Langsung ke konten utama

PERAN TASYABBUH LAWAN JENIS

 


Deskripsi Masalah   
             
تشبه الرجال بالنساء او عكسه
hukumnya haram, baik menyerupai cara gerak gerik, pakaian maupun lainnya. Suatu kebiasaan di masyarakat, sebagian wanita memakai sarung laki-laki yang tidak dipakai atau tidak bisa dipakai oleh laki-laki karena bolong dan sebagainya dipakai khusus oleh wanita pada waktu shalat atau waktu santai. Juga terjadi kebiasaan dalam suatu even drama tertentu, seorang laki-laki bergaya atau berdandan seperti wanita atau sebaliknya.

Pertanyaan:
1. Bagaimana batasan “تشبه الرجال بالنساء او عكسه” yang diharamkan?
2. Apakah kebiasaan memakai sarung laki-laki seperti tersebut di atas dapat digolongkan تشبه?
3. Apakah تشبه dengan tujuan memerankan suatu drama dapat dibenarkan?

Jawaban
1. Batasannya adalah  segala aspek penyerupaan yang meliputi pakaian, perhiasan, gerak gerik, ucapan dan lainnya yang telah menjadi ciri khas atau pada umumnya dipakai/digunakan oleh lawan jenisnya di tempat itu.
2. Mengingat hal tersebut sudah menjadi kebiasaan, maka tidak dapat digolongkan tasyabbuh.
3. Tidak dapat dibenarkan.
*tambahan*

Di dalam seni peran, seorang aktor ditantang untuk bisa memerankan apa saja, termasuk memerangkan tokoh yang berlawan jenisnya dari dirinya sendiri. Seorang laki-laki ditantang untuk bisa memerankan tokoh perempuan, dan sebaliknya seorang perempuan ditantang untuk memerankan tokoh laki-laki.

Dan kedua jenis pemeranan itu nyata-nyata haram, meski pun hanya pura-pura. Justru yang diharamkan dalam hal ini kepura-puraannya. Di syariat Islam, prinsipnya tidak boleh terjadi saling meniru sehingga terjadi tasyabbuh (penyerupaan) antara dua jenis kelamin. Karena tasyabbuh itu kalau dilakukan dengan sengaja, maka dilaknat oleh Rasulullah SAW

لَعَنَ رَسُول اللَّهِ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَال بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَال

Rasulullah SAW melaknat para laki-laki yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai laki-laki. (HR. Bukhari)

Al-Mutasyabbih bi an-nisa’ bermakna laki-laki yang berpakaian, berdandan, bermake-up, bergaya, dan berpenampilan layaknya seorang perempuan, sehingga sekilas orang akan menyangka bahwa dirinya memang perempuan.

Sedangkan al-mutasyabihat bi ar-rijal adalah keadaan sebaliknya, yaitu wanita yang berpakaian, berdandan, bermake-up, bergaya, dan berpenampilan layaknya seorang laki-laki, sehingga sekilas orang akan menyangka bahwa dirinya memang laki-laki.

Jadi pada hakikatnya yang diharamkan bukan hanya terbatas pakaian saja, tetapi segala hal yang terkait dengan penampilan, baik tata rias, asesoris pakaian, termasuk juga gerak-gerik dan bahasa tubuh.

Bahkan laki-laki dan perempuan tetap berbeda dalam tata cara bersikap dan berbicara. Maka keharaman penyerupaan antara laki-laki dan perempuan juga termasuk ketika seorang laki-laki meniru gaya perempuan, dan ketika perempuan meniru gaya laki-laki.

Semua itu merupakan hal yang terlarang dengan sangat sehingga beliau SAW sampai harus melaknat pelaku-pelakunya. Dan suatu dosa bila sampai disebut dengan istilah laknat menunjukkan bahwa dosa itu sangat besar dan keluar dari rahmat Allah.

Dasar pengambilan hukum:

1.   إسعاد الرفيق، جـ2، صـ 120
ومنها تشبه الرجال بالنساء فيما يختص بهن فى العرف غالبا من لباس وكلام وحركة ونحوها وكذا عكسه وهو تشبه النساء بالرجال اهـ

بغية المسترشدين، صـ 283
(مسألة : ي) : ضابط التشبه المحرم من تشبه الرجال بالنساء وعكسه ما ذكروه في الفتح والتحفة والإمداد وشن الغارة، وتبعه الرملي في النهاية هو أن يتزيا أحدهما بما يختص بالآخر ، أو يغلب اختصاصه به في ذلك المحل الذي هما فيه اهـ
3.   شرح البهجة الوردية، جـ5، صـ 219
(قَوْلُهُ : يَلِيقُ بِالنِّسَاءِ) ضَبَطَ ابْنُ دَقِيقِ الْعِيدِ مَا يَحْرُمُ التَّشَبُّهُ بِهِنَّ فِيهِ بِأَنَّهُ مَا كَانَ مَخْصُوصًا بِهِنَّ فِي جِنْسِهِ، وَهَيْئَتِهِ، أَوْ غَالِبًا فِي زِيِّهِنَّ، وَكَذَا يُقَالُ : فِي عَكْسِهِ فَإِنَّ تَشَبُّهَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ حَرَامٌ فِي مِثْلِ مَا ذُكِرَ .اهـ .شَرْحُ م ر (قَوْلُهُ : مِنْ زِيِّ النِّسَاءِ) أَيْ مِنْ جِنْسِ زِيِّهِنَّ غَيْرِ الْخَاصِّ بِهِنَّ، وَلَا الْغَالِبِ فِيهِنَّ فَهُوَ مِنْ جِنْسِ زِيِّ الرِّجَالِ أَيْضًا .اهـ .رَشِيدِيٌّ فَيُفِيدُ أَنَّ الْمُشْتَرَكَ بَيْنَ الرِّجَالِ، وَالنِّسَاءِ عَلَى السَّوَاءِ مَكْرُوهٌ تَدَبَّرْ.( قَوْلُهُ : وَقَدْ يُجَابُ إلَخْ) يُؤْخَذُ مِمَّا كَتَبْنَاهُ بَعْدَ جَوَابٍ آخَرَ. اهـ
4.   نهاية المحتاج على شرح المنهاج، جـ 27، صـ 71

(قَوْلُهُ : بِمَا يَخْتَصُّ بِالرِّجَالِ فِي الْعَادَةِ) هَذَا ظَاهِرٌ فِي أَنَّهُ حَيْثُ غَلَبَتْ هَيْئَتُهُ لِلرِّجَالِ أَوْ النِّسَاءِ حَرُمَ عَلَى غَيْرِ أَهْلِهَا التَّلَبُّسُ بِهَا لِمَا فِيهِ مِنْ التَّشْبِيهِ وَفِي فَصْلِ اللِّبَاسِ مَا قَدْ يُخَالِفُهُ فَلْيُرَاجَعْ

5.   الفقه الإسلامى وأدلته، جـ 4، صـ 230
تاسعاً ـ الترجل والتخنث : يحرم أيضاً تشبه الرجال بالنساء في اللباس والزينة، كالأساور والعقود (الأطواق) والأقراط، وتشبه النساء بالرجال في الكلام، والمشي، وحلق الشعر وتكلف الخشونة والرجولة، وهن المترجلات: المتشبهات من النساء بالرجال. ويحرم التخنث أيضاً: وهو تشبه الرجال بالنساء في المشي والتكسر ولين الكلام ورقة الصوت والتزين بالحناء ونحو ذلك من أنواع «المكياج» والتحمير والتبييض وتطريف الأصابع، لكن يستحب الخضاب للنساء بالحناء ونحوه، وأما التحمير ونحوه فيجوز بإذن الزوج وفي داخل البيت، ويحرم بغير إذن الزوج وخارج المنزل. والدليل ما أخرجه أحمد والبخاري عن أنس قال: «لعن رسول الله صلّى الله عليه وسلم المتشبهين من الرجال بالنساء، والمتشبهات من النساء بالرجال» وفي رواية: «لعن رسول الله صلّى الله عليه وسلم المخنثين من الرجال، والمترجِّلات من النساء، وقال: أخرجوهم من بيوتكم، فأخرج النبي صلّى الله عليه وسلم فلانة، وأخرج عمر فلاناً» . وأخرج أبو داود من حديث أبي هريرة قال: «أتي رسول الله صلّى الله عليه وسلم بمخنث قد خضب يديه ورجليه بالحناء، فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلم : ما بال هذا؟ قالوا: يتشبه بالنساء، فأمر به فنفي إلى النقيع
6.    فيض القدير، شرح الجامع الصغير، الإصدار 2، جـ 11، صـ 363
(لعن اللّه الرجل يلبس لبسة المرأة والمرأة تلبس لبسة الرجل) فيه كما قال النووي حرمة تشبه الرجال بالنساء وعكسه لأنه إذا حرم في اللباس ففي الحركات والسكنات والتصنع بالأعضاء والأصوات أولى بالذم والقبح فيحرم على الرجال التشبه بالنساء وعكسه في لباس اختص به المشبه بل يفسق فاعله للوعيد عليه باللعن. قال جمع: ليس المراد هنا حقيقة اللعن بل التنفير فقط ليرتدع من سمعه عن مثل فعله ويحتمل كونه دعاء بالإبعاد وقد قيل إن لعن المصطفى صلى اللّه عليه وسلم لأهل المعاصي كان تحذيراً لهم عنها قبل وقوعها فإذا فعلوها استغفر لهم ودعا لهم بالتوبة وأما من أغلظ له ولعنه تأديباً على فعل فعله فقد دخل في عموم شرطه حيث قال: سألت ربي أن يجعل لعني له كفارة ورحمة

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

DALIL TAHLILAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا