Langsung ke konten utama

Bendahara Meminjamkan Uang dan atau Mengembangkannya


  Bendahara Meminjamkan Uang dan atau Mengembangkannya
Diskripsi masalah:
Sudah sering terjadi, bendahara meminjamkan uang kas kepada orang lain atau pada diri sendiri. Setidak-tidaknya menukar uang (receh) dengan uang yang besar. Dan ini terjadi pula pada panitia masjid atau nadhirnya.
Pertanyaan:
a.       Bagaimana hukum perbuatan itu semua, baik masjid atau lainnya?
b.       Milik siapakah laba uang tersebut, apabila telah diperdagangkan oleh peminjam?
Jawaban:
a.       Meminjamkan uang kas organisasi kepada orang lain hukumnya Boleh, kalau ada maslahah yang kembali pada organisasi dan ada izin dari ketua. Kalau meminjam kan kepada dirinya sendiri, maka hukumnya ada khilaf:
-          Menurut jumhurul ulama Tidak Boleh, karena ada ittihadul qobidl wal maqbudl.
-          Menurut imam Qoffal Boleh, walaupun terjadi ittihadul qobidl wal maqbudl.
Adapun meminjamkan uang masjid yang terjadi dari ghullatul waqfi (hasil waqof) maka hukumnya Boleh dengan syarat:
1.      Perginya mustahiqqin.
2.      Menghawatirkan tersia-sia (rusak) nya hasil waqof tersebut.
3.      Orang yang hutang harus mampu dan dapat dipercaya.
b.      Bila uang tersebut diperdagangkan dan mendapatkan laba, maka laba tersebut milik muqtaridl (orang yang hutang) kalau qordl (utang-piutang) nya sah. Kalau qordl-nya tidak sah, maka hukumnya sebagaimana bai’ fudluli (yakni jual belinya tidak sah, dan barang-baranya yang dibeli harus dikembalikan kepada si penjual).
Pengambilan ibarat:
1.       Al-Adabun Nabawi, hal. 96
2.       Al-Asybah wan Nadho`ir, hal. 83
3.       Al-Fatawi al-Kubro, juz III, hal. 265
4.       I’anatut Tholibin, juz II, hal. 183
5.       Hamisyul I’anah, juz III, hal. 51
6.       As-Syarqowi, juz II, hal. 21
وفى الادب النبوى، ص 96، مانصه:
أولى الامرهم الذين وكل اليهم القيام بالشؤون العامة والمصالح المهمة فيدخل فيهم كل من ولى أمرا من امور المسلمين من ملك ووزير ورئيس ومدير ومأمور وعمدة وقاض ونائب وضابط وجندى. اهـ
وفى الاشباة والنظائر، ص 83، مانصه:
تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة، هذه القاعدة نص عليها الشافعى وقال منزلة الامام من الرعية منزلة الولى اليتيم. اهـ
وفى الفتاوى الكبرى، ج 3 ص 265، مانصه:
وسئل هل للنّاظر اقراض غلة الوقف والاقتراض لعمارته فأجاب بقوله لايجوز اقراض ذلك الا ان غاب المستحقون وخشى تلف الغلة او ضياعها فيقرضها لمليئ ثقة وله الاقتراض لعمارة الوقف بإذن الحاكم. اهـ
وفى إعانة الطالبين، ج 2 ص 183، مانصه:
وقال القفال لو قال لغيره اقرضنى خمسة وادها عن زكاتى ففعل صح قال شيخنا وهو مبنى على رأيه بجواز اتحاد القابض والمقبض.
(قوله بجواز اتحاد القابض والمقبض) اى بجواز ان يكون القابض والمقبض واحدا كما هنا. -إلى قوله- والجمهور على منعه.اهـ
وفى هامش إعانة الطالبين، ج 3 ص 51، مانصه:
(وملك مقترض) بقبض بإذن مقرض وان لم يتصرف فيه كالموهوب.
وفى الشرقاوى، ج 2 ص 21، مانصه:
(قوله كبيع الفضولى) هو من ليس مالكا ولا وليا ولا وكيلا فلا يصح بيعه وان اجازه المالك وكذا سائر تصرفاته. اهـ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

DALIL TAHLILAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا