IBADAH JUM’AT
1. Salat Tahiyyat Masjid Saat Khutbah
Pertanyaan:
Apa salat Tahiyyat
al-Masjid? Dan apa yang sebaiknya dilakukan ketika ada jamaah datang sementara
Khatib sudah berkhutbah? Sebab ada jamaah yang langsung duduk, ada pula yang
salat sunah. terimakasih. Masykuri Hasyim, Sby
Jawaban:
Şalat
tahiyyat al-masjid adalah şalat dua raka’at yang dilakukan setiap
masuk masjid sebelum duduk. Hukum şalat tahiyyat al-masjid, menurut
mayoritas ulama adalah sunat, bahkan Imam al-Nawawi mengatakan hukum sunat ini
telah disepakati kaum muslimin, berdasarkan sabda Rasulullah saw:
قَالَ
رَسُولَ اللهِ صلى الله تعالى عليه إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ
فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
"Apabila salah seorang diantara kalian masuk masjid, maka
janganlah duduk hingga ia şalat dua rakaat" (HR Bukhāri)
Bila kemudian ada
orang yang masuk masjid pada saat khotbah sedang berlangsung, mengenai hukum
şalat tahiyyat al-masjid terdapat dua pendapat :
a)
Tetap
disunatkan untuk dilakukan. Ini adalah pendapat al-Hasan, Ibn Uyainah, Makhūl, Ishāq,
Ibnu al-Mundhīr, al-Shāfi’ī dan Ahmad. Hal ini berdasarkan sebuah hadis bahwa:
عَنْ جَابِرٍ أَنَّهُ قَالَ
جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِىُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللهِ صلى الله
تعالى عليه قَاعِدٌ
عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَعَدَ سُلَيْكٌ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَقَالَ لَهُ
النَّبِىُّ صلى الله تعالى عليه أَرَكَعْتَ رَكْعَتَيْنِ قَالَ لاَ قَالَ قُمْ
فَارْكَعْهُمَا (رواه مسلم رقم 2060)
"Sulaik al-Ghathafani datang ke masjid sementara Rasulullah
Saw sedang berkhutbah. Lalu Sulaik duduk, dan Nabi Saw berkata kepadanya:
Sulaik, berdirilah dan lakukanlah 2 rakaat dan ringankanlah (tidak terlalu
lama)! Kemudian Rasulullah Saw bersabda: Apabila diantara kalian masuk ke
masjid sementara Imam sedang berkhutbah, maka salatlah 2 rakaat dan
ringankanlah" (HR Muslim)
b)
Tidak
sunat untuk dilakukan. Ini pendapat Aţā’ bin Abi Rabāh, Shuraih, Ibni
Sīrīn, al-Nakha’i, Qatādah, al-Laith, al-Thaurī, Abu Hanīfah dan Mālik bin Anas.
2. Dalil Salat Sunah Qabliyah Jumat
Pertanyaan:
Saya pernah
melakukan salat jumat, ketika selesai Adzan hampir tidak ada yang salat Sunah
kecuali beberapa orang, saya pun ikut salat sunah. Tapi selesai salat saya
ditegur jamaah di dekat saya bahwa salat sunah sebelum Jumat tidak ada
dasarnya. Benarkah hal tersebut? Lalu bagaimana dengan kebanyakan umat Islam
yang sudah melakukan salat tersebut? Hamidi, Sby
Jawaban:
Tidak benar jika
salat sunah Qabliyah jumat tidak ada dasarnya, dan dalam masalah ini para ulama
memang berbeda pendapat. Ulama yang memperbolehkan salat Sunah sebelum Salat
Jumat berdasarkan riwayat Ibnu Majah (1114):
عَنْ جَابِرٍ قَالَ جَاءَ
سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ وَرَسُوْلُ اللهِ صلى الله تعالى عليه يَخْطُبُ فَقَالَ
لَهُ النَّبِيُّ صلى الله تعالى عليه أَصَلَّيْتَ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ
تَجِيْءَ؟ قَالَ لاَ قَالَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيْهِمَا (رواه ابن
ماجه رقم 1114)
“Sulaik al-Ghathafani datang ke masjid saat Rasulullah Saw
berkhutbah, beliau bertanya kepadanya: "Apakah kamu sudah salat dua rakaat
sebelum datang (ke masjid)?" Sulaik menjawab: "Belum".
Rasulullah bersabda: "Salatlah dua rakaat, dan ringankanlah".
Syaikh asy-Syaukani
berkata:
(قَوْلُهُ قَبْلَ أَنْ تَجِيْءَ) يَدُلُّ عَلَى أَنَّ هَاتَيْنِ
الرَّكْعَتَيْنِ سُنَّةٌ لِلْجُمْعَةِ قَبْلَهَا وَلَيْسَتَا تَحِيَّةً
لِلْمَسْجِدِ اهـ حَدِيْثُ ابْنِ مَاجَهْ هَذَا هُوَ كَمَا قَالَ الْمُصَنِّفُ
وَصَحَّحَهُ الْعِرَاقِي وَقَدْ أَخْرَجَهُ أَيْضًا أَبُوْ دَاوُدَ مِنْ حَدِيْثِ
أَبِي هُرَيْرَةَ وَالْبُخَارِي وَمُسْلِمٌ مِنْ حَدِيْثِ جَابِرٍ (نيل الأوطار
للشوكاني 3 / 314)
"Dua rakaat ini adalah salat sunah Qabliyah Jumat, bukan
Tahiyat al-Masjid. Hadis ini dinilai sahih oleh al-Iraqi" (Nail al-Author III/314)
Al-Hafidz Ibnu Hajar
juga menegaskan bahwa hadis diatas adalah dalil Qabliyah Jumat:
فَائِدَةٌ لَمْ يَذْكُرِ
الرَّافِعِي فِي سُنَّةِ الْجُمْعَةِ الَّتِي قَبْلَهَا حَدِيْثًا وَأَصَحُّ مَا
فِيْهَا مَا رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ عَنْ دَاوُدَ بْنِ رَشِيْدٍ عَنْ حَفْصِ بْنِ
غِيَاثٍ عَنِ اْلأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَعَنْ أَبِي
سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ وَرَسُوْلُ
اللهِ صلى الله تعالى عليه يَخْطُبُ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صلى الله تعالى عليه
أَصَلَّيْتَ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تَجِيْءَ؟ قَالَ لاَ قَالَ فَصَلِّ
رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيْهِمَا (تلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي
الكبير - 2 / 177)
“Ar-Rafi’i tidak menyebutkan hadis salat sunah sebelum Jumat.
Hadis yang paling sahih adalah riwayat Ibnu Majah, bahwa Sulaik al-Ghathafani
datang ke masjid saat Rasulullah Saw berkhutbah, beliau bertanya kepadanya:
"Apakah kamu sudah salat dua rakaat sebelum datang (ke masjid)?"
Sulaik menjawab: "Belum". Rasulullah bersabda: "Salatlah dua
rakaat, dan ringankanlah” (Talkhish al-Habir
2/177)
Hadis ini diperkuat
dengan riwayat lain, yaitu dari Nafi' bahwa:
عَنْ نَافِعٍ قَالَ كَانَ
ابْنُ عُمَرَ يُطِيْلُ الصَّلاَةَ قَبْلَ الْجُمُعَةِ وَيُصَلِّى بَعْدَهَا
رَكْعَتَيْنِ فِى بَيْتِهِ وَيُحَدِّثُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله تعالى عليه
كَانَ يَفْعَلُ ذَلِكَ (رواه ابو داود رقم 1130)
“Abdullah bin Umar memperpanjang salat sebelum Jumat dan
salat 2 rakaat setelah Jumat di
rumahnya. Abdullah bin umar mengatakan bahwa Rasulullah Saw melakukan hal
tersebut” (HR Abu Dawud No 1130 dan Ibnu Hibban No
2476)
Dari hadis sahih ini
al-Hafidz Ibnu Hajar mengutip pernyataan Imam Nawawi bahwa hadis ini adalah
dalil salat Sunah sebelum Jumat (Fathul Bari Syarh Sahih al-Bukhari III/351)
3. Hari Raya di Hari Jumat
Pertanyaan:
Hampir semua
kalender menentukan 10 Dzukhijjah / Hari Raya Qurban jatuh pada hari Jumat
(2013). Benarkah salat Jumatnya tidak wajib alias gugur karena di pagi harinya
sudah berhari raya? Syamsul Arifin, Sby.
Jawaban:
Mari perhatikan dua
hadis: Hadis pertama
عَنْ إِيَاسِ بْنِ أَبِي
رَمْلَةَ الشَّامِي قَالَ شَهِدْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَهُوَ
يَسْأَلُ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ هَلْ شَهِدْتَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله تعالى
عليه عِيْدَيْنِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ؟ قَالَ نَعَمْ قَالَ كَيْفَ صَنَعَ؟ قَالَ
صَلَّى الْعِيْدَ ثُمًّ رَخَّصَ فِي اْلجُمْعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ
يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ (رواه الحاكم 1063 وقال هذا حديث صحيح الإسناد ولم
يخرجاه وله شاهد على شرط مسلم تعليق الذهبي قي التلخيص : صحيح)
“Muawiyah bin Abi Sufyan bertanya pada Zaid
bin Arqam: "Apakah kamu pernah menyaksikan bersama Rasulullah Saw
berkumpulnya dua hari raya (Hari Jumat dan Hari Raya) dalam sehari? Zaid
menjawab: "Ya". Muawiyah bertanya: "Apa yang beliau
lakukan?" Zaid menjawab: "Rasulullah Saw salat hari raya dan memberi
dispensasi untuk salat Jumat. Beliau bersabda: "Barang siapa yang ingin
melakukan salat Jumat, maka salatlah!"
(HR al-Hakim, Abu Dawud, dll)
Hadis kedua,
Rasulullah Saw bersabda:
قَدِ اجْتَمَعَ فِي
يَوْمِكُمْ هَذَا عِيْدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمْعَةِ وَإِنَّا
مُجَمِّعُوْنَ إِنْ شَاءَ اللهُ (رواه ابو داود وابن ماجه والحاكم)
"Telah berkumpul di hari ini dua hari
raya (salat Jumat dan hari raya). Barang siapa meninginkan, maka baginya telah
mencukupi dari salat Jumat. Sementara kami mengumpulkannya (salat Jumat dan
hari raya), Insyaallah" (HR Abu
Dawud, Ibnu Majah dan al-Hakim)
Sekilas memang hadis
ini menggugurkan kewajiban salat Jumat. Namun perlu diketahui bahwa rukhsah
(dispensasi) tersebut ditujukan bagi penduduk pelosok desa yang ikut salat hari
raya bersama Rasulullah Saw di Madinah, dan jaraknya sangat jauh. Syaikh
ath-Thahawi berkata:
اِنَّ الْمُرَادِينَ
بِالرُّخْصَةِ في تَرْكِ الْجُمُعَةِ في هَذَيْنِ الْحَدِيثَيْنِ هُمْ أَهْلُ
الْعَوَالِي الَّذِينَ مَنَازِلُهُمْ خَارِجَةٌ عَنِ الْمَدِينَةِ مِمَّنْ
لَيْسَتْ الْجُمُعَةُ عَلَيْهِمْ وَاجِبَةً لأَنَّهُمْ في غَيْرِ مِصْرٍ مِنَ
الأَمْصَارِ وَالْجُمُعَةُ فَإِنَّمَا تَجِبُ عَلَى أَهْلِ الأَمْصَارِ (شرح
مشكل
الاثار للطحاوي 3/ 187)
“Yang dimaksud dengan orang-orang yang diberi rukhsah untuk
meninggalkan salat Jumat dalam 2 hadis diatas, adalah penduduk dataran tinggi
yang rumahnya berada di luar Madinah yang tidak wajib bagi mereka melakukan
salat Jumat, sebab mereka berada di luar batas kampung dan Jumat wajib bagi
mereka yang berada di perkampungan” (Syarah
Musykil al-Atsar, Syaikh ath-Thahawi 3/187. Dan kitab Bughyah 90)
Sehingga bagi
penduduk yang bisa menjangkau masjid karena jaraknya tidak jauh, maka
tetap wajib. Inilah yang berlaku di
madzhab Imam Syafi'i.
4. Yasinan Tiap Malam Jumat
Pertanyaan:
Bolehkah membaca Yasin setiap malam Jumat
sebagaimana yang telah umum dilakukan di masyarakat? Shulhan Anam, Sby.
Jawaban:
Ada dua hal yang
telah dilakukah dalam amaliyah tersebut, yaitu mengkhususkan membaca Quran pada
malam Jumat dan mengkhususkan Surat Yasin.
Dalil yang pertama:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ
اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِىُّ صلى الله تعالى عليه يَأْتِى مَسْجِدَ
قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا . وَكَانَ عَبْدُ اللهِ رضي الله تعالى
عنه يَفْعَلُهُ (رواه البخارى رقم 1193 ومسلم رقم 3462)
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw
mendatangi masjid Quba' setiap hari Sabtu, baik berjalan atau menaiki
tunggangan. Dan Abdullah bin Umar melakukannya" (HR Bukhari No 1193 dan Muslim No 3462)
Al-Hafidz Ibnu Hajar
yang diberi gelar Amirul Mu'minin fil Hadis, beristidlal dari hadis
diatas:
وَفِي هَذَا اَلْحَدِيْثِ
عَلَى اِخْتِلاَف طُرُقِهِ دَلاَلَةٌ عَلَى جَوَازِ تَخْصِيْصِ بَعْضِ اْلأَيَّامِ
بِبَعْضِ اْلأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ وَالْمُدَاوَمَةِ عَلَى ذَلِكَ (فتح الباري
لابن حجر 4 / ص 197)
"Dalam hadis ini, dengan bermacam jalur riwayatnya,
menunjukkan diperbolehkannya menentukan sebagian hari tertentu dengan sebagian
amal-amal saleh, dan melakukan-nya secara terus-menerus" (Fath al-Bari 4/197)
Dalil kedua:
عَنْ
أَنَسٍ h كَانَ رَجُلٌ (كلثوم
بن الهدم) مِنَ الأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِى مَسْجِدِ
قُبَاءٍ، وَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِى
الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ بِهِ افْتَتَحَ بِـ (قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ) حَتَّى
يَفْرُغَ مِنْهَا، ثُمَّ يَقْرَأُ سُورَةً أُخْرَى مَعَهَا، وَكَانَ يَصْنَعُ
ذَلِكَ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ، فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا إِنَّكَ تَفْتَتِحُ
بِهَذِهِ السُّورَةِ، ثُمَّ لاَ تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ
بِأُخْرَى، فَإِمَّا أَنْ تَقْرَأَ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ
بِأُخْرَى. فَقَالَ مَا أَنَا بِتَارِكِهَا، إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ
بِذَلِكَ فَعَلْتُ، وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ. وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ
مِنْ أَفْضَلِهِمْ، وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ، فَلَمَّا أَتَاهُمُ
النَّبِىُّ صلى الله تعالى عليه أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَ
فَقَالَ «يَا فُلاَنُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ
أَصْحَابُكَ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُومِ هَذِهِ السُّورَةِ فِى كُلِّ
رَكْعَةٍ». فَقَالَ إِنِّى أُحِبُّهَا . فَقَالَ «حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ
الْجَنَّةَ» (رواه البخاري 774)
“Ada seorang sahabat bernama Kaltsul bin Hadm yang setiap salat
membaca surat al-Ikhlas. Rasulullah Saw bertanya: "Apa yang membuatmu
terus-menerus membaca surat al-Ikhlas ini setiap rakaat?". Kaltsul bin
Hadm menjawab: "Saya senang dengan al-Ikhlas". Rasulullah bersabda:
"Kesenanganmu pada surat itu memasukkanmu ke dalam surga" (HR al-Bukhari No 774)
Al-Hafidz Ibnu Hajar
berkata:
وَفِيهِ
دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ تَخْصِيصِ بَعْضِ الْقُرْآنِ بِمَيْلِ النَّفْسِ إِلَيْهِ
وَالِاسْتِكْثَارِ مِنْهُ وَلَا يُعَدُّ ذَلِكَ هِجْرَانًا لِغَيْرِهِ (فتح
الباري لابن حجر ج 3 / ص 150)
"Hadis ini adalah dalil diperbolehkannya menentukan membaca
sebagian al-Quran berdasarkan kemauannya dan memperbanyak bacaan tersebut. Dan
hal ini bukanlah pembiaran pada surat yang lain" (Fathul Bari III/105)
Berdasarkan
hadis-hadis sahih dan ulama ahli hadis, maka hukumnya diperbolehkan.
5.
Memegang Tongkat & Mimbar
Pertanyaan:
Benarkah anggapan bahwa mimbar dan tongkat
baru dilakukan dimasa Sayidina Utsman sebagaimana adzan dua kali saat Jumat?
Jawaban:
Mengenai tongkat dan
mimbar sudah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Diriwayatkan dari
Syuaib bin Zuraiq, ia berkata:
عَنْ شُعَيْبِ بْنِ
رُزَيْقٍ الطَّائِفِىِّ قَالَ شَهِدْنَا فِيْهَا الْجُمُعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ
صلى الله تعالى عليه فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا أَوْ قَوْسٍ (رواه ابو
داود رقم 1098)
“Kami menyaksikan di Madinah di hari Jumat
bersama Rasulullah, kemudian beliau berdiri (khutbah) dengan berpegang pada
tongkat atau anak panah” (HR Abu Dawud No 1098)
Imam Syafii juga meriwayatkan dengan sanad yang sahih
secara mursal bahwa Juraij bertanya pada Atha’:
عَنْ عَطَاءٍ يَرْوِيْهِ
عَنْهُ ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ قُلْتُ لِعَطَاءٍ أَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله
تعالى عليه يَقُوْمُ عَلَى عَصًا إِذَا خَطَبَ؟ قَالَ نَعَمْ كَانَ يَعْتَمِدُ عَلَيْهَا اعْتِمَادًا (أخرجه الشافعي في " الأم 1 / 177
وفي المسند 1/ 163 والبيهقي من طريقين عن
ابن جريج به فهو إسناد مرسل صحيح)
“Apakah Nabi Saw memegang tongkat saat
khutbah?” Atha’ menjawab: “Ya, beliau memegang tongkat”. (al-Umm 1/177)
Sebelum ada mimbar Rasulullah berkhutbah dengan bersandar
pada batang pohon kurma. Kemudian ada sahabat yang mengusulkan:
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ
قَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله
تعالى عليه يُصَلِّي إِلَى جِذْعٍ إِذْ كَانَ الْمَسْجِدُ عَرِيْشًا. وَكَانَ
يَخْطُبُ إِلَى ذَلِكَ الْجِذْعِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ هَلْ لَكَ أَنْ نَجْعَلَ
لَكَ شَيْئًا تَقُوْمُ عَلَيْهِ يَوْمَ الْجُمْعَةِ حَتَّى يَرَاكَ النَّاسُ
وَتُسْمِعَهُمْ خُطْبَتَكَ؟ قَالَ (نَعَمْ) فَصُنِعَ ثَلاَثُ دَرَجَاتٍ. فَهِيَ
الَّتِي أَعْلَى الْمِنْبَرِ (رواه ابن ماجه 1414)
“Bagaimana jika kami buatkan untuk Anda
sebuah tempat yang dapat dilihat oleh orang dan suara khutbah Anda bisa
didengar orang?” Nabi menjawab: “Ya”.
Maka dibuatlah mimbar dengan 3 tangga” (HR Ibnu Majah No 1414).
Sedangkan adzan
tambahan dalam Jumat memang baru diberlakukan dimasa Sayidina Utsman bin Affan
dengan pertimbangan semakin banyaknya umat Islam (HR al-Bukhari No 412-916,
kemudian hal ini menjadi ketetapan).
عَنِ السَّائِبِ بْنِ
يَزِيدَ قَالَ كَانَ النِّدَاءُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوَّلُهُ إِذَا جَلَسَ
الإِمَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ صلى الله تعالى عليه وَأَبِى
بَكْرٍ وَعُمَرَ رضي الله تعالى عنه فَلَمَّا كَانَ عُثْمَانُ h وَكَثُرَ النَّاسُ زَادَ النِّدَاءَ
الثَّالِثَ عَلَى
الزَّوْرَاءِ (رواه البخارى رقم 912)
Dari hadis ini al-Hafidz Ibnu Hajar
berkata:
وَاَلَّذِي يَظْهَر أَنَّ
النَّاسَ أَخَذُوا بِفِعْلِ عُثْمَانَ فِي جَمِيعِ الْبِلاَدِ إِذْ ذَاكَ
لِكَوْنِهِ خَلِيفَةً مُطَاعَ الْأَمْرِ (فتح الباري لابن حجر ج 3 / ص 318)
“Terlihat jelas bahwa orang-orang melakukan intruksi Utsman di
semua Negara, karena beliau adalah pemimpin yang ditaati” (Fath al-Bari 3/318)
Dengan demikian,
salat Jumat yang terdiri dari adzan 2 kali, memegang tongkat dan mimbar telah
sesuai sunah Nabi dan Khalifah.
6. Bilal Jumat
Pertanyaan:
Sejak kapankah ada Bilal Jumat dan
bagaimana hukumnya? Slamet Riyadi, Sby
Jawaban:
Dalam istilah ulama
salaf, hal ini disebut muraqqi (orang yang mempersilahkan Khatib naik mimbar).
Dalam catatan ulama madzhab Maliki disebutkan:
وَمِنْ الْبِدَعِ
الْمَكْرُوهَةِ الَّتِي ابْتَدَعَهَا أَهْلُ الشَّامِ وَهُمْ بَنُو أُمَيَّةَ
التَّرْقِيَةُ (شرح مختصر خليل للخرشي ج 5 / ص 229)
“Diantara bid’ah yang makruh adalah yang dilakukan oleh ulama
Syam dari Bani Umayyah, yaitu melakukan tarqiyah mimbar/mempersilahkan Khatib
naik mimbar” (Mukhtashar Khalil, karya Syaikh
al-Kharasyi 5/229)
Namun dari Madzhab
Maliki ada juga yang menilainya sebagai bid’ah hasanah:
قَالَ الْأُجْهُورِيُّ
وَعَلَّلَ الْكَرَاهَةَ بِأَنَّهُ لَمْ يُنْقَلْ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله تعالى
عليه وَلَا عَنْ أَحَدٍ مِنْ الصَّحَابَةِ، وَإِنَّمَا هُوَ مِنْ عَمَلِ أَهْلِ
الشَّامِ، وَلِي فِي دَعْوَى الْكَرَاهَةِ بَحْثٌ مَعَ اشْتِمَالِهِ عَلَى
التَّحْذِيرِ مِنْ ارْتِكَابِ أَمْرٍ مُحَرَّمٍ حَالَ الْخُطْبَةِ فَلَعَلَّهُ
مِنْ الْبِدْعَةِ الْحَسَنَةِ (الفواكه الدواني على رسالة ابن أبي زيد القيرواني - ج 3 / ص
190أَحْمَدُ بْنُ غُنَيْمِ بْنِ سَالِمٍ النَّفْرَاوِيُّا الْمَالِكِيُّ)
“Al-Ajhuri berkata: Alasan makruhnya adalah karena tidak
diriwayatkan dari Nabi Saw maupun sahabat. Hal ini hanyalah perbuatan ulama
Syam. Menurut saya, penilaian makruh perlu dikaji lagi, sebab tarqiyah (bilal)
tersebut mengandung ajakan agar menghindari perbuatan yang diharamkan saat
khutbah, maka masuk ke dalam bid’ah hasanah”
(al-Fawakih ad-Dawani, Syaikh Ahmad an-Nafrani al-Maliki, 3/190)
Penilaian tersebut
juga sebagaimana disampaikan oleh ahli fikih Syafiiyah:
(فَرْعٌ) اتِّخَاذُ الْمُرَقِّى الْمَعْرُوفِ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ
لِمَا فِيهَا مِنْ الْحَثِّ عَلَى الصَّلَاةِ عَلَيْهِ صلى الله تعالى عليه
بِقِرَاءَةِ الْآيَةِ الْمُكَرَّمَةِ وَطَلَبِ الْإِنْصَاتِ بِقِرَاءَةِ
الْحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ الَّذِي كَانَ صلى الله تعالى عليه يَقْرَؤُهُ فِي
خُطَبِهِ وَلَمْ يَرِدْ أَنَّهُ وَلَا الْخُلَفَاءَ بَعْدَهُ اتَّخَذُوْا
مُرَقِّيًا. وَذَكَرَ
ابْنُ حَجَرٍ أَنَّهُ لَهُ أَصْلًا فِي السُّنَّةِ وَهُوَ {قَوْلُهُ صلى الله
تعالى عليه حِينَ خَطَبَ فِي عَرَفَةَ لِشَخْصٍ مِنْ الصَّحَابَةِ اسْتَنْصِتْ
النَّاسَ} (حاشيتا قليوبي - وعميرة - ج 4 / ص 79)
“Pengankatan muraqqi (Bilal) yang sudah
dikenal adalah bid’ah hasanah, sebab ada dorongan untuk bersalawat kepada Nabi
dan menyuruh diam dengan membaca hadis yang sahih yang dibaca oleh Nabi dalam
khutbah-khutbahnya. Namun Nabi dan para sahabat tidak ada yang mengangkat
muraqqi. Ibnu Hajar mengambil dasar hukum tentang Bilal ini yaitu ketika
Rasulullah Saw khutbah di Arafah beliau menyuruh sahabat agar menyuruh
orang-orang diam” (Hasyiyah Qulyubi 4/79. Mengutip dari
Tuhfatul Muhtaj Ibnu Hajar al-Haitami, 9/310)
Ibnu Hajar
al-Haitami berkata:
وَأَقُولُ يُسْتَدَلُّ
لِذَلِكَ أَيْضًا بِأَنَّهُ صلى الله تعالى عليه أَمَرَ مَنْ يَسْتَنْصِتُ لَهُ
النَّاسَ عِنْدَ إرَادَتِهِ خُطْبَةَ مِنًى فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَقِيَاسُهُ
أَنَّهُ يُنْدَبُ لِلْخَطِيبِ أَمْرُ غَيْرِهِ بِأَنْ يَسْتَنْصِتَ لَهُ النَّاسَ
وَهَذَا هُوَ شَأْنُ الْمُرَقِّي فَلَمْ يَدْخُلْ ذِكْرُهُ لِلْخَبَرِ فِي حَيِّزِ
الْبِدْعَةِ أَصْلًا فَإِنْ قُلْت لِمَ أَمَرَ بِذَلِكَ فِي مِنًى دُونَ
الْمَدِينَةِ قُلْت لِاجْتِمَاعِ أَخْلَاطِ النَّاسِ وَجُفَاتِهِمْ، ثُمَّ
فَاحْتَاجُوا لِمُنَبِّهٍ بِخِلَافِ أَهْلِ الْمَدِينَةِ عَلَى أَنَّهُ صلى الله
تعالى عليه كَانَ يُنَبِّهُهُمْ بِقِرَاءَتِهِ ذَلِكَ الْخَبَرَ عَلَى الْمِنْبَرِ
فِي خُطْبَتِهِ (تحفة المحتاج في شرح المنهاج
- ج 9 / ص 310)
Begitu pula Imam
Ramli dari Syafiiyah:
عِبَارَةُ النِّهَايَةِ
بَعْدَ كَلاَمٍ طَوِيْلٍ فَعُلِمَ أَنَّ هَذَا أَيْ قِرَاءَةَ الْمُرَقِّى بَيْنَ
يَدَيِ الْخَطِيْبِ إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ إلخ ثُمَّ يَأْتِي بِالْحَدِيْثِ
بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ اهـ (حواشي الشرواني-ج 2/ص 461)
“Dengan demikian, seorang muraqqi (Bilal) yang membacakan ayat
dan hadis di hadapan Khatib adalah bid’ah hasanah” (Hasyiyah Syarwani 2/461)
Sementara dalam
pandangan ulama Hanafiyah, juga memberi status hukum yang sama dengan Syafiiyah
dengan mengutip fatwa Ibnu Hajar (Hasyiyah Radd al-Mukhtar, Ibnu Abidin, 2/173)
7. Wiridan Setelah Jumat
Pertanyaan:
Dapat kita jumpai dzikir setelah Jumat ada
yang melakukan sebagaimana setelah salat lima waktu, dan juga ada yang membaca
al-fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Nas yang semua dibaca 7 kali. Bagaimana
dalil keduanya?
Jawaban:
Dzikir tersebut
sama-sama memiliki sumber dari hadis, kendatipun dalil yang sahih menurut
al-Hafidz Ibnu Hajar adalah dzikir sebagaimana yang terdapat dalam salat 5
waktu. Oleh karenya al-Hafidz Ibnu Hajar menganjurkan mendahulukan dzikir
tersebut kemudian dilanjutkan dengan al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq dan
an-Nas.
Sementara bentuk
dzikir yang kedua setelah Jumat adalah:
مَنْ
قَرَأَ بَعْدَ صَلاَةِ الْجُمْعَةِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَقُلْ أَعُوْذُ
بِرَبِّ الْفَلَقِ وَقُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ سَبْعَ مَرَّاتٍ اَعَاذَهُ
اللهُ بِهَا مِنَ السُّوْءِ إِلَى الْجُمْعَةِ اْلأُخْرَى (رواه ابن السني في
عمل يوم وليلة عن عائشة)
“Barangsiapa yang membaca setelah salat
Jumat ‘Qul Huwa Allahu Ahad’, ‘Qul A’udzu Bi Rabbi al-Falaq’ dan ‘Qul A’udzu Bi
Rabbi an-Nas’ sebanyak 7 kali, maka Allah akan menjaganya sampai hari Jumat
berikutnya” (HR Ibnu as-Sunni
dalam kitabnya al-Yaum wa al-Lailah dari Aisyah).
Al-Hafidz Ibnu Hajar
mengatakan bahwa:
قَالَ
ابْنُ حَجَرٍ سَنَدُهُ ضَعِيْفٌ وَلَهُ شَاهِدٌ مِنْ مُرْسَلِ مَكْحُوْلٍ
أَخْرَجَهُ سَعِيْدُ بْنُ مَنْصُوْرٍ فِي سُنَنِهِ عَنْ فَرَجِ بْنِ فُضَالَةَ
وَزَادَ فِي أَوَّلِهِ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَقَالَ فِي آخِرِهِ كَفَّرَ اللهُ
عَنْهُ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ، وَفَرَجٌ ضَعِيْفٌ اهـ فيض القدير - (ج 6 /
ص 264)
“Sanad hadis ini dlaif, namun diperkuat dengan riwayat mursal
dari Makhul yang diriwayatkan oleh Said bin Manshur dalam kitab Sunan-nya dari
Faraj bin Fudlalah. Ia menambahkan di permulaannya dengan ‘al-Fatihah’. Dan
Faraj dinilai dlaif” (Faidl al-Qadiir 6/264).
Meski demikian,
sesuai kesepakatan mayoritas Ahli Hadis menyatakan bahwa hadis dlaif dapat
diamalkan untuk menambah motifasi dalam ibadah (Fadlail al-A’mal)
Sedangkan Hujjatul
Islam, Imam al-Ghazali menjadikan hadis ini sebagai anjuran untuk membacanya
setelah salat Jumat (Baca kitab Bidayat al-Hidayah, Bab Salat Jumat)[]
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik