. Setiap terjadi kecelakaan LALIN (lalu lintas) baik
didarat, laut dan udara sering merenggut jiwa manusia. Dalam hal ini agama kita
Islam secara detail menentukan hukum yang berkaitan dengan hal tersebut, baik
yang menyangkut si pembunuh / Qotil, Maqtul, Warosah, Aqilah, Qishos, Diyah
dll. Dan oleh karena kita hidup dalam pemerintahan non Islam, maka yang terjadi
bentuk penyelesaiannya bermacam-macam, dalam arti kadang secara kekeluargaan,
lewat jalur hukum pemerintah, yang sudah pasti bukan hukum Syari’at Islam.
Ironisnya tidak sedikit keluarga yang bersangkutan dengan masalah tersebut
kecewa atas keputusan pengadilan negri yang mengadilinya.
Pertanyaan :
a. Siapakah yang menjadi pembunuh
dalam kecelakaan LALIN, khususnya kereta api (karena kerja masinis sangat
tergantung dengan penjaga rel) dan juga pesawat terbang (karena kerja pilot
sangat tergantung dengan kopilot dan pengawas udara yang ada di bumi). ?.
b. Termasuk kategori membunuh
macam apa yang terjadi pada kecelakaan LALIN ?.
c. Dapat gugurkah segala hal yang
menyangkut ketentuan hukum Syar’i terhadap semua pihak yang terlibat ? (baik
Qotil, maqtul dan warosah) berdasarkan keputusan pengadilan negri yang
mengadilinya.
(Pengurus MGS Sarang)
Jawaban a :
Pembunuhnya adalah diantara dua
pihak yaitu Masinis dan Supir kendaraan yang tabrakan, adapun Penjaga rel
dianggap sebagai fihak yang teledor menjalankan tugas Indzar (memperingatkan).
Dalam kasus kecelakaan kapal terbang
bila, yang mengendalikan pesawat itu pilot maka dia yang harus menanggung
akibat kecelakaan tersebut, dan bila keduanya (Pilot dan Kopilot) sama-sama
yang mengendalikan pesawat maka keduanya yang menanggung akibat kecelakaan.
Adapun pengawas udara sebagai fihak yang teledor menjalankan tugas Indzar
(memperingatkan).
Referensi : 1.
Fathchul Ilaahil Mannan Hal. 314
2. Mughni Hal. 62.
3. Al Bajuri Juz I Hal. 217.
4. Al Muhadzab Juz I Hal.
87.
5. Bughyatul Mustarsyidin
Hal. 167.
1-وفى فتح
الإله المنّان للشيخ السيد سعيد بن سالم باغيسان ما نصه :
سئل {رحمه الله} عن رجل كان يسوق سيارة فطلع معه رجل بصفته مساعد ، فطلعت بهم
السيارة فى جبل ثره المشهور ، فوصلت الى بعض الطريق
فى الجبل وراح منها السابع
فرجعت مهرولة الى الوراء وعجز السائق عن ضبطها وتوقيفها، وكان وراءه عدة
سيارات فوقف كل منهم وصاح على السائق الذى فى السيارة المذكورة بقوله لف الى الجبل
الجانب الأيسر ، فلف الى الجبل فى الجانب الذى يرجى السلامة فيه فصدم بالجبل
وانقلبت السيارة ، فمات المعاون هذا الذى طلعه معه بسبب ذلك ، ثم حضر سائقو
السيارات التى وراء هذه المصطدمة فجاءوا وهي مقلوبة ، ورفعوا البودي واخرجوا
المعاون المذكور من تحت البودي ميتا ، ثم أخرجوا السائق من الكبن مندهشا ، فهل
يلزم الضمان والحال هذه ، حيث والأمر خرج عن اختياره ام يلزمه شيئ ، افتون لاعدمكم
المسلمون ؟.
{فأجاب
رحمه الله بقوله}: الجواب ، ونسأل المولى الهداية والتوفيق للصواب ، ذكر العلماء
رحمهم الله تعالى كما فى التحفة وغيرها ، ان مجريي السفينتين اذا قصد الاصطدام بما
لا يهلك غالبا وفيهما او فى احداهما راكب او ركاب فله او لهم اذا ماتوا بسبب ذلك
على عاقلتهما دية شبه عمد ، وذكروا أيضا ان الفارسين اذاصطدما وماتا مع مركوبيهما
انه تجب على عاقلة كل منهما على نصف دية الآخر مغلظة او مخففة بحسب القصد وعدمه ،
ويجب فى تركه كل نصف قيمة فرس الآخر ، وان غلبهما فرساهما ، قالوا : لإمكان ضبطهما
باللجام ، ومما ذكر تعرف ان المعاون فى صورة السؤال مضمون على عاقلة السائق
المذكور ضمان الخطاء ، لأنه لف السيارة وصرفها الى الجبل فحصل التلف بذلك ، فالتلف
حصل بفعله الا انه خطأ ولأنه لقصد النجاة لا لقصد الاتلاف فلزمته دية الخطأ ، ومع
ذلك هو أي السائق مقصر بعدم اعداد العدة الكافية لمسك السيارة وتوقيفها ، مع أنه
يعرف انه سيصعد الى عقبة كود ، والسيارة أشبه بالفرس فى إمكان ضبطها بالآلة التى
تمسكها عن الجري من الالات المعروفة المعدة لذلك المسماة ، {السابع} ، {والبريك} ،
بل ضبطها بذلك أسهل من ضبط الفرس باللجام ، اذا كانت الالة المعدة لذلك متينة
وقوية ، فعدم تعهده للآلة واختيار صلاحيتها وكفايتها لضبط السيارة خصوصا فى مثل
هذه العقبة تقصير واي تقصير منه يلزمه به الضمان ، مع ما انضم الى ذلك من الفعل
الصادر منه الذى حصل به التلف ، وهو لف السيارة وصرفها الى الجبل ، واذا كان بعض
العلماء كما فى المهذب يرى ان محل القولين فى الضمان وعدمه فى مجريي السفينتين اذا
لم يفرطا ولم يقصرا بان اكملا عدتيهما ولا سيرا فى ريح شديدة لاتسير فى مثلها
السفن ، فبعضهم قال بالضمان قياسا على اصطدام الفارسين ، اذا عجزا من ضبط الفرسين
وبعضهم قال بعدم الضمان لعدم التقصير يرى بعضهم أن محل هذين القولين اذا لم يكن من
جهتهما أي المجريين فعل بأن كانت السفن واقفة فجائت الريح فقلعتهما ، فاما اذا
سيرا ثم جائت الريح فغلبتهما ثم اصطدما وجب الضمان قولا واحدا ، لأن ابتداء السير
كان منهما فلزمهما الضمان كالفارسين ، وفرق البعض بينهما وبين الفارسين ، بأن
الفارس يمكنه ضبط الفرس باللجام ، والقيم لا يمكنه ضبط السفينة ، فما بالك
بمسألتنا التى حصل التلف فيها بفعل السائق ، والفرق الذى فرق به بعضهم بين
السفينتين والفارسين لا يأتى هنا ، لأن السيارة كما ذكرنا أشبه بالفرس ، لإمكان
ضبطها ومسكها بالآلة المعدة لذلك ، فالضمان فيها باتفاق القولين ، واذا صح ما يقال
إن السائق فى واقعة الحال لا يحسن السياقة ، وانه غير مختبر لدى المختصين ولا توجد
لديه رخصة السياقة لعدم اختباره ، فلاشك فى تقصيره ووجوب الضمان عليه لتغريره بهذا
المعاون و الجائه الى الهلاك ، هذا ما ظهر لنا من كلامهم فى هذه المسئلة ، ونرجو
ان يكون وفق الصواب
2-وفى المغنى لابن القدامة ما
نصه :
{فصل} فإن كان على الدابة راكبان فالضمان على الأول منهما لأنه المتصرف فيها
القادر على كفها إلا أن يكون الأول صغيرا او مريضا او نحوهما ويكون الثانى هو
المتولى لتدبيرها فيكون الضمان عليه وإن كان مع الدابة سائق وقائد فالضمان عليهما
لأن كل واحد منهما لو انفرد لضمن فإذا اجتمعا ضمنا وان كان معهما او مع أحدهما
راكب ففيه وجهان : أحدهما الضمان عليهما جميعا لذلك، والثانى على الراكب لأنه أقوى
يدا وتصرفا ويحتمل ان يكون على القائد لأنه لا حكم للراكب مع القائد .
3-وفى
حاشية الباجورى للشيخ ابرهيم الباجورى ما نصه :
بل قد يجب كإنذار أعمى ونحوه
عند خشية وقوعه فى هلكة ولم تنفعه الإشارة.
4-وفى المهذب للشيخ الإمام الشيرزى ما نصه :
فإن رأى المصلى ضريرا يقع فى
بئر فانذره بالقول ففيه وجهان قال ابو اسحق المروزى لاتبطل صلاته لأنه واجب عليه
فهو كإجابة النبي صلى الله عليه وسلم .
5-وفىبغية المسترشدين للسيد عبد الرحمن بن محمد بن حسين بن عمر ما نصه :
{مسألة ب} أخل الأجير بشيء مما
استؤجر عليه فإن كان لعذر ولم تمكنه استنابة من يقوم مقامه فينبغى ان لا يأثم لكنه
لايستحق شيئا مدة الإخلال ولو فى النادر الا ان كان من المستثنيات شرعا او استثني
عند العقد او لغير عذر وامكنه الاستنابة حيث جوزناها بأن وردت الاجارة على الذمة
فلم يستنب أثم .
Jawaban b :
Bila kecelakaan itu terjadi
antara dua kendaraan yang sama-sam berjalan maka di tafsil :
Bila hal itu disengaja dan
keduanya mati, maka sudah tidak ada Qishos lagi.
Bila yang mati hanya salah
satu, maka yang masih hidup di Qishos.
Bila yang satu sengaja menabrak
dan yang lain tidak sengaja maka yang sengaja menabrak di hukumi ‘Amdan dan
yang tidak sengaja di hukumi Khoto’.
Bila tabrakan tersebut diluar
kendali mereka, maka dia tidak kewajiban Dloman kecuali diluar kendali tersebut
disebabkan kecerobohan dia. Dan untuk lebih jelasnya masalah ini, di bawah ini
kami jelaskan lebih luas dan detail walaupun tidak sesuai dengan jawaban yang asli
yang terlalu singkat dengan maksud buku ini bisa lebih manfaat untuk kalangan
masyarakat umum terutama para sopir dan pemilik kendaraan. Dan uraian ini kami
ambil dari hasil keputusan Majlis Ifta’ kerajaan Saudi Arabia, yang mana
putusan ini bersandar pada Kutub Fiqih Salaf Mu’tabaroh.
1.
Apabila ada dua kendaraan yang di kemudi oleh dua orang
sopir bertabrakan dengan sengaja, maka kalau keduanya meninggal dunia tidak ada
hukuman Qisos diantara keduanya. Akan tetapi keduanya wajib membayar Diat
(denda) , demikian pula dendanya orang yang meninggal bersamanya, dan diantara
keduanya juga wajib menanggung kerusakan mobil dan harta masing-masing. Apabila
yang meninggal cuma salah satunya maka pengemudi yang masih hidup harus di
hukum Qisos, karena ada kemungkinan yang sangat kuat bahwa ia mati sebab
tabrakan tersebut. Apabila tabrakan tersebut tidak di sengaja (murni kesalahan) maka masing-masing dari
kedua belah pihak wajib membayar Diat (denda), demikian pula dendanya
orang yang meninggal bersamanya. Dan semua itu di bebankan kepada Waris
‘Asobahnya masing-masing. Dan keduanya juga harus menanggung kerusakan mobil
serta hartanya masing-masing. Apabila salah satunya sengaja dan yang lain tidak
(lalai) maka masing-masing punya hukum sendiri-sendiri.
2.
Apabila ada mobil yang sedang berjalan menabrak mobil yang
sedang parkir di tanah milik empunya mobil itu sendiri atau di luar jalan raya
atau di tepi jalan yang luas, maka pengemudi mobil yang menabrak harus
menanggung seluruh kerusakan yang ada dalam mobil yang sedang parkir, baik
berupa harta maupun nyawa. Apabila mobil yang parkir tersebut menabrak mobil
lain maka kerusakan mobil ini ditanggung oleh keduanya (pengemudi mobil yang parkir dan yang
menabraknya) sesuai dengan keterangan
diatas. Apabila mobil yang di tabrak parkir di jalan sempit yang bukan
miliknya, maka tanggungan seluruhnya di bebankan kepada pemilik mobil yang
parkir karena keteledoranya. Apabila ada mobil yang sedang turun dari jalan
yang berbukit (umpamanya) menabrak mobil yang sedang menanjak, maka tanggungan
kerusakan di bebankan kepada pengemudi mobil yang turun, kecuali pengemudi
mobil yang sedang menanjak mampu untuk menepi tapi ia tidak melakukannya maka
tanggungan kerusakan di tanggung kedua belah pihak. Apabila ada sebuah mobil
hendak mendahului mobil di depannya kemudian mobil itu menabraknya maka
pengemudi mobil yang hendak mendahului harus menanggung segala kerusakan yang
ada dalam mobilnya sendiri, baik harta maupun nyawa. Demikian pula kerusakan
mobil yang di tabraknya karena kecerobohannya dengan menabrak mobil di
depannya, kecuali bila mobil di depannya berhenti mendadak atau mundur atau
membelokkan setir ke tempat mendahului dengan tujuan menghalangi lajunya mobil
yang ada dibelakang, maka kerusakan di tanggung kedua belah pihak.
3.
Apabila pengemudi menghentikan mobilnya didepan rambu penyeberangan (sebra croos) kemudian
ada mobil lain yang menabrak mobilnya dari belakang hingga mobilnya laju
kedepan dan menabrak sebagian penyeberang hingga mati atau terluka,maka seluruh
kerusakan ditanggung pengemudi mobil yang menabrak dari belakang, baik berupa
harta maupun nyawa karena ia teledor dengan menabrak mobil didepannya.
Sedangkan kendaraan yang ada didepan itu seperti alatnya kendaraan yang ada
dibelakangnya, oleh karena itu
pengendara mobil yang ditabrak tidak berkewajiban menanggung kerusakan apapun.
4. Apabila seseorang mengendarai
mobil di jalan raya sesuai dengan kecepatan yang telah ditetapkan dan ia juga
mengikuti marka jalan yang ada sesuai dengan peraturan lalu lintas, namun
tiba-tiba ada seorang lelaki yang melompat didepannya hingga ia tertabrak dan
mati atau terluka maka ketentuan hukumnya khilaf, dengan penjelasan sebagai
berikut ;
-
Pengemudi wajib menanggung orang yang mati atau terluka
karena tabrakan tersebut.
-
Masing-masing dari kedua belah pihak menanggung
kerusakan yang lain,baik berupa harta
maupun nyawa.
-
Pengemudi menanggung separo kerusakan orang yang ditabrak
sebab ia teledor dengan tidak hati-hati melihat ke depan dari jauh, sedang
orang yang ditabrak juga menanggung separo kerusakan pengemudi mobil karena
iapun juga teledor menyeberang jalan secara tiba-tiba serta tidak hati-hati
terhadap dirinya sendiri.
-
Orang yang ditabrak (penyeberang) dianggap mati sia-sia
karena ia sendiri yang teledor.
5.
Umpama ada manusia atau hewan lewat didepan mobil kemudian
pengemudi mengerem mobil dengan tujuan menghindari terjadinya kecelakaan hingga
berakibat salah satu penumpangnya jatuh dan yang lain meloncat hingga keduanya
mati atau terluka sebab pintu mobil tertutup rapat maka pengemudi tersebut
menanggung diyat (denda) atas orang yang jatuh atau ganti rugi atas
perkara yang menimpa orang tersebut sebab jatuhnya penumpang karena tajamnya
pengereman yang dilakukan dengan tujuan berhati-hati hingga kematian tersebut
karena cepatnya mobil,dan tak dibenarkan baginya membuat sebab untuk membunuh
seseorang dengan alasan untuk menyelamatkan orang lain. Pengemudi ini bisa
tidak dibebani diyat (denda)
manakala ia mengikuti peraturan kecepatan dan marka jalan, sebab ia
diperintahkan untuk mengerem guna menghindari kecelakaan. Adapun orang yang
melompat dianggap melukai atau membunuh diri sendiri,hingga pengemudi tidak
terbebani apapun.
6.
Ketika pengemudi sudah meneliti kendaraannya sebelum
berangkat kemudian tiba-tiba terjadi kerusakan yang mendadak dalam salah satu
perlengkapannya sedang ia tetap menetapi peraturan kecepatan dan marka jalan
hingga ia menabrak atau melindas manusia atau hewan hingga mati atau terluka
maka pengemudi tersebut tidak perlu menanggung diyat atau qimah atas
kejadian tersebut. Seandainya mobil tersebut terbalik hingga mengakibatkan
penumpangnya mati atau terluka atau rusaknya barang yang ada didalamnya maka
pengemudi tersebut juga tidak perlu menanggung. Begitu juga ketika mobil
terbalik dengan sebab di atas hingga menimpa seseorang atau sesuatu hingga mati
atau rusak maka pengemudi tersebut tidak perlu mananggung kerugian atas
kejadian ini karena Alloh berfirman ;
7.
{لا يكلف الله نفسا إلا وسعها} البقرة :
286
Kalau pengemudi kurang
hati-hati dalam meneliti kendaraannya atau mengemudi dengan kecepatan tinggi
atau membawa muatan yang melampaui batas maka ia harus menanggung atas
kerusakan yang menimpa jiwa dan harta. Kalau ada sesuatu yang jatuh dari mobil
iapun harus menanggungnya, kalau memang barang tersebut nasuk dalam
penjagaannya seperti ketika diwakilkan kepadanya, kecuali barang tersebut sudah
diikat dengan ikatan yang kuat dan dianggap bisa melindungi. Kalau dari mobil
tersebut ada salah satu penumpang yang jatuh karena masih kecil sedangkan
disitu tidak ada orang yang menjaganya,
kemudian terluka maka pengemudi harus menanggungnya, sebab dianggap
ceroboh.
8.
Ketika ada sesuatu dari mobil yang jatuh kemudian menimpa
seseorang hingga mati atau terluka, atau menimpa sesuatu hingga rusak maka
pengemudi harus mengganti atas kerusakan yang menimpa pada jiwa atau harta,
sebab ia dianggap ceroboh. Dan kalau ada penumpang yang sudah mukallaf jatuh
dari mobil karena berdesakan yang melanggar peraturan lalu lintas kemudian mati
maka pengemudi yang menanggungnya, sebab dianggap ceroboh. Juga bisa
dimungkinkan tanggung jawab pada pengemudi dan orang yang jatuh tersebut dengan
cara dibagi dua sebab ada unsur sama-sama merugikan.
Kewajiban pemerintah adalah memberi
nasehat pada masyarakat, melindungi rakyat, berusaha mewujudkan kemaslahatan,
menolak bentuk-bentuk kerusakan dengan tetap berpegang teguh kepada kitab Alloh
dan sunah Rosululloh SAW serta petunjuk Khulafa’urrosyidin.
Kewajiban rakyat adalah senantiasa memberi
nasehat kepada pemerintah, membantu urusan-urusan pemerintah, menjaga keutuhan
serta selalu mematuhinya. Berdasar pada hal ini ketika ia berpendapat sesuai
dengan ijtihadnya yang erat kaitannya dengan urusan orang banyak atau tentang
hubungan muamalah yang sah, serta urusan-urusan kehidupan yang tidak
ditemukan dalam nash syara’ baik
perintah atau larangan yang dikembalikan pada inisiatif mereka untuk menetapkan
dari salah satu dua jalan yang diperbolehkan maka wajib bagi mereka mematuhinya
serta menganggap dosa atas orang-orang yang melanggarnya.
Termasuk kewajiban pemerintah adalah
menertibkan kinerja departemen dalam kabinet, daerah, yayasan-yayasan,
instalasi pendidikan dan lain-lain dari berbagai bentuk perkara yang mencakup
harkat hidup orang banyak.
Apabila pemerintah atau wakilnya
merealisasikan hal-hal tersebut di atas maka konsekwensinya wajib untuk ditaati
dan pemerintah berhak menindak terhadap orang-orang yang tak mematuhi sesuai
dengan kesalahannya.
Diantara kewajiban pemerintah lagi adalah
menertibkan marka jalan (lalu lintas) baik darat , laut maupun udara, serta
mewajibkan pada pengemudi, nahkoda dan pilot ataupun yang lainnya untuk
mengetahui peraturan pemerintah yang telah ditetapkan, mematuhi batas
kecepatan, membuat perjanjian yang dibatasi dengan waktu, kewajibkan membawa
SIM (surat izin mengemudi) serta menunjukkan ketaatan. Maka wajib bagi
pengemudi alat transportasi untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku
guna menjaga keamanan dan menghindari kecelakaan dll. Bagi orang yang tak
mematuhi ketentuan pemerintah tersebut termasuk orang yang berbuat dosa, dan
bagi pemerintah atau wakilnya berhak memberi hukuman dengan hukuman yang bisa
membuat jera pada pelanggarnya, serta menjaga keamanan, kemaslahatan,
ketenangan dari perasaan takut, menerapkan aturan-aturan perizinan atas
pengemudi dan menerapkan denda uang (menurut pendapat sebagian ulama), serta
melarang pengemudi melukai orang lain dengan cara yang salah.
Referensi : 1. Majallatul Buhuts Al Islamiyyah Hal. 52-54
2.
Hamisy I’anatut Tholibin Juz IV Hal. 114.
1-وفى مجلة البحوث الإسلامية لدار
افتاء المملكة السعودية ما نصه :
مما تقدم - من نصوص العلماء - تتبين أحكام حوادث آلات النقل والمواصلات فى نظر
فقهاء الاسلام السبقين بالنسبة لما كان مستعملا منها فى زمنهم كالسفن والدواب
وأحكام حوادث المصارعة والتجاذب وما اليهما مع إختلاف وجهة نظرهم فى بعض المسائل
ولا يزال الكثير من هذه الآلات والوسائل واحداثها قائما ، وجدّ الى جانبها وسائل
أخرى للنقل والمواصلات كالسيارات والطيارات والدبابات والدرجات ولا غنى للناس عن
استعمالها بل صارت من ضرورة الحياة ، ولذا كثر استعمال الناس لها فى تحقيق مصالحهم
وقضاء حاجاتهم ونشأ عن ذلك كثير من الحوادث فوجب على علماء هذا العصر ان يتبينوا
حكمها على ضوء الأصول الشرعية وما سبق من النظائر التى حكم فيها أئمة الفقه
الاسلامى باجتهادهم وذلك بتخريج حوادث الوسائل الجديدة على نظائرها من حوادث
الوسائل القديمة ليعرف الحكم فيها بتحقيق المناط وتطبيق القواعد الشرعية عليها كما
فعل المجتهدون السابقون فى بناء الأحكام على أصولها واستنباطها منها وتخريجها على
نظائرها وعلى هذا يمكن ان يقال :
أولا : ان تصادمت سيارتان وكان ذلك من السائقين عمدا فإن ماتا فلا قصاص لفوات
المحل وتجب دية كل منهما ودية من هلك معه من النفوس وما تلف معه من السيارة
والمتاع فى مال صاحبه بناء على عدم اعتبار اعتدائه وفعله فى نفسه ومن هلك معه
واعتبار ذلك بالنسبة لصاحبه ومن هلك او تلف معه ، او يجب نصف دية كل منهما ونصف
دية من هلك معه ونصف قيمة ما تلف معه فى مال صاحبه ، بناء على اعتبار اعتدائه
وفعله فى حق نفسه وحق صاحبه ، وان مات أحدهما دون الآخر اقتص منه لمن مات بالصدمة
لأنها مما يغلب على الظن القتل به ، وان كان التصادم منهما خطأ وجبت الدية او
نصفها لكل منهما ولمن مات معه على عاقلة صاحبه ، وتجب قيمة ما تلف من سيارة كل
منهما او متاعه او نصفها فى مال صاحبه بناء على ما تقدم من الاعتبارين ، وان كان
أحدهما عامدا والآخر مخطئا فلكل حكمه على ما تقدم ، ومن كان منهما مغلوبا على أمره
فلاضمان عليه الا اذا كان ذلك بسبب تفريط منه سابق .
ثانيا : اذا صدمت سيارة سائرة سيارة واقفة فى ملك صاحبها او خارج طريق السيارات او
على جانب طريق واسع ضمن سائق السائرة ما تلف فىالواقفة من نفس و مال بصدمته لأنه
المعتدى فان انحرفت الواقفة فصادف ذلك الصدمة فالضمان بينهما على ما تقدم فى تصادم
سيارتين وان كانت واقفة فى طريق ضيق غير مملوك لصاحبها فالضمان على صاحب الواقفة ،
لتعديه بوقوفه ويحتمل ان يكون الضمان بينهما لتفريط كل منهما وتعديه . وان صدمت
سيارة نازلة من عقبة مثلا سيارة صاعدة فالضمان على سائق المنحدرة الا اذا كان
مغلوبا على أمره فلا ضمان عليه او كان سائق الصاعدة يمكنه العدول عن طريق النازلة
فلم يفعل فالضمان بينهما وان أدركت سيارة سيارة أمامها فصدمتها ضمن سائق اللاحقة
ما تلف من النفوس والأموال فى سيارته والسيارة المصدومة لأنه متعد بصدمه لما أمامه
والأمامية بمنزلة الواقفة بطريق واسع الا اذا حصل من سائق الأمامية فعل يعتبر سببا
ايضا فى الحادث ، كأن يوقف سيارته فجأة او يرجع بها الى الخلف او ينحرف بها الى ممر
اللاحقة ليعترض طريقها فالضمان بينهما على ما تقدم من الخلاف فى حكم تصادم سيارتين
.
ثالثا : واذا واقف سائق سيارة بسيارته أمام اشارة المرور مثلا ينتظر فتح الطريق
فصدمت سيارة مؤخر سيارته صدمة دفعتها الى الأمام فصدمت بعض المشاة مثلا فمات او
أصيب بكسور ضمن من صدمت سيارته مؤخر سيارة الأخرى كل ما تلف من نفس و مال لأنه
متعد بصدمه والسيارة الأمامية بمنزلة الآلة بالنسبة للخليفة فلا ضمان على سائقها
لعدم تعديه .
2-وفي هامش اعانة الطالبين
للشيخ زين الدين عبد العزيز المليبارى ما نصه :
{لاقصاص الا في عمد} بخلاف شبهه والخطاء {وهو قصد فعل} ظلما {و} عين {شخص}
يعني الانسان {بما يقتل} غالبا – الى ان قال – {وقصدهما} اى الفعل والشخص {بغيره}
أى غير ما يقتل غالبا (شبه عمد) .
Jawaban c:
Hukumnya gugur, apabila hukum
pemerintahan sesuai dengan prosedur syari’at Islam.
Referensi : 1. Tasyri’ Al
jina’I Juz I Hal. 237.
1-وفى التشريع الجنائى للشيخ عبد
القادر عودة مانصه :
قلنا انما يخالف الشريعة من قنون او لائحة او قرارباطل
بطلانا مطلاقا لكن هذا البطلان لاينصب على كل نصوص القانون او اللائحة او القرار
وانما ينصب فقط على النصوص المخالفة للشريعة دون غيرها لأن اساس البطلان هو مخالفة
الشريعة فلا يمتد البطلان منطيقيا لما يوافق الشريعة من النصوص –الى ان قال- واذا
كان البطلان قاصرا على النصوص المخالفة للشريعة فان هذه النصوص لاتعتبر باطلة فى
كل حالة وانما هى باطلة فقط فىالحالات التى تخالف فيها الشريعة صحيحة فى الحالات
التى تـتفق فيها مع الشريعة وليس هذا بمستغرب ما دام أساس الصحة والبطلان راجع الى
موافقة الشريعة او مخالفتها اذ العلة تدور مع المعلول وجودا وعدما اهـ.
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik