thullab Pondok tengah Kamulan durenan trenggalek).

3. Neng Martiffin R.(IPPNU,CB KPP PC.sragen ,Alumni PP AL HIKMAH SRAGEN

*Editor* :
1. Ust. Zainal Abidin, S.Pd. (Sekretaris LBM Taman Sidoarjo, Jatim, alumni pondok pesantren Al-Anwar sarang Rembang)

*Dewan Mushohih:*

1.  KH. Khotimi Bahri  (Anggota Komisi MUI Kota Bogor)
2. Ust. M HISMAN ABDURROHMAN pengasun ponpes NURUL HISAN sagaranten  sukabumi jabar.
3. KH Moh Salim S pd. (Alumni Al Falah Ploso Mojo Kediri)
4.  KH. Mahmud Abid ( ketua LBM MWC NU WARU. Sidoarjo Jatim, alumni Pon Pes Langitan)
5. Ust. Haris Abdul Khaliq (Sekjen PCNU Sragen)
6.Ust.  Masduqi  (mutahorij  ppmt mlangi sleman)
7. Ust. Lutfi Hakim . MA
PP. Futuhiyyah Mranggen - Demak
Anggota LDNU Kab. Bogor
8.  Ust. Fathurrohman,S.Pd.I (WAKIL ROIS SURIYAH MWC Gandrungmangu, Ketua LBM NU MWC Gandrungmangu, Ketua UPZIS di MWC Gandrungmangu, Katib Suriyah di Ranting NU Layansari, Anggota LBM di PC Cilacap,  Alumni PPHT Kamulan,Durenan,Trenggalek,Jawa Timur).
9.  KH. Ahamdi abd haliem (Pengasuh pondok pesantren Raudlatul Muttaqien
10. Ust. Abdul Rosid, M.Pd
Sekretaris LBM PCNU Kab. Malang
..........

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا

Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy

 *Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy* Maklum diketahui bahwa ketika seseorang mengadakan acara walimah, maka penganten, bahkan ibu penganten dan keluarga terdekat, merias wajah dengan make up yang cukup tebal. Acara walimah ini biasanya memakan waktu berjam-jam bahkan tak jarang belum selesai sampai waktu shalat tiba. Maka bagaimanakah tata cara thaharah dan shalat bagi wanita yang memakai riasan ini? Solusi 1: Menghapus riasan wajah dan shalat sesuai waktunya Perlu diketahui bahwa salah satu syarat sah wudhu adalah tidak terdapat hal yang menghalangi tersampainya air wudhu ke anggota badan yang wajib dibasuh, tentu penggunaan make up yang tebal sudah pasti menghalangi air wudhu. Maka bagi wanita yang memakai riasan pengantin tersebut tidak boleh berwudhu kecuali sudah menghapus bersih riasan yang ada di wajah, sehingga yakin jika air wudhu benar-benar mengenai anggota wudhu, tidak cukup hanya dengan mengalirkan air tanpa terlebih dahulu menghapus make up nya seperti yan