Langsung ke konten utama

DALIL TENTANG SALAFI WAHABI

 Ketika Salafy-Wahabi Ingin Mengalihkan

Sebutan Wahabi Dari Diri Mereka

Sekte-sekte wahabi yang

semakin hari semakin lucu

saja dan bodoh membodohi

orang awam,mereka marah

dan enggan di sebut wahabi,

bahkan mereka ingin membalikkan/

mengalihkan sebutan wahabi yang melekat

pada ajaran mereka kepada golongan

lain,sehingga terkesan pada orang awam

bahwa benar yang selama ini di sebut

wahabi [yang sudah terkenal sesat]

bukanlah golongan mereka,begini cara

mereka membodohi para pengikut nya :

Wahabi atau Wahabiyyah adalah sebuah

sekte KHOWARIJ ABADHIYYAH yang

dicetuskan oleh Abdul Wahhab bin

Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-

Abadhi,Orang ini telah banyak menghapus

Syari’at Islam, dia menghapus kewajiban

menunaikan ibadah haji dan telah terjadi

peperangan antara dia dengan beberapa

orang yang menentangnya,Dia wafat pada

tahun 197 H di kota Thorat di Afrika

Utara.Penulis mengatakan bahwa firqoh ini

dinamai dengan nama

pendirinya,dikarenakan memunculkan

banyak perubahan dan dan keyakinan

dalam madzhabnya. Mereka sangat

membenci Ahlussunnah.

Setelah Dosen itu membacakan kitabnya Asy

Syaikh berkata :”Inilah Wahabi yang

dimaksud oleh imam Al-Lakhmi,inilah

wahabi yang telah memecah belah kaum

muslimin dan merekalah yang difatwakan

oleh para ulama Andalusia dan Afrika Utara

sebagaimana yang telah kalian dapati

sendiri dari kitab-kitab yang kalian miliki.

begitulah singkat cerita mereka pada

pengikut nya. Dalam Buku Meluruskan

Sejarah Wahhabi. Tanpa bersusah payah kita

mencari benar/tidak nya cerita itu,tanpa

harus mencari keshahihan cerita itu,tanpa

harus memberatkan diri kita mencari

rujukan cerita mereka,cerita itu tidak ada

hubungan apa pun dengan kesesatan salafi

wahabi yang bermanhaj salaf yakni

pengikut M.Ibnu Abdil Wahab,karena sesat

wahabi bermanhaj salaf ini bukan karena

cerita itu sama sekali,tapi karena aqidah

Tajsim/Tasybih dalam manhaj salaf yang

mereka yakini sekarang,tanpa mengkaji

sejarah pun, kita bisa menemukan di mana

kesesatan Wahabi yang bermanhaj Salaf,

yaitu dengan adanya dalil-dalil atau

pendapat Ulama terdahulu.

ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺣﺪﺛﻨﻲ ﻧﺎﻓﻊ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮﺃﻥ

ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻗﺎﻡ ﻋﻨﺪ ﺑﺎﺏ

ﺣﻔﺼﺔ ﻓﻘﺎﻝ ﺑﻴﺪﻩ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﻤﺸﺮﻕ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ﻫﻬﻨﺎ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ

ﻳﻄﻠﻊ ﻗﺮﻥ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﻗﺎﻟﻬﺎ ﻣﺮﺗﻴﻦ ﺃﻭ ﺛﻼﺛﺎ

Dari Ubaidillah bin Umar yang berkata telah

menceritakan kepadaku Nafi’ dari Ibnu

Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wasallam berdiri di pintu rumah Hafshah

dan berkata dengan mengisyaratkan

tangannya kearah timur “fitnah akan datang

dari sini dari arah munculnya tanduk setan”

beliau mengatakannya dua atau tiga kali.

[Shahih Muslim 4/2228 no 2905]

ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪُ ﺑْﻦُ ﺍﻟْﻤُﺜَﻨَّﻰ ﻗَﺎﻝَ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺣُﺴَﻴْﻦُ ﺑْﻦُ ﺍﻟْﺤَﺴَﻦِ

ﻗَﺎﻝَ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺍﺑْﻦُ ﻋَﻮْﻥٍ ﻋَﻦْ ﻧَﺎﻓِﻊٍ ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺑَﺎﺭِﻙْ ﻟَﻨَﺎ ﻓِﻲ ﺷَﺎﻣِﻨَﺎ ﻭَﻓِﻲ ﻳَﻤَﻨِﻨَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻭَﻓِﻲ

ﻧَﺠْﺪِﻧَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺑَﺎﺭِﻙْ ﻟَﻨَﺎ ﻓِﻲ ﺷَﺎﻣِﻨَﺎ ﻭَﻓِﻲ ﻳَﻤَﻨِﻨَﺎ

ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻭَﻓِﻲ ﻧَﺠْﺪِﻧَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﻫُﻨَﺎﻙَ ﺍﻟﺰَّﻟَﺎﺯِﻝُ ﻭَﺍﻟْﻔِﺘَﻦُ

ﻭَﺑِﻬَﺎ ﻳَﻄْﻠُﻊُ ﻗَﺮْﻥُ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ

Telah menceritakan kepada kami

Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata

telah menceritakan kepada kami Husain bin

Hasan yang berkata telah menceritakan

kepada kami Ibnu ‘Aun dari Nafi’ dari Ibnu

Umar yang berkata [Nabi shallallahu ‘alaihi

wasallam] bersabda “Ya Allah berilah

keberkatan kepada kami, pada Syam kami

dan pada Yaman kami”. Para sahabat

berkata “dan juga Najd kami?”. Beliau

bersabda “disana muncul kegoncangan dan

fitnah, dan disanalah akan muncul tanduk

setan” [Shahih Bukhari 2/33 no 1037]

Najd (terletak di arah timur kota Madinah)

tempat kelahiran Muhammad bin Abdil

Wahhab, sang pendiri aliran Wahhabi

Pandangan Ulama Tentang Wahhabi

Al-Imam Asy-Syathibi dalam kitabnya al-

I’tisham membuat sebuah pertanyaan yang

dijawabnya sendiri, mengapa seseorang itu

mengikuti hawa nafsu dan kemudian

pendapat-pendapatnya menjelma dalam

bentuk sebuah aliran sesat? Hal tersebut ada

kaitanya dengan latar belakang lahirnya

aliran-aliran sesat, yang sebagian besar

berangkat dari ketidaktahuan terhadap

Sunnah. Hal ini seperti diingatkan oleh

sebuah hadits shahih, “Manusia menjadikan

orang-orang bodoh sebagai pemimpin”.

Menurut Asy-Syathibi, setiap orang itu

mengetahui terhadap dirinya apakah

ilmunya sampai pada derajat menjadi mufti

atau tidak. Ia juga mengetahui apabila

melakukan introspeksi diri ketika ditanya

tentang sesuatu, apakah ia berpendapat

dengan ilmu pengetahuan yang terang

tanpa kekaburan atau bahkan sebaliknya. Ia

juga mengetahui ketika dirinya meragukan

ilmu yang dimilikinya. Oleh karena itu,

menurut Asy-Syathibi, seorang alim apabila

keilmuannya belum diakui oleh para ulama,

maka kealimannya dianggap tidak ada,

sampai akhirnya para ulama menyaksikan

kealimannya.

Kaitannya dengan aliran Wahhabi, Syaikh

Muhammad bin Abdul Wahhab, sang pendiri

aliran Wahhabi sendiri, termasuk orang

yang tidak jelas kealimannya. Tidak seorang

pun dari kalangan ulama yang semasa

dengan Syaikh Muhammad, yang mengakui

kealimannya.

Bahkan menurut Syaikh Ibn Humaid dalam

al-Suhub al-Wabilah, kitab yang

menghimpun biografi para ulama madzhab

Hanbali, Syaikh Muhammad sering dimarahi

ayahnya, karena ia tidak rajin mempelajari

ilmu fiqih seperti para pendahulu dan

orang-orang di daerahnya.

Dalam berbagai kitab dan risalahnya, Syaikh

Muhammad bin Abdul Wahhab selalu

menyebutkan kalimat-kalimat yang

ditujukan kepada orang-orang musyrik.

Namun ia tidak pernah menyebut seorang

pun nama orang musyrik yang menjadi

lawan polemiknya dalam kitab-kitab dan

tulisannya. Justru yang ia sebutkan adalah

nama-nama para ulama terkemuka pada

waktu itu seperti Syaikh Ibn Fairuz, Marbad

al-Tamimi, Ibn Suhaim, Syaikh Sulaiman dan

ulama-ulama lainnya. Maksudnya, Syaikh

Muhammad bin Abdul Wahhab

mengkafirkan seluruh ulama pada waktu itu

yang tidak mengikuti ajarannya. Bahkan

secara terang-terangan, Syaikh Muhammad

bin Abdul Wahhab menyebutkan dalam

kitab Kasyf al-Syubuhat, bahwa kaum

Muslimin pada waktu itu telah memilih

mengikuti agamanya Amr bin Luhay al-

Khuza’i, orang yang pertama kali mengajak

orang-orang Arab memuja berhala.

Pengkafiran terhadap kaum Muslimin terus

dilakukan oleh ulama Wahhabi dewasa ini.

Dalam kitab Kaifa Nafhamu al-Tauhid,

karangan Muhammad bin Ahmad Basyamil,

disebutkan:

ﻋَﺠِﻴْﺐٌ ﻭَﻏَﺮِﻳْﺐٌ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺃَﺑُﻮْ ﺟَﻬْﻞٍ ﻭَﺃَﺑُﻮْ ﻟَﻬَﺐٍ ﺃَﻛْﺜَﺮَ

ﺗَﻮْﺣِﻴْﺪًﺍ ﻟﻠﻪِ ﻭَﺃَﺧْﻠَﺺَ ﺇِﻳْﻤَﺎﻧًﺎ ﺑِﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ

ﻳَﺘَﻮَﺳَّﻠُﻮْﻥَ ﺑِﺎْﻷَﻭْﻟِﻴَﺎﺀِ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤِﻴْﻦَ ﻭَﻳَﺴْﺘَﺸْﻔِﻌُﻮْﻥَ ﺑِﻬِﻢْ ﺇِﻟَﻰ

ﺍﻟﻠﻪِ. ﺃَﺑُﻮْ ﺟَﻬْﻞٍ ﻭَﺃَﺑُﻮْ ﻟَﻬَﺐٍ ﺃَﻛْﺜَﺮُ ﺗَﻮْﺣِﻴْﺪًﺍ ﻭَﺃَﺧْﻠَﺺُ ﺇِﻳْﻤَﺎﻧًﺎ ﻣِﻦْ

ﻫَﺆُﻻَﺀِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻳَﻘُﻮْﻟُﻮْﻥَ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻣُﺤَﻤَّﺪٌ

ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ. )ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﺎﺷﻤﻴﻞ، ﻛﻴﻒ ﻧﻔﻬﻢ

ﺍﻟﺘﻮﺣﻴﺪ، ﺹ١٦/ ).

“Aneh dan ganjil, ternyata Abu Jahal dan

Abu Lahab lebih banyak tauhidnya kepada

Allah dan lebih murni imannya kepada-Nya

dari pada kaum Muslimin yang bertawassul

dengan para wali dan orang-orang saleh

dan memohon pertolongan dengan

perantara mereka kepada Allah. Ternyata

Abu Jahal dan Abu Lahab lebih banyak

tauhidnya dan lebih tulus imannya dari

mereka kaum Muslimin yang mengucapkan

tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad

Rasul Allah.” (Muhammad bin Ahmad

Basyamil, Kaifa Nafhamu al-Tauhid, hal. 16).

Pendapat Para Ulama Madzhab Tentang

Wahhabi...

Ulama Madzhab Hanafi

Dari kalangan ulama madzhab Hanafi, al-

Imam Muhammad Amin Afandi yang populer

dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata

dalam kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar

sebagai berikut:

“ ﻣَﻄْﻠَﺐٌ ﻓِﻲ ﺃَﺗْﺒَﺎﻉِ ﻣُﺤَﻤَّﺪِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏِ ﺍﻟْﺨَﻮَﺍﺭِﺝِ ﻓِﻲْ

ﺯَﻣَﺎﻧِﻨَﺎ :ﻛَﻤَﺎ ﻭَﻗَﻊَ ﻓِﻲْ ﺯَﻣَﺎﻧِﻨَﺎﻓِﻲْ ﺃَﺗْﺒَﺎﻉِ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏِ

ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺧَﺮَﺟُﻮْﺍ ﻣِﻦْ ﻧَﺠْﺪٍ ﻭَﺗَﻐَﻠَّﺒُﻮْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺤَﺮَﻣَﻴْﻦِ

ﻭَﻛَﺎﻧُﻮْﺍﻳَﻨْﺘَﺤِﻠُﻮْﻥَ ﻣَﺬْﻫَﺐَ ﺍﻟْﺤَﻨَﺎﺑِﻠَﺔِ ﻟَﻜِﻨَّﻬُﻢْ ﺍِﻋْﺘَﻘَﺪُﻭْﺍ ﺃَﻧَّﻬُﻢْ

ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤُﻮْﻥَ ﻭَﺃَﻥَّ ﻣَﻦْ ﺧَﺎﻟَﻔَﺎﻋْﺘِﻘَﺎﺩَﻫُﻢْ ﻣُﺸْﺮِﻛُﻮْﻥَ

ﻭَﺍﺳْﺘَﺒَﺎﺣُﻮْﺍ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﻗَﺘْﻞَ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﻭَﻗَﺘْﻞَ ﻋُﻠَﻤَﺎﺋِﻬِﻢْ ﺣَﺘَﻰ

ﻛَﺴَﺮَ ﺍﻟﻠﻬُﺸَﻮْﻛَﺘَﻬُﻢْ ﻭَﺧَﺮَﺏَ ﺑِﻼَﺩَﻫُﻢْ ﻭَﻇَﻔِﺮَ ﺑِﻬِﻢْ ﻋَﺴَﺎﻛِﺮُ

ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻋَﺎﻡَ ﺛَﻼَﺙٍ ﻭَﺛَﻼَﺛِﻴْﻦَ ﻭَﻣِﺎﺋَﺘَﻴْﻨِﻮَﺃَﻟْﻒٍ”. ﺍﻫـ )ﺍﺑﻦ

ﻋﺎﺑﺪﻳﻦ، ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺭﺩ ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺭ، ٤/٢٦٢ ).

“Keterangan tentang pengikut Muhammad

bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada

masa kita. Sebagaimana terjadi pada masa

kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang

keluar dari Najd dan berupaya keras

menguasai dua tanah suci. Mereka

mengikuti madzhab Hanabilah. Akan tetapi

mereka meyakini bahwa mereka saja kaum

Muslimin, sedangkan orang yang berbeda

dengan keyakinan mereka adalah orang-

orang musyrik. Dan oleh sebab itu mereka

menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan

para ulamanya sampai akhirnya Allah

memecah kekuatan mereka, merusak negeri

mereka dan dikuasai oleh tentara kaum

Muslimin pada tahun 1233 H.” (Ibn Abidin,

Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-

Mukhtar, juz 4, hal. 262).

Ulama Madzhab Hambali

Dari kalangan ulama madzhab Hanbali, al-

Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid

al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-

Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah ketika

menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah

pendiri Wahhabi, sebagai berikut:

ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏِ ﺑْﻦُ ﺳُﻠَﻴْﻤَﺎﻥَ ﺍﻟﺘَّﻤِﻴْﻤِﻲُّ ﺍﻟﻨَّﺠْﺪِﻱُّ ﻭَﻫُﻮَ ﻭَﺍﻟِﺪُ

ﺻَﺎﺣِﺐِ ﺍﻟﺪَّﻋْﻮَﺓِ ﺍﻟَّﺘِﻲْ ﺍﻧْﺘَﺸَﺮَﺷَﺮَﺭُﻫَﺎ ﻓِﻲ ﺍْﻷَﻓَﺎﻕِ ﻟَﻜِﻦْ

ﺑَﻴْﻨَﻬُﻤَﺎ ﺗَﺒَﺎﻳُﻦٌ ﻣَﻊَ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻟَﻢْ ﻳَﺘَﻈَﺎﻫَﺮْ ﺑِﺎﻟﺪَّﻋْﻮَﺓِ ﺇِﻻَّ

ﺑَﻌْﺪَﻣَﻮْﺕِ ﻭَﺍﻟِﺪِﻩِ ﻭَﺃَﺧْﺒَﺮَﻧِﻲْ ﺑَﻌْﺾُ ﻣَﻦْ ﻟَﻘِﻴْﺘُﻪُ ﻋَﻦْ ﺑَﻌْﺾِ

ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﻋَﻤَّﻦْ ﻋَﺎﺻَﺮَ ﺍﻟﺸَّﻴْﺦَ ﻋَﺒْﺪَﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏِ ﻫَﺬَﺍ ﺃَﻧَّﻪُ

ﻛَﺎﻥَ ﻏَﺎﺿِﺒًﺎ ﻋَﻠﻰَ ﻭَﻟَﺪِﻩِ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻟِﻜَﻮْﻧِﻪِ ﻟَﻢْ ﻳَﺮْﺽَ ﺃَﻥْ

ﻳَﺸْﺘَﻐِﻞَ ﺑِﺎﻟْﻔِﻘْﻬِﻜَﺄَﺳْﻼَﻓِﻪِ ﻭَﺃَﻫْﻞِ ﺟِﻬَﺘِﻪِ ﻭَﻳَﺘَﻔَﺮَّﺱُ ﻓِﻴْﻪ ﺃَﻧَّﻪُ

ﻳَﺤْﺪُﺙُ ﻣِﻨْﻪُ ﺃَﻣْﺮٌ .ﻓَﻜَﺎﻥَ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ: ﻳَﺎ ﻣَﺎ ﺗَﺮَﻭْﻥَ ﻣِﻦْ

ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﺮِّ ﻓَﻘَﺪَّﺭَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﻥْ ﺻَﺎﺭَ ﻣَﺎﺻَﺎﺭَ ﻭَﻛَﺬَﻟِﻚَ ﺍﺑْﻨُﻪُ

ﺳُﻠَﻴْﻤَﺎﻥُ ﺃَﺧُﻮْ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﻨَﺎﻓِﻴًﺎ ﻟَﻪُ ﻓِﻲْ ﺩَﻋْﻮَﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺩَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ

ﺭَﺩًّﺍ ﺟَﻴِّﺪﺍًﺑِﺎْﻵَﻳﺎَﺕِ ﻭَﺍْﻵَﺛﺎَﺭِ ﻭَﺳَﻤَّﻰ ﺍﻟﺸَّﻴْﺦُ ﺳُﻠَﻴْﻤَﺎﻥُ ﺭَﺩَّﻩُ

ﻋَﻠَﻴْﻪِ ) ﻓَﺼْﻞُ ﺍﻟْﺨِﻄَﺎﺏِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﺩِّ ﻋَﻠﻯَﻤُﺤَﻤَّﺪِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ

ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏِ ( ﻭَﺳَﻠَّﻤَﻪُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻣِﻦْ ﺷَﺮِّﻩِ ﻭَﻣَﻜْﺮِﻩِ ﻣَﻊَ ﺗِﻠْﻚَ

ﺍﻟﺼَّﻮْﻟَﺔِ ﺍﻟْﻬَﺎﺋِﻠَﺔِ ﺍﻟَّﺘِﻴْﺄَﺭْﻋَﺒَﺖِ ﺍْﻷَﺑَﺎﻋِﺪَ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﺇِﺫَﺍ ﺑَﺎﻳَﻨَﻪُ ﺃَﺣَﺪٌ

ﻭَﺭَﺩَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻘْﺪِﺭْ ﻋَﻠَﻰ ﻗَﺘْﻠِﻪِ ﻣُﺠَﺎﻫَﺮَﺓًﻳُﺮْﺳِﻞُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻣَﻦْ

ﻳَﻐْﺘَﺎﻟُﻪُ ﻓِﻲْ ﻓِﺮَﺍﺷِﻪِ ﺃَﻭْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴُّﻮْﻕِ ﻟَﻴْﻼً ﻟِﻘَﻮْﻟِﻪِ ﺑِﺘَﻜْﻔِﻴْﺮِ ﻣَﻦْ

ﺧَﺎﻟَﻔَﻬُﻮَﺍﺳْﺘِﺤْﻼَﻝِ ﻗَﺘْﻠِﻪِ. ﺍﻫـ )ﺍﺑﻦ ﺣﻤﻴﺪ ﺍﻟﻨﺠﺪﻱ، ﺍﻟﺴﺤﺐ

ﺍﻟﻮﺍﺑﻠﺔ ﻋﻠﻰ ﺿﺮﺍﺋﺢ ﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ٢٧٥ ، ).

“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-

Najdi, adalah ayah pembawa dakwah

Wahhabiyah, yang percikan apinya telah

tersebar di berbagai penjuru. Akan tetapi

antara keduanya terdapat perbedaan.

Padahal Muhammad (pendiri Wahhabi) tidak

terang-terangan berdakwah kecuali setelah

meninggalnya sang ayah. Sebagian ulama

yang aku jumpai menginformasikan

kepadaku, dari orang yang semasa dengan

Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa beliau

sangat murka kepada anaknya, karena ia

tidak suka belajar ilmu fiqih seperti para

pendahulu dan orang-orang di daerahnya.

Sang ayah selalu berfirasat tidak baik

tentang anaknya pada masa yang akan

datang. Beliau selalu berkata kepada

masyarakat, “Hati-hati, kalian akan

menemukan keburukan dari Muhammad.”

Sampai akhirnya takdir Allah benar-benar

terjadi. Demikian pula putra beliau, Syaikh

Sulaiman (kakak Muhammad bin Abdul

Wahhab), juga menentang terhadap

dakwahnya dan membantahnya dengan

bantahan yang baik berdasarkan ayat-ayat

al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu

alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman

menamakan bantahannya dengan judul

Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad

bin Abdul Wahhab. Allah telah

menyelamatkan Syaikh Sulaiman dari

keburukan dan tipu daya adiknya meskipun

ia sering melakukan serangan besar yang

mengerikan terhadap orang-orang yang

jauh darinya. Karena setiap ada orang yang

menentangnya, dan membantahnya, lalu ia

tidak mampu membunuhnya secara terang-

terangan, maka ia akan mengirim orang

yang akan menculik dari tempat tidurnya

atau di pasar pada malam hari karena

pendapatnya yang mengkafirkan dan

menghalalkan membunuh orang yang

menyelisihinya.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-

Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah,

hal. 275).

Ulama Madzhab Syafi'i

Dari kalangan ulama madzhab Syafi’i, al-

Imam al-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan al-

Makki, guru pengarang I’anah al-Thalibin,

kitab yang sangat otoritatif (mu’tabar) di

kalangan ulama di Indonesia, berkata:

ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﺴَّﻴِّﺪُ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤﻦِ ﺍﻟْﺄَﻫْﺪَﻝُ ﻣُﻔْﺘِﻲْ ﺯَﺑِﻴْﺪَ ﻳَﻘُﻮْﻝُ: ﻻَ

ﻳُﺤْﺘَﺎﺝُ ﺍﻟﺘَّﺄْﻟِﻴْﻒُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﺩِّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏِ، ﺑَﻞْ

ﻳَﻜْﻔِﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﺩِّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻗَﻮْﻟُﻪُ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ

ﺳِﻴْﻤَﺎﻫُﻢُ ﺍﻟﺘَّﺤْﻠِﻴْﻖُ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻟَﻢْ ﻳَﻔْﻌَﻠْﻪُ ﺃَﺣَﺪٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺒْﺘَﺪِﻋَﺔِ

ﺍﻫـ )ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺯﻳﻨﻲ ﺩﺣﻼﻥ، ﻓﺘﻨﺔ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ

ﺹ٥٤/ ).

“Sayyid Abdurrahman al-Ahdal, mufti Zabid

berkata: “Tidak perlu menulis bantahan

terhadap Ibn Abdil Wahhab. Karena sabda

Nabi shallallahu alaihi wa sallam cukup

sebagai bantahan terhadapnya, yaitu

“Tanda-tanda mereka (Khawarij) adalah

mencukur rambut (maksudnya orang yang

masuk dalam ajaran Wahhabi, harus

mencukur rambutnya)”. Karena hal itu

belum pernah dilakukan oleh seorang pun

dari kalangan ahli bid’ah.” (Sayyid Ahmad

bin Zaini Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyah, hal.

54).

Ulama Madzhab Maliki

Dari kalangan ulama madzhab al-Maliki, al-

Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-

Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan

semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata

dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalain sebagai

berikut:

ﻫَﺬِﻩِ ﺍْﻵَﻳَﺔُ ﻧَﺰَﻟَﺖْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺨَﻮَﺍﺭِﺝِ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻳُﺤَﺮِّﻓُﻮْﻥَ ﺗَﺄْﻭِﻳْﻞَ

ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻭَﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﻭَﻳَﺴْﺘَﺤِﻠُّﻮْﻥَ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﺩِﻣَﺎﺀَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ

ﻭَﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻬُﻢْ ﻛَﻤَﺎ ﻫُﻮَ ﻣُﺸَﺎﻫَﺪٌ ﺍْﻵَﻥَ ﻓِﻲْ ﻧَﻈَﺎﺋِﺮِﻫِﻢْ ﻭَﻫُﻢْ

ﻓِﺮْﻗَﺔٌ ﺑِﺄَﺭْﺽِ ﺍﻟْﺤِﺠَﺎﺯِ ﻳُﻘَﺎﻝُ ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺑِﻴَّﺔُ ﻳَﺤْﺴَﺒُﻮْﻥَ ﺃَﻧَّﻬُﻢْ

ﻋَﻠﻰَ ﺷَﻲْﺀٍ ﺃَﻻَ ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻜَﺎﺫِﺑُﻮْﻥَ. )ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺍﻟﺼﺎﻭﻱ

ﻋﻠﻰ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺍﻟﺠﻼﻟﻴﻦ، ٣/٣٠٧ ).

“Ayat ini turun mengenai orang-orang

Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi

penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh

sebab itu mereka menghalalkan darah dan

harta benda kaum Muslimin sebagaimana

yang terjadi dewasa ini pada golongan

mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang

disebut dengan aliran Wahhabiyah, mereka

menyangka bahwa mereka akan

memperoleh sesuatu (manfaat), padahal

merekalah orang-orang

pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-

Jalalain, juz 3, hal. 307).

Perbuatan Tanpa Imu

Belakangan, dari kaum Wahhabi

kontemporer tidak sedikit terlontar

pernyataan tokoh-tokoh mereka yang

menistakan generasi salaf secara parsial

(juz’i). Contoh :

Syaikh Nashir al-Albani dalam fatwanya

mengkafirkan al-Imam al-Bukhari karena

melakukan ta’wil terhadap ayat

mutasyabihat dalam al-Qur’an. Dalam kitab

al-Tawassul Ahkamuhu wa Anwa’uhu, al-

Albani juga mencela Sayyidah ‘Aisyah, dan

menganggapnya tidak mengetahui

kesyirikan.

Syaikh Ahmad bin Sa’ad bin Hamdan al-

Ghamidi, menganggap al-Imam al-Hafizh al-

Lalika’i, pengarang kitab Syarh Ushul I’tiqad

Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, tidak bersih

dari kesyirikan. Demikian sekelumit contoh

penistaan tokoh-tokoh Wahhabi terhadap

generasi salaf dan para ulama terkemuka

secara parsial.

Demikian pernyataan ulama terkemuka dari

empat madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan

Hanbali, yang menegaskan bahwa golongan

Wahhabi termasuk Khawarij bukan

Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Tentu saja masih

terdapat ratusan ulama lain dari madzhab

Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang menyatakan

bahwa Wahhabi itu Khawarij dan tidak

mungkin kami kutip semuanya.

Pesan buat sahabat... berhati2lah wahai

saudara ku,dengan kelicikan kaum penyesat

ummat itu, jangan mudah tertipu dengan

kata2 manis mereka, tapi lihatlah dulu

maksud dari nya ,karena kebusukan2

mereka semua di balut dengan kata2/istilah

yang menggugah hati.

BERIKUT AQIDAH SESAT WAHABI SEKARANG

1. Membagikan Tauhid kepada 3 Kategori

Tauhid Rububiyyah: Dengan tauhid ini,

mereka mengatakan bahawa kaum musyrik

Mekah dan orang-orang kafir juga

mempunyai tauhid.

Tauhid Uluhiyyah: Dengan tauhid ini, mereka

menafikan tauhid umat Islam yang

bertawassul, beristigatsah dan bertabarruk

sedangkan ketiga-tiga perkara tersebut

diterima oleh mayoritas ulama Islam

khususnya ulama empat mazhab.

Tauhid Asma dan Sifat: Tauhid versi mereka

ini boleh menjerumuskan seseorang ke

lembah tasybih dan tajsim misal;

menterjemahkan istawa sebagai

bersemayam/bersila/bertempat

Merterjemahkan yad sebagai tangan hakikat

Menterjemahkan wajh sebagai muka

hakikat

Menisbahkan jihat (arah) kepada Allah (arah

atas – jihat „ulya)

Menterjemahkan janb sebagai lambung/

rusuk

Menterjemah nuzul sebagai turun dengan

zat

Menterjemah saq sebagai betis

Menterjemah ashabi' sebagai jari-jari, dll

Menyatakan bahwa Allah SWT mempunyai

"surah" atau rupa [Terbaru]

Menambah bi zatihi haqiqatan [dengan zat

secara hakikat] di akhir setiap ayat-ayat

mutashabihat, sedangkan penambahan itu

tidak ada di dalam al-Qur'an dan al-Sunnah.

Imam al-Zahabi sendiri mengkritik gurunya,

Ibnu Taymiyyah berkenaan masalah ini di

dalam Siyar A'lam al-Nubala' [Rujuk kitab

yang ditahqiq oleh bukan Wahabi kerana

Wahabi membuang kritikan ini dalam

terbitan mereka] [Terbaru]

Sebahagian golongan Mujassimah menyatakan

bahawa Allah :

mempunyai gusi ( ﺍﻟﻠﺜﺔ ) dan gigi gerham

( ﺍﻷﺿﺮﺍﺱ ) [Terbaru]

akan "duduk" bersama Nabi Muhammad

SAW di atas arash [Terbaru]

mempunyai mulut ( ﺍﻟﻔﻢ ) [Terbaru]

(Rujuk Kitab Ibthal al-Ta'wilat oleh Abu Ya'la

al-Farra' yang telah diterbitkan semula oleh

"tangan-tangan Tajsim dan Tasybih" )

2. Tafwidh yang digembar-gemburkan oleh

mereka adalah bersalahan dengan tafwidh

yang dipegang oleh ulama Asy'ariyah dan

ulama salaf.

3. Memahami ayat-ayat mutasyabihat secara

zahir tanpa uraian terperinci dari ulama

mu'tabar

4. Menolak Asy'ariyah dan Maturidiyyah yang

merupakan mayoritas ulama Islam dalam

perkara Aqidah

5. Sering mengkrititik Asy'ariyah bahkan

sehingga mengkafirkan Asy'ariyah

6. Menyamakan Asy'ariyah dengan Mu'tazilah

dan Jahmiyyah atau Mu'aththilah dalam

perkara mutasyabihat

7. Menolak dan menganggap pengajian sifat

20 sebagai satu konsep yang bersumberkan

falsafah Yunani

8. Berlindung di balik Manhaj Salaf

9. Golongan mereka ini dikenali sebagai al-

Hasywiyyah, al-Karramiyyah, al-

Mushabbihah,al-Mujassimah atau al-

Jahwiyyah dikalangan ulama Ahli Sunnah

wal Jama'ah

10. Sering mengatakan bahwa Abu Hasan Al-

Asy'ari telah kembali ke mazhab Salaf setelah

bertaubat dari mazhab Asy'ariyah

11. Mendakwa dulunya ulama Asy'ariyah tidak

betul-betul memahami fahaman Abu Hasan

al-Asy'ari, bahkan sering mendakwa dulunya

mereka adalah pengikut Imam Abu al-Hasan

al-'Ash'ari yang sebenar. Sungguh lucu

dakwaan ini [Terbaru]

12. Menolak takwil dalam bab Mutashabihat

13. Sering mendakwa bahwa ramai ummat

Islam telah jatuh ke dalam syirik

14. Mendakwa bahwa amalan memuliakan

Rasulullah SAW mungkin membawa kepada

syirik.

15. Tidak menganggap penting kesan-kesan

sejarah para anbiya, ulama dan shalihin

dengan alasan menghindari syirik

16. Kefahaman yang salah berkenaan syirik

sehingga mudah menghukum orang

sebagai membuat amalan syirik

17. Menolak tawassul, tabarruk dan istighatsah

dengan para anbiya serta shalihin

18. Mengganggap tawassul, tabarruk dan

istighatsah sebagai cabang-cabang syirik

19. Memandang remeh karamah para aulia

20. Menyatakan bahawa ibu bapa dan kakek

Rasulullah SAW tidak selamat dari azab api

neraka.

21. Mengharamkan mengucap "radiallahu anha"

bagi ibu Rasulullah SAW, Sayyidatuna

Aminah [Terbaru]

22. Menamakan Malaikat Maut sebagai 'Izrail

adalah bid'ah [Terbaru] - Fatwa Sholeh

Utsaymin.

BERIKUT DALIL DAN PENDAPAT ULAMA

TENTANG KAFIR ORANG YANG MENJISIMKAN

ALLAH

“Engkau tidaklah menemukan yang serupa

dengan-Nya (Allah). (QS. Maryam: 65)

“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun

dari makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatupun

yang menyerupai-Nya. (QS. as-Syura: 11)

Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam

bersabda:

Allah ada pada azal (Ada tanpa permulaan)

dan belum ada sesuatupun selain-Nya (H.R.

al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn al-Jarud)

sayyidina Ali ibn Abi Thalib -berkata:

"Allah ada (pada azal) dan belum ada tempat

dan Dia (Allah) sekarang (setelah

menciptakan tempat) tetap seperti semula,

ada tanpa tempat" (Dituturkan oleh al-Imam

Abu Manshur al-Baghdadi dalam kitabnya al-

Farq Bayn al-Firaq, h. 333).

Al-Imam al-Bayhaqi (w 458 H) dalam

kitabnya al-Asma Wa ash-Shifat, hlm. 506,

berkata:

"Sebagian dalam menafikan tempat bagi

Allah mengambil dalil dari sabda Rasulullah

shalllallahu 'alayhi wa sallam:

"Engkau Ya Allah azh-Zhahir (yang segala

sesuatu menunjukkan akan ada-Nya), tidak

ada sesuatu apapun di atas-Mu, dan Engkau

al-Bathin (yang tidak dapat dibayangkan)

tidak ada sesuatu apapun di bawah-Mu (HR.

Muslim dan lainnya). Jika tidak ada sesuatu

apapun di atas-Nya dan tidak ada sesuatu

apapun di bawah-Nya maka berarti Dia ada

tanpa tempat".

Al-Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari (w 324 H)

berkata:"Sesungguhnya Allah ada tanpa

tempat" (Diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam

kitab al-AsmaWa ash-Shifat).

Al-Imam al-Asy‘ari juga berkata: "Tidak boleh

dikatakan bahwa Allah di satu tempat atau

di semua tempat". Perkataan al-Imam al-

Asy'ari ini dinukil oleh al-Imam Ibn Furak (w

406 H)

dalam kitab al-Mujarrad. Syekh Abd al-

Wahhab asy-Sya'rani (w 973 H) dalam kitab

al-Yawaqit Wa al-Jawahir menukil perkataan

Syekh Ali al-Khawwash: "Tidak boleh

dikatakan Allah ada di mana-mana". Maka

aqidah yang wajib diyakini adalah bahwa

Allah ada tanpa arah dan tanpa tempat.

al-Al-Imam al-Mujtahid Abu Hanifah an-

Nu‘man ibn Tsabit (w 150 H), salah seorang

ulama salaf terkemuka, perintis madzhab

Hanafi, berkata:“Allah ta‘ala di akhirat kelak

akan dilihat. Orang-orang mukmin akan

melihat-Nya ketika mereka di surga dengan

mata kepala mereka masing-masing dengan

tanpa adanya keserupaan bagi-Nya, bukan

sebagai bentuk yang berukuran, dan tidak

ada jarak antara mereka dengan Allah

(artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak

di dalam atau di luar surga, tidak di atas,

bawah, belakang, depan, samping kanan

ataupun samping kiri) (Lihat al-Fiqhul Akbar

karya Imam Abu Hanifah dengan Syarahnya

karya Mulla Ali al-Qari, h. 136-137).

Al-Imam al-Mujtahid Muhammad ibn Idris as-

Syafi‘i (w 204 H), perintis madzhab Syafi‘i,

dalam salah satu kitab karyanya, al-Kaukab

al-Azhar Syarh al-Fiqh al-Akbar,

berkata:“Ketahuilah bahwa Allah tidak

bertempat. Argumentasi atas ini ialah

bahwa Dia ada tanpa permulaan dan tanpa

tempat. Maka setelah menciptakan tempat

Dia tetap pada sifat-Nya yang azali sebelum

Dia menciptakan tempat; yaitu ada tanpa

temapt. Tidak boleh pada hak Allah adanya

perubahan, baik perubahan pada Dzat-Nya

maupun pad asifat-sifat-Nya. Karena sesuatu

yang memiliki tempat maka ia pasti memiliki

arah bawah. Dan bila demikian maka ia pasti

memiliki bentuk tubuh dan batasan. Dan

sesuatu yang memiliki batasan pasti sebagai

makhluk, dan Allah maha suci dari pada itu

semua. Karena itu mustahil pada haknya

terdapat istri dan anak. Sebab hal semacam

itu tidak akan terjadi kecuali dengan adanya

sentuhan, menempel dan terpisah. Allah

mustahil pada-Nya sifat terbagi-bagi dan

terpisahpisah. Tidak boleh dibayangkan dari

Allah adanya sifat menempel dan berpisah.

Oleh sebab itu adanya istilah suami, astri

dan anak pada hak Allah adalah sesuatu

yang mustahil‖ (Lihat al-Kaukab al-Azhar

Syarh al-Fiqh al-Akbar, h. 13).

“Jika dikatakan bukankah Allah telah

berfirman: ar-Rahman 'Ala al-'Arsy

Istawa‖? Jawab:Ayat ini termasuk ayat

mutasyabihat. Sikap yang kita pilih tentang

hal ini dan ayat-ayat yang semacam

dengannya ialah bahwa bagi seorang yang

tidak memiliki kompetensi dalam bidang ini

agar supaya mngimaninya dan tidak secara

mendetail membahasnya atau

membicarakannya. Sebab seorang yang

tidak memiliki kompetensi dalam hal ini ia

tidak akan aman, ia akan jatuh dalam

kesesatan tasybih. Kewajiban atas orang

semacam ini, juga seluruh orang Islam,

adalah meyakini bahwa Allah -seperti yang

telah kita sebutkan di atas-, Dia tidak diliputi

oleh tempat, tidak berlaku atas-Nya waktu

dan zaman. Dia maha suci dari segala

batasan atau bentuk dan segala

penghabisan. Dia tidak membutuhkan

kepada segala tempat dan arah. Dengan

demikian orang ini menjadi selamat danri

kehancuran dan kesesatan‖ (al-Kaukab al-

Azhar Syarh al-Fiqh al-Akbar, h. 13).

Al-Imam al-Mujtahid Abu Abdillah Ahmad ibn

Hanbal (w 241 H), perintis madzhab Hanbali,

juga seorang Imam yang agung ahli tauhid.

Beliau mensucikan Allah dari tempat dan

arah. Bahkan beliau adalah salah seorang

terkemuka dalam akidah tanzih. Dalam pada

ini as-Syaikh Ibn Hajar al-Haitami

menuliskan:“Apa yang tersebar di kalangan

orang-orang bodoh yang menisbatkan

dirinya kepada madzhab Hanbali bahwa

beliau telah menetapkan adanya tempat dan

arah bagi Allah, maka sungguh hal tersebut

adalah merupakan kedustaan dan

kebohongan besar atasnya‖ (Lihat Ibn

Hajar al-Haitami dalam al-Fatawa al-

Haditsiyyah, h. 144)

Dan masih sangat banyak lagi dalil dan

pendapat yang menunjukkan sesat nya

aqidah2 dalam Tauhid yang di namai

Manhaj Salaf sekarang,maka berhati2lah

wahai saudara ku,dengan kelicikan kaum

penyesat ummat itu,jangan mudah tertipu

dengan kata2 manis mereka,tapi lihatlah

dulu maksud dari nya,karena kebusukan2

mereka semua di balut dengan kata2/istilah

yang menggugah hati.

na'uzubillah wa nasta'inuhu min dzalik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

DALIL TAHLILAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا