HUKUM BERDZIKIR DENGAN PENGERAS SUARA
Dzikir adalah
perintah Allah SWT yang harus kita laksanakan setiap saat, dimanapun dan
kapanpun. Allah SWT selalu mendengar apapun yang kita ucapkan oleh mulut atau
hati kita. Dzikir merupakan salah satu sarana komunikasi antara makhluk dengan khdliq-nya.
Dengan berdzikir seseorang dapat meraih ketenangan, karena pada saat
berdzikir ia telah menemukan tempat berlindung dan kepasrahan total kepada
Allah SWT.,
Oleh karena itu, dzikir harus
dilaksanakan dengan sepenuh hati, jiwa yang tulus, dan hati yang khusyu' penuh
khidmat. Untuk bisa berdzikir dengan hati yang khusyu' itu diperlukan
perjuangan yang tidak ringan, masing-masing orang memiliki cara tersendiri.
Bisa jadi satu orang lebih khusyu' kalau berdzikir dengan cara duduk menghadap
kiblat, sementara yang lain akan lebih khusyu' dan khidmat jika wirid dzikir
dengan cara berdiri atau berjalan, ada pula dengan cara mengeraskan dzikir atau
dengan cara dzikir pelan dan hampir tidak bersuara untuk mendatangkan konsentrasi
dan ke-khusyu'-an. Maka cara dzikir yang lebih utama adalah melakukan
dzikir pada suasana dan cara yang dapat medatangkan ke-khusyu’-an.
Imam Zainuddin
al-Malibari menegaskan: “disunnahkan berzikir dan berdoa secara pelan seusai
shalat. Maksudnya, hukumnya sunnah membaca dzikir dan doa secara pelan bagi
orang yang shalat sendirian, berjema’ah, imam yang tidak bermaksud
mengajarkannya dan tidak bermaksud pula untuk memperdengarkan doanya supaya di
amini mereka. (fath al-Mu’in:24). Berarti kalau berdzikir dan berdoa untuk
mengajar dan membimbing jama’ah maka
hukumnya boleh mengeraskan suara dzikir dan doa
Memang ada banyak
hadits yang menjelaskan keutamaan mengeraskan bacaan dzikir, sebagaimana juga
banyak sabda Nabi SAW yang menganjurkan untuk berdzikir dengan suara yang pelan
. Namun sebenarnya hadits itu tidak bertentangan, karena masing-masing memiliki
tempatnya sendiri-sendiri. Yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi
A. Contoh hadits yang menganjurkan untuk mengeraskan dzikir adalah :
"Ibnu Abbas berkata: Aku mengetahui
dan mendengarnya (berdzikir dan berdoa dengan suara keras) apabila mereka
selesai melaksanakan shalat dan hendak meninggalkan masjid” (HR. Bukhari dan
Muslim)
B. Hadits lainnya:
Ibnu Adra’ berkata: pernah Saya berjalan bersama Rasulullah saw lalu bertemu
dengan seorang laki-laki di Masjid yang sedang mengeraskan suaranya untuk
berdzikir. Saya berkata, wahai Rasulullah mungkin dia
(melakukan itu) dalam keadaan riya'. Rasulullah saw menjawab, tidak, tapi dia
sedang mencari ketenangan"
Hadits Nabi SAW yang menjelaskan keutamaan
berdzikir secara pelan adalah sabda Nabi SAW :"Dari Sa'd bin Malik ia
berkata: Rasulullah saw bersabda, "Keutamaan dzikir adalah yang pelan
(sirr), dan sebaik rizki adalah sesuatu yang mencukupi".
وَقَدْ
جَمَعَ النَّوَوِيُّ بَيْنَ الأَحَادِيْثِ الوَارِدَةِ فِيْ اسْتِحْبَابِ الجَهْرِ
بِالذِّكْرِ وَالوَارِدَةِ فِيْ اسْتِحْبَابِ الإِسْرَارِ بِهِ بِأَنَّ
الإِخْفَاءَ أَفْضَلُ حَيْثُ خَافَ الرِّياَءَ أَوْتَأَذَّى المُصَلُّوْنَ
أَوْالنَّائِمُوْنَ. وَالجَهْرُ أَفْضَلُ فِيْ غَيْرِ ذَالِكَ لِأَنَّ العَمَلَ
فِيْهِ أَكْثَرُ وَلِأَنََّ فَائِدَتَهُ تَتَعَدَّى إِلَى السَّامِعِيْنَ
وَلِأَنَّهُ يُوْقِظُ قَلْبَ الذَّاكِرِ وَيَجْمَعُ هَمَّهُ إِلَى الفِكْرِ
وَيُصَرِّفُ سَمْعَهُ إِلَيْهِ وَيُطَرِّدُ النَّوْمَ"
“Imam Nawawi menkompromikan (al jam’u wa
al taufiq) antara dua hadits yang mensunnahkan mengeraskan suara dzikir dan
hadist yang mensunnahkan memelankan suara dzikir tersebut, bahwa memelankan
dzikir itu lebih utama sekiranya ada kekhawatiran akan riya', mengganggu orang
yang shalat atau orang tidur, dan mengeraskan dzikir lebih utama jika lebih
banyak mendatangkan manfaat seperti agar kumandang dzikir itu bisa sampai
kepada orang yang ingin mendengar, dapat mengingatkan hati orang yang lalai,
terus merenungkan dan menghayati dzikir, mengkonsentrasikan pendengaran
jama’ah, menghilangkan ngantuk serta menambah semangat" . (Ruh al
Bayan, Juz III: h. 306).
Kesimpulannya, bahwa dzikir itu tidak mesti
harus dengan suara keras atau pelan tetapi tergantung kepada situasi dan kondisi;
jika dalam kondisi ingin mengajarkan, membimbing dan menambah ke-khusyu’-an
maka mengeraskan suara dzikir itu hukumnya sunnah dan tidak bertentangan dengan
ajaran agama Islam. Bahkan dalam beberapa keadaan sangat dianjurkan untuk
mengeraskan dzikir. Namun disunnahkan memelankan suara dzukir jika sekiranya
mengeraskan suara dzikir dapat menggangu ke-khusyu’-an diri sendiri dan
orang lain, mengganggu orang orang tidur dan menyebabkan hati riya’. Bagi kita
umat muslim hendaklah menghindari mengeraskan suara dzikir yang dapat
mengganggu kenyamanan dan ketenangan masyarakat
. Wallahu a’lam bi al
shawab.
Terima kasih ilmu nya
BalasHapus