KESESATAN PEMAHAMAN SEKTE IMADIYAH ( KYAI IMAD BIN SARMAN )
👉 Postingan ini sedikit panjang, agar tidak gagal paham baca sampai selesai agar faham bagaimana sesatnya pemahaman kyai Imad ini
________________
👉 Membahas Sekte IMADIYAH, dimana sekte ini adalah pemahaman baru2 belakangan ini, yg dimana dipelopori oleh imadudin bin SARMAN yang terinspirasi dari pemahaman yang keliru seperti salafi Wahabi berkenaan dengan dzuriyat Rosulullah Shalallahu alaihi wasallam, didalam pemahaman mereka akan kita dapati banyak sekali KESESATAN yang tampak, pembahasan mereka ini akan berkutat dan berfokus pada pembahasan nasab sadah baalawi yang menurut mereka terputus sanad nasabnya ke Rosulullah Shalallahu alaihi wasallam, berikut rincian kesesatan dalam pemahaman sekte IMADIYAH ini :
✅ 1. Menolak ijma
❌ kyai Imad berkata dengan jelas dalam salah satu ceramahnya didepan jamaahnya :
"Walau ulama sedunia berkata ba'alawi itu keturunan Rasulullah. Saya tetap tidak akan percaya"
👉 Perkataan kyai Imad ini jelas perkataan yang menolak ijma akan kesepakatan ulama, jelas menolak dan menyempal dari ijma adalah sebuah kesesatan.
👉 Kalau kita berbicara Ijma dapat kita pahami sebagai “ajma’ muslimun ‘ala kadza” yaitu suatu kesepakatan terhadap suatu perkara, dimana didasarkan dari Sabda Rosulullah Shalallahu alaihi wasallam :
إِنَّ أُمَّتِي لَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلاَلَةٍ فَإِذَا رَأَيْتُمُ اخْتِلاَفًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ اْلأَعْظَمِ. رواه ابن ماجة عن انس ابن مالك
"Bahwa ummatku tidak akan sepakat dalam kesesatan, bila kamu melihat perbedaan pendapat diantara kalian, maka ikutilah pendapat mayoritas " ( HR. Ibnu Majah)
👉Ijma’ merupakan dasar agama yang sah dan menjadi sumber Hujjah ketiga dalam Islam setelah Al-Qur`ân dan Sunnah. Tidak terdapat ketetapan Ijma’ yang menentang kebenaran, karena ulama tidak mungkin sepakat berada di atas kesesatan, menyempal dari ijma berarti menyempal dari kebenaran dan menuju kepada kesesatan.
👉 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
" Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali". (an-Nisâ`/4 : 115).
👉 Allah telah mengancam orang-orang yang menyelisihi cara beragama orang-orang beriman dan menentang Ijma' para ulama. Ayat ini menjadi dalil paling kuat, bahwa Ijma’ menjadi hujjah dalam persoalan yg menyangkut agama islam dan wajib diikuti. Sesuatu tidak menjadi wajib melainkan setelah menjadi hujjah syar’iyyah, sehingga apapun kesepakatan mereka dalam sebuah persoalan pasti menjadi landasan. Dengan demikian, kelompok yang menentang Ijma’, berarti telah memecah-belah umat Islam, dan mengikuti cara beragama, pola pikir, dan pemahaman mereka yang pada akhirnya mereka berhak masuk ke dalam ancaman ayat di atas ( Tafsir Ahkamul-Qur`ân, Imam al-Qurthubi (5/367) dan Tafsir Ibnu Katsir (1/842) ).
👉 Dari ‘Umar bin Khaththab berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الاِثْنَيْنِ أَبْعَدُ وَمَنْ أَرَادَ بِحَبْحَةِ الْجَنَّةِ فَعَلَيْهِ بِالْجَمَاعَةِ
Tetaplah bersama jamaah dan waspadalah terhadap perpecahan. Sesungguhnya setan bersama satu orang, namun dengan dua orang lebih jauh. Dan barang siapa yang menginginkan surga paling tengah maka hendaklah bersama jamaah.
👉 Penjelasan dari sahabat Umar diatas sangat jelas, bahwa agar kita selamat ikutlah terhadap jamaah ( mayoritas ulama ), maka dari sini dalam isbat nasab sadah baalawi pun kita ikut ijma ulama agar kita selamat dari fitnah dan rongrongan niat jahat maupun ketetapan yg keliru.
👉Guru dari Hadhratu al-Syaikh Hasyim Asy‘ari, yaitu al-Imam al-‘Allamah
Yusuf bin Ismail an-Nabhani, ini mengatakan dalam kitab Riyadul Jannah Fii Adzakaril Kitab was Sunnah terkait sadah baalawi berdasar ijma adalah shahih sampai ke nabi :
«إن سادتنا آل باعلوي، قد أجمعت الأمة المحمدية في سائر الأعصار و الأقطارِ، على أنهم من أصح أهل بيتِ النبوة نسباً، و أثبتهم حسباً، و أكثرهم علماً و عملاً و فضلاً و أدباً. وهم كلهم من أهل السنة والجماعة، على مذهب إمامنا الشافعي، رضي الله عنه، مع كثرتهم إلى درجةٍ لا يقلون فيها عن مائة ألف إنسانٍ، و مع مجاورة بلادهم، و هي بلاد حضرموت بلادَ الزيدية، و مع تفرقهم في سائر البلاد، ولاسيما بلاد الهند. أما علماؤهم الكبار، وأولياؤهم الأخيار، أصحاب الأنوار والأسرار، في هذا العصر و ما تقدّمه من الأعصار، فهم أكثَر وأنْوَر من نجوم السماء، بهم يحصل لكل من اقتدى بهم الاهتداء، و لا يمتري في صحّة نسبهم، وكثرة فضائلهم ومزاياهُم التي تميزوا بها عن الأنام، ببركة جدهم عليه الصلاة و السلام، إلا من قلَّ حظّه في الإسلام»
"Sesungguhnya para Saadah keluarga Ba’alawi, maka umat Islam di segala era dan penjuru tempat telah sepakat bahwa mereka termasuk yang paling sahih dalam garis keturunan, paling kuat dalam garis keturunan, paling banyak nisbat ilmu, amal, keutamaan dan adab. Mereka semua berasal dari Ahli Sunnah wal Jama’ah, sesuai dengan ajaran Mazhab kita Imam Syafi’i RA, padahal jumlahnya banyak sampai tidak kurang dari seratus ribu, beserta dengan negara tetangga mereka, yaitu wilayah Hadhramaut, wilayah berpenduduk kaum Zaydiah, dan mereka juga tersebar di negara-negara lain, terutama negara India. Adapun ulama-ulama besar mereka dan para wali dari kalangan mereka yang baik, para pemilik cahaya dan rahasia di zaman ini dan di zaman-zaman terdahulu, mereka lebih banyak jumlahnya dan lebih bercahaya dari pada bintang-bintang di langit, dan melalui merekalah setiap orang yang meneladaninya mendapat petunjuk, dan tidak ada keraguan mengenai keabsahan silsilah mereka, dan banyaknya keutamaan serta keistimewaan yang membedakan mereka dengan kaum lain. Dengan restu dari kakek mereka, (Rasulullah) shalawat dan salam kepadanya, bahwa tidaklah meragukan keabsahan nasab Habaib Ba’alawi kecuali orang yang sedikit bagiannya dalam keislaman”.
👉 Penetapan ijma diatas bukan omong kosong, karna ulama dari masa ke masa jelas sepakat akan Shahihnya nasab sadah baalawi ini Seperti Isbatnya para ulama muktabar Nassabah Non-Ba‘alawi yg mengakui terhadap Keabsahan Nasab Sâdah Ba‘alawi diantaranya :
1. Al-Nassabah Muhammad Kazhim bin Abil Futuh al-Yamani
al-Musawi (w. 880 H)
2. Al-Nassabah al-Sayid Muhammad bin al-Husein al-Husaini
al-Samarqandi al-Madani (w. 996 H)
3. Al-Nassabah al-Sayid Dhamin bin Syadqum (hidup pada 1090 H)
4. Al-‘Allamah al-Nassabah Abu ‘Allamah Muhammad bin Abdullah
al-Muayadi al-Hasani (Nassabah Abad Kesebelas)
5. Al-Nassabah al-Hafidz Murtadha al-Zabidi
6. Al-Nassabah Syaikh al-Syaraf al-‘Ubaidili (w. 435 H)
7. Al-Nassabah Abu Abdillah Muhammad al-Thalib al-Maradisi
al-Fasi (w. 1273 H)
8. Al-Nassabah Sayid Mahdi Raja’i
👉Selain para ulama nasabah diatas 👆 terdapat juga Pengakuan dan Kesaksian para Ulama terhadap Keabsahan
Nasab Sâdah Ba‘alawi seperti :
1. Al-Sayid Hasan bin Muhammad al-‘Allal al-Husaini (w. 460 H)
2. Al-Sayid Abul Qasim al-Naffath (w. 490 H)
3. Al-Faqih Hasan bin Rasyid (w. 638 H) 29
4. Musnad Syaikh Umar bin Sa’d al-Dzafari (w. 667 H)
5. Sejarawan Yaman al-Imam Bahauddin al-Janadi al-Yamani
(w. 732 H)
6. Al- Imam Husein bin Abdurrahman al-Ahdal (w. 855 H)
7. Al-Imam al-Muhaddits Abil Abbas Ahmad bin Abdullathif
al-Syarji al-Zabidi al-Hanafi (w. 893 H)
8. Al-Imam al-Muarrikh Abu Muhammad Abdullah bin As’ad bin
Sulaiman al-Yafi’i al-Yamani al-Makki (w. 768 H)
9. Al-Malik al-Abbas bin Ali bin Dawud al-Rasuli (w. 778 H)
10. Al-Imam al-Muarrikh Abil Hasan Ali bin al-Hasan
al-Khazraji (w. 812 H)
11. Al-Syaikh Abdurrahman bin Muhammad al-Khathib
al-Anshari al-Tarimi (w. 855 H)
12. Al-Sakhawi al-Hafidz al-Imam al-Sakhawi r.a. (w. 902 H)
13. Al-Muarrikh Abu Muhammad al-Thayyib bin Abdullah
Bamakhramah al-Hadhrami (w. 947 H)
14. Al-Imam al-Mutawakkil ‘Alallah Yahya bin Syarafuddin
bin al-Mahdi al-Hasani (l. 877 H & w. 965 H)
15. Ibnu Hajar al-Imam al-Faqih Syaikhul Islam Ibnu Hajar
al-Haitami (w. 974 H)
16. Al-Imam Ibnu al-‘Imaduddin al-Hanbali (w. 1089 H)
17. Al-Muarrikh Muhammad Amin bin Fadhlullah al-Muhibbi
al-Dimasyqi (w. 1111 H)
18. Al-Imam Muhammad bin Ismail yang Dikenal dengan al-Amir
al-Shan’ani (w. 1182 H)
19. Al-‘Allamah al-Syaikh Abdullah bin Hijazi al-Syarqawi
(w. 1227 H)
20. Al-‘Allamah al-Sayid Bakri Syatha al-Dimyathi (w. 1310 H)
21. Al-Qadhi Ja‘far bin Abi Bakar al-Lubni al-Hanafi r.a. (w. 1342 H)
22. Al-Syaikh Yusuf bin Ismail al-Nabhani (w. 1350 H)
23. Al-Muhaddits Abuya al-Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki
24. Syaikh Ibrahim Ibnu Manshur
25. Al-Sayid Walid al-‘Uraidhi
👉Selain itu terdapat pula Pengakuan Ulama Besar Nusantara terhadap Status
Ba‘alawi sebagai Dzurriyah Nabi Shalallahu alaihi wasallam seperti :
1. Al-‘Allamah Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1316 H)
2. Hadhratu al-Syaikh K.H. Hasyim Asy‘ari (w. 1366 H)
3. Al-‘Allamah Syaikh Abdul Hamid Kudus (w. 1334 H)
4. K.H. Soleh Darat (w. 1903 M)
5. Al-‘Allamah Syaikh Mahfudz al-Turmusi al-Jawi (w. 1920 M)
6. Syaikh Mukhtar bin ‘Atharid al-Jawi al-Bogori (w. 1930 M)
7. Prof. Dr. Abdul Malik Karim Amrullah/Buya Hamka (w. 1981 M)
8. Al-‘Allamah K.H. Abdullah bin Nuh (w. 1987 M)
9. Musniddunyâ’ al-Syaikh Yasin al-Fadani (w. 1990 M)
10. K.H. Muhammad Zaini Abdul Ghani (Abah Guru Sekumpul
Martapura)
11. K.H. Maimoen Zubair dan Ponpes al-Anwar Sarang
12. Abuya K.H. Uci al-Turtusi bin K.H. Dimyathi (Cilongok)
13. Ulama Madura dan Syaikhana Khalil
14. Prof. Dr. Ustadz Abdul Somad, LC., M.A.
👉 Maka menyempal dari jamaah umat muslim jelas menyempal dari kebenaran, dan jelas hal itu adalah KESESATAN YANG NYATA
__________________
✅2. KESESATAN KYAI IMAD SELANJUTNYA ADALAH MEMBUAT METODE/ KAEDAH SENDIRI DALAM MENGISBAT NASAB TANPA KAEDAH ILMU NASAB YANG BENAR, PENETAPAN KAEDAH SENDIRI TANPA ILMU JELAS AKAN MENJERUMUSKAN PADA KESESATAN
👉 Salah satu kaedah yang digunakan oleh kyai Imad adalah kaedah " HARUS KITAB SEZAMAN ", jika tidak ada kitab sezaman maka menurut kyai Imad nasab sadah baalawi adalah batal, pemahaman semacam ini adalah pemahaman yg sangat sesat menyesatkan, jelas karena menyatakan dan mensyaratkan kaedah isbat nasab harus kitab sezaman maka akan menyebabkan Banyak Silsilah Nasab Runtuh, kaedah atau metode BID'AH " HARUS DENGAN KITAB SEZAMAN ATAU KITAB YANG PALING DEKAT" adalah metode sesat yang mengakibatkan keruntuhan banyak silsilah nasab ahli bait yang diakui para ulama nasab, seperti berikut ini :
1. Silsilah Nabi Muhammad hingga Adnan batal menurut kyai imad karna tidak ada kitab sezaman
👉Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim binAbdu Manaf bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalibbin Fihir bin Malik bin Nadhir bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah
bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
👉 Jika kesahihan nasab Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam harusditetapkan dengan kitab sezaman, runtuhlah silsilah Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam hingga Adnan. Adakah kitab nasab sezaman di setiap generasi yang menetapkan bahwa Ma’ad anak dari Adnan, Nizar anak dari Ma’ad, Mudhar anak dari Nizar, Ilyas anak dari Mudhar, Mudrikah anak dari Ilyas, Khuzaimah anak dari Mudrikah, Kinanah anak dari Khuzaimah, dan seterusnya. Nama-nama tersebut baru tertulis pada kitab-kitab hadis dan sejarah yang mulai dikodifikasi pada abad ketiga Hijriah.
2. Keturunan al-Bukhari al-Musawi yang Bernama Ahmad bin Abdullah batal karna tidak pakai kitab sezaman
👉Berdasarkan hasil diskusi, beberapa keturunan Sunan Gunung Jati di
Benda Kerep, Cirebon, mengatakan bahwa Walisongo adalah keturunan al-Bukhari al-Musawi dari jalur Ja‘far bin Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawwad bin Ali al-Ridha bin Musa al-Kazhim. Bagaimana kesahihan jalur Walisongo dari al-Bukhari al-Musawi dengan menggunakan metode bid‘ah kyai Imad yaitu haruskonfirmasi dengan kitab sezaman atau yang paling dekat?
👉Leluhur Walisongo, berdasarkan klaim forum di Benda Kerep itubernama Jamaluddin Husain al-Akbar bin Mahmud Nasirudin bin Husin Jalaluddin Makhdum bin Ahmad Kabir bin Husin Jalaluddin al-Bukhari bin Ali bin Ja‘far bin Muhammad bin Mahmud bin Ahmad bin Abdullah bin Ali bin Ja‘far bin Imam Ali al-Hadi bin Imam Muhammad al-Jawwad bin Imam
Ali al-Ridha bin Imam Musa al-Kazhim.
Abdullah bin Ali bin Ja‘farbin Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawwad bin Ali al-Ridha bin Musa al-Kazhim memiliki anak yang bernama Ahmad (w. 388 H), sezaman dengan Imam Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir yang wafat tahun 383 Hijriah. Pada kitab al-Tahdzîb halaman 149 tertulis hanya nama Muhammad sebagai anak dari Abdullah bin Ali bin Ja‘far bin Ali al-Hadi. Pada kitab al-Majdî halaman 331 tertulis hanya nama Muhammad sebagai anak dari Abdullah bin Ali bin Ja‘far bin Ali al-Hadi.
👉 Kitab al-Syajarah al-Mubârakah karya Imam al-Razi (w. 606 H) halaman
94 menyatakan bahwa Abdullah bin Ali bin Ja‘far (digelari al-Kadzdzâbatau al-Tawwâb) bin Ali al-Hadi tidak mempunyai anak bernama Ahmad.
Kutipan dari kitab itu sebagai berikut:
“Sementara itu, anak-anak Abdullah adalah tokoh dan terkenal di Baghdad. Anaknya bernama Muhammad al-Asyqar al-Naqib di Masyhad Maqabir al-Nazhur, dan semua anak keturunan (Abdullah) darinya (Muhammad).” (Kitab al-Syajarah al-Mubârakah karya Imam al-Razi (w. 606 H) halaman 94).
👉 Dari kutipan di atas, Imam al-Razi tegas menyebutkan bahwa Abdullah bin Ali bin Ja‘far bin Ali al-Hadi hanya mempunyai anak Muhammad. Al-Razi menyebutkan jumlah anak Abdullah bin Ali bin Ja‘far bin Ali al-Hadi dengan menggunakan jumlah ismiyah yang menunjukkan ta‘kid (kuat). Abdullah bin Ali bin Ja‘far bin Ali al-Hadi tidak punya anak bernama Ahmad dan tidak punya cucu bernama Mahmud.
👉 Dari sini, kesempatan masuk nama lain sudah tertutup menurut metode kyai mad kecuali ada kitab sezaman yang menuliskan nama Ahmad. Jarak waktu antara al-Razi yang wafat tahun 606 Hijriah sampai wafat Abdullah bin Ali bin Ja‘far bin Ali al-Hadi selama 218 tahun tidak ada riwayat, tidak ada kisah, tidak ada kabar bahwa Abdullah bin Ali bin Ja‘far bin Ali al-
Hadi memiliki anak yang bernama Ahmad dan cucu yang bernama Mahmud. Siapa mereka berdua, yang kemudian diberitakan oleh anak keturunannya sebagai cucu Nabi Muhammad Saw.?
👉 Pada halaman 159 kitab al-Ashîlî, Ibnu al-Thaqthaqi (w. 709 H) tidak menuliskan nama Ahmad bin Abdullah bin Ali bin Ja‘far bin Imam Ali al- Hadi. Muhammad Kazhim bin Abil Futuh al-Yamani al-Musawi (w. 880 H) dalam al-Nafhah al-Anbariyah halaman 74 tidak menuliskan nama Ahmad
bin Abdullah bin Ali bin Ja‘far bin Imam Ali al-Hadi. Pada kitab Bahr al-Ansâb halaman 25 karangan al-Najafi (wafat abad ke-10 H) terdapat catatan yang menuliskan nama Ahmad sebagai anak dari Abdullah bin Ali bin Ja‘far bin Ali al-Hadi.
👉 Bila dihitung dari tahun wafat Abdullah bin Ali bin Ja‘far bin Ali al-Hadi pada abad ke-4 Hijriah sampai dengan tertulisnya nama Ahmad pada kitab Bahr al-Ansâb pada abad ke-10, terdapat riwayat yang terputus selama enam abad atau 600 tahun. Di samping itu, tidak ada satu pun kitab sejarah yang menuliskan silsilah atau biografi Ahmad ini. Berdasarkan hal ini, calonleluhur Walisongo dari jalur al-Bukhari al-Musawi dapat dikatakan bukan keturunan Nabi Muhammad Saw.
👉Calon leluhur Walisongo versi kyai Imaduddin dkk, yang bernama Ahmad
(w. 388 H) tidak tercatat dalam kitab-kitab sezaman atau yang mendekatinya sebagai anak Sayid Abdullah bin Ali bin Ja‘far al-Kadzdzab. Kesimpulannya, kitab-kitab nasab dan sejarah telah banyak ditulis pada abad ke-4 hingga ke-9 Hijriah, namun tidak ada satu pun yang menuliskan bahwa Abdullah bin Ali bin Ja‘far al-Kadzdzab mempunyai anak bernama Ahmad. Tidak ada satu pun kitab yang ditulis mulai abad ke-4 hingga ke-9 Hijriah yang menuliskan
anak dari Ahmad bin Abdullah bin Ali bin Ja‘far al-Kadzdzab yang bernama
Mahmud hijrah ke Bukhara.Selain itu, tidak ada satu kitab pun dari abad ke-4 hingga ke-9 Hijriah yang menuliskan nama-nama keluarga al-Bukhari al-Musawi sebagai
keturunan Rasulullah Saw., yang di antaranya Ahmad, Mahmud, Muhammad,
Ja‘far, Ali, Husin Jalaluddin, Ahmad Kabir, dan Husin Jalaluddin.
👉 nama tersebut tidak dituliskan dalam kitab nasab sezaman yang ditulis pada zamannya masing-masing sebagai keturunan Rasulullah Saw. Kitab referensi pertama yang menuliskan nama-nama mereka sebagai keturunan Rasulullah Saw. adalah kitab Bahr al-Ansâb yang disusun pada abad ke-10 Hijriah. Jika kesahihan nasab Sunan Gunung Jati harus ditetapkan dengan kitab sezaman, runtuhlah silsilah Walisongo (Sunan Gunung Jati), dll
👉 Metode / kaedah harus kitab sezaman ini, kalau mau kita pakai jelas sesat menyesatkan
____________________
✅ 3. KESESATAN SELANJUTNYA DARI KYAI IMAD ADALAH MENYATAKAN METODE ILMI NASAB YANG DISEPAKATI ULAMA NASAB SEPERTI SYUHRAH AL ISTIFAHDAH TIDAK DAPAT DIGUNAKAN
❌ Kyai Imaduddin menyatakan dalam pendapatnya bahwa syuhrah wa al-istifâdhah tidak dapat digunakan jika
bertentangan dengan sumber-sumber sezaman.
👉 Pendapat dan pernyataan kyai Imad jelas keliru dan sesat menyesatkan, karena jelas kyai Imad ini memelintir metode yg sudah disepakati ulama, kenapa dikatakan memelintir ? Karena jelas
✅Pertama, Imaduddin memelintir seolah sumber-sumber sezaman menunjukkan data yang bertentangan dengan syuhrah istifâdhah nasab Ba‘alawi, padahal tidak ada satu pun sumber sezaman dan seterusnya yang menafikan Ba‘alawi. Beberapa kitab yang tidak menyebutkan Ubaidillah binAhmad sama sekali bukan berarti menafikan.
✅Kedua, dalam ilmu nasab, syuhrah (kepopuleran) justru membuat satu nasab diterima sebagai nasab yang valid meskipun ada nama dalam rangkaian silsilah tersebut yang tidak disebutkan dalam kitab mana pun. Nasab yang seperti itu disebut masyhûrun al-nasab (nasab yang terkenal), dan itu bersumber dari hadis Rasulullah Saw. syuhrahadalah satu metode penetapan nasab yang mujma‘ ‘alaih, sesuai dengan penjelasan al-Nassabah Ibrahim bin Manshur, ahli teori nasab yang kitabnya sering dirujuk oleh Imaduddin dalam berbagai tulisannya, Penggunaan syuhrah dan istifâdhah sebagai salah satu mekanisme penetapan nasab didasarkan pada sebuah hadis yang mengisahkan Rasulullah Saw mengakui kaum Abdu al-Qais sebagai keturunan Rabi’ah al-Adnaniyah. Ibn Abbas r.a. berkata, “Pada saat delegasi Abdu al-Qais sowan menghadap Nabi Muhammad Saw., beliau bertanya, kaum siapa ini? Mereka menjawab, Rabi’ah. Lantas, Nabi Saw. bersabda, selamat datang kaum keturunan Rab’iah.” (HR Bukhari-Muslim).
👉 Pakar nasab menilai hadis ini sebagai dalil paling sharîh bahwa nasab dapat ditetapkan dengan metode syuhrah dan istifâdhah. Setidaknya ada tiga alasan yang dikemukakan oleh pakar nasab ,:
1. Nabi Muhammad Saw. tidak sezaman dengan Rabi’ah. Jarak kelahiran antar keduanya 500 tahun lebih.
2. Arab pada masa Jahiliah dikenal sebagai bangsa yang tidak mencatat nasab mereka ke dalam catatan tertentu. Mereka menerima silsilah nasabnya dari informasi, perbincangan, cerita, dan kabar populer yang bersumber dari orangtua, keluarga, kakek-nenek, masyarakat sekitar,
dan internal kaum secara turun-temurun (tasâmu’). Mereka menjaga nasab tersebut dengan cara menghafal dan menjelaskan kepada generasi berikutnya.
3. Saat mengakui Abdu al-Qais sebagai keturunan Rabi’ah, Rasulullah Saw. cukup berpijak dengan kabar yang sudah tersebar luas di kalangan bangsa Arab jika Abdu al-Qais adalah keturunan Rabi’ah. Beliau tidak menanyakan atau memerintahkan untuk mengecek informasi lebih lanjut terkait data terperinci catatan nasab mereka ( Syarif Ibrahim bin Manshur al-Hasyimi, al-Ifâdhah fî Adillati Tsubuti al-Nasab wa Nafyuhu bi al-Syuhrah wa al-Istifâdhah, Beirut: al-Maktabah al-Islami, 2019, hal. 35 ).
👉Perhatikan keterangan pakar nasab di atas dan coba bandingkan dengan nalar berpikir Imaduddin Utsman.
sumber Aqidah Salaf
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik