Langsung ke konten utama

cangkok mata

Deskripsi Masalah:
Transplantasi kornea atau cangkok mata ialah mengganti selaput mata seseorang dengan selaput mata orang lain, atau kalau mungkin dengan selaput mata binatang. Jadi yang diganti hanya selaputnya saja bukan bola mata seluruhnya. Adapun untuk mendapatkan kornea/selaput mata ialah dengan cara mengambil bola mata seluruhnya dari orang yang sudah mati. Bola mata itu kemudian dirawat baik-baik dan mempunyai kekuatan paling lama 72 jam (tiga hari tiga malam). Sangat tipis sekali dapat dihasilkan cangkok kornea dari binatang.
Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya cangkok mata?
Jawaban:
Hukumnya ada dua pendapat: pertama, Haram, walaupun mayat itu tidak terhormat seperti mayitnya orang murtad. Demikian pula haram menyambung anggota manusia dengan anggota manusia lain, dan selama bahaya buta itu tidak sampai melebihi bahayanya merusak kehormatan mayit.
Kedua, Boleh, dan disamakan dengan diperbolehkannya menambal dengan tulang manusia, asalkan memenuhi 4 syarat:
a. Karena dibutuhkan
b. Tidak ditemukan selain dari anggota tubuh manusia
c. Mata yang diambil harus dari mayit muhaddaroddam (halal darahnya)
d. Antara yang diambil dan yang menerima harus ada persamaan agama
Dasar Pengambilan Hukum:
1) Ahkamu al-Fuqaha Solusi Problematika Hukum Islam, 375
مَسْأَلَةٌ: مَا قَوْلُكُمْ فِى إِفْتَاءِ مُفْتِى دِيَارِ الْمِصْرِيَّةِ بِجَوَازِ أَخْذِ حَدَاقَةِ الْمَيِّتِ لِوَصْلِهَا إِلَى عَيْنِ اْلأَعْمَى. هَلْ هُوَ صَحِيْحٌ أَوْلاَ؟ قَرَّرَ الْمُؤْتَمَرُ بِأَنَّ ذَلِكَ اْلإِفْتَاءَ غَيْرُ صَحِيْحٍ، بَلْ يَحْرُمُ أَخْذُ حَدَاقَةِ الْمَيِّتِ وَلَوْ غَيْرَ مُحْتَرَمٍ كَمُرْتَدٍّ وَحَرْبِىٍّ. وَيَحْرُمُ وَصْلُهُ بِأَجْزَاءِ اْلآدَمِىِّ ِلأَنَّ ضَرَرَ الْعَمَى لاَ يَزِيْدُ عَلَى مَفْسَدَةِ إنْتِهَاكِ حُرُمَاتِ الْمَيِّتِ كَمَا فِى حَاشِيَةِ الرَّشِيْدِى عَلَى ابْنِ الْعِمَادِ. صحيفة 26 وَعِبَارَتُهُ: أَمَّا اْلآدَمِىُّ فَوُجُوْدُهُ حِنَئِذٍ كَالْعَدَمِ كَمَا قَالَ الْحَلَبِىُّ عَلَى الْمَنْهَجِ، وَلَوْ غَيْرَ مُحْتَرَمٍ كَمُرْتَدٍّ وَحَرَبِىٍّ فَيَحْرُمُ الْوَصْلُ بِهِ وَيَجِبُ نَزْعُهُ. اِنْتَهَى. وَلِقَوْلِهِ e: كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا (رواه أحمد فى المسند وأبو داود وابن ماجه) وعن عائشة كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ عَظْمَ الْحَىِّ فِى اْلإِثْمِ (رواه ابن ماجه عن أم سلمة) حديث حسن.
2) Hasyiah ar-Rasidi ‘Ala Ibni al-‘Imad, Hlm. 26
3) Fathu al-Jawad, Hlm. 26
وَبَقِىَ مَالَمْ يُوْجَدْ صَالِحٌ غَيْرُهُ فَيَحْتَمِلُ جَوَازُ الْجَبْرِ بِعَظْمِ اْلآدَمِىِّ الْمَيِّتِ كَمَا يَجُوْزُ لِلْمُضْطَرِّ أَكْلُ الْمَيِّتِ وَإِنْ لَمْ يَخْشَ إِلاَّ مُبِيْحَ التَّيَمُّمِ. وَجَزَمَ الْمُدَابِغِىُّ بِالْجَوَازِ، حَيْثُ قَالَ: فَاِنْ لَمْ يَصْلُحْ إِلاَّ عَظْمَ اْلآدَمِىِّ قُدِّمَ نَحْوُ الْحَرَبِىِّ كَالْمُرْتَدِّ ثُمَّ الذِّمِّى ثُمَّ الْمُسْلِمِ.
"Dan masih ada, bila sudah tidak di jumapai yang baik boleh menambali (cangkok) dengan tulang orang yang sudah mati. Seperti halnya boleh memakan bangkai orang yang sudah mati meski tidak hawatir sampai batas diperbolehkannya tayamum. Dan imam al-madabighi yakin dengan hukum boleh, dia menyatakan jika tidak ada yang bagus (untuk menambal) kecuali tulang orang, maka dahulukanlah orang kafir harbi, orang murtad, lalu kafir dzimy, kemudian orang Islam".
4) Al-Mahali/Qulyubi wa ‘Amirah, Juz XVI, Hlm. 176 (Maktabah Syamilah)
وَلَهُ أَىْ لِلْمُضْطَرِّ أَكْلُ أَدَمِىٍّ مَيِّتٍ ِلأَنَّ حُرْمَةَ الْحَىِّ أَعْظَمُ مِنْ حُرْمَةِ الْمَيِّتِ
"Jika terpaksa dan yang ditemukan hanya bangkai orang mati, maka boleh memakannya, karena kehormatan orang yang masih hidup masih dikuatkan dari pada kehormatan orang yang sudah mati".
5) Bujairami ‘Ala al-Iqna, Juz IV, Hlm. 272
وَاْلأَوْجَهُ كَمَا هُوَ ظَاهِرُ كَلاَمِهِمْ عَدَمُ النَّظَرِ ِلأَفْضَلِيَّةِ الْمَيِّتِ مَعَ اتِّحَادِهِمَا إسْلاَمًا وَعِصْمَةً
"Menurut yang aujah, seperti penjelasan ahli fiqih tidak memandang pada istemewanya seorang mayit jika sama-sama islam dan terjaga".
6) Mughni al-Muhtaj, Juz IV, Hlm. 307
(وَلَهُ) أَيْ الْمُضْطَرِّ (أَكْلُ آدَمِيٍّ مَيِّتٍ) إذَا لَمْ يَجِدْ مَيْتَةً غَيْرَهُ كَمَا قَيَّدَاهُ فِي الشَّرْحِ وَالرَّوْضَةِ؛ ِلأَنَّ حُرْمَةَ الْحَيِّ أَعْظَمُ مِنْ حُرْمَةِ الْمَيِّتِ.
"Boleh bagi orang yang terpaksa makan bangkai orang ketika tidak di temukan lainnya, seperti alasan dalam kitab syarah dan kitab raudloh, karena kehormatan orang hidup lebih diutamakan dari pada orang mati".
7) Al-Muhadzab, Juz I, Hlm. 251
وَاِنِ اضْطَرَّ وَوَجَدَ آدَمِيًا مَيِّتًا جَازَ أَكْلُهُ ِلاَنَّ حُرْمَةَ الْحَىِّ آكَدُ مِنْ حُرْمَةِ الْمَيِّتِ.
"Jika terpaksa dan yang di temukan hanya bangkai orang mati maka boleh memakannya, karena kehormatan orang yang masih hidup lebih kuat dari pada orang yang sudah mati".
8) Al-Qulyubi, Juz I, Hlm. 182
(وَلَوْ وَصَلَ عَظْمَهُ) ِلانْكِسَارِهِ وَاحْتِيَاجِهِ إلَى الْوَصْلِ (بِنَجَسٍ) مِنْ الْعَظْمِ (لِفَقْدِ الطَّاهِرِ) الصَّالِحِ لِلْوَصْلِ (فَمَعْذُورٌ) فِي ذَلِكَ

"Jika menyambung tulangnya karena pecah dan ia memerlukan sembungan dengan tulang najis karena daftar orang-orang yang menyatakan dirinya rela di ambil bola matanya sesudah mati untuk kepentingan manusia".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا

Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy

 *Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy* Maklum diketahui bahwa ketika seseorang mengadakan acara walimah, maka penganten, bahkan ibu penganten dan keluarga terdekat, merias wajah dengan make up yang cukup tebal. Acara walimah ini biasanya memakan waktu berjam-jam bahkan tak jarang belum selesai sampai waktu shalat tiba. Maka bagaimanakah tata cara thaharah dan shalat bagi wanita yang memakai riasan ini? Solusi 1: Menghapus riasan wajah dan shalat sesuai waktunya Perlu diketahui bahwa salah satu syarat sah wudhu adalah tidak terdapat hal yang menghalangi tersampainya air wudhu ke anggota badan yang wajib dibasuh, tentu penggunaan make up yang tebal sudah pasti menghalangi air wudhu. Maka bagi wanita yang memakai riasan pengantin tersebut tidak boleh berwudhu kecuali sudah menghapus bersih riasan yang ada di wajah, sehingga yakin jika air wudhu benar-benar mengenai anggota wudhu, tidak cukup hanya dengan mengalirkan air tanpa terlebih dahulu menghapus make up nya seperti yan