Ketika Salafy-Wahabi Ingin Mengalihkan
Sebutan Wahabi Dari Diri Mereka
Sekte-sekte wahabi yang
semakin hari semakin lucu
saja dan bodoh membodohi
orang awam,mereka marah
dan enggan di sebut wahabi,
bahkan mereka ingin membalikkan/
mengalihkan sebutan wahabi yang melekat
pada ajaran mereka kepada golongan
lain,sehingga terkesan pada orang awam
bahwa benar yang selama ini di sebut
wahabi [yang sudah terkenal sesat]
bukanlah golongan mereka,begini cara
mereka membodohi para pengikut nya :
Wahabi atau Wahabiyyah adalah sebuah
sekte KHOWARIJ ABADHIYYAH yang
dicetuskan oleh Abdul Wahhab bin
Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-
Abadhi,Orang ini telah banyak menghapus
Syari’at Islam, dia menghapus kewajiban
menunaikan ibadah haji dan telah terjadi
peperangan antara dia dengan beberapa
orang yang menentangnya,Dia wafat pada
tahun 197 H di kota Thorat di Afrika
Utara.Penulis mengatakan bahwa firqoh ini
dinamai dengan nama
pendirinya,dikarenakan memunculkan
banyak perubahan dan dan keyakinan
dalam madzhabnya. Mereka sangat
membenci Ahlussunnah.
Setelah Dosen itu membacakan kitabnya Asy
Syaikh berkata :”Inilah Wahabi yang
dimaksud oleh imam Al-Lakhmi,inilah
wahabi yang telah memecah belah kaum
muslimin dan merekalah yang difatwakan
oleh para ulama Andalusia dan Afrika Utara
sebagaimana yang telah kalian dapati
sendiri dari kitab-kitab yang kalian miliki.
begitulah singkat cerita mereka pada
pengikut nya. Dalam Buku Meluruskan
Sejarah Wahhabi. Tanpa bersusah payah kita
mencari benar/tidak nya cerita itu,tanpa
harus mencari keshahihan cerita itu,tanpa
harus memberatkan diri kita mencari
rujukan cerita mereka,cerita itu tidak ada
hubungan apa pun dengan kesesatan salafi
wahabi yang bermanhaj salaf yakni
pengikut M.Ibnu Abdil Wahab,karena sesat
wahabi bermanhaj salaf ini bukan karena
cerita itu sama sekali,tapi karena aqidah
Tajsim/Tasybih dalam manhaj salaf yang
mereka yakini sekarang,tanpa mengkaji
sejarah pun, kita bisa menemukan di mana
kesesatan Wahabi yang bermanhaj Salaf,
yaitu dengan adanya dalil-dalil atau
pendapat Ulama terdahulu.
ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺣﺪﺛﻨﻲ ﻧﺎﻓﻊ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮﺃﻥ
ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻗﺎﻡ ﻋﻨﺪ ﺑﺎﺏ
ﺣﻔﺼﺔ ﻓﻘﺎﻝ ﺑﻴﺪﻩ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﻤﺸﺮﻕ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ﻫﻬﻨﺎ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ
ﻳﻄﻠﻊ ﻗﺮﻥ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﻗﺎﻟﻬﺎ ﻣﺮﺗﻴﻦ ﺃﻭ ﺛﻼﺛﺎ
Dari Ubaidillah bin Umar yang berkata telah
menceritakan kepadaku Nafi’ dari Ibnu
Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berdiri di pintu rumah Hafshah
dan berkata dengan mengisyaratkan
tangannya kearah timur “fitnah akan datang
dari sini dari arah munculnya tanduk setan”
beliau mengatakannya dua atau tiga kali.
[Shahih Muslim 4/2228 no 2905]
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪُ ﺑْﻦُ ﺍﻟْﻤُﺜَﻨَّﻰ ﻗَﺎﻝَ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺣُﺴَﻴْﻦُ ﺑْﻦُ ﺍﻟْﺤَﺴَﻦِ
ﻗَﺎﻝَ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺍﺑْﻦُ ﻋَﻮْﻥٍ ﻋَﻦْ ﻧَﺎﻓِﻊٍ ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺑَﺎﺭِﻙْ ﻟَﻨَﺎ ﻓِﻲ ﺷَﺎﻣِﻨَﺎ ﻭَﻓِﻲ ﻳَﻤَﻨِﻨَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻭَﻓِﻲ
ﻧَﺠْﺪِﻧَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺑَﺎﺭِﻙْ ﻟَﻨَﺎ ﻓِﻲ ﺷَﺎﻣِﻨَﺎ ﻭَﻓِﻲ ﻳَﻤَﻨِﻨَﺎ
ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻭَﻓِﻲ ﻧَﺠْﺪِﻧَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﻫُﻨَﺎﻙَ ﺍﻟﺰَّﻟَﺎﺯِﻝُ ﻭَﺍﻟْﻔِﺘَﻦُ
ﻭَﺑِﻬَﺎ ﻳَﻄْﻠُﻊُ ﻗَﺮْﻥُ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata
telah menceritakan kepada kami Husain bin
Hasan yang berkata telah menceritakan
kepada kami Ibnu ‘Aun dari Nafi’ dari Ibnu
Umar yang berkata [Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam] bersabda “Ya Allah berilah
keberkatan kepada kami, pada Syam kami
dan pada Yaman kami”. Para sahabat
berkata “dan juga Najd kami?”. Beliau
bersabda “disana muncul kegoncangan dan
fitnah, dan disanalah akan muncul tanduk
setan” [Shahih Bukhari 2/33 no 1037]
Najd (terletak di arah timur kota Madinah)
tempat kelahiran Muhammad bin Abdil
Wahhab, sang pendiri aliran Wahhabi
Pandangan Ulama Tentang Wahhabi
Al-Imam Asy-Syathibi dalam kitabnya al-
I’tisham membuat sebuah pertanyaan yang
dijawabnya sendiri, mengapa seseorang itu
mengikuti hawa nafsu dan kemudian
pendapat-pendapatnya menjelma dalam
bentuk sebuah aliran sesat? Hal tersebut ada
kaitanya dengan latar belakang lahirnya
aliran-aliran sesat, yang sebagian besar
berangkat dari ketidaktahuan terhadap
Sunnah. Hal ini seperti diingatkan oleh
sebuah hadits shahih, “Manusia menjadikan
orang-orang bodoh sebagai pemimpin”.
Menurut Asy-Syathibi, setiap orang itu
mengetahui terhadap dirinya apakah
ilmunya sampai pada derajat menjadi mufti
atau tidak. Ia juga mengetahui apabila
melakukan introspeksi diri ketika ditanya
tentang sesuatu, apakah ia berpendapat
dengan ilmu pengetahuan yang terang
tanpa kekaburan atau bahkan sebaliknya. Ia
juga mengetahui ketika dirinya meragukan
ilmu yang dimilikinya. Oleh karena itu,
menurut Asy-Syathibi, seorang alim apabila
keilmuannya belum diakui oleh para ulama,
maka kealimannya dianggap tidak ada,
sampai akhirnya para ulama menyaksikan
kealimannya.
Kaitannya dengan aliran Wahhabi, Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab, sang pendiri
aliran Wahhabi sendiri, termasuk orang
yang tidak jelas kealimannya. Tidak seorang
pun dari kalangan ulama yang semasa
dengan Syaikh Muhammad, yang mengakui
kealimannya.
Bahkan menurut Syaikh Ibn Humaid dalam
al-Suhub al-Wabilah, kitab yang
menghimpun biografi para ulama madzhab
Hanbali, Syaikh Muhammad sering dimarahi
ayahnya, karena ia tidak rajin mempelajari
ilmu fiqih seperti para pendahulu dan
orang-orang di daerahnya.
Dalam berbagai kitab dan risalahnya, Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab selalu
menyebutkan kalimat-kalimat yang
ditujukan kepada orang-orang musyrik.
Namun ia tidak pernah menyebut seorang
pun nama orang musyrik yang menjadi
lawan polemiknya dalam kitab-kitab dan
tulisannya. Justru yang ia sebutkan adalah
nama-nama para ulama terkemuka pada
waktu itu seperti Syaikh Ibn Fairuz, Marbad
al-Tamimi, Ibn Suhaim, Syaikh Sulaiman dan
ulama-ulama lainnya. Maksudnya, Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab
mengkafirkan seluruh ulama pada waktu itu
yang tidak mengikuti ajarannya. Bahkan
secara terang-terangan, Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab menyebutkan dalam
kitab Kasyf al-Syubuhat, bahwa kaum
Muslimin pada waktu itu telah memilih
mengikuti agamanya Amr bin Luhay al-
Khuza’i, orang yang pertama kali mengajak
orang-orang Arab memuja berhala.
Pengkafiran terhadap kaum Muslimin terus
dilakukan oleh ulama Wahhabi dewasa ini.
Dalam kitab Kaifa Nafhamu al-Tauhid,
karangan Muhammad bin Ahmad Basyamil,
disebutkan:
ﻋَﺠِﻴْﺐٌ ﻭَﻏَﺮِﻳْﺐٌ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺃَﺑُﻮْ ﺟَﻬْﻞٍ ﻭَﺃَﺑُﻮْ ﻟَﻬَﺐٍ ﺃَﻛْﺜَﺮَ
ﺗَﻮْﺣِﻴْﺪًﺍ ﻟﻠﻪِ ﻭَﺃَﺧْﻠَﺺَ ﺇِﻳْﻤَﺎﻧًﺎ ﺑِﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ
ﻳَﺘَﻮَﺳَّﻠُﻮْﻥَ ﺑِﺎْﻷَﻭْﻟِﻴَﺎﺀِ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤِﻴْﻦَ ﻭَﻳَﺴْﺘَﺸْﻔِﻌُﻮْﻥَ ﺑِﻬِﻢْ ﺇِﻟَﻰ
ﺍﻟﻠﻪِ. ﺃَﺑُﻮْ ﺟَﻬْﻞٍ ﻭَﺃَﺑُﻮْ ﻟَﻬَﺐٍ ﺃَﻛْﺜَﺮُ ﺗَﻮْﺣِﻴْﺪًﺍ ﻭَﺃَﺧْﻠَﺺُ ﺇِﻳْﻤَﺎﻧًﺎ ﻣِﻦْ
ﻫَﺆُﻻَﺀِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻳَﻘُﻮْﻟُﻮْﻥَ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻣُﺤَﻤَّﺪٌ
ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ. )ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﺎﺷﻤﻴﻞ، ﻛﻴﻒ ﻧﻔﻬﻢ
ﺍﻟﺘﻮﺣﻴﺪ، ﺹ١٦/ ).
“Aneh dan ganjil, ternyata Abu Jahal dan
Abu Lahab lebih banyak tauhidnya kepada
Allah dan lebih murni imannya kepada-Nya
dari pada kaum Muslimin yang bertawassul
dengan para wali dan orang-orang saleh
dan memohon pertolongan dengan
perantara mereka kepada Allah. Ternyata
Abu Jahal dan Abu Lahab lebih banyak
tauhidnya dan lebih tulus imannya dari
mereka kaum Muslimin yang mengucapkan
tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad
Rasul Allah.” (Muhammad bin Ahmad
Basyamil, Kaifa Nafhamu al-Tauhid, hal. 16).
Pendapat Para Ulama Madzhab Tentang
Wahhabi...
Ulama Madzhab Hanafi
Dari kalangan ulama madzhab Hanafi, al-
Imam Muhammad Amin Afandi yang populer
dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata
dalam kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar
sebagai berikut:
“ ﻣَﻄْﻠَﺐٌ ﻓِﻲ ﺃَﺗْﺒَﺎﻉِ ﻣُﺤَﻤَّﺪِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏِ ﺍﻟْﺨَﻮَﺍﺭِﺝِ ﻓِﻲْ
ﺯَﻣَﺎﻧِﻨَﺎ :ﻛَﻤَﺎ ﻭَﻗَﻊَ ﻓِﻲْ ﺯَﻣَﺎﻧِﻨَﺎﻓِﻲْ ﺃَﺗْﺒَﺎﻉِ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏِ
ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺧَﺮَﺟُﻮْﺍ ﻣِﻦْ ﻧَﺠْﺪٍ ﻭَﺗَﻐَﻠَّﺒُﻮْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺤَﺮَﻣَﻴْﻦِ
ﻭَﻛَﺎﻧُﻮْﺍﻳَﻨْﺘَﺤِﻠُﻮْﻥَ ﻣَﺬْﻫَﺐَ ﺍﻟْﺤَﻨَﺎﺑِﻠَﺔِ ﻟَﻜِﻨَّﻬُﻢْ ﺍِﻋْﺘَﻘَﺪُﻭْﺍ ﺃَﻧَّﻬُﻢْ
ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤُﻮْﻥَ ﻭَﺃَﻥَّ ﻣَﻦْ ﺧَﺎﻟَﻔَﺎﻋْﺘِﻘَﺎﺩَﻫُﻢْ ﻣُﺸْﺮِﻛُﻮْﻥَ
ﻭَﺍﺳْﺘَﺒَﺎﺣُﻮْﺍ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﻗَﺘْﻞَ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﻭَﻗَﺘْﻞَ ﻋُﻠَﻤَﺎﺋِﻬِﻢْ ﺣَﺘَﻰ
ﻛَﺴَﺮَ ﺍﻟﻠﻬُﺸَﻮْﻛَﺘَﻬُﻢْ ﻭَﺧَﺮَﺏَ ﺑِﻼَﺩَﻫُﻢْ ﻭَﻇَﻔِﺮَ ﺑِﻬِﻢْ ﻋَﺴَﺎﻛِﺮُ
ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻋَﺎﻡَ ﺛَﻼَﺙٍ ﻭَﺛَﻼَﺛِﻴْﻦَ ﻭَﻣِﺎﺋَﺘَﻴْﻨِﻮَﺃَﻟْﻒٍ”. ﺍﻫـ )ﺍﺑﻦ
ﻋﺎﺑﺪﻳﻦ، ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺭﺩ ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺭ، ٤/٢٦٢ ).
“Keterangan tentang pengikut Muhammad
bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada
masa kita. Sebagaimana terjadi pada masa
kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang
keluar dari Najd dan berupaya keras
menguasai dua tanah suci. Mereka
mengikuti madzhab Hanabilah. Akan tetapi
mereka meyakini bahwa mereka saja kaum
Muslimin, sedangkan orang yang berbeda
dengan keyakinan mereka adalah orang-
orang musyrik. Dan oleh sebab itu mereka
menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan
para ulamanya sampai akhirnya Allah
memecah kekuatan mereka, merusak negeri
mereka dan dikuasai oleh tentara kaum
Muslimin pada tahun 1233 H.” (Ibn Abidin,
Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-
Mukhtar, juz 4, hal. 262).
Ulama Madzhab Hambali
Dari kalangan ulama madzhab Hanbali, al-
Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid
al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-
Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah ketika
menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah
pendiri Wahhabi, sebagai berikut:
ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏِ ﺑْﻦُ ﺳُﻠَﻴْﻤَﺎﻥَ ﺍﻟﺘَّﻤِﻴْﻤِﻲُّ ﺍﻟﻨَّﺠْﺪِﻱُّ ﻭَﻫُﻮَ ﻭَﺍﻟِﺪُ
ﺻَﺎﺣِﺐِ ﺍﻟﺪَّﻋْﻮَﺓِ ﺍﻟَّﺘِﻲْ ﺍﻧْﺘَﺸَﺮَﺷَﺮَﺭُﻫَﺎ ﻓِﻲ ﺍْﻷَﻓَﺎﻕِ ﻟَﻜِﻦْ
ﺑَﻴْﻨَﻬُﻤَﺎ ﺗَﺒَﺎﻳُﻦٌ ﻣَﻊَ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻟَﻢْ ﻳَﺘَﻈَﺎﻫَﺮْ ﺑِﺎﻟﺪَّﻋْﻮَﺓِ ﺇِﻻَّ
ﺑَﻌْﺪَﻣَﻮْﺕِ ﻭَﺍﻟِﺪِﻩِ ﻭَﺃَﺧْﺒَﺮَﻧِﻲْ ﺑَﻌْﺾُ ﻣَﻦْ ﻟَﻘِﻴْﺘُﻪُ ﻋَﻦْ ﺑَﻌْﺾِ
ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﻋَﻤَّﻦْ ﻋَﺎﺻَﺮَ ﺍﻟﺸَّﻴْﺦَ ﻋَﺒْﺪَﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏِ ﻫَﺬَﺍ ﺃَﻧَّﻪُ
ﻛَﺎﻥَ ﻏَﺎﺿِﺒًﺎ ﻋَﻠﻰَ ﻭَﻟَﺪِﻩِ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻟِﻜَﻮْﻧِﻪِ ﻟَﻢْ ﻳَﺮْﺽَ ﺃَﻥْ
ﻳَﺸْﺘَﻐِﻞَ ﺑِﺎﻟْﻔِﻘْﻬِﻜَﺄَﺳْﻼَﻓِﻪِ ﻭَﺃَﻫْﻞِ ﺟِﻬَﺘِﻪِ ﻭَﻳَﺘَﻔَﺮَّﺱُ ﻓِﻴْﻪ ﺃَﻧَّﻪُ
ﻳَﺤْﺪُﺙُ ﻣِﻨْﻪُ ﺃَﻣْﺮٌ .ﻓَﻜَﺎﻥَ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ: ﻳَﺎ ﻣَﺎ ﺗَﺮَﻭْﻥَ ﻣِﻦْ
ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﺮِّ ﻓَﻘَﺪَّﺭَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﻥْ ﺻَﺎﺭَ ﻣَﺎﺻَﺎﺭَ ﻭَﻛَﺬَﻟِﻚَ ﺍﺑْﻨُﻪُ
ﺳُﻠَﻴْﻤَﺎﻥُ ﺃَﺧُﻮْ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﻨَﺎﻓِﻴًﺎ ﻟَﻪُ ﻓِﻲْ ﺩَﻋْﻮَﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺩَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
ﺭَﺩًّﺍ ﺟَﻴِّﺪﺍًﺑِﺎْﻵَﻳﺎَﺕِ ﻭَﺍْﻵَﺛﺎَﺭِ ﻭَﺳَﻤَّﻰ ﺍﻟﺸَّﻴْﺦُ ﺳُﻠَﻴْﻤَﺎﻥُ ﺭَﺩَّﻩُ
ﻋَﻠَﻴْﻪِ ) ﻓَﺼْﻞُ ﺍﻟْﺨِﻄَﺎﺏِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﺩِّ ﻋَﻠﻯَﻤُﺤَﻤَّﺪِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ
ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏِ ( ﻭَﺳَﻠَّﻤَﻪُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻣِﻦْ ﺷَﺮِّﻩِ ﻭَﻣَﻜْﺮِﻩِ ﻣَﻊَ ﺗِﻠْﻚَ
ﺍﻟﺼَّﻮْﻟَﺔِ ﺍﻟْﻬَﺎﺋِﻠَﺔِ ﺍﻟَّﺘِﻴْﺄَﺭْﻋَﺒَﺖِ ﺍْﻷَﺑَﺎﻋِﺪَ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﺇِﺫَﺍ ﺑَﺎﻳَﻨَﻪُ ﺃَﺣَﺪٌ
ﻭَﺭَﺩَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻘْﺪِﺭْ ﻋَﻠَﻰ ﻗَﺘْﻠِﻪِ ﻣُﺠَﺎﻫَﺮَﺓًﻳُﺮْﺳِﻞُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻣَﻦْ
ﻳَﻐْﺘَﺎﻟُﻪُ ﻓِﻲْ ﻓِﺮَﺍﺷِﻪِ ﺃَﻭْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴُّﻮْﻕِ ﻟَﻴْﻼً ﻟِﻘَﻮْﻟِﻪِ ﺑِﺘَﻜْﻔِﻴْﺮِ ﻣَﻦْ
ﺧَﺎﻟَﻔَﻬُﻮَﺍﺳْﺘِﺤْﻼَﻝِ ﻗَﺘْﻠِﻪِ. ﺍﻫـ )ﺍﺑﻦ ﺣﻤﻴﺪ ﺍﻟﻨﺠﺪﻱ، ﺍﻟﺴﺤﺐ
ﺍﻟﻮﺍﺑﻠﺔ ﻋﻠﻰ ﺿﺮﺍﺋﺢ ﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ٢٧٥ ، ).
“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-
Najdi, adalah ayah pembawa dakwah
Wahhabiyah, yang percikan apinya telah
tersebar di berbagai penjuru. Akan tetapi
antara keduanya terdapat perbedaan.
Padahal Muhammad (pendiri Wahhabi) tidak
terang-terangan berdakwah kecuali setelah
meninggalnya sang ayah. Sebagian ulama
yang aku jumpai menginformasikan
kepadaku, dari orang yang semasa dengan
Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa beliau
sangat murka kepada anaknya, karena ia
tidak suka belajar ilmu fiqih seperti para
pendahulu dan orang-orang di daerahnya.
Sang ayah selalu berfirasat tidak baik
tentang anaknya pada masa yang akan
datang. Beliau selalu berkata kepada
masyarakat, “Hati-hati, kalian akan
menemukan keburukan dari Muhammad.”
Sampai akhirnya takdir Allah benar-benar
terjadi. Demikian pula putra beliau, Syaikh
Sulaiman (kakak Muhammad bin Abdul
Wahhab), juga menentang terhadap
dakwahnya dan membantahnya dengan
bantahan yang baik berdasarkan ayat-ayat
al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu
alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman
menamakan bantahannya dengan judul
Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad
bin Abdul Wahhab. Allah telah
menyelamatkan Syaikh Sulaiman dari
keburukan dan tipu daya adiknya meskipun
ia sering melakukan serangan besar yang
mengerikan terhadap orang-orang yang
jauh darinya. Karena setiap ada orang yang
menentangnya, dan membantahnya, lalu ia
tidak mampu membunuhnya secara terang-
terangan, maka ia akan mengirim orang
yang akan menculik dari tempat tidurnya
atau di pasar pada malam hari karena
pendapatnya yang mengkafirkan dan
menghalalkan membunuh orang yang
menyelisihinya.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-
Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah,
hal. 275).
Ulama Madzhab Syafi'i
Dari kalangan ulama madzhab Syafi’i, al-
Imam al-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan al-
Makki, guru pengarang I’anah al-Thalibin,
kitab yang sangat otoritatif (mu’tabar) di
kalangan ulama di Indonesia, berkata:
ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﺴَّﻴِّﺪُ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤﻦِ ﺍﻟْﺄَﻫْﺪَﻝُ ﻣُﻔْﺘِﻲْ ﺯَﺑِﻴْﺪَ ﻳَﻘُﻮْﻝُ: ﻻَ
ﻳُﺤْﺘَﺎﺝُ ﺍﻟﺘَّﺄْﻟِﻴْﻒُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﺩِّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺏِ، ﺑَﻞْ
ﻳَﻜْﻔِﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﺩِّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻗَﻮْﻟُﻪُ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﺳِﻴْﻤَﺎﻫُﻢُ ﺍﻟﺘَّﺤْﻠِﻴْﻖُ، ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻟَﻢْ ﻳَﻔْﻌَﻠْﻪُ ﺃَﺣَﺪٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺒْﺘَﺪِﻋَﺔِ
ﺍﻫـ )ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺯﻳﻨﻲ ﺩﺣﻼﻥ، ﻓﺘﻨﺔ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ
ﺹ٥٤/ ).
“Sayyid Abdurrahman al-Ahdal, mufti Zabid
berkata: “Tidak perlu menulis bantahan
terhadap Ibn Abdil Wahhab. Karena sabda
Nabi shallallahu alaihi wa sallam cukup
sebagai bantahan terhadapnya, yaitu
“Tanda-tanda mereka (Khawarij) adalah
mencukur rambut (maksudnya orang yang
masuk dalam ajaran Wahhabi, harus
mencukur rambutnya)”. Karena hal itu
belum pernah dilakukan oleh seorang pun
dari kalangan ahli bid’ah.” (Sayyid Ahmad
bin Zaini Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyah, hal.
54).
Ulama Madzhab Maliki
Dari kalangan ulama madzhab al-Maliki, al-
Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-
Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan
semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata
dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalain sebagai
berikut:
ﻫَﺬِﻩِ ﺍْﻵَﻳَﺔُ ﻧَﺰَﻟَﺖْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺨَﻮَﺍﺭِﺝِ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻳُﺤَﺮِّﻓُﻮْﻥَ ﺗَﺄْﻭِﻳْﻞَ
ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻭَﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﻭَﻳَﺴْﺘَﺤِﻠُّﻮْﻥَ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﺩِﻣَﺎﺀَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ
ﻭَﺃَﻣْﻮَﺍﻟَﻬُﻢْ ﻛَﻤَﺎ ﻫُﻮَ ﻣُﺸَﺎﻫَﺪٌ ﺍْﻵَﻥَ ﻓِﻲْ ﻧَﻈَﺎﺋِﺮِﻫِﻢْ ﻭَﻫُﻢْ
ﻓِﺮْﻗَﺔٌ ﺑِﺄَﺭْﺽِ ﺍﻟْﺤِﺠَﺎﺯِ ﻳُﻘَﺎﻝُ ﻟَﻬُﻢُ ﺍﻟْﻮَﻫَّﺎﺑِﻴَّﺔُ ﻳَﺤْﺴَﺒُﻮْﻥَ ﺃَﻧَّﻬُﻢْ
ﻋَﻠﻰَ ﺷَﻲْﺀٍ ﺃَﻻَ ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻜَﺎﺫِﺑُﻮْﻥَ. )ﺣﺎﺷﻴﺔ ﺍﻟﺼﺎﻭﻱ
ﻋﻠﻰ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺍﻟﺠﻼﻟﻴﻦ، ٣/٣٠٧ ).
“Ayat ini turun mengenai orang-orang
Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi
penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh
sebab itu mereka menghalalkan darah dan
harta benda kaum Muslimin sebagaimana
yang terjadi dewasa ini pada golongan
mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang
disebut dengan aliran Wahhabiyah, mereka
menyangka bahwa mereka akan
memperoleh sesuatu (manfaat), padahal
merekalah orang-orang
pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-
Jalalain, juz 3, hal. 307).
Perbuatan Tanpa Imu
Belakangan, dari kaum Wahhabi
kontemporer tidak sedikit terlontar
pernyataan tokoh-tokoh mereka yang
menistakan generasi salaf secara parsial
(juz’i). Contoh :
Syaikh Nashir al-Albani dalam fatwanya
mengkafirkan al-Imam al-Bukhari karena
melakukan ta’wil terhadap ayat
mutasyabihat dalam al-Qur’an. Dalam kitab
al-Tawassul Ahkamuhu wa Anwa’uhu, al-
Albani juga mencela Sayyidah ‘Aisyah, dan
menganggapnya tidak mengetahui
kesyirikan.
Syaikh Ahmad bin Sa’ad bin Hamdan al-
Ghamidi, menganggap al-Imam al-Hafizh al-
Lalika’i, pengarang kitab Syarh Ushul I’tiqad
Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, tidak bersih
dari kesyirikan. Demikian sekelumit contoh
penistaan tokoh-tokoh Wahhabi terhadap
generasi salaf dan para ulama terkemuka
secara parsial.
Demikian pernyataan ulama terkemuka dari
empat madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hanbali, yang menegaskan bahwa golongan
Wahhabi termasuk Khawarij bukan
Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Tentu saja masih
terdapat ratusan ulama lain dari madzhab
Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang menyatakan
bahwa Wahhabi itu Khawarij dan tidak
mungkin kami kutip semuanya.
Pesan buat sahabat... berhati2lah wahai
saudara ku,dengan kelicikan kaum penyesat
ummat itu, jangan mudah tertipu dengan
kata2 manis mereka, tapi lihatlah dulu
maksud dari nya ,karena kebusukan2
mereka semua di balut dengan kata2/istilah
yang menggugah hati.
BERIKUT AQIDAH SESAT WAHABI SEKARANG
1. Membagikan Tauhid kepada 3 Kategori
Tauhid Rububiyyah: Dengan tauhid ini,
mereka mengatakan bahawa kaum musyrik
Mekah dan orang-orang kafir juga
mempunyai tauhid.
Tauhid Uluhiyyah: Dengan tauhid ini, mereka
menafikan tauhid umat Islam yang
bertawassul, beristigatsah dan bertabarruk
sedangkan ketiga-tiga perkara tersebut
diterima oleh mayoritas ulama Islam
khususnya ulama empat mazhab.
Tauhid Asma dan Sifat: Tauhid versi mereka
ini boleh menjerumuskan seseorang ke
lembah tasybih dan tajsim misal;
menterjemahkan istawa sebagai
bersemayam/bersila/bertempat
Merterjemahkan yad sebagai tangan hakikat
Menterjemahkan wajh sebagai muka
hakikat
Menisbahkan jihat (arah) kepada Allah (arah
atas – jihat „ulya)
Menterjemahkan janb sebagai lambung/
rusuk
Menterjemah nuzul sebagai turun dengan
zat
Menterjemah saq sebagai betis
Menterjemah ashabi' sebagai jari-jari, dll
Menyatakan bahwa Allah SWT mempunyai
"surah" atau rupa [Terbaru]
Menambah bi zatihi haqiqatan [dengan zat
secara hakikat] di akhir setiap ayat-ayat
mutashabihat, sedangkan penambahan itu
tidak ada di dalam al-Qur'an dan al-Sunnah.
Imam al-Zahabi sendiri mengkritik gurunya,
Ibnu Taymiyyah berkenaan masalah ini di
dalam Siyar A'lam al-Nubala' [Rujuk kitab
yang ditahqiq oleh bukan Wahabi kerana
Wahabi membuang kritikan ini dalam
terbitan mereka] [Terbaru]
Sebahagian golongan Mujassimah menyatakan
bahawa Allah :
mempunyai gusi ( ﺍﻟﻠﺜﺔ ) dan gigi gerham
( ﺍﻷﺿﺮﺍﺱ ) [Terbaru]
akan "duduk" bersama Nabi Muhammad
SAW di atas arash [Terbaru]
mempunyai mulut ( ﺍﻟﻔﻢ ) [Terbaru]
(Rujuk Kitab Ibthal al-Ta'wilat oleh Abu Ya'la
al-Farra' yang telah diterbitkan semula oleh
"tangan-tangan Tajsim dan Tasybih" )
2. Tafwidh yang digembar-gemburkan oleh
mereka adalah bersalahan dengan tafwidh
yang dipegang oleh ulama Asy'ariyah dan
ulama salaf.
3. Memahami ayat-ayat mutasyabihat secara
zahir tanpa uraian terperinci dari ulama
mu'tabar
4. Menolak Asy'ariyah dan Maturidiyyah yang
merupakan mayoritas ulama Islam dalam
perkara Aqidah
5. Sering mengkrititik Asy'ariyah bahkan
sehingga mengkafirkan Asy'ariyah
6. Menyamakan Asy'ariyah dengan Mu'tazilah
dan Jahmiyyah atau Mu'aththilah dalam
perkara mutasyabihat
7. Menolak dan menganggap pengajian sifat
20 sebagai satu konsep yang bersumberkan
falsafah Yunani
8. Berlindung di balik Manhaj Salaf
9. Golongan mereka ini dikenali sebagai al-
Hasywiyyah, al-Karramiyyah, al-
Mushabbihah,al-Mujassimah atau al-
Jahwiyyah dikalangan ulama Ahli Sunnah
wal Jama'ah
10. Sering mengatakan bahwa Abu Hasan Al-
Asy'ari telah kembali ke mazhab Salaf setelah
bertaubat dari mazhab Asy'ariyah
11. Mendakwa dulunya ulama Asy'ariyah tidak
betul-betul memahami fahaman Abu Hasan
al-Asy'ari, bahkan sering mendakwa dulunya
mereka adalah pengikut Imam Abu al-Hasan
al-'Ash'ari yang sebenar. Sungguh lucu
dakwaan ini [Terbaru]
12. Menolak takwil dalam bab Mutashabihat
13. Sering mendakwa bahwa ramai ummat
Islam telah jatuh ke dalam syirik
14. Mendakwa bahwa amalan memuliakan
Rasulullah SAW mungkin membawa kepada
syirik.
15. Tidak menganggap penting kesan-kesan
sejarah para anbiya, ulama dan shalihin
dengan alasan menghindari syirik
16. Kefahaman yang salah berkenaan syirik
sehingga mudah menghukum orang
sebagai membuat amalan syirik
17. Menolak tawassul, tabarruk dan istighatsah
dengan para anbiya serta shalihin
18. Mengganggap tawassul, tabarruk dan
istighatsah sebagai cabang-cabang syirik
19. Memandang remeh karamah para aulia
20. Menyatakan bahawa ibu bapa dan kakek
Rasulullah SAW tidak selamat dari azab api
neraka.
21. Mengharamkan mengucap "radiallahu anha"
bagi ibu Rasulullah SAW, Sayyidatuna
Aminah [Terbaru]
22. Menamakan Malaikat Maut sebagai 'Izrail
adalah bid'ah [Terbaru] - Fatwa Sholeh
Utsaymin.
BERIKUT DALIL DAN PENDAPAT ULAMA
TENTANG KAFIR ORANG YANG MENJISIMKAN
ALLAH
“Engkau tidaklah menemukan yang serupa
dengan-Nya (Allah). (QS. Maryam: 65)
“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun
dari makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatupun
yang menyerupai-Nya. (QS. as-Syura: 11)
Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam
bersabda:
Allah ada pada azal (Ada tanpa permulaan)
dan belum ada sesuatupun selain-Nya (H.R.
al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn al-Jarud)
sayyidina Ali ibn Abi Thalib -berkata:
"Allah ada (pada azal) dan belum ada tempat
dan Dia (Allah) sekarang (setelah
menciptakan tempat) tetap seperti semula,
ada tanpa tempat" (Dituturkan oleh al-Imam
Abu Manshur al-Baghdadi dalam kitabnya al-
Farq Bayn al-Firaq, h. 333).
Al-Imam al-Bayhaqi (w 458 H) dalam
kitabnya al-Asma Wa ash-Shifat, hlm. 506,
berkata:
"Sebagian dalam menafikan tempat bagi
Allah mengambil dalil dari sabda Rasulullah
shalllallahu 'alayhi wa sallam:
"Engkau Ya Allah azh-Zhahir (yang segala
sesuatu menunjukkan akan ada-Nya), tidak
ada sesuatu apapun di atas-Mu, dan Engkau
al-Bathin (yang tidak dapat dibayangkan)
tidak ada sesuatu apapun di bawah-Mu (HR.
Muslim dan lainnya). Jika tidak ada sesuatu
apapun di atas-Nya dan tidak ada sesuatu
apapun di bawah-Nya maka berarti Dia ada
tanpa tempat".
Al-Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari (w 324 H)
berkata:"Sesungguhnya Allah ada tanpa
tempat" (Diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dalam
kitab al-AsmaWa ash-Shifat).
Al-Imam al-Asy‘ari juga berkata: "Tidak boleh
dikatakan bahwa Allah di satu tempat atau
di semua tempat". Perkataan al-Imam al-
Asy'ari ini dinukil oleh al-Imam Ibn Furak (w
406 H)
dalam kitab al-Mujarrad. Syekh Abd al-
Wahhab asy-Sya'rani (w 973 H) dalam kitab
al-Yawaqit Wa al-Jawahir menukil perkataan
Syekh Ali al-Khawwash: "Tidak boleh
dikatakan Allah ada di mana-mana". Maka
aqidah yang wajib diyakini adalah bahwa
Allah ada tanpa arah dan tanpa tempat.
al-Al-Imam al-Mujtahid Abu Hanifah an-
Nu‘man ibn Tsabit (w 150 H), salah seorang
ulama salaf terkemuka, perintis madzhab
Hanafi, berkata:“Allah ta‘ala di akhirat kelak
akan dilihat. Orang-orang mukmin akan
melihat-Nya ketika mereka di surga dengan
mata kepala mereka masing-masing dengan
tanpa adanya keserupaan bagi-Nya, bukan
sebagai bentuk yang berukuran, dan tidak
ada jarak antara mereka dengan Allah
(artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak
di dalam atau di luar surga, tidak di atas,
bawah, belakang, depan, samping kanan
ataupun samping kiri) (Lihat al-Fiqhul Akbar
karya Imam Abu Hanifah dengan Syarahnya
karya Mulla Ali al-Qari, h. 136-137).
Al-Imam al-Mujtahid Muhammad ibn Idris as-
Syafi‘i (w 204 H), perintis madzhab Syafi‘i,
dalam salah satu kitab karyanya, al-Kaukab
al-Azhar Syarh al-Fiqh al-Akbar,
berkata:“Ketahuilah bahwa Allah tidak
bertempat. Argumentasi atas ini ialah
bahwa Dia ada tanpa permulaan dan tanpa
tempat. Maka setelah menciptakan tempat
Dia tetap pada sifat-Nya yang azali sebelum
Dia menciptakan tempat; yaitu ada tanpa
temapt. Tidak boleh pada hak Allah adanya
perubahan, baik perubahan pada Dzat-Nya
maupun pad asifat-sifat-Nya. Karena sesuatu
yang memiliki tempat maka ia pasti memiliki
arah bawah. Dan bila demikian maka ia pasti
memiliki bentuk tubuh dan batasan. Dan
sesuatu yang memiliki batasan pasti sebagai
makhluk, dan Allah maha suci dari pada itu
semua. Karena itu mustahil pada haknya
terdapat istri dan anak. Sebab hal semacam
itu tidak akan terjadi kecuali dengan adanya
sentuhan, menempel dan terpisah. Allah
mustahil pada-Nya sifat terbagi-bagi dan
terpisahpisah. Tidak boleh dibayangkan dari
Allah adanya sifat menempel dan berpisah.
Oleh sebab itu adanya istilah suami, astri
dan anak pada hak Allah adalah sesuatu
yang mustahil‖ (Lihat al-Kaukab al-Azhar
Syarh al-Fiqh al-Akbar, h. 13).
“Jika dikatakan bukankah Allah telah
berfirman: ar-Rahman 'Ala al-'Arsy
Istawa‖? Jawab:Ayat ini termasuk ayat
mutasyabihat. Sikap yang kita pilih tentang
hal ini dan ayat-ayat yang semacam
dengannya ialah bahwa bagi seorang yang
tidak memiliki kompetensi dalam bidang ini
agar supaya mngimaninya dan tidak secara
mendetail membahasnya atau
membicarakannya. Sebab seorang yang
tidak memiliki kompetensi dalam hal ini ia
tidak akan aman, ia akan jatuh dalam
kesesatan tasybih. Kewajiban atas orang
semacam ini, juga seluruh orang Islam,
adalah meyakini bahwa Allah -seperti yang
telah kita sebutkan di atas-, Dia tidak diliputi
oleh tempat, tidak berlaku atas-Nya waktu
dan zaman. Dia maha suci dari segala
batasan atau bentuk dan segala
penghabisan. Dia tidak membutuhkan
kepada segala tempat dan arah. Dengan
demikian orang ini menjadi selamat danri
kehancuran dan kesesatan‖ (al-Kaukab al-
Azhar Syarh al-Fiqh al-Akbar, h. 13).
Al-Imam al-Mujtahid Abu Abdillah Ahmad ibn
Hanbal (w 241 H), perintis madzhab Hanbali,
juga seorang Imam yang agung ahli tauhid.
Beliau mensucikan Allah dari tempat dan
arah. Bahkan beliau adalah salah seorang
terkemuka dalam akidah tanzih. Dalam pada
ini as-Syaikh Ibn Hajar al-Haitami
menuliskan:“Apa yang tersebar di kalangan
orang-orang bodoh yang menisbatkan
dirinya kepada madzhab Hanbali bahwa
beliau telah menetapkan adanya tempat dan
arah bagi Allah, maka sungguh hal tersebut
adalah merupakan kedustaan dan
kebohongan besar atasnya‖ (Lihat Ibn
Hajar al-Haitami dalam al-Fatawa al-
Haditsiyyah, h. 144)
Dan masih sangat banyak lagi dalil dan
pendapat yang menunjukkan sesat nya
aqidah2 dalam Tauhid yang di namai
Manhaj Salaf sekarang,maka berhati2lah
wahai saudara ku,dengan kelicikan kaum
penyesat ummat itu,jangan mudah tertipu
dengan kata2 manis mereka,tapi lihatlah
dulu maksud dari nya,karena kebusukan2
mereka semua di balut dengan kata2/istilah
yang menggugah hati.
na'uzubillah wa nasta'inuhu min dzalik
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik