Langsung ke konten utama

al-ashlu fil 'ibadah at-tauqif



Assalamu 'alaikum
.
Pertanyaan dari Mas Nur Kholis..
.
Apa maksud dan tujuan kaidah "al-ashlu fil 'ibadati at-tauqif wal itba' "
.
الأصل فى العبادة التوقيف والإتباع
.
Mahon maaf bila ada tulisannya yg salah !

Jawaban
>> MENCERMATI KAIDAH “HUKUM ASAL SEGALA HAL”

I. SECARA UMUM BELIAU NABI MUHAMMAD SAW. BERSABDA :

ﻓﺘﺢ ﺍﻟﺒﺎﺭﻯ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﻋﺸﺮ ﺹ : 266 ﺩﺍﺭ ﺍﻟﻔﻜﺮ

ﻭﺃﺧﺮﺝ ﺍﻟﺪﺍﺭﻗﻄﻨﻰ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺑﻰ ﺛﻌﻠﺒﺔ ﺭﻓﻌﻪ ( ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺮﺽ ﻓﺮﺍﺋﺾ ﻓﻼ ﺗﻀﻴﻌﻮﻫﺎ ﻭﺣﺪ ﺣﺪﻭﺩﺍ ﻓﻼ ﺗﻌﺘﺪﻭﻫﺎ ﻭﺳﻜﺖ ﻋﻦ ﺃﺷﻴﺎﺀ ﺭﺣﻤﺔ ﻟﻜﻢ ﻏﻴﺮ ﻧﺴﻴﺎﻥ ﻓﻼ ﺗﺒﺤﺜﻮﺍ ﻋﻨﻬﺎ ) ﻭﻟﻪ ﺷﺎﻫﺪ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺳﻠﻤﺎﻥ ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ ﻭﺁﺧﺮ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﻗﺪ ﺃﺧﺮﺝ ﻣﺴﻠﻢ ﻭﺃﺻﻠﻪ ﻓﻰ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ ﻭﻗﺪ ﺗﻘﺪﻡ ﻓﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻌﻠﻢ

Artinya: Imam Daaruquthni mengeluarkan dari Hadist Imam Abi Tsa’labah secara marfu’ (Sesungguhnya Allah mewajibkan beberapa kewajiban, maka kalian jangan menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban tersebut. Dan Allah telah menentukan beberapa batas, maka janganlah kalian melampauinya, Serta Allah telah diam dari beberapa perkara sebab rahmat bagi kalian semua, bukan karena lupa, maka janganlah kalian membahasnya).

Al Allamah fii Zamanihi As Syaikh Yasin Al Fadani, menjelaskan pengertian hadist Nabi SAW. “ Serta Allah telah diam dari beberapa perkara sebab rahmat bagi kalian semua”, sebagai berikut :

ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﺍﻟﺠﻨﻴﺔ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻷﻭﻝ ﺹ 195 ﺩﺍﺭ ﺍﻟﻔﻜﺮ

ﻓﻘﻮﻟﻪ ﻭﺳﻜﺖ ﻋﻦ ﺃﺷﻴﺎﺀ ﺃﻯ ﻟﻢ ﻳﺄﻣﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻬﺎ ﻭﻟﻢ ﻳﻨﻪ ﻋﻨﻬﺎ ﻭﻟﻢ ﻳﺤﺮﻣﻬﺎ ﻭﻟﻢ ﻳﺤﻠﻠﻬﺎ ﻭﻳﺴﺘﻔﺎﺩ ﻣﻨﻪ ﺃﻥ ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻰ ﺍﻷﺷﻴﺎﺀ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ

Artinya: “Adapun Sabda Nabi “ Serta Allah telah diam dari beberapa perkara” maksudnya adalah: Allah tidak memerintahkan, tidak melarang, tidak mengharamkan dan tidak menghalalkan perkara-perkara tersebut. Dan bisa diambil sebuah kesimpulan bahwa sesungguhnya hukum asal setiap sesuatu adalah boleh (ibahah)”.

Waalaikumussalam...

MENCERMATI KAIDAH “HUKUM ASAL SEGALA HAL”

I. SECARA UMUM BELIAU NABI MUHAMMAD SAW. BERSABDA :

Fth albary aljzʾ althalth ʿshr s dar alfkr: 266

Wakhrj aldarqtny mn hdyth aby thʿlbt rfʿh (sebuah allh frd frayd tdyʿwha whd hdwda help you tʿtdwha wskt ʿn ashyaʾ rhmt lkm ghyr music nsyan tbhthwa ʿnha) wlh shahd mn hdyth slman akhrjh altrmdhy wakhr mn hdyth abn ʿbas akhrjh abw dawd wqd akhrj mslm waslh albkhary printer Wqd tqdm ktab alʿlm printer

Artinya: Imam Daaruquthni mengeluarkan dari Hadist Imam Abi Tsa’labah secara marfu’ (Sesungguhnya Allah mewajibkan beberapa kewajiban, maka kalian jangan menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban tersebut. Dan Allah telah menentukan beberapa batas, maka janganlah kalian melampauinya, Serta Allah telah diam dari beberapa perkara sebab rahmat bagi kalian semua, bukan karena lupa, maka janganlah kalian membahasnya).

Al Allamah fii Zamanihi As Syaikh Yasin Al Fadani, menjelaskan pengertian hadist Nabi SAW. “ Serta Allah telah diam dari beberapa perkara sebab rahmat bagi kalian semua”, sebagai berikut :

Alfwayd aljnyt aljzʾ alawl s 195 dar alfkr

Wskt fqwlh ʿn ashyaʾ ay saya yamr allh bha wlm ynh ʿnha wlm yhrmha wlm yhllha wystfad mnh sebuah printer alasl alashyaʾ alabaht

Artinya: “Adapun Sabda Nabi “ Serta Allah telah diam dari beberapa perkara” maksudnya adalah: Allah tidak memerintahkan, tidak melarang, tidak mengharamkan dan tidak menghalalkan perkara-perkara tersebut. Dan bisa diambil sebuah kesimpulan bahwa sesungguhnya hukum asal setiap sesuatu adalah boleh (ibahah)”.

>> Shahibu Syarkhil Arbain Nawawi Imam Ibnu ‘Atthar mengarahkan kaidah diatas pada sesuatu hal yang hanya berkaitan dengan Mu’amalah (dunia dan adat) :

ﺷﺮﺡ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺍﻟﻨﻮﻭﻳﺔ 1 71

ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﺍﻟﺘﻮﻗﻴﻒ، ﻭﺍﻷﺻﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻌﺎﻣﻼﺕ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ ﻭﻋﺪﻡ ﺍﻟﺘﻮﻗﻴﻒ

Artinya: “Hukum Asal dalam Ibadah adalah tauqif (diam sampai datang dalil). Adapun Asal dari mu’amalah (kemasyarakatan/dagang dsb:pent) adalah boleh dan tidak Tauqif”.

Namun Menurut Imam As Syinqitthi, setiap perbuatan dan sesuatu yang bisa diambil kemanfaatannya dan tidak ada nash syara’ terbagi menjadi tiga Madzhab :

1. Boleh (Ibahah). Ini adalah madzhab Imam As Syinqitthi.

2. Haram, sampai adanya dalil yang menunjukkan kebolehannya.

3. Tauqif (berhenti/diam) sampai ada dalil yang menjelaskannya. (0)

Sedangkan hal yang berkaitan dengan ibadah murni para ulama juga berbeda pendapat sebagai berikut :

II. HUKUM ASAL IBADAH, DALAM PANDANGAN ULAMA

1. Ulama Syafi’iyyah.

a. Imam Ibnu Hajar : “Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil)” (1), di lain tempat beliau juga mengatakan: “Penetapan ibadah hanya diambil dari tawqif (adanya dalil)” (2).

b. Imam Ibnu Daqiiq Al ‘Iid : “Karena umumnya ibadah adalah ta’abbud (beribadah pada Allah). Dan patokannya adalah dengan melihat dalil”(3)

2. Ulama Hanabilah (Imam Ahmad Bin Hanbal). Imam Ibnu Muflih : “Amal-amal yang berkaitan dengan agama tidak boleh membuat sebab (berkreasi), kecuali disyariatkan. Karena pokok ibadah adalah tauqif (diam sampai datang dalil).”(4)

3. Ulama Malikiyyah Imam Zarqani : “Asal dalam Ibadah adalah tauqif” (5)

4. Ulama Hanafiyyah (Imam Abu Hanifah)

a. Imam Ibnu Taimiyyah : “Oleh karena ini, Imam Ahmad dan lainnya dari fuqahaa ahli hadist berkata : sesungguhnya asal dari ibadah adalah tauqif, maka tidak bisa disyariatkan kecuali yang Alloh Syariatkan.” (6)

b. Imam Syarkhisyi : “Logika tidak masuk dalam mengetahui sesuatu yang merupakan taat kepada Allah (ibadah), oleh karena itu tidak boleh menetapkan asal ibadah dengan logika”. (7)

5. Ulama Syi'ah Zaidiyyah Imam Syaukani : “Ibadah di ambil dari tauqif.” (8)

6. Ulama Salafy (Wahabiyyah).

a. Syaikh Utsaimin : “Karena Asal dalam ibadah adalah Haram dan tercegah, kecuali ada dalil disyariatkannya. ”(9)

b. Syaikh bin Baaz : “karena asal dalam ibadah adalah tauqif dan tidak adanya Qiyas.”(10)

Penting :

- Kaidah di atas sifatnya masih sangat umum, belum bisa untuk menjustifikasi suatu hukum ataupun amalan, kecuali adanya sandaran Al Qur’an, Al Hadist, Ijma’ dan Qiyas. Jadi sangatlah tidak patut apabila kaidah di atas di gunakan untuk menghukumi, apalagi sebagai “alat kebencian ”.

- Dalam menyikapi perbedaan, alangkah arifnya kita terima, karena itu adalah sunnatulloh, maka kesampingkanlah ego dan ke-akuan, janganlah kita memvonis sesama muslim.

>>  
I. SECARA UMUM BELIAU NABI MUHAMMAD SAW. BERSABDA:

فتح البارى الجزء الثالث عشر ص : 266  (دار الفكر)
وأخرج الدارقطنى من حديث أبى ثعلبة رفعه (إن الله فرض فرائض فلا تضيعوها وحد حدودا فلا تعتدوها وسكت عن أشياء رحمة لكم غير نسيان فلا تبحثوا عنها) وله شاهد من حديث سلمان أخرجه الترمذى وآخر من حديث ابن عباس أخرجه أبو داود وقد أخرج مسلم وأصله فى البخارى وقد تقدم فى كتاب العلم
Artinya: Imam Daaruquthni mengeluarkan dari Hadist Imam Abi Tsa’labah secara marfu’ (Sesungguhnya Alloh mewajibkan beberapa kewajiban, maka kalian jangan menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban tersebut, Dan Alloh telah menentukan beberapa batas, maka janganlah kalian melampauinya,  Serta Alloh telah diam dari beberapa perkara sebab rahmat bagi kalian semua, bukan karena lupa, maka janganlah kalian membahasnya)

Al Allamah fii Zamanihi As Syaikh Yasin Al Fadani, menjelaskan pengertian hadist Nabi SAW. “Serta Alloh telah diam dari beberapa perkara sebab rahmat bagi kalian semua” Sebagai berikut:

الفوائد الجنية الجزء الأول ص : 195  (دار الفكر)
فقوله وسكت عن أشياء أى لم يأمر الله بها ولم ينه عنها ولم يحرمها ولم يحللها ويستفاد منه أن الأصل فى الأشياء الإباحة
Artinya: “Adapun Sabda Nabi “Serta Alloh telah diam dari beberapa perkara” maksudnya adalah: Alloh tidak memerintahkan, tidak melarang, tidak mengharamkan dan tidak menghalalkan perkara-perkara tersebut. Dan bisa diambil sebuah kesimpulan bahwa sesungguhnya hukum asal setiap sesuatu adalah boleh (ibahah)”.

Shohibu Syarkhil Arbain Nawawi Imam Ibnu ‘Atthor mengarahkan kaidah diatas pada sesuatu hal yang hanya berkaitan dengan Mu’amalah (dunia dan adat):
شرح الأربعين النووية – (ج 1 / ص 71)
الأصل في العبادات التوقيف، والأصل في المعاملات الإباحة وعدم التوقيف
Artinya: “Hukum Asal dalam Ibadah adalah tauqif (diam sampai datang dalil), Adapun Asal dari mu’amalah (kemasyarakatan/dagang dsb:pent) adalah boleh dan tidak Tauqif”.

Namun Menurut Imam As Syinqitthi, setiap perbuatan dan sesuatu yang bisa diambil kemanfaatannya dan tidak ada nash syara’ terbagi menjadi tiga Madzhab:
1. Boleh (Ibahah). Ini adalah madzhab Imam As Syinqitthi.
2. Haram, sampai adanya dalil yang menunjukkan kebolehannya.
3. Tauqif (berhenti/diam) sampai ada dalil yang menjelaskannya. (0)

Sedangkan hal yang berkaitan dengan ibadah murni para ulama juga berbeda pendapat sebagai berikut:
II. HUKUM ASAL IBADAH, DALAM PANDANGAN ULAMA
1. Ulama Syafi’iyyah.
a. Imam Ibnu Hajar:
Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil)” (1), di lain tempat beliau juga mengatakan: “Penetapan ibadah hanya diambil dari tawqif (adanya dalil)” (2).
b. Imam Ibnu Daqiiq Al ‘Iid:
Karena umumnya ibadah adalah ta’abbud (beribadah pada Allah). Dan patokannya adalah dengan melihat dalil”(3)
2. Ulama Hanabilah (Imam Ahmad Bin Hanbal).
Imam Ibnu Muflih:
Amal-amal yang berkaitan dengan agama tidak boleh membuat sebab (berkreasi), kecuali disyariatkan. Karena pokok ibadah adalah tauqif (diam sampai datang dalil).”(4)
3. Ulama Malikiyyah
Imam Zarqoni:
Asal dalam Ibadah adalah tauqif” (5)
4. Ulama Hanafiyyah (Imam Abu Hanifah)
a. Imam Ibnu Taimiyyah:
Oleh karena ini, Imam Ahmad dan lainnya dari fuqohaa ahli hadist berkata: sesungguhnya asal dari ibadah adalah tauqif, maka tidak bisa disyariatkan kecuali yang Alloh Syariatkan.” (6)
b. Imam Syarkhisyi:
Logika tidak masuk dalam mengetahui sesuatu yang merupakan taat kepada Alloh (ibadah), oleh karena itu tidak boleh menetapkan asal ibadah dengan logika”. (7)
5. Ulama Syiah Zaidiyyah
Imam Syaukani:
Ibadah di ambil dari tauqif.” (8)
6. Ulama Salafy (Wahabiyyah).
a. Syaikh Utsaimin:
“Karena Asal dalam ibadah adalah Haram dan tercegah, kecuali ada dalil disyariatkannya.”(9)
b. Syaikh bin Baaz:
“karena asal dalam ibadah adalah tauqif dan tidak adanya Qiyas.”(10)

Penting:
- Kaidah diatas sifatnya masih sangat umum, belum bisa untuk menjustifikasi suatu hukum ataupun amalan, kecuali adanya sandaran Al Qur’an, Al Hadist, Ijma’ dan Qiyas. Jadi sangatlah tidak patut apabila kaidah di atas di gunakan untuk menghukumi, apalagi sebagai “alat kebencian”.
- Dalam menyikapi perbedaan, alangkah arifnya kita terima, karena itu adalah sunnatulloh, maka kesampingkanlah ego dan ke-akuan, janganlah kita memvonis sesama muslim. Sungguh!!! Mereka para musuh islam akan berteriak kegirangan….

Walhamdulillah… Was Sholaatu was Salaamu ‘ala Rosulillah.. Haadza maa yassarallohu ‘alayya wa bi’aunillah…
Wallohu a’lam….

M. ROBERT AZMI AL ADZIM

(0) مذكرة أصول الفقه للشيخ الشنقيطي – (ج 1 / ص 16)
(فصل) قال المؤلف رحمه الله تعالى: واختلف فى الأفعال وفى الاعيان المنتفع بها قبل ورود الشرع بحكمها .. الخ ..
اعلم أن خلاصة ما ذكره المؤلف رحمه الله تعالى فى هذا المبحث، أن حكم الأفعال والأعيان أي الذوات المنتفع بها قبل أن يرد فيهل حكم من الشرع فيها ثلاثة مذاهب :الاول : أنها على الاباحة وهو الذى يميل إليه المؤلف واستدل بقوله تعالى :” هو الذى خلق لكم ما فى الأرض جميعا” فانه تعالى امتن على خلقه بما فى الارض جميعا ولا يمتن الا بمباح ، اذ لا منة فى محرم واستدل لاباحتها أيضا بصيغ الحصر فى الآيات كقوله:
(قل انما حرم ربى الفواحش ما ظهر منها ومابطن) وقوله تعالى : (قل لا أجد فيما أوحى إلى محرماً على طاعم يطعمه الا أن يكون ميتة أو دماً مسفوحاً أو لحم خنزير ..) الآية . (قل تعالوا أتل ما حرم ربكم عليكم ..) الآية .واستدل لذلك أيضا بحديث ( الحلال ما أحله الله فى كتابه والحرام ما حرمه الله فى كتابه وما سكت عنه فهو مما عفا عنه) .
المذهب الثانى : أن ذلك على التحريم حتى يرد دليل الاباحة واستدل لهذا بأن الأصل منع التصرف فى ملك الغير بغير اذنه وجميع الاشياء ملك لله جل وعلا ، فلا يجوز التصرف فيها الا بعد اذنه، ونوقش هذا الاستدلال بأن منع التصرف فى ملك الغير، انما يقبح عادة فى حق من يتضرر بالتصرف في ملكه، وأنه يقبح عادة المنع ممالا ضرر فيه كان لاستظلال بظل حائط انسان والانتفاع بضوء ناره والله جل وعلا لا يلحقه ضرر من انتفاع مخلوقاته بالتصرف فى ملكه .
المذهب الثالث : التوقف عنه حتى يرد دليل مبين للحكم فيه.
(1) فتح الباري للشيخ ابن حجر الجزء الثالث ص: 54
الأصل في العبادة التوقف.
(2) وفيه أيضا (2/80):
التقرير فى العبادة إنما يؤخذ عن توقيف.
وفي شرح زُبَدِ ابن رسلان للشافعي الصغير (1/79):
الأصل في العبادات التوقيف.
(3) إحكام الأحكام شرح عمدة الأحكام ابن دقيق العيد – (ج 1 / ص 281)
لِأَنَّ الْغَالِبَ عَلَى الْعِبَادَاتِ التَّعَبُّدُ، وَمَأْخَذُهَا التَّوْقِيفُ.
(4) الآداب الشرعية لابن مفلح (2/265)
الأعمال الدينية لا يجوز أن يتخذ شيء منها سببا إلا أن تكون مشروعة فإن العبادات مبناها على التوقيف
(5) شرح الزرقاني على الموطأ (1/434)
الأصل في العبادة التوقيف .
(6) قال ابن تيمية في مجموع الفتاوى (29/17)
ولهذا كان أحمد وغيره من فقهاء أهل الحديث يقولون: إن الأصل فى العبادات التوقيف فلا يشرع منها إلا ما شرعه الله تعالى.
(7) أصول السرخسي الحنفية – (ج 2 / ص 122)
ولا مدخل للرأي في معرفة ما هو طاعة لله، ولهذا لا يجوز إثبات أصل العبادة بالرأي
(8) نيل الأوطار – (ج 2 / ص 413)
وَعَنْ أَنَسٍ قَالَ: {أُمِرَ بِلَالٌ أَنْ يَشْفَعَ الْأَذَانَ وَيُوتِرَ الْإِقَامَةَ إلَّا الْإِقَامَةَ}.رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ. وَلَيْسَ فِيهِ لِلنَّسَائِيِّ وَالتِّرْمِذِيِّ وَابْنِ مَاجَهْ إلَّا الْإِقَامَةَ .
قَوْلُهُ: (أُمِرَ بِلَالٌ) هُوَ فِي مُعْظَمِ الرِّوَايَاتِ عَلَى الْبِنَاءِ لِلْمَفْعُولِ. وَقَدْ اخْتَلَفَ أَهْلُ الْأُصُولِ وَالْحَدِيثِ فِي اقْتِضَاءِ هَذِهِ الصِّيغَةِ لِلرَّفْعِ، وَالْمُخْتَارُ عِنْدَ مُحَقِّقِي الطَّائِفَتَيْنِ أَنَّهَا تَقْتَضِيهِ؛ لِأَنَّ الظَّاهِرَ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْآمِرِ مَنْ لَهُ الْأَمْرُ الشَّرْعِيُّ الَّذِي يَلْزَمُ اتِّبَاعُهُ، وَهُوَ الرَّسُولُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا سِيَّمَا فِي أُمُورِ الْعِبَادَةِ ، فَإِنَّهَا إنَّمَا تُؤْخَذُ عَنْ تَوْقِيفٍ
(9) القول المفيد على كتاب التوحيدمحمد بن صالح العثيمين – (ج 1 / ص 152)
لأن الأصل في العبادات الحظر والمنع، إلا إذا قام الدليل على مشروعيتها.
(10) مجموع فتاوى و مقالات ابن باز – (ج 13 / ص 123)
لأن الأصل في العبادات التوقيف وعدم القياس، وبالله التوفيق.
=========
tambahan
PERAYAAN MAULID, MANA DALILNYA ?
Oleh Umat Dhoif dalam sebuah Grup FB

Sebagaimana diketahui perayaan maulid itu sebuah kegiatan yang berisi tholabul ilmi, shodaqoh, dzikir dan tausiyah, nah anda pasti sangat faham dalil-dalil tentang tholabul ilmi, shodaqoh, dzikir dan tausiyah, sudah banyak bertebaran diseantero dunia buku dan internet bahkan facebook, silakan cari sendiri.

Nah yang menjadi masalah di sini adalah bagaimanakah Dalil dari “PERAYAAN MAULID” benar atau tidak ? sampai-sampai anda menanyakan “MANA DALILNYA?” 

Saya mungkin akan menjelaskan sedikit, saya mulai dari suatu kaidah dalam ushul fiqh yang sering didengung-dengungkan oleh teman-teman Salafi, 

“Asal semua ibadah adalah haram, sampai ada dalil yang menghalalkannya atau menyuruhnya”.. 

Nah dari kaidah ini sesuatu yang diangap ibadah selalu muncul pertanyaan “mana dalilnya?” karena sifat dari ibadah yang tauqif .

Permasalahnya adalah untuk ibadah apakah kaidah di atas ? Saya akan coba mengambil dari kitab, 

الأصل في العبادات التوقيف

وفي هذه الليلة أود أن أقف عند قضية أساسية في العبادات جميعاً وهي قاعدة معروفة عند أهل العلم، " أن الأصل في العبادات التوقيف " كما "أن الأصل في المعاملات والعقود الإباحة"، وهذه قاعدة نفيسة ومهمة جداً ونافعة للإنسان، فبالنسبة للعبادات لا يجوز للإنسان أن يخترع من نفسه عبادةً لم يأذن بها الله عز وجل، بل لو فعل لكان قد شرع في الدين ما لم يأذن به الله، فلم يكن لأحدٍ أن يتصرف في شأن الصلاة أو الزكاة أو الصوم أو الحج زيادة أو نقصاً أو تقديماً أو تأخيراً أو غير ذلك، ليس لأحد أن يفعل هذا، بل هذه الأمور إنما تتلقى عن الشارع، ولا يلزم لها تعليل، بل هي كما يقول الأصوليون: غير معقولة المعنى، أو تعبدية، بمعنى أنه ليس في عقولنا نحن ما يبين لماذا كانت الظهر أربعاً، والعصر أربعاً، والمغرب ثلاثاً، والفجر ركعتين، ليس عندنا ما يدل على ذلك إلا أننا آمنا بالله جل وعلا، وصدّقنا رسوله صلى الله عليه وسلم، فجاءنا بهذا فقبلناه، هذا هو طريق معرفة العقائد وطريق معرفة العبادات، فمبناها على التوقيف والسمع والنقل لا غير، بخلاف المعاملات والعقود ونحوها، فإن الأصل فيها الإباحة والإذن إلا إذا ورد دليل على المنع منها، فلو فرض مثلاً أن الناس اخترعوا طريقة جديدة في المعاملة في البيع والشراء عقداً جديداً لم يكن موجوداً في عهد النبوة، وهذا العقد ليس فيه منع، ليس فيه رباً ولا غرر ولا جهالة ولا ظلم ولا شيء يتعارض مع أصول الشريعة، فحينئذٍ نقول: هذا العقد مباح؛ 

bahwa yang dinamakan ibadah sifatnya tauqif adalah sudah ditetapkan dan tidak boleh ditambah atau dikurangi atau mendahulukan atau melebihkan atau apapun itu…. 
Dan ini beda dengan muamalah yang asalnya boleh sampai ada dalil yang melarangnya… 
Nah sekarang kita lihat apakah sebenarnya ibadah tauqif itu…. 

التوقيف في صفة العبادة
العبادة توقيفية في كل شيء، توقيفية في صفتها -في صفة العبادة- فلا يجوز لأحد أن يزيد أو ينقص، كأن يسجد قبل أن يركع مثلاً أو يجلس قبل أن يسجد، أو يجلس للتشهد في غير محل الجلوس، فهيئة العبادة توقيفية منقولة عن الشارع

tauqifi dalam sifat ibadah 
ibadah itu tauqifi dalam semua hal dalam sifatnya,,, 
maka tidak boleh untuk menambah dan megurangi. seperti sujud sebelum ruku', atau duduk sebelum sujud, atau duduk tasyahud tidak pada tempatnya...oleh karena itu, yang namanya ibadah itu tauqifi dinuqil dari syari' ( allah ) 

التوقيف في زمن العبادة
زمان العبادة توقيفي -أيضاً- فلا يجوز لأحد أن يخترع زماناً للعبادة لم ترد، مثل أن يقول مثلاً

tauqifi dalam waktu pelaksanaan ibadah 
waktu pelaksanaan ibadah juga tauqifi. maka tidak boleh seseorang itu membuat buat ibadah di waktu tertentu yang syari' tidak memerintahkannya. 

التوقيف في نوع العبادة 
كذلك لابد أن تكون العبادة مشروعة في نوعها، وأعني بنوعها أن يكون جنس العبادة مشروعاً، فلا يجوز لأحد أن يتعبد بأمر لم يشرع أصلاً، مثل من يتعبدون بالوقوف في الشمس، أو يحفر لنفسه في الأرض ويدفن بعض جسده ويقول: أريد أن أهذب وأربي وأروض نفسي مثلاً، فهذه بدعة! 

tauqifi dalam macamnya ibadah 
begitu juga ibadah juga harus disyaratkan sesuai dengan syari'at..artinya termasuk dari jenis ibadah yang disyariatkan. maka tidak sah bagi orang yang menyembah sesuatu yang tidak disyariatkan, seperti menyembah matahari, atau memendam jasadnya sebagian sembari berkata : saya ingin melatih badanku misalkan, ini semua bid'ah. 

التوقيف في مكان العبادة 
كذلك مكان العبادة لابد أن يكون مشروعاً، فلا يجوز للإنسان أن يتعبد عبادة في غير مكانها، فلو وقف الإنسان -مثلاً- يوم عرفة بالـمزدلفة فلا يكون حجاً أو وقف بـمنى، أو بات ليلة المزدلفة بـعرفة، أو بات ليالي منى بالـمزدلفة أو بـعرفة، فإنه لا يكون أدّى ما يجب عليه، بل يجب أن يلتزم بالمكان الذي حدده الشارع إلى غير ذلك.

begitu juga tauqifi dalam tempat ibadah. 
maka ini juga harus masyru'. maka tidak boleh beribadah tidak pada tempat yang sudah disyari'atkan. seperti jika seseorang wukuf di muzdalifah, maka ini bukan haji. atau wuquf dimina, atau bermalam (muzdalifah) di 'arafah, dan sebaliknya, maka ini semua bukanlah sesuatu yang masyru'. kita wajib melaksanakan ibadah sesuai tempat yang sudah disyari'atkan oleh syari' 

Nah dari penjelasan kitab diatas dapat ditangkap 4 point, dan bila diperhatikan maka di situ didapat kesimpulan bahwa ibadah yang sifatnya tauqif itu adalah ibadah mahdoh… faham ?? 
Jadi yang dimaksud ibadah dalam kaidah “Asal semua ibadah adalah haram, sampai ada dalil yang menghalalkannya atau menyuruhnya”....adalah ibadah yang sifatnya mahdoh saja, bukan semua ibadah.

Nah untuk bisa membedakannya ibadah harus dilihat wasail (perantara) dan maqoshidnya (tujuan). Untuk ibadah yang sifatnya mahdhoh Cuma ada maqoshid, sedangkan untuk goir mahdoh ada maqoshid ada wasail. 

Ok… langsung contoh saja….biar gampang, perhatikan baik-baik …. 

Sholat, sudah jelas karena ibadah yang dzatnya adalah ibadah, maka yg ada Cuma maqoshid (tujuan) tidak ada wasail. 

Anda menulis di blog atau FB, Kegiatan menulis sendiri itu bukan ibadah maka hukumnya mubah. Tapi karena anda mengharapkan ridho Allah dalam rangka dakwah dengan jalan menulis di FB maka dalam Islam ini berpahala dan termasuk ibadah (wasailnya anda menulis di blog atau FB, maqoshidnya mengharapkan ridho Allah dalam rangka berdakwah). Tapi jika anda menganggap kegiatan menulis ini sebuah ibadah yang dzatnya adalah ibadah seperti ibadah mahdhoh sudah pasti ini namanya bid’ah dholalah. 

Saya beri contoh lagi, kegiatan pengajian dan tabligh, awalnya bentuk kedua kegiatan ini bukan ibadah dan tidak ada contoh dari rasul jadi hukumnya mubah, tapi karena isi dari kegiatan ini adalah ibadah (seperti tholabul ilmi dan tauziyah atau bahkan dakwah) maka kegiatan pengajian dan tabligh insyaallah berpahala dan bernilai ibadah (wasailnya kegiatan pengajian dan tabligh, maqoshidnya mengharapkan ridho Allah dalam rangka tholabul ilmi dan berdakwah). Sekali lagi jika anda menganggap kegiatan pengajian dan tabligh ini sebuah ibadah yang dzatnya adalah ibadah seperti ibadah mahdhoh sudah pasti ini namanya bid’ah dholalah. 

Begitu juga dengan maulid, maulid adalah wasail (perantara atau ada yang bilang sarana), maqoshidnya adalah mengenal Rasul n mengagungkannya… Bagaimanakah hukum awal dari Maulid? Jawabannya adalah mubah, boleh dilakukan dan boleh tidak dilakukan. 

Tapi kenapa menjadi sunah?? Menjadi sunah dikarenakan hukum maqoshidnya adalah sunah (mengenal dan mengagungkan Rasul adalah Sunah) karena yang namanya hukum wasail itu mengikuti hukum maqoshid (Lil Wasail hukmul Maoshid) - ini adalah kaidah ushul fiqh.

Contoh gampangnya untuk (Lil Wasail hukmul Maoshid), anda membeli air hukumnya mubah, mau beli atau tidak, tak ada masalah. Tapi suatu saat tiba waktu sholat wajib sedangkan air sama sekali tidak ada kecuali harus membelinya dan anda punya kemampuan untuk itu maka hukum membeli air adalah wajib.

Kembali lagi ke maulid, Apakah maulid bisa menjadi sesuatu yg bid’ah (dholalah)? ya bisa jika anda menganggap maulid adalah sebuah ibadah yang dzatnya adalah ibadah seperti sholat wajib. Nah perlu saya garis bawahi pertanyaan-pertanyaan seperti, apakah dasar merayakan maulid ? INI ADALAH PERTANYAAN YANG SALAH. Tidak ada ceritanya namanya wasail ada dalil qothinya.

Contoh lagi biar lebih gampang mencerna : 
anda berangkat ke sekolah, ini adalah wasail, maqoshidnya tholabul ilmi, tetapi karena tholabul ilmi itu hukumnya wajib maka berangkat ke sekolahpun menjadi wajib dan bernilai ibadah. Dalil yang ada adalah dalil tentang tholabul ilmi. Bagaimanakah dalil yang menyuruh kita berangkat ke sekolah ? JELAS TIDAK ADA!! karena ini adalah wasail atau sarana. Begitu pula dengan maulid, kalau anda tanya dalil maqoshidnya yaitu tentang mengenal dan mengagungkan Rasul ya pasti ada. Tapi jika anda tanya dalil wasailnya, yaitu perayaan Maulid ? JELAS TIDAK ADA!! karena ini adalah wasail atau sarana.

Sedikit tambahan, ini juga dasar kenapa bermadzab itu wajib hukumnya bagi kita, orang awam, karena madzab adalah wasail, dan ini satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk mengerti agama ini, kita tak mungkin bertanya langsung ke rasul. Sedangkan maqoshidnya agar kita bisa mengerti tentang agama islam sehingga kita bisa mengamalkannya dengan benar (hukumnya ini wajib), maka bermadzab mnjadi wajib. Kalau anda bertanya mana dalil naqlinya secara leterleg yang menyuruh kita bermadzab ? Yaa tak ada, lha wong bermadzab itu cuma wasail. 

Dari itulah, mohon jangan sedikit-sedikit bertanya “MANA DALILNYA?” , tanpa tahu sesuatu hal itu perlu dalil atau tidak. Bagaimana pertanyaan bisa dijawab, kalau pertanyaannya saja salah ???? (Jadi ingat salah satu pertanyaan yang salah : Kuasakah Allah menciptakan sebuah batu yang sangat besar sehingga Alloh sendiri tidak mampu mengangkatnya ? )
الموسوعة الشاملة - الأشباه والنظائر حنفي

هل الأصل في الأشياء الإباحة أو الحظر أو التوقيف ؟
قاعدة : هل الأصل في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على عدم الإباحة - وهو مذهب الشافعي رحمه الله - أو التحريم حتى يدل الدليل على الإباحة ونسبه الشافعية إلى أبي حنيفة رحمه الله وفي البدائع : المختار أن لا حكم للأفعال قبل الشرع والحكم عندنا وان كان أزليا فالمراد به هنا عدم تعلقه بالفعل قبل الشرع فانتفى التعلق لعدم فائدته انتهى وفي شرح المنار للمصنف : الأصل في الأشياء الإباحة عند بعض الحنفية ومنهم الكرخي و قال بعض أصحاب الحديث : الأصل فيها الحظر وقال أصحابنا : الأصل فيها التوقف بمعنى أنه لا بد لها من حكم لكننا لم نقف عليه بالفعل انتهى وفي الهداية لا من فصل الحدادة أن الإباحة أصل انتهى
Secara keseluruhan encyclopaedia - semi-Dan Isotop Hanafi

Adalah asal dari hal-hal yang seharusnya tidak diizinkan, blokir, atau penangkapan?
: Aturan adalah asal dari hal-hal yang seharusnya tidak diizinkan bahkan menunjukkan bukti kegagalan dari legalisir - adalah doktrin allah kasihanilah dia)- Apa - java atau bahkan menunjukkan bukti dan otorisasi conclave alshafʿyt untuk Abu Hanifa dia jiwa dalam bdayʿ: memilih untuk tidak aturan dari tindakan sebelum sharee ' ah dan pemerintahan kami meskipun azealia yang dimaksudkan di sini tidak mengerti sudah keluar The Sharee ' ah pada lampiran untuk kurangnya kebergunaan dan berakhir di penjelasan dari beacon dari kelas: Asal pokok pada halaman dari ketuk ketika beberapa dari mereka dan pemilik dan berkata rkhy beberapa pembuat modern asli: Di mana kami que dan berkata pemilik: untuk mencoba untuk menghentikan dalam arti bahwa ia tidak memiliki untuk aturan tetapi kita tidak berdiri pada sudah berakhir dengan wahyu, bukan dari pemisahan dari blacksmith bahwa otorisasi the origin of the selesai

(1/87) Link kitab: islamport.com/w/hnf/Web/2681/42.htm
Asal https://www.facebook.com/groups/MTTM1/permalink/1664262007120686/




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

DALIL TAHLILAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا