*HUKUM MEMERANGI PEMIMPIN (PRESIDEN) ATAU APARATNYA*
PERTANYAAN :
Bagaimana hukumnya jihad memerangi presiden atau aparatnya ?
JAWABAN :
Tidak ada jihad memerangi pemimpin (presiden) atau aparatnya. Bahkan yang demikian adalah haram dengan ijma’ kaum muslimin sekalipun seandainya pemimpin yang dzolim. Yang demikian jelas sekali berdasarkan hadits-hadits yang sohih dan penjelasan dari para ulama. Sedangkan yang dianjurkan adalah mengingkari kemungkaran dan menyampaikan perkara yang haq, tentu dengan cara yang santun dan beradab bukan dengan celaan dan memprovokasi masa sehingga bentrok dengan aparat pemerintah.
ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ: ﻣﻦ ﺃﻫﺎﻥ ﺳﻠﻄﺎﻥ اﻟﻠﻪ ﻓﻲ اﻷﺭﺽ ﺃﻫﺎﻧﻪ اﻟﻠﻪ.
ﻫﺬا ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ ﻏﺮﻳﺐ.
Rasulullah ﷺ bersabda : Barang siapa menghina sulthan (presiden) di muka bumi, maka Allah akan menghinakannya. Hadits ini hasan ghorib.
_Kitab Sunan At Tirmidzi._
Selain itu orang-orang yang berusaha melengserkan pemimpin atau bentrok dengan aparatnya adalah orang-orang MU’TAZILAH bukan ahlussunnah.
Imam Nawawi berkata :
ﻻ ﺗﻨﺎﺯﻋﻮا ﻭﻻﺓ اﻷﻣﻮﺭ ﻓﻲ ﻭﻻﻳﺘﻬﻢ ﻭﻻ ﺗﻌﺘﺮﺿﻮا ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺇﻻ ﺃﻥ ﺗﺮﻭا ﻣﻨﻬﻢ ﻣﻨﻜﺮا ﻣﺤﻘﻘﺎ ﺗﻌﻠﻤﻮﻧﻪ ﻣﻦ ﻗﻮاﻋﺪ اﻹﺳﻼﻡ ﻓﺈﺫا ﺭﺃﻳﺘﻢ ﺫﻟﻚ ﻓﺄﻧﻜﺮﻭﻩ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﻗﻮﻟﻮا ﺑﺎﻟﺤﻖ ﺣﻴﺚ ﻣﺎ ﻛﻨﺘﻢ
Janganlah kalian menyalahi pemerintah di dalam wilayah kekuasaan mereka dan janganlah kalian menentang mereka kecuali kalian melihat dari mereka satu kemungkaran yang jelas dan kalian mengetahui yang demikian dari kaidah-kaidah islam. Apabila kalian melihat yang demikian itu maka ingkari oleh kalian dan katakan oleh kalian kebenaran dimana saja kalian berada.
ﻭﺃﻣﺎ اﻟﺨﺮﻭﺝ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﻗﺘﺎﻟﻬﻢ ﻓﺤﺮاﻡ ﺑﺈﺟﻤﺎﻉ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﻮا ﻓﺴﻘﺔ ﻇﺎﻟﻤﻴﻦ
Dan adapun khuruj dari mereka dan memerangi mereka, maka HARAM DENGAN IJMA’ KAUM MUSLIMIN sekalipun mereka pemimpin yang fasiq lagi dzolim.
*قلت :*
_ Khuruj bisa bermakna melepaskan diri dari wilayah kekuasaan pemimpin lalu mendirikan negara baru atau berusaha melengserkan pemimpin dengan angkat senjata melawan aparatnya._
ﻭﻗﺪ ﺗﻈﺎﻫﺮﺕ اﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺑﻤﻌﻨﻰ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﺗﻪ ﻭﺃﺟﻤﻊ ﺃﻫﻞ اﻟﺴﻨﺔ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﻨﻌﺰﻝ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﺑﺎﻟﻔﺴﻖ ﻭﺃﻣﺎ اﻟﻮﺟﻪ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﻓﻲ ﻛﺘﺐ اﻟﻔﻘﻪ ﻟﺒﻌﺾ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﺃﻧﻪ ﻳﻨﻌﺰﻝ ﻭﺣﻜﻲ ﻋﻦ اﻟﻤﻌﺘﺰﻟﺔ ﺃﻳﻀﺎ ﻓﻐﻠﻂ ﻣﻦ ﻗﺎﺋﻠﻪ ﻣﺨﺎﻟﻒ ﻟﻹﺟﻤﺎﻉ
Sungguh telah jelas hadits-hadits dengan makna apa yang sudah aku tuturkan. Dan ahlussunnah BERIJMA (BERSEPAKAT) bahwasanya tidak boleh melengserkan pemimpin dengan sebab kefasikan. Adapun satu sisi pendapat yang dituturkan di dalam kitab-kitab fiqih milik sebagian para sahabat kami yang berpendapat boleh melengserkan pemimpin, dan yang demikian telah dihikayatkan dari golongan mu’tazilah adalah suatu kesalahan dari orang yang mengatakannya yang menyalahi ijma’.
ﻗﺎﻝ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻭﺳﺒﺐ ﻋﺪﻡ اﻧﻌﺰاﻟﻪ ﻭﺗﺤﺮﻳﻢ اﻟﺨﺮﻭﺝ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﺎ ﻳﺘﺮﺗﺐ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ اﻟﻔﺘﻦ ﻭﺇﺭاﻗﺔ اﻟﺪﻣﺎء ﻭﻓﺴﺎﺩ ﺫاﺕ اﻟﺒﻴﻦ ﻓﺘﻜﻮﻥ اﻟﻤﻔﺴﺪﺓ ﻓﻲ ﻋﺰﻟﻪ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻨﻬﺎ ﻓﻲ ﺑﻘﺎﺋﻪ
Para ulama berkata : Sebab tidak boleh melengserkannya dan pengharaman khuruj atasnya adalah apa-apa yang menjadi akibat dari yang demikian itu dari fitnah, pertumpahan darah dan rusaknya perdamaian. Maka mafsadah yang terjadi lebih besar darinya dari pada membiarkannya tetap berkuasa.
_Kitab Al Minhaj. Syarah Sohih Muslim. Hal.106. Juz 3._
Jika dikatakan : Lalu bagaimana dengan perlawanan Imam Husein bin Ali ? Bukan kah yang demikian itu khuruj juga ?
Imam Ibnu Hajar Al Haetami menjelaskan :
البغاة هم ﻣﺨﺎﻟﻔﻮ اﻹﻣﺎﻡ ﻭﻟﻮ ﺟﺎﺋﺮا ﻟﺤﺮﻣﺔ اﻟﺨﺮﻭﺝ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻱ ﻻ ﻣﻄﻠﻘﺎ ﺑﻞ ﺑﻌﺪ اﺳﺘﻘﺮاﺭ اﻷﻣﺮ اﻟﻤﺘﺄﺧﺮ ﻋﻦ ﺯﻣﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻭاﻟﺴﻠﻒ - ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ - ﻓﻼ ﻳﺮﺩ ﺧﺮﻭﺝ اﻟﺤﺴﻴﻦ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ ﻭاﺑﻦ اﻟﺰﺑﻴﺮ - ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ -
Pemberontakan (bughot) adalah mereka yang menyelisihi imam (presiden) sekalipun imam yang dzolim, karena haramnya keluar dari keta'atan kepadanya, maksudnya tidak mutlak, tetapi sesudah tetapnya perkara diakhir zaman sahabat dan salaf radhiallahu 'anhum. Maka tidak ditolak (tidak haram) perlawanan Husein bin ali dan Ibnu Zubair radhiallahu 'anhuma.
ﻭﻣﻌﻬﻤﺎ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ اﻟﺴﻠﻒ ﻋﻠﻰ ﻳﺰﻳﺪ ﻭﻋﺒﺪ اﻟﻤﻠﻚ
dan menyertai keduanya banyak dari ulama salaf yang melawan Yazid dan abdul muluk.
ﻭﺩﻋﻮﻯ اﻟﻤﺼﻨﻒ اﻹﺟﻤﺎﻉ ﻋﻠﻰ ﺣﺮﻣﺔ اﻟﺨﺮﻭﺝ ﻋﻠﻰ اﻟﺠﺎﺋﺮ ﺇﻧﻤﺎ ﺃﺭاﺩ اﻹﺟﻤﺎﻉ ﺑﻌﺪ اﻧﻘﻀﺎء ﺯﻣﻦ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻭاﺳﺘﻘﺮاﺭ اﻷﻣﻮﺭ
Dan pernyataan mushonnif (Imam Nawawi) tentang Ijma haramnya melawan penguasa dzolim, pasti maksudnya adalah ijma sesudah berakhirnya zaman sahabat dan tetapnya perkara perkara kepemimpinan.
ﺃﻱ ﻭﺣﻴﻨﺌﺬ ﻓﻼ ﻓﺮﻕ ﻓﻲ اﻟﺤﺮﻣﺔ ﺑﻴﻦ اﻟﻤﺠﺘﻬﺪ اﻟﺬﻱ ﻟﻪ ﺗﺄﻭﻳﻞ ﻭﻏﻴﺮﻩ
maksudnya dan seketika itu tidak ada perbedaan pendapat di dalam keharaman antara mujtahid yang boleh mentakwil dan selainnya.
_Kitab Tuhfatul Muhtaj. Hal. 66. Juz 9._
Intinya jangan membuat kegaduhan di negeri sendiri.
NKRI harga mati..
*Abdurrachman Asy Syafi’iy*
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik