Langsung ke konten utama

Solusi waktu beli hewan agar tidak menjadi qurban wajib

 


Rumusan Obrolan Santai Santri:
*Rumusan final*
*group obrolan santai santri*

*Solusi waktu beli hewan agar tidak menjadi qurban wajib*

*Deskripsi masalah*
Menurut saya, qurban wajib adalah qurban yang wajib dilaksanakan misalnya dengan sebab nadzar. Sedangkan qurban pada dasarnya sunah. Yaitu menyembelih hewan ternak qurban pada tanggal 10, 11, 12 dan 13 bulan Idul Adha. Orang yang berqurban sunat bisa memakan dagingnya sekedar sampai 1/3 bagian. Yang saya belum jelas begin, Semisal, saya beli kambing (akan saya jadikan qurban). Tiba-tiba tetangga saya bertanya: 'Beli kambing untuk apa pak? Saya menjawab *untuk saya jadikan qurban.*

Nah, kata pak Kyai tetangga saya, karena saya sudah berkata seperti jawaban diatas, qurban saya telah berubah menjadi qurban nadzar. Saya lalu heran, mengapa barang yang asalnya sunat (qurban sunat) hanya karena saya katakan saja sudah berubah menjadi qurban nadzar yang sifatnya wajib. Karena sudah menjadi wajib, barang tentu saya tidak bisa makan dagingnya barang sedikitpun.

Timbul pertanyaan dalam hati. Salat tahajud itu sunat. Misalnya karena sudah berkata 'nanti malam saya akan salat tahajud' apakah salat tahajud yang tadinya sunat bisa berbah menjadi wajib? Hanya karena sudah saya katakan sebelumnya?

*Pertanyaan*:

1.Benarkah apa yang dikatakan pak Kiyai tetangga saya itu?
*2.Apakah barang sunah karena sudah dikatakan seperti tadi bisa berubah menjadi wajib?*
3.Bagaimana solusinya supaya qurban sunah bisa terhindar dari wajib, sehingga saya bisa makan dagingnya hingga 1/3 bagian?

*Jawaban*
______

1.Dapat dibenarkan, sebab,, ucapan _"untuk saya jadikan qurban"_ sebagaimana deskripsi diatas, serupa dengan kalimat "جعلتها اضحية" yg dalam hal ini konsekwensi hukumnya menjadi qurban wajib, sebab,, shighot ja'lu statusnya sebagaimana nadzar

Sedangkan ucapan yang bukan berupa sighot ja'lu seperti هذه اضحية terdapat khilaf, menurut imam ibnu hajar dan imam romli meskipun tujuannya ikhbar (bagi orang awam) tetap termasuk nadzar, beda dengan pendapatnya sayyid umar al bashry....

*Catatan*:
menanggapi ucapan “ini hewan kurban” sebagai berikut:

1. Sebagian Ulama’ menyatakan bahwa ungkapan semacam itu menyebabkan “ta’yin” yang berujung pada status hewan kurban menjadi wajib (bukan kurban sunah).
2. Sebagian Ulama’ menyatakan diperinci sebagai berikut:
• Jika bermaksud memberi kabar, maka tidak terjadi “ta’yin”
• Jika tidak bermaksud demikian, maka terjadi “ta’yin” dan berakibat status hewan kurban menjadi wajib.
3. Sebagian Ulama’ menyatakan tidak terjadi “ta’yin”.

✓jadi Jika ucapan "ini kurbanku" itu tujuannya adalah ikhbar, maka tidak menjadi qurban nadzar. Jika dalam perkataan pemilik hewan, dia bermaksud untuk memberi kabar (ikhbar), maka hukum hewannya tetap menjadi qurban sunnah, ini berarti hewannya boleh dijual maupun diganti yang lain. Namun jika dalam perkataannya pemilik bermaksud untuk kurban wajib (nadzar, iqror), maka hukum kurbannya menjadi wajib, hewan tersebut tidak boleh dijual maupun diganti dengan hewan lain, bila mati maka wajib mengganti.

🖍️jadi kalau mengikuti qoul jadid berhukum menjadi hewan qurban wajib hanya bisa dengan ucapan
🖍️ bila mengikuti qoul qodim ada 3 wajah  :
1. menjadi hadyu atau udhiyah dengan niat tersebut tidak yang lain seperti puasa.
2. tidak menjadi udhiyah sehingga di sandarkan pada niat yang menyertai atau isy'ar dan hal ini adalah manshus dalam qodim agar ditemukan dua perkara Yaitu dhohir dan batin
3. bahwa kambing yang dibeli tersebut tidak menjadi hadyu atau udhiyah kecuali dengan niat disertai penyembelihan.

✍️*catatan penjelasan*:

✓👉jadi Jika ucapan "ini kurbanku" itu tujuannya adalah ikhbar, maka tidak menjadi qurban nadzar. Jika dalam perkataan pemilik hewan, dia bermaksud untuk memberi kabar,  maka hukum hewannya tetap menjadi qurban sunnah, ini berarti hewannya boleh dijual maupun diganti yang lain. Namun jika dalam perkataannya pemilik bermaksud untuk kurban wajib, maka hukum kurbannya menjadi wajib, hewan tersebut tidak boleh dijual maupun diganti dengan hewan lain, bila mati maka wajib mengganti.

✓👉Dalam nadzar qurban ada dua macam, yaitu nadzar haqiqi dan nadzar hukmi.

✒️Contoh Nadzar Haqiqi:
✔Untuk Allah wajib atasku berqurban dengan hewan ini.
✔Untuk Allah wajib kurban atasku.

✒️Contoh Nadzar Hukmi :
✔Hewan ini adalah hewan qurban.
✔Aku jadikan ini sebagai hewan qurban.
✔Menjawab pertanyaan: “Untuk apa kambing itu?” Jawab: “untuk qurban”.

✏️ Dalam kasus diatas adalah termasuk nadzar hukmi , akan tetapi perkataan “Untuk apa kambing itu?” dijawab: “untuk qurban” menurut Imam Al-Syibromalisi adalah masih ditolelir bagi orang awam sehingga tidak menjadi nadzar. Dan juga Sayyid Umar Al-Bashri menjelaskan bahwa letak menjadi nadzar adalah ketika tidak ada tujuan memberi kabar, jika ada tujuan memberi kabar maka belum dikatakan sebagai nadzar.
🖍️ hewan qurban wajib (dalam artian nadzar dengan niat) intinya : ada yang mengatakan orang yang berkurban wajib (nadzar dengan niat) tersebut boleh memakan sebagian dari daging kurbannya, namun tidak ada kejelasan apakah hal ini juga berlaku untuk masalah memberikannya pada orang kaya.

*KESIMPULAN*
       Kasus diatas termasuk nadzar menurut Imam Ibnu Hajar dan Imam Romli , tapi menurut sebagian Ulama Muta'akhirin yaitu Imam Al-Syibromalisi bukan termasuk nadzar jika untuk orang awam. Dan menurut Sayyid Umar Al-Bashri bukan termasuk nadzar jika tujuannya hanya memberi kabar (ini sesuai pendapat qoul qodim) Dan menurut Imam Al-Adzro'i jika ia niatnya qurban sunah, maka tidak menjadi qurban wajib.

*SOLUSINYA*:

Jika ditanya: untuk apa hewan itu ?, jawab saja " Untuk disembelih pada hari raya "
Pengertian nadzar sudah di uraikan tadi maka sekarang penjelasan KURBAN NADZAR

🖍️Yang termasuk qurban nadzar sebenarnya adalah seperti :
✓ apabila seseorang berkata: 'Demi Allah wajib atasku berqurban dengan ini' maka ucapan itu jelas sebagai nadzar sejak awal. Hal ini sebagaimana apabila seseorang berkata 'Demi Allah wajib atasku qurban" atau secara hukum sebagai nadzar.
✓ Seperti bila seseorang berkata: Ini adalah hewan qurban' atau diucapkan 'Aku menjadikan ini sebagai hewan qurban'. Maka ini adalah wajib disebabkan kata 'menjadikan', akan tetapi dalam konteks hukmiyah yang dinadzari.

*Referensi:*

🖍️ حاشية البيجوري ج ص ٢٩٦

قوله ولا تجب الأضحية إلا بالنذر) أي حقيقة أو حكما . فالأول كقوله "لله علي أن أضحي بهذه" والثاني كقوله جعلت هذه أضحية فالجعل بمنزلة النذر بل متي قال هذه أضحية صارت واجبة  وان جهل ذلك.فما يقع من العوام عند سؤالهم عما يريد التضحية به من قولهم " هذه أضحية " تصير به واجبة ويحرم الأكل منها. ولا يقبل قولهم أردنا التطوع بها خلافا لبعضهم وقال الشبراملسي لا يبعد إغتفار ذلك للعوام وهو قريب لكن ضعفه مشايخنا فالجواب المخلص من ذلك أن يقول المسؤول نريد أن نذبحها يوم العيد

🖍️  بشرى الكريم ص ٦٩٤

و (لا تجب) الأضحية (إلا بالنذر) كسائر القرب، كـ (لله عليَّ)، أو (عليَّ أن أضحي بهذه أو بشاة)، أو (إن ملكت شاة .. فعليَّ أن أضحي بها)، بخلاف: (إن ملكت هذه .. فعلي أن أضحي بها)؛ لأن المعين لا يثبت في الذمة.
(وبقوله: "هذه أضحية"، أو *"جعلتها أضحية"* )؛ لزوال ملكه عنها بمجرد التعيين، كما لو نذر التصدق بمال عينه، ولزمه ذبحها في وقتها أداءوإنما لم يزل ملكه عن قِنًّ نَذَرَ أن يعتقه إلا بإعتاقه وإن لزمه؛ لأن الملك هنا ينتقل للمساكين، وثَمَّ لا ينتقل، بل ينفك عنه اختصاص الآدميين.وإنما لم يجب الفور في أصل النذور والكفارات؛ لأنها مرسلة في الذمة وما هنا في عين، وهي لا تقبل التأخير كما لا تقبل التأجيل وألحق به ما في الذمة، كعليَّ أن أضحي بشاة؛ لأن الغالب هنا التعيين وخرج بقوله: (هذه أضحية) نية ذلك بلا لفظ فلغو، ولا يحتاج مع قوله: هذه أضحية لنية، بل لا عبرة بنية خلافه؛ لأنه صريح.
*فما يقع في العامة من قولهم: (هذه أضحية) جاهلين ما يترتب على ذلك، بل وإن قصدوا الإخبار .. تصير به منذورة كما في (حج) و (م ر).*
*لكن قال السيد عمر البصري: محله ما لم يقصد الإخبار، وإلا .. لم تتعين*

🖍️حاشية الشرقاوى ج٢ص٤٦٥

ويشترط أيضالهانية عند ذبح او قبله عند تعيين لها لمايضحى به سواء كانت تطوعااوالواجبة بنحو جعلتها أضحيةاوبتعيينهاله عن نذر لا فيماعين لها بنذر ابتداء فلايشترط لهانية،ومعلوم ان النيةبالقلب وتسن باللسان فيقول نويت الأضحية المسنونة اواداءسنةالتضحية فى المسنونةاوالواجبةفإن اقتصرعلى نحو أضحية صارت واجبةيحرم الأكل منها ولومن جاهل قال م ر وحنئذ فمايقع فى السنة العوام كثيرامن شرائهم مايريدون

التضحيةبه من اوائل السنةوكل من سألهم عنها يقولون له هذه أضحية مع جهلهم بمايترتب على ذالك من الأحكام يصيربه أضحية واجبة يمنع عليه أكلها منها

🖍️ بغية المسترشدين ص ٢٥٨-٢٥٩
مسألة : ب) : ظاهر كلامهم أن من قال : هذه أضحية أو هي أضحية أو هدي تعينت وزال ملكه عنها ، ولا يتصرف إلا بذبحها في الوقت وتفرقتها ، ولا عبرة بنيته خلاف ذلك لأنه صريح قال الأذرعي : كلامهم ظاهر في أنه إنشاء وهو بالإقرار أشبه ، واستحسنه في القلائد قال : ومنه يؤخذ أنه *إن أراد أني أريد التضحية بها تطوعاً كما هو عرف الناس المطرد فيما يأخذونه لذلك حمل على ما أراد* *وقد أفتى البلقيني والمراغي بأنها لا تصير منذورة بقوله : هذه أضحيتي بإضافتها إليه ، ومثله : هذه عقيقة فلان ، واستشكل ذلك في التحفة ثم ردّه ، والقلب إلى ما قاله الأذرعي أميل*

🖍️ البيان في مذهب الإمام الشافعي  ج ٤ ص ٤٥٣

ﺇﺫا اﺷﺘﺮﻯ ﺷﺎﺓ ﺑﻨﻴﺔ ﺃﻧﻬﺎ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﻣﻠﻜﻬﺎ ﺑﺎﻟﺸﺮاء، ﻭﻟﻢ ﺗﺼﺮ ﺃﺿﺤﻴﺔ.
ﻭﻗﺎﻝ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ: (ﺗﺼﻴﺮ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﺑﺬﻟﻚ) دﻟﻴﻠﻨﺎ: ﺃﻥ ﻋﻘﺪ اﻟﺒﻴﻊ ﻳﻮﺟﺐ اﻟﻤﻠﻚ، ﻭﺟﻌﻠﻬﺎ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﻳﺰﻳﻞ اﻟﻤﻠﻚ، ﻭاﻟﺸﻲء اﻟﻮاﺣﺪ ﻻ ﻳﻮﺟﺐ اﻟﻤﻠﻚ ﻭﺯﻭاﻟﻪ ﻓﻲ ﻭﻗﺖ ﻭاﺣﺪ ﻣﻌﺎ، ﻛﻤﺎ ﻟﻮ اﺷﺘﺮﻯ ﺷﻴﺌﺎ ﺑﻨﻴﺔ ﻭﻗﻔﻪ ﺃﻭ اﺷﺘﺮﻯ ﻋﺒﺪا ﺑﻨﻴﺔ ﻋﺘﻘﻪ.ﺇﺫا ﺛﺒﺖ ﻫﺬا: ﻓﺄﺭاﺩ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻠﻬﺎ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﻓﻬﻞ ﻳﻔﺘﻘﺮ ﺇﻟﻰ اﻟﻘﻮﻝ؟ ﻓﻴﻪ ﻗﻮﻻﻥ:[ اﻷﻭﻝ]  ﻗﺎﻝ ﻓﻲ اﻟﺠﺪﻳﺪ(ﻻ ﺗﺼﻴﺮ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﻘﻮﻝ) ﻭﻫﻮ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ: ﻫﺬﻩ ﺃﺿﺤﻴﺔ، ﺃﻭ ﺟﻌﻠﺘﻬﺎ ﺃﺿﺤﻴﺔ؛ ﻷﻧﻪ ﺇﺯاﻟﺔ ﻣﻠﻚ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ اﻟﻘﺮﺑﺔ، ﻓﺎﻓﺘﻘﺮ ﺇﻟﻰ اﻟﻘﻮﻝ، ﻛﺎﻟﻮﻗﻒ ﻭاﻟﻌﺘﻖ و [اﻟﺜﺎﻧﻲ]  ﻗﺎﻝ ﻓﻲ اﻟﻘﺪﻳﻢ: (ﺇﺫا ﻧﻮﻯ ﺃﻧﻬﺎ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﺻﺎﺭﺕ ﺃﺿﺤﻴﺔ) ﻟـ: (ﺃﻥ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﻠﺪ ﺑﺪﻧﻪ ﻭﺃﺷﻌﺮﻫﺎ) . ﻭﻟﻢ ﻳﻨﻘﻞ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ: ﺇﻧﻬﺎ ﻫﺪﻱ.واﻷﻭﻝ ﺃﺻﺢ؛ ﻷﻧﻪ ﻳﺤﺘﻤﻞ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ اﻟﻨﺒﻲﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﺘﻄﻮﻋﺎ ﺑﻬﺎﻭﻟﻢ ﻳﻨﺬﺭﻫﺎ، ﻓﻠﺬﻟﻚ ﻟﻢ ﻳﻨﻄﻖ، ﺃﻭ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻗﺪ ﺃﻭﺟﺒﻬﺎ ﻟﻔﻈﺎ، ﻭﻟﻢ ﻳﻨﻘﻠﻪ اﻟﺮاﻭﻱ، ﺃﻭ ﻟﻢ ﻳﺴﻤﻌﻪ ﺃﺣﺪ.
ﻓﺈﺫا ﻗﻠﻨﺎ ﺑﻘﻮﻟﻪ اﻟﺠﺪﻳﺪ ﻓﻼ ﻛﻼﻡ.
ﻭﺇﻥ ﻗﻠﻨﺎ ﺑﺎﻟﻘﺪﻳﻢ: ﻭﺃﻧﻬﺎ ﺗﺼﻴﺮ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﺃﻭ ﻫﺪﻳﺎ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ ﻓﻔﻴﻪ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻭﺟﻪﺃﺣﺪﻫﺎ ﺗﺼﻴﺮ ﻫﺪﻳﺎ ﺃﻭ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ ﻻ ﻏﻴﺮ، ﻛﺎﻟﺼﻮﻡ.
ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ: ﻻ ﺗﺼﻴﺮ ﺣﺘﻰ ﻳﻀﺎﻑ ﺇﻟﻰ اﻟﻨﻴﺔ اﻟﺘﻘﻠﻴﺪ ﺃﻭ اﻹﺷﻌﺎﺭ ﻭﻫﻮ اﻟﻤﻨﺼﻮﺹ ﻓﻲ اﻟﻘﺪﻳﻢ ﻟﻴﻮﺟﺪ ﻣﻨﻪ اﻷﻣﺮاﻥ: اﻟﻈﺎﻫﺮ ﻭاﻟﺒﺎﻃﻦ.
ﻭاﻟﺜﺎﻟﺚ: ﺃﻧﻬﺎ ﻻ ﺗﺼﻴﺮ ﻫﺪﻳﺎ ﺃﻭ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ ﻭاﻟﺬﺑﺢ.
ﺇﺫا ﺗﻘﺮﺭ ﻫﺬا: ﻭﺗﻌﻴﻨﺖ اﻝﺃﺿﺤﻴﺔ ﺯاﻝ ﻣﻠﻜﻪ ﻋﻨﻬﺎ، ﻭﻟﻢ ﻳﺠﺰ ﻟﻪ ﺇﺑﺪاﻟﻬﺎ ﺑﻐﻴﺮﻫﺎ.

🖍️ شرح الياقوت النفيس ج٣ص٣٩٨

والاضحية مسنون على قول الجمهور ومن العلماء من يقول كل بيت وانها لاتجب الا بالنذر ونحوه
*قوله ( ونحوه) كقوله هذه اضحية وجعلتها اضحية* وهذا القول لا يحتاج بنية بل لا عبرة بنية خلافه قاله فى التحفة،فيزول ملكه عنها  ولا من غير تفصيل ولايتصرف الا بذبحها فى الوقت وتفريقها،وقال *السيد عمر البصري:ينيغى ان يكون محله  ما لم يقصد الاخبار فان قصده اى هذه الشاة التى اريد التضحية بها فلا تعيين* وقد وقع الجواب كذالك فى نازلة وقعت لهذا الحقير وهي ان شخصا اشترى شاة للتضحية فَلَقِيه شخص اخَر فقال ما هذه؟ فقال اضحيتي اه‍. *واستحسنه فى القلائد اخذا من قول الاذرعي كلامهم ظاهر في انه انشاء وهو بالاقرار اشبه قال سيدنا عبد الله بن حسين بلفقيه: والقلب الى ماقاله الاذرعي اميل*

‌🖍️⁩ الياقوت النفيس ص. ١٨٢
حكم التضحية: أنها سنة عين للمتفرد، وكتابة لأهل كل بيت والها لاتجب إلا بالتفر شروط التضحية أربعة : النعم)، وإجذاع الضان"، أو بلوغه سنة، وبلوغ البقر والمعز سنتين، والإبل خمس سنين، وفهد العيب الذي ينقض المأكولا)(1) وكره لمريدها إزالة شعر وظهر في عشر ذي الحجة وأيام التشريق، ولو أراد التضحية بعدد .. زالت الكراهة بأولها ، وسواء في ذلك الراس والمحبة والإبط والعانة والشارب وغيرها. قال الرملي ، والأغرب أن المراد بأهل البيت من تلزمه نفقتهم، اه. ومعنى كفاية مع كونها تسن لكل سقوط الطلب يفعل الغيرة لا حصول الثواب لمن لم يفعل، قال في التحقة" ومثله في "النهاية ، نعم - ذكر النووي في "شرح مسلم : أنه لو أشرك غيره في ثوابها . . جاز (۲) مجری من واحد(3) ك الله علي، أو على أن أضحي بهده (4) كقوله: هذه أصحـة، أو جعلتها أضحية، *وهذا القول لا يحتاج لنية، بل لا عبرة بنية خلافه،* قاله في "التحفة ، فيزول ملكه عنها من غير تفصيل، ولا يصرف إلا بذيحها في الوقت وتفرقتها
وقال السيد عمر المصري ينعي أن يكون محله ما لم يقصد الإخبار، فإن قصده . اوي هذه الشاة التي أريد التضحية بها ، فلا تعيين، وقد وقع الجواب كذلك نازلة وقعت لهذا الحقير، وهي: أن شخصا اشترى شاء للتضحية فلقيه شخص فقال: ما هلها فقال: أضحيتي، اه.
واستحسنه في القلائد اعلاء من قول الأذرع كلامهم طاهر في أنه إنشاء، وهو بالإقرار اشبه، قال سيدنا عبد الله بن حسين بلفقيه ، والقلب إلى ما قاله الأذرعي أمل (5) قال الباجوري: وعن ابن عباس أنه يكفي إراقة الدم ولو من دجاج أو أور ، كما قاله الميداني، وكان شيخنا رحمه الله يأمر الفقير بتقليده، ويقيس على الأضحية العقيقة ويقول لمن ولد له مولود : عن بالديكه على ملعب ابن عباس ،

🖍️بغية المسترشدين ج ١ص ٥٤٨
مسألة : ب) : ظاهر كلامهم أن من قال : هذه أضحية أو هي أضحية أو هدي تعينت وزال ملكه عنها ولا يتصرف إلا بذبحها في الوقت وتفرقتهاولا عبرة بنيته خلاف ذلك لأنه صريح  قال الأذرعي : كلامهم ظاهر في أنه إنشاء وهو بالإقرار أشبه واستحسنه في القلائد قال : ومنه يؤخذ أنه إن أراد أني أريد التضحية بها تطوعاً كما هو عرف الناس المطرد فيما يأخذونه لذلك حمل على ما أراد ، وقد أفتى البلقيني والمراغي بأنها لا تصير منذورة بقوله : هذه أضحيتي بإضافتها إليه ، ومثله : هذه عقيقة فلان ، واستشكل ذلك في التحفة ثم ردّه ، والقلب إلى ما قاله الأذرعي أميل

Dzahir pernyataan mereka, sesungguhnya orang yang berkata “Ini adalah hewan kurban atau ia adalah hewan hadyu”, maka hewan tersebut menjadi tertentukan (ta’yin) dan dengan serta Merta kepemilikannya dari hewan tersebut menjadi hilang, dan tidak boleh didistribusikan kecuali dengan menyembelih dalam waktu yang di tertentukan dan membagikannya, dan niat yang berbeda tidak menjadi pertimbangan hukum, karena telah jelas. Imam al-Adzra’i berkata “Pernyataan mereka telah jelas bahwa itu adalah kalam “insya’” yang serupa dengan “iqrar”. Dan di dalam kitab “al-Qalaid”, beliau membenarkan (jika terdapat klarifikasi) bahwa yang saya kehendaki adalah “kurban sunah” sebagaimana yang berlaku dikalangan masyarakat, maka diarahkan pada maksudnya (memberi kabar). Imam al-Bulqini dan Imam al-Maraghi berfatwa bahwa tidak menjadi nadzar dengan ungkapan “Ini kurbanku”, demikan juga “Ini aqiqah fulan”.

🖍تحفة المحتاج ج ٤ص ٥٥

( قَوْلُهُ : أَوْ هَذِهِ أُضْحِيَّةٌ إلَخْ ) يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ مَحَلُّهُ مَا لَمْ يَقْصِدْ الْإِخْبَار فَإِن قَصَدَهُ أَيْ هَذِهِ الشَّاةَ الَّتِي أُرِيدَ التَّضْحِيَةُ بِهَا فَلَا تَعْيِينَ ا هـ .

Penjelasan Mushonif :  “Ini adalah hewan kurban”, maka seyogyanya letak penentuan (penta’yinan) adalah ketika tidak bermaksud memberi kabar. Jika (dengan ucapan tersebut) bermaksud memberi kabar yakni bermaksud “Kambing ini adalah kambing yang hendak aku jadikan sebagai kurban”, maka tidak ada unsur penentuan (ta’yin).

🖍️سليمان الكردي ج٢ ص٢٠٤

وَقَالَ العَلاَّمَةُ السَّيِّد عُمَرُ البَصْرِى فِى حَوَاشِ التُّحْفَةِ يَنْبَغِى أَنْيَكُونَ مَحَلُّهُ مَالَمْ يَقْتَصِدُ الأَخْبَارُ فَإنْ قَصَدَهُ اى هَذِهِ الشَّاةَ الَّتِى أُرِيْدُ التَّضْحِيَةِ بِهَا فَلاَ تَعْيِيْنَ وَقَدْ وَقَعَ الجَوَابُ كَذَالِكَ فِى نَازِلَةٍ وَقَعَتْ لِهَذَا الحَقِيْر وَهِيَ اشْتَرَى شَاةً لِلتَّضْحِيَةِ فَلَقِيَهُ شَحْصٌ آخَرَ فَقَالَ مَاهَذِهِ فَقَالَ أُضْحِيَتِى.

Al-Allamah al-Sayid Umar al-Bashriy dalam mengomentari uraian di dalam kitab “Tuhfatul Muhtaj” menyatakan bahwa seyogyanya letak status “nadzar” itu ialah selagi tidak bermaksud memberi kabar. Jika memang bermaksud memberi kabar “kambing ini yang saya maksudkan untuk qurban”, maka tidak ada penentuan dan berlakulah jawaban. Demikian pula dalam peristiwa yang terjadi pada seseorang yang membeli kambing untuk digunakan qurban lalu bertemu dengan orang lain kemudian bertanya: “Apa ini?” Maka ia menjawab “Qurbanku”.

🖍️بشرة الكريم ٢/ ١٢٤

فما يقعون من العامة هذه ضحية جاهلين مايترتب على ذلك بل وان قصدوا الاخبار تصير به منذورة كما في حج م ر لكن قال السيد عمر البصري محله مالم يقصد الاخبار والا لم تتعين.

🖍️ عمدة المفتي والمستفتي ج٣ص٥٣
مَسْأَلَةٌ اِشْتَرَى مَا يُجْزِئُ فِي الْأُضْحِيَّةِ وَقَالَ أُرِيْدُ هَذِهِ أُضْحِيَّةً
لَمْ تَصِرْ أُضْحِيَّةً بِحَيْثُ يَجِبُ عَلَيْهِ ذَبْحُهَا فِيْ وَقْتِهَا لِأَنَّهَا لَيْسَتْ صِيْغَةَ إِنْشَاءٍ
وَإِنَّمَا هِيَ لِمُجَرَّدِ الْإِخْبَارِ فَلَا تَصِيْرُ أُضْحِيَّةً كَمَا يُفِيْدُهُ كَلَامُ التُّحْفَةِ بِخِلَافِ نَحْوِ جَعَلْتُهَا أُضْحِيَّةً
أَوْ هَذِهِ أُضْحِيَّةٌ فَإِنَّهُ مَحْضُ إِنْشَاءٍ وَالْتِزَامٍ

Jika seseorang membeli hewan yang layak dijadikan kurban kemudian ia berkata:
aku akan menghendaki ini (hewan) untuk udhiyah (daging qurban)
Maka ucapan tersebut tidak menjadikan udhiyah (daging qurban) dimana diharuskan atasnya disembelih diwaktu udhiyah karena perkataan tersebut bukanlah shighot insya' (ungkapan kesanggupan untuk berkurban), namun hanya sebatas memberi kabar (shighot ihbar) maka perkataan tersebut tidak menjadi udhiyah sebagaimana yang ditunjukkan oleh Tuhfah namun berbeda dengan

semisal: aku telah menjadikan (hewan qurban tersebut) sebagai udhiyah (daging qurban) atau aku telah menjadikan  (binatang) ini adalah udhiyah, maka ucapan ini termasuk shighot insya' (kesanggupan)  dan iltizam

🖍️  شرح الياقوت النفيس ص ٨٢٥
مَنِ اشْتَرَى شَاةً وَقَالَ هَذِهِ اُضْحِيَّتِيْ لَزِمَتْهُ وَوَجَبَتِ التَّصَدُّقُ بِلَحْمِهَا كُلِّهِ إِنَّمَا بَعْضَ الْمُتَأَخِّرِيْنَ قَالَ لَاتَجِبُ بِالنِّسْبَةِ لِلْعَامَّةِ لِأَنَّ الْعَامِيَ مَعْذُوْرٌ لِأَنَّهُ لَايُدْرِكُ مَعْنَى مَا قَالَهُ وَلَايَقْصُدُ بِهِ النَّذْرَ

Ketika ada seseorang membeli kambing, lantas ia mengatakan: Ini adalah kurbanku.Maka status kurbannya menjadi wajib dan ia harus bersedekah seluruh dagingnya.Namun sebagian ulama mutaakhkhirin berkata, (dalam kasus itu) kurbannya tidak menjadi wajib apabila diucapkan oleh orang awam.Karena orang awam tidak mengetahui makna secara jelas di balik ucapannya.Apalagi ketika ucapannya tidak bertujuan nadzar

🖍️ﺇﺫا اﺷﺘﺮﻯ ﺷﺎﺓ ﺑﻨﻴﺔ ﺃﻧﻬﺎ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﻣﻠﻜﻬﺎ ﺑﺎﻟﺸﺮاء، ﻭﻟﻢ ﺗﺼﺮ ﺃﺿﺤﻴﺔ.
ketika seseorang membeli kambing dengan niat bahwa niat nya adalah udhiyah maka  ia memiliki kambing tersebut itu dengan sebab pembeliannya dan belum menjadi udhiyah.
ﻭﻗﺎﻝ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ: (ﺗﺼﻴﺮ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﺑﺬﻟﻚ) .
imam Malik dan abu Hanifah berkata : dengan yang begitu diatas adalah menjadi udhiyah.
ﺩﻟﻴﻠﻨﺎ: ﺃﻥ ﻋﻘﺪ اﻟﺒﻴﻊ ﻳﻮﺟﺐ اﻟﻤﻠﻚ، ﻭﺟﻌﻠﻬﺎ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﻳﺰﻳﻞ اﻟﻤﻠﻚ،
dalil kami :
a). bahwa akad jual beli mengharuskan tamlik, sedangkan men-ja'lu-kan kambing sebagai udhiyah yang mana hal ini menghilangkan kepemilikannya
ﻭاﻟﺸﻲء اﻟﻮاﺣﺪ ﻻ ﻳﻮﺟﺐ اﻟﻤﻠﻚ ﻭﺯﻭاﻟﻪ ﻓﻲ ﻭﻗﺖ ﻭاﺣﺪ ﻣﻌﺎ، ﻛﻤﺎ ﻟﻮ اﺷﺘﺮﻯ ﺷﻴﺌﺎ ﺑﻨﻴﺔ ﻭﻗﻔﻪ ﺃﻭ اﺷﺘﺮﻯ ﻋﺒﺪا ﺑﻨﻴﺔ ﻋﺘﻘﻪ.

b). satu hal yang tidak mewajibkan tamlik dan kehilangan ketamlikan (hak milik) pada saat yang bersamaan.
seperti :
~ andai seseorang membeli sesuatu (atau membeli satu barang) dengan disertai niat mewakafkannya
~ atau andai seseorang membeli budak dengan disertai niat memerdekakannya.

ﺇﺫا ﺛﺒﺖ ﻫﺬا: ﻓﺄﺭاﺩ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻠﻬﺎ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﻓﻬﻞ ﻳﻔﺘﻘﺮ ﺇﻟﻰ اﻟﻘﻮﻝ؟ ﻓﻴﻪ ﻗﻮﻻﻥ:

maka jika hal ini terbukti, ia menghendaki untuk menjadikan kambing tersebut udhiyah, apakah ia butuh pada ucapan atau Kalam?
dalam hal ini ada 2 pendapat :

[ اﻷﻭﻝ] ﻗﺎﻝ ﻓﻲ اﻟﺠﺪﻳﺪ (ﻻ ﺗﺼﻴﺮ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﻘﻮﻝ) ﻭﻫﻮ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ: ﻫﺬﻩ ﺃﺿﺤﻴﺔ، ﺃﻭ ﺟﻌﻠﺘﻬﺎ ﺃﺿﺤﻴﺔ؛ ﻷﻧﻪ ﺇﺯاﻟﺔ ﻣﻠﻚ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻪ اﻟﻘﺮﺑﺔ، ﻓﺎﻓﺘﻘﺮ ﺇﻟﻰ اﻟﻘﻮﻝ، ﻛﺎﻟﻮﻗﻒ ﻭاﻟﻌﺘﻖ.
1. dalam Jadid mengatakan : tidak menjadi udhiyah kecuali disertai / diikuti Kalam atau ucapan, dan ucapan yang mengikuti tersebut adalah  ia mengatakan  (begini) : ini adalah udhiyah atau aku telah  jadikan kambing ini sebagai udhiyah, karena kehilangan ketamlikan untuh arah qurbah, oleh karena itu hal ini butuh pada Kalam (yang mengikuti) atau ucapan (yang menyertai) seperti keterangan wakaf atau memerdekakan budak .
ﻭ [ اﻟﺜﺎﻧﻲ] ﻗﺎﻝ ﻓﻲ اﻟﻘﺪﻳﻢ: (ﺇﺫا ﻧﻮﻯ ﺃﻧﻬﺎ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﺻﺎﺭﺕ ﺃﺿﺤﻴﺔ)
2)  dalam qodim mengatakan :  jika seseorang niat bahwa kambing tersebut adalah udhiyah maka kambing tersebut menjadi sebagai udhiyah.
ﻟـ: (ﺃﻥ اﻟﻨﺒﻲﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ  ﻗﻠﺪ ﺑﺪﻧﻪ ﻭﺃﺷﻌﺮﻫﺎ)ﻭﻟﻢ ﻳﻨﻘﻞ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ: ﺇﻧﻬﺎ ﻫﺪﻱ.
ﻭاﻷﻭﻝ ﺃﺻﺢ؛ ﻷﻧﻪ ﻳﺤﺘﻤﻞ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ اﻟﻨﺒﻲﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﺘﻄﻮﻋﺎ ﺑﻬﺎ، ﻭﻟﻢ ﻳﻨﺬﺭﻫﺎ، ﻓﻠﺬﻟﻚ ﻟﻢ ﻳﻨﻄﻖ،
dan pendapat pertama adalah qoul ashoh karena berkemungkinan keberadaannya Kanjeng Nabi adalah melakukan qurban sunah terkait dengan kambing tersebut dan beliau tidak melakukan nadzar terkait kambing tersebut oleh karena itu beliau tidak mendawuhkan
ﺃﻭ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻗﺪ ﺃﻭﺟﺒﻬﺎ ﻟﻔﻈﺎ، ﻭﻟﻢ ﻳﻨﻘﻠﻪ اﻟﺮاﻭﻱ، ﺃﻭ ﻟﻢ ﻳﺴﻤﻌﻪ ﺃﺣﺪ.
atau beliau membolehkan menjadikan benar benar diwajibkan pada udhiyah dengan Lafadz tapi perowi tidak ada yang menukil atapun mendengar seorangpun.

*Catatan*:

ﻓﺈﺫا ﻗﻠﻨﺎ ﺑﻘﻮﻟﻪ اﻟﺠﺪﻳﺪ ﻓﻼ ﻛﻼﻡ.
✓oleh karena itu bila kita mengatakan dengan pendapat Jadid maka tidak ada kalam atau tidak pakai ucapan.
ﻭﺇﻥ ﻗﻠﻨﺎ ﺑﺎﻟﻘﺪﻳﻢ:
✓ tapi bila kita mengatakan dengan qoul qodim : 
ﻭﺃﻧﻬﺎ ﺗﺼﻴﺮ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﺃﻭ ﻫﺪﻳﺎ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ ﻓﻔﻴﻪ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻭﺟﻪ:

sesungguhnya kambing tersebut itu menjadi udhiyah atau hadyu dengan niat tersebut, tapi dalam hal ini ada 3 wajah :

ﺃﺣﺪﻫﺎ: ﺗﺼﻴﺮ ﻫﺪﻳﺎ ﺃﻭ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ ﻻ ﻏﻴﺮ، ﻛﺎﻟﺼﻮﻡ.
1. menjadi hadyu ata udhiyah dengan niat tersebut tidak yang lain seperti puasa.
ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ: ﻻ ﺗﺼﻴﺮ ﺣﺘﻰ ﻳﻀﺎﻑ ﺇﻟﻰ اﻟﻨﻴﺔ اﻟﺘﻘﻠﻴﺪ ﺃﻭ اﻹﺷﻌﺎﺭ ﻭﻫﻮ اﻟﻤﻨﺼﻮﺹ ﻓﻲ اﻟﻘﺪﻳﻢ ﻟﻴﻮﺟﺪ ﻣﻨﻪ اﻷﻣﺮاﻥ: اﻟﻈﺎﻫﺮ ﻭاﻟﺒﺎﻃﻦ.
2. tidak menjadi udhiyah sehingga di sandarkan pada niat yang menyertai atau isy'ar dan hal ini adalah manshus dalam qodim agar ditemukan 2 perkara Yaitu dhohir dan batin.
ﻭاﻟﺜﺎﻟﺚ: ﺃﻧﻬﺎ ﻻ ﺗﺼﻴﺮ ﻫﺪﻳﺎ ﺃﻭ ﺃﺿﺤﻴﺔ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ ﻭاﻟﺬﺑﺢ.
3. bahwa kambing yang dibeli tersebut tidak menjadi hadyu atau udhiyah kecuali dengan niat serta penyembelihan.
ﺇﺫا ﺗﻘﺮﺭ ﻫﺬا: ﻭﺗﻌﻴﻨﺖ اﻝﺃﺿﺤﻴﺔ ﺯاﻝ ﻣﻠﻜﻪ ﻋﻨﻬﺎ، ﻭﻟﻢ ﻳﺠﺰ ﻟﻪ ﺇﺑﺪاﻟﻬﺎ ﺑﻐﻴﺮ
bila ini ditetapkan  : udhiyah ditentukan maka hilang kepemilikan nya dari kambing tersebut dan tidak boleh bagi seseorang tersebut mengganti kambing tersebut dengan kambing lain.

*Susunan Tim ahli*

*kontributor* :
1. Ach. Muhtar Bs, (Alumni PP. Sidogiri, pasuruan)

2. Ust. Arupinia Katsumadai, Spd, Pamekasan Madura

3. Ust. Zainal Abidin ( Bojonegoro Jatim)

4. Ust. Muhammad Shohibunni'am
(pon pes DARUNNAJA pare kediri, Jatim)

5.  Ust. MOHAMMAD NANANG QOSIM, S.Pd.I (Wakil Ketua Bendahara di PC. LDNU Kab. Sampang, Ketua PAC. JQHNU Kec. Torjun, Wakil Ketua Divisi TARTILA JQHNU Sampang, Sekretaris Ranting NU Desa Patarongan Kec. Torjun Kab. Sampang).

6. Ust. Junaidi El qorik ( Alumni  PP. NAHDATUL ATHFAL kabupaten kubu raya, Kalimantan barat, Aktivis DHF)

7. Ust. Abdunnasir SPdi (alumni Al anwar paculgowang)

8. Ust. Taufik udin (PP asalafiyah darun naja kab tangerang banten)

9. Ust Muhammad ridwan (alumni PP riyadulaliyah cisempur bogor)

10. Ust. muhammad Muhsin (Aktivis Piss KTB, alumni lirboyo)

11. Ust. Muchsin Chafifi (Aktivis piss KTB dan  DHF)

12. Ust. Muhyiddin (Alumni MA Al Anwar Paculgowang)

13.Ust. Muhammad (Ust.madrosah miftahul ulum sungai asam kb paten kubu raya
Alumni pp almubarok lanbulan tambelangan sampang madura)

14.  Ust. Daud (alumni PP. Payaman sirojul Mukhlisin da'wah maksud hidup, Magelang)

15. Ust. Rohim (Pondok Pesantren AS-SALAFI AL-BAIHAQI,Bangkalan Madura)

16. Kang  Rasjid (alumni PP. Alhamdulillah, Kemadu, Sulang - Rembang, Jawa Tengah)

17. Ust  Danial (Alumni PP. Manbaul ulum pakis, Kudus)

18. Ust. Mulyanto (alumni pesantren Roudhotul Banin, Panjatan, Kulon progo - jogja)

19. Ust. Abdul Rokhim (Alumni Pon Pes  Salafiyyah Syafi'iyah, Gondang - TulungAgung)

*Notulen*:

✓ Ust. Abdul Rokhim
Alumni PonPes. Salafiyyah Syafi'iyah Gondang .TulungAgung Jatim

*Moderator*:

1.Kang  Rasjid (alumni PP. Alhamdulillah, Kemadu, Sulang - Rembang, Jawa Tengah)

2. Ust. Ahmad Shodiqin ( Alumni, PP. Hidayatut thullab Pondok tengah Kamulan durenan trenggalek).

3. Neng Martiffin R.(IPPNU,CB KPP PC.sragen ,Alumni PP AL HIKMAH SRAGEN

*Editor* :
1. Ust. Zainal Abidin, M.Pd. (Sekretaris LBM Taman Sidoarjo, Jatim, alumni pondok pesantren Al-Anwar sarang Rembang)

*Dewan Mushohih:*

1.  KH. Khotimi Bahri  (Ketua Komisi MUI Kota Bogor)
2. KH Moh Salim S pd. (Alumni Al Falah Ploso Mojo Kediri)
3.  KH. Mahmud Abid ( ketua LBM MWC NU WARU. Sidoarjo Jatim, alumni Pon Pes Langitan)
4. Ust. Haris Abdul Khaliq (Sekjen PCNU Sragen)
5.Ust.  Masduqi  (mutahorij  ppmt mlangi sleman)
6. Ust. Lutfi Hakim . MA
PP. Futuhiyyah Mranggen - Demak
Anggota LDNU Kab. Bogor
7.  Ust. Fathurrohman,S.Pd.I (WAKIL ROIS SURIYAH MWC Gandrungmangu, Ketua LBM NU MWC Gandrungmangu, Ketua UPZIS di MWC Gandrungmangu, Katib Suriyah di Ranting NU Layansari, Anggota LBM di PC Cilacap,  Alumni PPHT Kamulan,Durenan,Trenggalek,Jawa Timur).
8.  KH. Ahamdi abd haliem (Pengasuh pondok pesantren Raudlatul Muttaqien Pontianak Kal-Bar)
9.  Ust. Mohammad Anwar. (Alumni
PP. Ash Shiddiq, Narukan, Kragan Rembang,  bendahara LBM PC NU kebumen ).
10. KH.dr H Nur Kholish Qomari (Anggota LKNU Batu, Anggota Komisi Fatwa MUI Batu, Ketua PDNU Batu , Seksi Baksos PDNU Pusat, Alumni PP Miftahul Huda Gading Malang dan Darul Musthofa Tarim Hadromaut Yaman).
11.  Ustadz "Mas" Abdullah Amin nafi' (alumni PP. Tarbiyatun Nasyi'in, Paculgowang Jombang)
12. Gus Farid Fauzi (Alumni PP. Hidayatul Mubtadi-ien Ngunut Tulungagung, Jawa Timur, aktif sebagai Ketua LBM PCNU Kota Blitar Jawa Timur).
13. Ustadz Badrus shohih
Alumni ponpes Al falah ploso kediri
Pengurus LAZISNU kab. Pasuruan
14.  Ust. Miftakhuddinn (Alumni PP. Al Anwar Sarang)
15. Ust. Nur khasan alumni  Al Anwar sarang-Rembang (Anggota Ansor dan LBM Bonang Demak)

Komentar

  1. tambahan ibaroh


    🖍️*الحاوي الكبير*
    (فَصْلٌ:) وَأَمَّا الضَّحَايَا وَالْهَدَايَا الْمَنْذُورَةُ فَفِي جَوَازِ أَكْلِهِ مِنْهَا وَجْهَانِ:
    أَحَدُهُمَا: - وَهُوَ قَوْلُ أَبِي إِسْحَاقَ الْمَرْوَزِيِّ لَا يَجُوزُ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا، لِأَنَّهَا خَرَجَتْ بِالنَّذْرِ عَنْ حُكْمِ التَّطَوُّعِ إِلَى الْوَاجِبِ، فَلَا يَجُوزُ أَنْ يَأْكُلَ مِنَ الدِّمَاءِ الْوَاجِبَةِ.
    وَالْوَجْهُ الثَّانِي: يَجُوزُ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا، لِأَنَّهُ تَطَوَّعَ بِالنَّذْرِ فَصَارَ كَتَطَوُّعِهِ بِالْفِعْلِ.
    وَالْأَصَحُّ عِنْدِي مِنْ إِطْلَاقِ هَذَيْنِ الْوَجْهَيْنِ أَنْ يُنْظَرَ فِي النَّذْرِ، فَإِنْ كَانَ مُعَيَّنًا لَمْ يَضْمَنْ فِي الذِّمَّةِ كَقَوْلِهِ: " لِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أُضَحِّيَ بِهَذِهِ الْبَدَنَةِ "، جَازَ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا وَإِنْ كَانَ مَضْمُونًا فِي الذِّمَّةِ كَقَوْلِهِ: " لِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أُضَحِّيَ بِبَدَنَةٍ " لَمْ يَجُزْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا، لِأَنَّ مَا وَجَبَ فِي الذِّمَّةِ كَانَ مُسْتَحَقًّا لِغَيْرِهِ وَمَا لَمْ يَتَعَلَّقْ بِالذِّمَّةِ جَازَ أن يكون فيه كغيره، والله أعلم بالصواب نهاية المطلب
    - ﻭاﻟﻀﺤﻴﺔ المنذﻭﺭﺓ ﺇﺫا ﺃﺩاﻫﺎ اﻟﻨﺎﺫﺭ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ، ﻓﻔﻲ ﺟﻮاﺯ اﻷﻛﻞ ﻣﻨﻬﺎ ﻭﺟﻬﺎﻥ: ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ - اﻟﻤﻨﻊ؛ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ ﺃﻧﻬﺎ ﻣﻠﺘﺰﻣﺔ ﻓﻲ اﻟﺬﻣﺔ، ﻓﺸﺎﺑﻬﺖ ﺩﻣﺎءَ اﻟﺠﺒﺮاﻧﺎﺕ. ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ - ﺃﻥ اﻷﻛﻞ ﻣﻨﻬﺎ ﻛﺎﻷﻛﻞ ﻣﻦ اﻟﻀﺤﻴﺔ اﻟﻤﻨﻮﻳﺔ، ﻭﻫﺬا ﻫﻮ اﻷﻓﻘﻪ؛ ﻓﺈﻧﻪ ﻧﺬﺭَ اﻟﻀﺤﻴﺔ، ﻭاﻟﻀﺤﻴﺔ ﻳﺠﻮﺯ اﻷﻛﻞ ﻣﻨﻬﺎ، ﻓﻼ ﺗﺘﻤﻴﺰ اﻝﻣﻨﺬﻭﺭﺓ ﻋﻦ اﻟﻤﺘﻄﻮﻉ ﺑﻬﺎ، ﺇﻻ ﻣﻦ ﺟﻬﺔ ﺃﻥ اﻹﻗﺪاﻡ ﻋﻠﻰ اﻟﻮﻓﺎء ﺑﺎﻟﻨﺬﺭ ﻭاﺟﺐ، ﻭﻻ ﻳﺠﺐ ﺫﻟﻚ ﺩﻭﻧﻬﺎ.
    ﻭﻟﻮ ﻗﺎﻝ: ﺟﻌﻠﺖ ﻫﺬﻩ اﻟﺸﺎﺓَ ﺿﺤﻴﺔً، ﻭﻟﻢ ﻳﺘﻘﺪﻡ ﻧﺬﺭ ﻭاﻟﺘﺰاﻡ، ﻓﻬﻞ ﻳﺤﻞ اﻷﻛﻞ ﻣﻨﻬﺎ؟ ﺇﻥ ﻗﻠﻨﺎ: ﻳﺤﻞ اﻷﻛﻞ ﻣﻦ اﻝﻣﻨﺬﻭﺭﺓ اﻟﻤﻄﻠﻘﺔ اﻟﻤﺼﺮﻭﻓﺔ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ ﺇﻟﻰ اﻟﻨﺬﺭ، ﻓﻸﻥ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻛﻞ ﻣﻦ اﻟﻤﻌﻴﻨﺔ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ اﻟﺘﺰاﻡ ﺃﻭﻟﻰ، ﻭﺇﻥ ﻣﻨﻌﻨﺎ ﺃﻛﻞ ﻣﻦ اﻝﻣﻨﺬﻭﺭﺓ، ﻓﻔﻲ اﻷﻛﻞ ﻣﻦ اﻟﻤﻌﻴﻨﺔ ﻭﺟﻬﺎﻥ: ﻭاﻷﺻﺢ - ﺟﻮاﺯ اﻷﻛﻞ؛ ﻓﺈﻥ اﻟﻠﻔﻆ ﻛﻤﺎ ﻋﻴﻦ اﻟﻤﻌﻴﻨﺔ، ﻓﺎﻟﺬﺑﺢ ﻋﻠﻰ ﻧﻴﺔ اﻟﺘﻄﻮﻉ ﺑﺎﻟﺘﻀﺤﻴﺔ ﻳﻌﻴّﻦ اﻟﻠﺤﻢ ﻟﺠﻬﺔ اﻟﻀﺤﻴﺔ اﻟﺸﺮﻋﻴﺔ.

    BalasHapus

Posting Komentar

Harap berkomentar yang baik

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا

Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy

 *Tata Cara Shalat Bagi Pengantin Saat Walimah Ursy* Maklum diketahui bahwa ketika seseorang mengadakan acara walimah, maka penganten, bahkan ibu penganten dan keluarga terdekat, merias wajah dengan make up yang cukup tebal. Acara walimah ini biasanya memakan waktu berjam-jam bahkan tak jarang belum selesai sampai waktu shalat tiba. Maka bagaimanakah tata cara thaharah dan shalat bagi wanita yang memakai riasan ini? Solusi 1: Menghapus riasan wajah dan shalat sesuai waktunya Perlu diketahui bahwa salah satu syarat sah wudhu adalah tidak terdapat hal yang menghalangi tersampainya air wudhu ke anggota badan yang wajib dibasuh, tentu penggunaan make up yang tebal sudah pasti menghalangi air wudhu. Maka bagi wanita yang memakai riasan pengantin tersebut tidak boleh berwudhu kecuali sudah menghapus bersih riasan yang ada di wajah, sehingga yakin jika air wudhu benar-benar mengenai anggota wudhu, tidak cukup hanya dengan mengalirkan air tanpa terlebih dahulu menghapus make up nya seperti yan