5.membuka al-qur’an dengan jari tangan yg basah karena air ludah
Haram menyentuh mushaf dengan jari yg terdapat air ludah sebab
diharamkan menempelkan air ludah pada bagian mushaf........ namun air ludah yg
kering sekira tidak ada basah-basahnya yg menempel pada mushaf maka tidak
haram.
Reff
تحفة المحتاج في شرح المنهاج - (ج 2 / ص 150)
وَفِي فَتَاوَى الشَّارِحِ يَحْرُمُ مَسُّ
الْمُصْحَفِ بِإِصْبَعٍ عَلَيْهِ رِيقٌ إذْ يَحْرُمُ إيصَالُ شَيْءٍ مِنْ
الْبُصَاقِ إلَى شَيْءٍ مِنْ أَجْزَاءِ الْمُصْحَفِ وَيُسَنُّ مَنْعُ الصَّبِيِّ
مَسَّ الْمُصْحَفِ لِلتَّعَلُّمِ خُرُوجًا مِنْ خِلَافِ مَنْ مَنَعَهُ مِنْهُ ا هـ
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pembagian Harta
Gono-Gini
Tanya :
Bagaimana Islam mengatur masalah harta gono gini suami isteri dalam kasus
perceraian? Bagaimana cara pembagiannya? (A.I., Bogor)
Jawab :
Kepemilikan harta suami dan isteri dalam masa perkawinan mereka tidak lepas
dari 3 (tiga) kategori berikut :
Pertama, harta milik
suami saja, yaitu harta yang dimiliki oleh suami tanpa kepemilikan isteri
pada harta itu. Misalnya harta yang diperoleh dari hasil kerja suami dan tidak
diberikan sebagai nafkah kepada isterinya, atau harta yang dihibahkan oleh
orang lain kepada suami secara khusus, atau harta yang diwariskan kepada suami,
dan sebagainya.
Kedua, harta milik
isteri saja, yaitu harta yang dimiliki oleh isteri saja tanpa kepemilikan
suami pada harta itu. Misalnya harta hasil kerja yang diperoleh dari hasil
kerja isteri, atau harta yang dihibahkan oleh orang lain khusus untuk isteri,
atau harta yang diwariskan kepada isteri, dan lain-lain.
Ketiga, harta milik
bersama suami isteri. Misalnya harta
yang dihibahkan oleh seseorang kepada suami isteri, atau harta benda (misalnya
mobil, rumah, TV) yang dibeli oleh suami isteri dari uang mereka berdua
(patungan), dan sebagainya.
Dalam istilah fiqih, kepemilikan harta bersama ini disebut dengan istilah syirkah
amlaak, yaitu kepemilikan bersama atas suatu benda (syarikah al-‘ain).
Contohnya adalah kepemilikan bersama atas harta yang diwarisi oleh dua orang,
atau harta yang dibeli oleh dua orang, atau harta yang dihibahkan orang lain
kepada dua orang itu, dan yang semacamnya. (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham
Al-Iqtishadi fi Al-Islam, hal. 150).
Harta kategori ketiga inilah yang disebut dengan istilah harta gono gini,
yaitu harta milik bersama suami isteri ketika suami isteri itu bercerai. Inilah
manath (fakta) yang hendak dihukumi. Bagaimana pembagian harta gono gini
ini menurut syara’?
Sesungguhnya syara’ tidak membagi harta gono gini ini dengan bagian
masing-masing secara pasti (fixed, tsabit), misalnya isteri 50 % dan
suami 50 %. Sebab tidak ada nash yang mewajibkan demikian, baik dari Al-Kitab
maupun As-Sunnah. Namun pembagiannya bergantung pada kesepakatan antara suami
dan isteri berdasarkan musyawarah atas dasar saling ridha. Inilah yang disebut
dengan ash-shulhu (perdamaian) di antara suami isteri. Dalil
pensyariatan perdamaian antara suami isteri antara lain :
عَنْ عَمْرِو بْنِ
عَوْفٍ الْمُزَنِيِّ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ
إلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى
شُرُوطِهِمْ، إلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
Dari ‘Amr bin ‘Auf Al-Muzni RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Perdamaian
adalah boleh di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang
halal dan perdamaian yang menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin
[bertindak] sesuai syarat-syarat di antara mereka, kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal dan syarat yang menghalalkan yang haram.” (HR
Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi, dan disahihkan oleh Tirmidzi) (Imam
Ash-Shan’ani, Subulus Salam, 4/246, hadits no. 821; Imam Syaukani, Nailul
Authar, 8/463, hadits no.2325)
Imam Ash-Shan’ani menerangkan hadits di atas dengan berkata :
قَدْ قَسَّمَ
الْعُلَمَاءُ الصُّلْحَ أَقْسَامًا، صُلْحُ الْمُسْلِمِ مَعَ الْكَافِرِ،
وَالصُّلْحُ بَيْنَ الزَّوْجَيْنِ وَالصُّلْحُ بَيْنَ الْفِئَةِ الْبَاغِيَةِ
وَالْعَادِلَةِ وَالصُّلْحُ بَيْنَ الْمُتَقَاضِيَيْنِ وَالصُّلْحُ فِي الْجِرَاحِ
كَالْعَفْوِ عَلَى مَالٍ وَالصُّلْحُ لِقَطْعِ الْخُصُومَةِ إذَا وَقَعَتْ فِي
الْأَمْلَاكِ وَالْحُقُوقِ وَهَذَا الْقِسْمُ هُوَ الْمُرَادُ هُنَا وَهُوَ
الَّذِي يَذْكُرُهُ الْفُقَهَاءُ فِي بَابِ الصُّلْحِ
“Para ulama telah membagi ash-shulhu (perdamaian) menjadi beberapa macam;
perdamaian antara muslim dan kafir, perdamaian antara suami isteri, perdamaian
antara kelompok yang bughat dan kelompok yang adil, perdamaian antara dua orang
yang bertahkim kepada qadhi (hakim), perdamaian dalam masalah tindak pelukaan
seperti pemberian maaf untuk sanksi harta yang mestinya diberikan, dan
perdamaian untuk memberikan sejumlah harta kepada lawan sengketa jika terjadi
pada harta milik bersama (amlaak) dan hak-hak. Pembagian inilah yang dimaksud
di sini, yakni pembagian yang disebut oleh para fuqoha pada bab ash-shulhu
(perdamaian).” (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, 4/247).
Dengan demikian, berdasarkan dalil hadits ‘Amr bin ‘Auf Al-Muzni RA di
atas, jika suami isteri bercerai dan hendak membagi harta gono gini di antara
mereka, dapat ditempuh jalan perdamaian (ash-shulhu). Sebab salah satu
jenis perdamaian adalah perdamaian antar suami isteri (ash-shulhu baina
az-zaujain), atau perdamaian tatkala ada persengketaan mengenai harta
bersama (amlaak).
Dengan jalan perdamaian ini, pembagian harta gono gini bergantung pada
musyawarah antara suami isteri. Boleh suami mendapat 50 % dan isteri 50 %.
Boleh suami mendapat 30 % dan isteri 70 %, boleh pula suami mendapat 70 % dan
isteri 30 %, dan boleh pula pembagian dengan nisbah (persentase) yang lain.
Semuanya dibenarkan syara’, selama merupakan hasil dari perdamaian yang telah
ditempuh berdasarkan kerelaan masing-masing.
Memang, dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang diterapkan dalam Peradilan
Agama, harta gono gini antar suami isteri tidaklah dibagi, kecuali
masing-masing mendapat 50 %. Dalam pasal 97 KHI disebutkan :
Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta
bersama sepanjang tidak ditentukan laindalam perjanjian perkawinan.
(Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum
Indonesia, Jakarta : Gema Insani Press, 1994, hal. 106)
Namun menurut kami, ini bukan pembagian yang sifatnya wajib, karena memang
tidak ada nash syara’ yang mewajibkan pembagian seperti itu. Pembagian fifty-fifty
ini hanyalah salah satu alternatif pembagian yang sifatnya mubah, bukan
satu-satunya pembagian yang dibolehkan. Ketentuan mubah ini kemudian diadopsi
oleh KHI menjadi satu ketentuan yang mengikat dalam pembagian harta gono gini.
Kesimpulannya,
pembagian harta gono gini sepenuhnya bergantung pada hasil perdamaian antara
suami isteri berdasarkan musyawarah atas dasar saling ridha.
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik