RUMUSAN HASIL BAHTSUL MASAIL
(LOKA KARYA) FIQIH LINGKUNGAN
Tanggal 28-29 Januari 2002
DI PP. ROUDHOTUL ULUM
SUMBER
WRINGIN-SUKOOW0N- JEMBER
Kasus pertama
Diskripsi
Masalah
Sejak
setatus kawasan Meru Betiri ditetapkan menjadi taman nasional penggunaan kawasan
untuk pertanian atau bercocok tanam telah berlangsung namun kemudian pada tahun
1987 penggunan kawasan tanpa ijin semakin
banyak dilakukan. Pucaknya pada tahun 1998 bersama dengan era revormasi,
terjadilah penjarahan secara besar-besaran oleh banyak pihak yang berdampak
gundulnya kawasan di zona rimba ( Tapi hutan ) yang pada akhirnya lahan yang
gundul itu di manfaatkan untuk bercook tanam oleh masyarakat sekitar.
Pertanyaan :
Bagaiman
hukumnya orang menepati tanam nasional (kawsan lindung ) untuk tempat tinggal
atau mengelola lahan pertanian ?
Jawaban :
Hukumnya dalah boleh jika ada ijin dari imam yang didasarkan atas
kemaslahatan umum, jika tidak ada ijin maka hukumnya tidak boleh.
Referensi :
1.
Fath
al-Qorib Hamisy al-Bajuri : 2/38
2.
Wafi
Ihya’i Mawati Al ‘Aidz Fi Al Islam karya Muhammad Ahmad Ma’bar Al Qathan :
24-25
3. Mughni Al-Muhtaj juz : 2/368-369
وعباراتها :
1.
كما
في فتح القريب هامش الباجوري الجزء الثاني
صحيفة 38 ما نصه :
وإحياء الموات جائز بشرطين
أحدهما أن يكون المحي مسلما فيسن له إحياء الأرض الميتة سواء أذن له الإمام أم لا
اللهم إن تعلق بالموات حق كأن حمى الإمام قطعة منه وأحياها شخص فلا يملكها إلا
بإذن الإمام في الأصح. اهـ.
Artinya :
Orang yang membuka lahan harus muslim (di negara islam ), Disunnahkan
baginya untuk membuka lahan yang tak bertuan, baik diberi ijin oleh penguasa
atau tidak, kecuali yang di lindungi penguasa (untuk kemaslahatan bersama)“
2.
كما
في إحياء الموات العائذ في الإسلام لمحمد
أحمد معبر القطان صحيفة 24-25 ما نصه:
هذا الأراضي المحطورة من
الإحياء إذا كانت هناك منارات وإشارات تشير إلى مملوكة للدولة فإنه يحق لأي شخص
امتلاكها بالإحياء لكونها للمصلحة العامة المشتركة وللجهات المختصة في حالات تمادى
الشخص....الخ. اهـ.
Artinya :
Apabila dalam sebuah lahan /daerah terdapat menara atau sesuatu yang
menunjukkan bahwa ia sudah memiliki, Maka tida ada seorag punberhak
memilikinya, baik karena keberadaanya untuk kemaslahata umum atau untuk hal-hal
yang bersifat pribadi.“
3.
كما
في مغني المحتاج الجزء الثاني صحيفة
368-369 ما نصه :
(تنبيه).... والأظهر أن له أي الإمام نقض أي رفع ما حماه وكذا ما
حماه غيره من الأئمة إن ظهرت المصلحة في نقضه وإن أوهمت عبارته اختصاص النقد
بالحامي فإنه قول مرجوح وقوله للحاجة إليه أي عندها كما في المحرر بأن ظهرت المصلحة
فيه بعد ظهورها في الحمى --- إلى أن قال --- وليس له أن يجيبه بغير إذنه لما فيه
من الاعتراض على تصرف الإمام وحكمه. اهـ.
Artinya :
„............. Seorang penguasa memiliki hak untuk membatalkan keputusan
tetang dilindunginya sebuah lahan/daerah, baik keputusan ini dibuat oleh
dirinya atau dibuat oleh penguasa sebelumnya, dengan catatan pembatalan
keputusan itu untuk suatu kemaslahatan. Seorang tidak boleh membuka lahan
tersebut tanpa seizin penguasa karena hal itu berarti melakukan penentangan
terhadap kebijakan dan hukum penguasa.”
---------------------------------------------------
Kasus
kedua
Diskripsi Masalah
Masyarakat sekitar telah lama hidup
dengan bergantung pada kawasan dengan mengambil berbagai potensi dialamnya
(flora Fauna) namun sebenarnya kawasan meru betiri telah dilindungi oleh
undang-undang sejak jaman Hindia Belanda sampai sekarang.
Pertanyaan
Bagaimana hukumnya mengambil kayu atau binatang dari kawasan yang di
lindungi untuk kebutuhan keluarga ?
Jawaban
Hukumnya adalah tidak boleh kecuali ada izin dari imam. Khusus hal-hal yang
seperti ikhtitub (mengambil ranting pohon ), ishtiyad (berburu)
dan mengambil air maka diperbolehkan selama tidak merusak ekosistem yang ada.
Referensi
1. Al Fiqh Al Islam Wa Adillatuh : 3/72
2. Mughni Al Muhtaj : 2/361
3. Majmu’ Syarh Al Muhaddzab : 15/223
وعباراتها :
1.
كما
في الفقه الإسلامي وأدلته الجزء الثالث
صحيفة 72 ما نصه :
وأما الأجام فهي من الأموال
المباحات إن كانت في الأرض غير مملوكة فلكل واحد حق الاستيلاء عليها وأخذ ما
يحتاجه منها وليس لأحد منع الناس منها وإذا استولى شخص على شيئ منها وأحرزه صار
ملكا له لكن للدولة تقييد المباح يمنع قطع الأشجار رعاية للمصلحة وإيقاع على
الشروة الشجرية المقيدة. اهـ.
Artinya :
“Rimba merupakan kekyaan alam yang mubah, dengan catatan rimba tersebut
terdapat dilahan yang tak bertuan, setiap orang berhak untuk menguasai rimba
tersebut dan mengambil sesuatu yang di butuhkanya tidak seorangpun yang berhak
mencegah manusia dari rimba tersebut. Jika seorang menguasai dengan
memeliharanya. Maka ia menjadi pemiliknya. Yang bisa dilakukan oleh negara
adalah membatasi kemubahan, misalnya dengan melarang menebang pohon pohon
karena memperhatikan kemaslahatan dan melestarikan kekayaan hutan yang terbatas.“
2.
كما
في مغني المحتاج الجزء الثاني صحيفة 361
ما نصه :
قال ابن الرفعة وهو قسمان أصلي
وهو ما لم يعمر قط وطارىء وهو ما خرب بعد عمارة الجاهلية ولا يشترط في نفي
العمارة التحقق بل يكفي عدم تحققها بأن لا
يرى أثرها ولا دليل عليها من أصل شجر ونهر وجدر وأوتاد ونحوها وحكمها إن كانت تلك
الأرض ببلاد الإسلام فللمسلم أي يجوز له تملكها بالإحياء وإن لم يأذن له فيه
الإمام اكتفاء بإذن رسول الله صلى الله عليه وسلم كما وردت به الأحاديث المشهورة
ولأنه مباح كالإحتطاب والإصطياد لكن يستحب استئذانه خروجا من الخلاف نعم لو حمى
الإمام لنعم الصدقة موضعا من الموات فأحياه شخص لم يملكه إلا بإذن الإمام لما فيه
من الإعتراض على الأئمة. اهـ.
Artinya :
“Ibnu Rif’ah
berkata : Untuk menentukan bahwa sebuah lahan masih belum dianggap
(dimakmurkan) tidak dipersaratkan adanya tahqquq (sebuah keyakinan bulat yang
didasarkan pada penelitian yang mendalam) tidak disyaratkan adanya pembukuan
riil, tetapi cukup dengan adanya tanda-tanda adanya bahwa lahan tersebut pernah dimanfaatkan,
misalnya dengan adanya batang-batang pohon/tebangan-tebangan, selokan-selokan,
bekas-bekas tembok, pasak dan lain sebagainya. Sedang hukum nya adalah jika
lahan tersebut ada di negara islam, maka boleh bagi orang muislim untuk
memilikinya dengan cara mengolah lahan tersebut, meskipun tidak di perbolehkan
oleh penguasa.hal ini disamping ada izin rosulullah, sebagaimana yang
dijelaskan dalam hadits-hadits mashur, juga karena membuka lahan merupakan hal
yang mubah seperti mecari kayu bakar dan memburu. akan tetapi di sunnahkan bagi
orang muslim untuk meminta izin terlebih dahulu pada penguasa. Kasus seperti
diatas lain dengan apabila seorang penguasa melindungi sebuah kawasan yang masih mati (belum tersentuh manusia). Kalau
pengolahan itu diperuntutkan peternakan maka harus dengan izin penguasa.“
3.
كما
في المجموع شرح المهذب الجزء الخامس عشرة
صحيفة 223 ما نصه :
قال الرملي وللإجماع على منع
إقطاع مشارع الماء وهذا مثلها بجامع الحاجة العامة وأخذها بغير عمل. ويمتنع أيضا
إقطاع وتحجر أرض لأخذ نحو حطبها وصيدها وبركة لأخذ سمكها وظاهر كلام الأصحاب المنع
من التملك والارتفاق ولكن الزركشي قيد المنع بالتملك. اهـ.
Artinya :
Imam romli berkata : dan karena adanya ijma’ (kesepakatan para ulama’) atas
wajibnya mencegah prilaku menguasai pada jalan-jalan menuju sumber air. Hal ini
sama halnya dengan segala persoalan yang
berkaitan dengan kepentingan umum, dimana untuk mengambil manfaatnya tanpa
dituntut untuk melakukan kerja, begitu juga dilarang untuk menguasai dan
mengklaim (Intoleransi) bumi/suatu wilayah untuk maksud mengambil kayu bakarnya
dan hewan buruanya, dan mengklaim sebuah empang untuk mengambil ikan nya.
Tampaknya pendapat dikalangan syafi’iyah menegaskan tidak diperkenankanya
untuk memiliki dan mengklaim hak umum. Tapi imam zarkasi hanya mengkoyyidi/membatasi
pencegahan tersebut pada maksud untuk memiliki.“
===========================
Kasus ketiga
Diskripsi
Latar belakang pada kasus ketiga ini tidak jauh berbeda dengan fenomena
yang terjadi pada kasus yang kedua, aspek perbedaannya adalah segi akibat yang ditimbulkan
yakni pada kasus ini lebih besar oleh sebab adanya keharusan dalam melayani dan
memenuhi kebutuhan pasar yang sangat besar (pengaruh terhadap daya dukung
kawasan yang terbatas).
Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya mengambil kayu astau binatang dari kawasan yang
dilindungi untuk dijual ?
Jawaban :
Kembali pada jawaban ke dua
Kasus
keempat
Diskripsi Masalah
Adanya beberapa hukum adat yang ada di daerah sekitar kawasan koserfasi dan
dilindungi oleh negara telah membawa dampak positif terhadap keberlangsungan
ekosistem hutan, sebaliknya atau hukum yang telah ditetapkan oleh negara
meskipun nampak lebih baik namin teryata belum bisa adaptif dan belum
mewujudkan nilai-nilai yang hendak di realisasikan. Ditaman nasional meru
Betiri telah terdapat pikiran-pikiran dan masyarakat penyangga untuk bisa
mengelola kawasan dengan versi (aturan) mereka.
Pertanyaan :
Bagaimana masyarakat membuat aturan atau hukum terhadap suatu kawasan yang
hukumnya sudah ditetapkan oleh negara ?
Jawaban
Peraturan pemerintah yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat umum
apabila bertentangan dengan syari’at islam maka masyarakat hanya berwenang
melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Sedang jika peraturan pemerintah itu
berkenaan dengan harta beda maka masyarakat boleh mengambil hak-hak nya mereka
denga membuat aturan tersendiri selama
tidak bertentangan dengan hukum syara’.
Referensi :
1. Bughyah Al Mustarsyidin : 91
2. Al Tasyri’ Al Jina’i : 1/181
3. Iqna’ : 2/259
وعباراتها :
1.
كما
في بغية المسترشدين صحيفة 91 ما نصه :
والحاصل أنه تجب طاعة الإمام
فيما أمر به ظاهرا وباطنا مما ليس بحرام أو مكروه فالواجب يتأكد والمندوب يجب وكذا
المباح إن كان فيه مصلحة كترك شرب التنابك إذا قلنا بكراهته لأن فيه حسنة لذوي
الهيئات. اهـ.
Artinya :
“Kesimpulanya adalah mentaati perintah (peraturan) penguasa yang tidak
haram atau makruh hukumnya wajib, baik secara dhohir atau batin, jika perintah
peraturan itu berkenaan dengan sesuatu
yang wajib maka hukum mentaati peraturan itu adalah sangat wajib (muakkad),
jika berkenaan dengan sesuatu yang sunnah, mak hukum mentaati peraturan
tersebut wajib. Demikian juga halnya (wajib) bila berkenaan dengan sesuatu yang
mubah yang mengandung kemaslahatan seperti larangan merokok, jika berpandangan bahwa merokok hukumnya makruh
hal ini karen dalam peraturan ini terdapat sebuah kebaikan bagi orang yang
terhormat.“
2.
كما
في التشريع الجنائي الجزء الأول صحيفة 181
ما نصه :
تعتبر القوانين والقرارات
واللوائح مملكة التشريع الإسلام لأن الشريعة تعطي لأولي الأمر حق التشريع فيما يمس
مصلحة الأفراد ومصلحة الجماعة بالنفع فللسلطة التشريعية في أي بلد الإسلامي إن
تعاقب على أي فعل مباح إذا اقتضت المصلحة العامة ذلك --- إلى أن قال --- القوانين
والقرارات واللوائح التي تصدها السلطة التشريعية تكون نافذة واجبة الطاعة شرعا
بشرط أن لا يكون فيها يخالف نصوص الشريعة الصريحة أو يخرج على مبادئها العامة وروح
التشريع فيها وإلا فهي باطلة بطلانا مطلقا. اهـ.
Artinya :
“Undang-undang keputusan dan program pemerintah dianggap sebagai program
penyempurna syari’at Islam karena syari’at memberikan hak kepada pemerintah
untuk membuat undang-undang yang menyentuh kemaslahatan dan memberikan manfaat
kepada individu dan kelompok. Kekuasaan perundang-undang dalam negeri Islam manapun
diperbolehkan untuk memberikan sanksi hukum terhadap perbuatan mubah (yang
dilakukan masyarakat), ketika kemaslahatan umum menuntut demikian.......
undang-undang keputusan dan program yang dikeluarkan kekuasaan perundangan
merupakan hal berlaku dan wajib ditaati secara syar’I dengan syarat tidak
bertentanggan dengan nash-nash yang jelas, prinsip-prinsip umum dan subtansi
syari’at, apabila bertentangan dengan hal-hal yang disebutkan terakhir, maka
undang-undang keputusan dan program pemerintah tersebut batal”
3.
كما
في الإقناع الجزء الثاني صحيفة 259 ما نصه
:
تنبيه قال في الإحياء لو لم
يدفع الإمام إلى المستحقين حقوقهم من بيت المال فهل يجوز لأحد أخذ شيء من بيت
المال وفيه أربعة مذاهب أحدها لا يجوز أخذ شيء أصلا لأنه مشترك ولا يدري قدر حصته
منه قال وهذا غلول والثاني يأخذ كل
يوم قوت يوم والثالث يأخذ كفاية سنة والرابع يأخذ ما يعطى وهو قدر حصته قال وهذا
هو القياس لأن المال ليس مشتركا بين المسلمين كالغنيمة بين الغانمين والميراث بين
الوارثين لأن ذلك ملك لهم حتى لو ماتوا تقسم بين ورثتهم وهذا لو مات لم يستحق وارثه
شيئا انتهى تركها في المجموع على هذا
الرابع وهو الظاهر. اهـ.
Artinya :
“Imam
Ghozali dalam kitab nya Ihya’, apabila
seorang imam (penguasa) tidak memberikan hak-hak kepada mustahiq (orang yang
berhak ) dari baitul mal, apakah boleh bagi seorang muslim untuk mengambil
sesuatu dari baitul mal……? Dalam hal
ini ada empat pendapat :
1. Seorang tidak boleh sama sekali mengambil sesauatu dari baitul maal, karena
baitul maal adalah harta milik bersama dan ia tidak tahu berapa jatah yang
berhak menjadi miliknya.
2. Seorang boleh mengabil setiap hari seukuran makanan pokok sehari.
3. Seorang boleh mengambil seukuran biaya hidupnya selama setahun.
4. Seorang boleh mengambil jatah yang diberikan kepadanya”.
Imam Ghozali berkata, “Ini adalah hasil pengkiyasan karena harta baitul
maal bukanlah ‘milik bersama’ kaum muslimin seperti halnya ghonimah (rampasan
perang) diantara para penerima ghonimah, warisan diantara para ahli waris.
Dalam kasus yang terakhir ini, ghonimah dan warisan memang merupakan milik
mereka, sehingga apabila mereka meninggal hak akan dialihkan pada ahli
warisnya, sedangkan untuk kasus yang pertama (baitul maal), seorang ahli waris
tidak bisa mewarisi sesuatu”.
Kasus Kelima
Diskripsi Masalah
Banyaknya masyarakat yang berkepentingan untuk mendapatkan potensi kawasan
(flora-fauna dari hutan lindung) baik karena memiliki nilai tertentu, ataupun
karena harganya lebih.
Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya membeli barang (kayu/binatang) yang diambil tanpa ijin
dari kawasan yang dilindungi ?
Jawaban :
Persoalan demikian bermuara pada keadaan pembeli. Jika pembeli yakin atau
ada dugaan kuat bahwa apa yang akan dibeli adalah milkut taam (hak
kepemilikan barang secara sempurna) maka hukum jual beli tersebut adalah sah.
Akan tetapi jika pembeli ragu maka hukumnya menjadi makruh.
Perlu dicatat bahwa apabila transaksi telah dilakukan namun ternyata barang
(mabi’) yang telah dibeli tersebut bukan milkut taam, maka hukum
transaksi jual beli adalah fasad (tidak sah).
Reference :
1. Asybah Wan Nadho’ir : 54
2. Bughyatul Mustarsyidin : 126
3. Faro’id Al Bahiyah Hamisy Asybah Wan Nadho’ir : 158-160
وعباراتها :
1.
كما
في الأشباه والنظائر صحيفة 54 ما نصه :
والثالث معاملة من أكثر ماله
حرام ولم يتحقق أن المأخوذ من ماله عين الحرام فلا تحرم مبايعته لإمكان الحلال
وعدم تحقق التحريم ولكن يكره خوفا من الوقوع في الحرام انتهى.
Artinya :
“Yang ketiga, transaksasi jual
beli dengan orang yang mayoritas hartanya haram tetapi tidak bisa dipastikan
bahwa barang yang dibuat transaksasi itu berasal dari yang haram, maka hukum
jual beli tersebut tidak haram karena adanya kemungkinan barang tersebut
berasal dari barang haram, tetapi transaksasi semacam itu dimakruhkan karena
dikhawatirkan terjatuh pada hal yang haram”.
2.
كما
في بغية المسترشدين صحيفة 126 ما نصه :
(فائدة) سئل القفال عن حبس الطيور في اقتناص لسماع أصواتها أو غير
ذلك فأجاب بالجواز إذا تعهدها مالكها بما يحتاج إليه لأنها كالبهيمة تربط. اهـ.
Artinya :
“Imam Qoffal ditanya tentang
hukumnya meletakkan burung dalam sangkar untuk didengarkan suaranya atau yang
lain, beliau menjawab bahwa hal itu diperbolehkan jika pemiliknya memperhatikan
sesuatu yang dibutuhkan burung tersebut (makanan dan minumannya). Hal ini
sebagaimana binatang yang diikat”.
3.
كما
في الفرائد البهية هامش الأشباه والنظائر
صحيفة 158-160 ما نصه :
(فائدة) سئل القفال عن حبس الطيور في اقتناص لسماع أصواتها أو غير
ذلك فأجاب بالجواز إذا تعهدها مالكها بما يحتاج إليه لأنها كالبهيمة تربط. اهـ.
Artinya :
“Imam Qoffal ditanya tentang
hukumnya meletakkan burung dalam sangkar untuk didengarkan suaranya atau yang
lain, beliau menjawab bahwa hal itu diperbolehkan jika pemiliknya memperhatikan
sesuatu yang dibutuhkan burung tersebut (makanan dan minumannya). Hal ini
sebagaimana binatang yang diikat”.
Kasus Ketujuh
Diskripsi Masalah
Menurunnya kwalitas lingkungan
hidup yang mendukung kwalitas kesehatan dan keamanan umat manusia disebabkan
adanya pencemaran berupa sampah, kimia, logam, dan lain-lain.
Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya melakukan
pencemaran (sampah, minyak, kimia, logam, dan lainsebagainya ?
Jawaban :
Jika pencemaran yang
ditimbulkan sampai pada dampak bahaya yang tidak dapat ditoleransi secara umum
(laa yuhtamal ‘aadatan) maka muthlaq tidak diperbolehkan, namun apabila
bahaya tersebut masih bisa ditolelir secara umum (yuhtamal ‘aadatan)
maka masih diperbolehkan.
Reference :
- Al Bajuri : I/374
- Fatawa Al Kubro : III/13
- Bughyatul Mustarsyidin : 142
وعباراتها :
1.
كما
في الباجوري الجزء الأول صحيفة 374 ما نصه
:
ولا يجوز أن يستولي على شيء منه
وإن قل، ويحرم أن يبني في الطريق دكة أي مسطة ودعامة لجداره أو يغرس شجرة ولو
لعموم المسلمين وإن اتسع الطريق ولم يضر بالمارة وأذن فيه الإمام لأنه قد تزدخم
المارة فيصطكون بذلك لسغل المكان به ولأنه إذا طال المدة شبه موضوعه الأملاك
وانقطع عنه أثر استحقاق الطريق بخلاف الأجنحة ونحوها --- إلى أن قال --- بمنع
يحتمل عادة --- إلى أن قال --- بخلاف ما لا يضر ضرارا لا يحتمل عادة لكثرته كإلقاء
اللقمات والتراب والحجارة لغير ما ذكر التي بوجه الأرض والعرش المفرط وإلقاء
النجاسة وإرسال الماء الميازب إلى الطريق الضيقة وحيث فعل ما صنع منه أزاله الحاكم
دون الأحاد لخوف الفتنة. اهـ.
Artinya :
“Tidak diperkenankan bagi
seseorang untuk menguasai/menggu-nakan sebagian ruas jalan atau sedikit. Dan
haram bagi seseorang untuk membangun tempat yang ditinggikan atau penyangga
bagi temboknya atau menanam pohon walaupun dengan tujuan kepentingan umum
sekalipun kondisi jalan cukup luas, tidak mengganggu lalu lintas dan
mendapatkan izin dari imam, karena hal ini terkadang tetap saja dapat
menyebabkan pengguna jalan menjadi berdesak-desakan sehingga secara umum tidak
dapat ditolelir. Di samping itu juga, ketika hal itu dibiarkan dalam waktu yang
lama, maka seolah-olah tempat itu menjadi semacam milik dan terputusnya hak
atas fungsi jalan (dan seterusnya); berbeda dengan segala bentuk tindakan yang
benar-benar mengakibatkan dloror / bahaya yang secara umum tidak dapat
ditolelir, seperti membuang makanan-makanan, debu-debu, batu dan lain
sebagainya yang wujud diatas bumi, menyiram secara berlebihan, membuang perkara
yang najis, dan mengalirkan limbah ke jalan yang sempit…. Ketika ada yang
melakukan demikian maka al Hakim harus bertindak untuk menghilangkan hal itu,
bukan setiap individu, karena dikhawatirkan adanya fitnah (dalam arti luas)”.
2.
كما
في الفتاوى الكبرى الجزء الثالث صحيفة 13
ما نصه :
وسئل عما جرت به العادة من عمل
التثادر خارج البلد ناره توقد بالروث والكلس فإذا شمت الأطفال دخانه حصل لهم منه
ضرر عظيم في الغالب --- إلى أن قال --- فأجاب بأنه يحرم عليه الإيقاد المذكور إذا
غلب على ظنه تضرر الغير به فيأثم به وللحاكم تعزيره عليه ويجب الإنكار عليه بسببه
ومنعه ويضمن ما تلف بسببه مطلقا. اهـ.
Artinya :
“Pernah dipersoalkan tentang
pekerjaan seseorang, dimana apinya dihidupkan dari kotoran hewan yang telah
kering dan kapur. Katika anak-anak kecil menghisap asapnya, mayoritas dari
mereka tertimpa bahaya (penyakit) yang membahayakan……. (pertanyaan ini lantas
memunculkan jawaban)……. Bahwa menyalakan sesuatu sesuai dituturkan di muka
hukumnya haram. Jika ada anggapan kuat itu memberi dampak buruk kepada orang
lain, maka di samping pelakunya berdosa, hakim berhak menta’zirnya. Dan wajib
untuk mengingkari apapun yang disampaikan pelakunya, dan wajib pula mencegahnya
bahkan pelakunya wajib memberi ganti rugi pada apapun yang telah dirugikan”.
3.
كما
في بغية المسترشدين صحيفة 142 ما نصه :
(مسئلة ب) أحدث في ملكه حفرة يصب فيها ماء ميزاب من داره لم يمنع
منه وإن تضرر جاره برائحة الماء مالم يتولد منه مبيح التيمم إذ للمالك أن يتصرف في
ملكه بما شاء وإن أضر بالغير بقيد المذكور. وكذا إن أضر بملك الغير بشرط أن لا
يخالف العادة في تصرفه كأن وسع الحفرة أو حبس مائها وانتشرت النذواة إلى جدار جاره
وإلا منع وضمن ما تولد ذلك. اهـ.
Artinya :
“Seseorang membuat lubang pada
lokasi yang menjadi miliknya di mana pada lubang tersebut disediakan jalur air
pembungan dari rumahnya, maka orang tersebut tidak boleh dicegah untuk
melakukan hal itu, walaupun tetangganya menerima dloror / dampak nagatif dari
bau tersebut, sebatas dampak buruk yang muncul tidak sampai menyebabkan
diperbolehkannya tayammum, karena bagi pemilik boleh mentasarrufkan apa saja
yang ia miliki sekehendaknya dengan syarat tidak memberikan dampak buruk kepada
orang lain dengan batasan sebagaimana yang telah dituturkan.
Demikian juga tidaklah mengapa
jika seseorang menerima dloror sebab kepemilikan orang lain, dengan syarat
dloror itu tidak melampui toleransi adapt dalam mengoperasionalkannya. Seperti
seseorang memperluas lubang galiannya dan menampung air di dalamnya hingga
kelembabannya meresap pada tembok tetangganya, bila tidak memenuhi / keluar
dari persayaratan tersebut maka ia wajib dicegah dan bahkan harus membayar
ganti rugi atas dampak yang muncul sebab tindakan tersebut”.
Catatan Penting :
أولي الأمر : الذين وكل إليهم
القيام بالشؤن العامة والمصالح المهمة فيدخل فيهم كل من ولى أمرا من أمور المسلمين
من ملك ووزير ورئيس ومدير ومأمور وعمدة وقاض ونائب وضابط وجندي. اهـ. انظر الأدب
النبوي صحيفة 97
Imam yang dimaksud dalam
konteks ini adalah Ulil Amri, yakni mereka yang diberikan amanat kepadanya
untuk mengurusi kepentingan public dan kemaslahatan umum khususnya kaum
muslimin. Termasuk dari mereka adalah presiden, menteri, kepala dinas, tokoh
masyarakat, hakim, tentara, atau kepolisian dan yang lainnya yang memegang atau
memimpin institusi yang menangani urusan public (lihat Al Adabun Nabawi halaman : 97)
Dengan demikian imam yang
dimaksud disini adalah pihak kehutanan dan instasi terkait.
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik