PENDAPATAN PEJABAT
Telah kita ketahui bahwa gaji pokok bupati, gubernur atau lainnya, jelas
tidak dapat menutup biaya kampanye. Namun masih saja banyak peminatnya, karena
hasil ceperan (diluar gaji pokok) lebih banyak, seperti proyek tender, uang
lembur yang melebihi dari gaji pokok dengan berlipat-lipat.
³
Pertanyaan:
a. Bagaimanakah konsep fiqh
tentang pendapatan diluar gaji pokok di atas?
b.
Halalkah pendapatan dari persenan yang didapat dari kontraktor, perizinan
dan lain-lain?
³
Jawaban:
Pendapatan yang didapatkan dari proyek tender
hukumnya haram, meskipun dibenarkan menurut Undang-Undang. Sedangkan gaji
lembur yang sesuai jerih payahnya maka diperbolehkan.
Pendapatan diluar kas Negara (baitul mal)
³
Bughyah Al Mustarsyidin 273
(مسئلة ى) أرزاق القضاة كغيرهم من القائمين
بالمصالح العامة من بيت المال يعطى كل منهم قدر كفايته اللائقة من غير تبذير فإن
لم يكن أو استولت يد عادية الزم بذلك مياسير المسلمين وهم من عنده زيادة على كفاية
سنة ولا يجوز أخذ شىء من المتدايعيين أو ممن يحلفه أو يعقد له النكاح.( بغية
المسترشدين 273)
Tunjangan para penghulu dan orang-orang yang
berkecimpung dalam urusan umum itu diambilkan dari kas negara. Masing-masing
diberi sesuai kadar kecukupan untuk memenuhi kebutuhannya asal tidak sampai
boros. Kalau kas Negara kosong atau dikuasai oleh orang-orang yang tidak
bertanggungjawab maka diambilkan dari orang-orang kaya, yaitu mereka yang punya
kelebihan harta dalam satu tahun ke depan.
Tidak diperbolehkan mengambil harta dari para terdakwa atau orang yang bersumpah
(dihadapan qadli) atau yang sedang melangsungkan akad nikah.
Hukum Menerima ceperan
³
Al Bajuri 2/332
فيحرم ذلك لخبر هدايا العمال غلول رواه البيهقى
بهذا اللفظ وفى رواية سحت اي حرم ولأنها تدعو الى الميل الى صاحبها وحيث حرمت لم
يملكها ويردها على مالكها اهـ (الباجوري. 2/332)
Oleh karena itu haram menerima hadiah bagi pejabat.
Karena ada sebuah hadits “Hadiah (yang diberikan) kepada pejabat itu termasuk
khianat”. HR. Al Baihaqi. Karena hal itu mengajak condong kepada pemberi
hadiah. Pada saat menerima hadiah itu haram maka wajib mengebalikan kepada
pemiliknya.
9. Penggunaan fasilitas umum
Perkembangan perekonomian dewasa ini semakin pesat, sehingga segala sesuatu
yang ada akan dapat menghasilkan uang asal dengan kreatif. Diantaranya upaya pemanfatan lahan-lahan umum atau
tempat-tempat kosong untuk usah sebagaimana yang kita jumpai dengan istilah
penguasaan atau pembelian hak. Dalam berbagai bentuk transaksi seperti:
-
Pembelian tempat fasilitas umum, dimana pembeli tidak bersetatus memiliki
atas tempat tersebut, namun berhak menguasai, seperti dipasar-pasar, lahan
parkir, lokasi trotoar dan lain-lain.
² Pertanyaan
a. Termasuk dalam transaksi
apakah menurut pandangan syariat Islam pembelian tersebut, dan bagaimana
hukumnya?
² Jawab
Dalam permasalahan ini harus dibedakan antara pemanfaatan fasilitas umum
dan pemanfaatan lahan-lahan strategis milik negara. Kaitannya dengan ini
musyawirin hanya menyoal pemanfaatan fasilitas umum (dengan sewa atau
penguasaan).
Sementara itu dalam Pemanfaatan fasilitas umum, selama tidak mengganggu
hak-hak lain yang lebih umum (seperti hak pengguna jalan) maka boleh bila
mendapat izin dari pemerintah selebihnya seperti menjual-belikan maka tidak
boleh.
Aturan Pemerintah Tentang Penggunaan Fasilitas
Umum
²
Al Hawi lil fatawi I/129 – 130
وقال الما وردى فىالاحكام وَأَمَّا الْقِسْمُ الثَّالِثُ وَهُوَ مَا
اخْتَصَّ بِأَفْنِيَةِ الشَّوَارِعِ وَالطُّرُقِ فَهُوَ مَوْقُوفٌ عَلَى نَظَرِ
السُّلْطَانِ .وَفِي نَظَرِهِ وَجْهَانِ :
السلطانية أَحَدُهُمَا أَنَّ نَظَرَهُ فِيهِ مَقْصُورٌ عَلَى
كَفِّهِمْ عَنْ التَّعَدِّي وَمَنْعِهِمْ مِنْ الْإِضْرَارِ وَالْإِصْلَاحِ
بَيْنَهُمْ عِنْدَ التَّشَاجُرِ ، وَلَيْسَ لَهُ أَنْ يُقِيمَ جَالِسًا وَلَا أَنْ
يُقَدِّمَ مُؤَخَّرًا ، وَيَكُونُ السَّابِقُ إلَى الْمَكَانِ أَحَقَّ بِهِ مِنْ
الْمَسْبُوقِ .وَالْوَجْهُ الثَّانِي أَنَّ نَظَرَهُ فِيهِ نَظَرُ مُجْتَهِدٍ
فِيمَا يَرَاهُ صَلَاحًا فِي إجْلَاسِ مَنْ يُجْلِسُهُ وَمَنْعِ مَنْ يَمْنَعُهُ
وَتَقْدِيمِ مَنْ يُقَدِّمُهُ كَمَا يَجْتَهِدُ فِي أَمْوَالِ بَيْتِ الْمَالِ
وَإِقْطَاعِ الْمَوَاتِ وَلَا يَجْعَلُ السَّابِقَ أَحَقَّ وَلَيْسَ لَهُ عَلَى
الْوَجْهَيْنِ أَنْ يَأْخُذَ مِنْهُمْ عَلَى الْجُلُوسِ أَجْرًا .( ألحاوى
للفتاوى الجزء الأ ول ص : 129- 130 )
Diterangkan
lebih lanjut oleh Imam Mawardi dalam kitab Ahkamussulthoniyyah "Bagian
yang ketiga dari Irfaq (pemberian pemerintah kepada rakyat sipil) adalah pemberian
sarana dipinggiran ruas jalan raya dan
jalan kampung. Otoritas ini diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Tentang
sebatas mana otoritas pemerintah ada dua pendapat, pertama, sebatas
mengatur agar masyarakat tidak berlebihan dan menimbulkan hal-hal yang
berbahaya serta mendamaikan ketika terjadi perselisihan diantara mereka.
Karenanya pemerintah tidak boleh semena-mena mengatur orang yang sedang duduk
atau berdiri dijalan raya atau jalan kampung, apalagi mendahulukan orang yang
semestinya belakangan (gilirannya) dalam menggunakan fasilitas jalan. Kedua,
Pemerintah punya otoritas penuh (seperti mujtahid mutlaq) dalam mengatur jalan
asalkan atas dasar maslahah bersama. Karenanya boleh bagi pemerintah
mendahulukan pengguna jalan yang semestinya akhir dan sebaliknya.Walupun toh
demikian pemerintah tidak boleh membuat tarif bagi pengguna jalan.
Izin Pemerintah Kepada Pedagang Kaki Lima
²
Al Hawi lil fatawi I/153
أما
اقطاع الإرفاق وهو أن يقطع الامام اونائبه من انسان موضعا من مقاعد الأسواق والطرق
الواسعة ليجلس فيه للبيع والشراء فيجوز اذاكان لايضر المارة هذا هو المذهب ولو
اقطعه السلطان موضعا منه لايملكه ويكون اولى به ( الحاوى للفتاوى الجزء الأول
ص : 153 ).
Gambaran
Iqtha'ul Irfaq adalah bila seorang kepala Negara atau wakilnya memberikan stand
di pasar atau dipinggiran jalan yang luas sebagai tempat dagang. Kebijakan
pemerintah seperti ini diperbolehkan (menurut mazhab syafi'i) asalkan tidak
sampai mengganggu pengguna jalan. Pemberian oleh pemerintah tadi statusnya
hanya sebagai hak guna/pakai bukan hak milik.
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik