JUMLAH RAKA’AT SHALAT TARAWIH
Shalat Tarawih hukumnya sangat
disunnahkan (sunnah muakkadah), lebih utama berjama'ah. Demikian pendapat masyhur yang disampaikann
oleh para sahabat dan ulama. Ada beberapa pendapat tentang raka’at shalat
Tarawih; ada pendapat yang mengatakan bahwa shalat tarawih ini tidak ada
batasan bilangannya, yaitu boleh dikerjakan dengan 20 (dua puluh) raka'at, 8
(delapan), atau 36 (tiga puluh enam) raka'at; ada pula yang mengatakan 8
raka’at; 20 raka’at; dan ada pula yang mengatakan 36 raka’at.
Pangkal perbedaan awal dalam masalah
jumlah raka’at shalat Tarawih adalah pada sebuah pertanyaan mendasar. Yaitu
apakah shalat Tarawih itu sama dengan shalat malam atau keduanya adalah jenis
shalat sendiri-sendiri. Mereka yang menganggap keduanya adalah sama, biasanya
akan mengatakan bahwa jumlah bilangan shalat Tawarih dan Witir itu 11 raka’at.
Dalam wacana mereka, di malam-malam Ramadhan, namanya menjadi Tarawih dan di
luar malam-malam Ramadhan namanya menjadi shalat malam / qiyamullail. Dasar mereka adalah hadits Nabi SAW:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِيْ
رَمَضَانَ وَلاَغَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً (رواه النسائي)
”Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah
saw tidak pernah menambah di dalam ramadhan dan di luar Ramadhan dari 11 rakaat”.
(HR. Al-Bukhari)
Sedangkan mereka yang membedakan
antara keduanya (shalat malam dan shalat tarawih), akan cenderung mengatakan
bahwa shalat Tarawih itu menjadi 36 raka’at karena mengikuti ijtihad Khalifah
Umar bin ’Abdul Aziz yang ingin menyamai pahala shalat Tarawih Ahli Makkah yang
menyelingi setiap empat raka’at dengan ibadah Thawaf. Lalu Umar bin ’Abdul Aziz
menambah raka’at shalat Tarawih menjadi 36 raka’at bagi orang di luar kota
Makkah agar menyamahi pahala Tarawih ahli makkah; Atau shalat Tarawih 20 raka’at dan Witir 3 raka’at menjadi 23
raka’at. Sebab 11 rakaat itu adalah jumlah bilangan rakaat shalat malamnya
Rasulullah saw bersama sahabat dan setelah itu Beliau menyempurnakan shalat
malam di rumahnya. Sebagaimana Hadits Nabi SAW.:
أَنَّهُ صلّى الله عليه وسلّم خَرَجَ مِنْ جَوْفِ
اللَّيْلِ لَيَالِيْ مِنْ رَمَضَانَ وَهِيَ ثَلاَثُ مُتَفَرِّّقَةٍ: لَيْلَةُ
الثَالِثِ, وَالخَامِسِ, وَالسَّابِعِ وَالعِشْرِيْنَ, وَصَلَّى فِيْ المَسْجِدِ,
وَصَلَّّى النَّاسُ بِصَلاَتِهِ فِيْهَا, وَكَانَ يُصَلِّّْي بِهِمْ ثَمَانِ
رَكَعَاتٍ, وَيُكَمِّلُوْنَ بَاقِيْهَا فِيْ بُيُوْتِهِمْ.( رواه الشيخان)
“Rasulullah
saw keluar untuk shalat malam di bulan Ramadlan sebanyak tiga tahap: malam
ketiga, kelima dan kedua puluh tujuh untuk shalat bersama umat di masjid,
Rasulullah saw. shalat delapan raka’at, dan kemudian mereka menyempurnakan sisa
shalatnya di rumah masing-masing. (HR. Bukhori dan Muslim).
Sedangkan menurut ulama lain yang mendukung
jumlah 20 raka’at, jumlah 11 raka’at yang dilakukan oleh Rasulullah saw tidak
bisa dijadikan dasar tentang jumlah raka’at shalat Tarawih. Karena shalat
Tarawih tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw kecuali hanya 2 atau 3 kali
saja. Dan itu pun dilakukan di masjid, bukan di rumah. Bagaimana mungkin Aisyah
r.a. meriwayatkan hadits tentang shalat Tarawih Nabi SAW? Lagi pula, istilah
shalat Tarawih juga belum dikenal di masa Nabi SAW. Shalat tarawih bermula pada
masa Umar bin al Khattab ra., karena pada bulan Ramadlan orang berbeda-beda,
sebagian ada yang shalat dan ada yang tidak shalat, maka Umar menyuruh agar
umat Islam berjamaah di masjid dengan imamnya Ubay bin Ka'b. Itulah yang
kemudian populer dengan sebutan shalat tarawih, artinya istirahat, karena
mereka melakukan istirahat setiap selesai melakukan shalat 4 raka’at dengan dua
salam. Dan Umar ra. berkata:
Inilah sebaik-baik bid’ah.
Bagi para ulama
pendukung shalat Tarawih 20 raka’at+witir 3= 23, apa yang disebutkan oleh
Aisyah bukanlah jumlah raka’at shalat Tarawih melainkan shalat malam (qiyamullail)
yang dilakukan di dalam rumah beliau sendiri. Apalagi dalam riwayat yang lain,
hadits itu secara tegas menyebutkan bahwa itu adalah jumlah raka’at shalat
malam Nabi SAW., baik di dalam bulan Ramadhan dan juga di luar bulan Ramadhan.
Ijtihad Umar bin al Khoththab ra. tidak mungkin mengada-ada tanpa ada dasar
pijakan pendapat dari Rasulullah saw, karena para sahabat semuanya sepakat dan
mengerjakan 20 raka’at (ijma’ al sahabat al sukuti). Di samping itu,
Rasulullah menegaskan bahwa Posisi Sahabat Nabi SAW sangat agung yang harus
diikuti oleh umat Islam sebagaimana dalam Hadits Nabi SAW:
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّّتِيْ,
وَسُنَّةِ الخُلَفَآءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ
"Maka hendaklah kamu berpegang teguh kepada sunnahku dan
sunnah al-Khulafa' al-Rasyidun sesudah aku ". (Musnad Ahmad bin Hanbal).
Ulama Syafi’ayah, di antaranya Imam
Zainuddin bin Abdul ‘Aziz al Malibari dalam kitab Fathul Mu’in menyimpulkan
bahwa shalat Tarawhi hukumnya sunnah
yang jumlahnya 20 raka’at:
وَصَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ سنة مُؤَكَّدَةٌ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ
تَسْلِيْماَتٍ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ لِخَبَرٍ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ
إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَيَجِبُ التَّسْلِيْمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ
فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا مِنْهَا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ تَصِحَّ .
“Shalat
Tarawih hukumnya sunnah, 20- raka’at dan 10 salam pada setiap malam di bulan
Ramadlan. Karena ada hadits: Barangsiapa Melaksanakan (shalat Tarawih) di malam
Ramadlan dengan iman dan mengharap pahala, maka dosanya yang terdahullu
diampuni. Setiap dua raka’at haru salam. Jika shalat Tarawih 4 raka’at dengan
satu kali salam maka hukumnya tidak sah……”. (Zainuddin al
Malibari, Fath al Mu’in, Baikrut: Dar al Fikr, juz I, h. 360).
Pada kesimpilannya, bahwa pendapat yang unggul tentang jumlah raka’at
salta tarawih hádala 20raka’at+3 raka’at withir jumlahnya 23 raka’at. Akan
tetapi jika ada yang melaksanakan salta tarawih 8 raka’at+3 withir jumlahnya 11
raka’at tidak berarti menyalahi Islam. Sebab perbedaan ini hanya masalah
furu’iyyah bukan masalah aqidah tidak perla dipertentangkan. Wallahu a’lam
bi al-shawab.
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik