TENTANG MEMBAKAR BENDERA BERTULISKAN KALIMAH TAUHID
Pertanyaan :
Bagaimanakah membuat bendera bertuliskan kalimah tauhid ?
Jawab :
Hukumnya makruh karena hal tersebut berpotensi mengakibatkan terhinanya sesuatu yang mulia agama seperti terinjak dan lain sebagainya. Menurut kalangan madzhab malikiyah haram, menurut sebagian kalangan madzhab hanafi boleh.
Referensi :
اﻟﻤﻮﺳﻮﻋﺔ اﻟﻔﻘﻬﻴﺔ - (ﺟ 16 / ﺻ 234)
ﻛﺘﺎﺑﺔ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻋﻠﻰ اﻟﺤﺎﺋﻂ :
ﺫﻫﺐ اﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﺑﻌﺾ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﺇﻟﻰ ﻛﺮاﻫﺔ ﻧﻘﺶ اﻟﺤﻴﻄﺎﻥ ﺑﺎﻟﻘﺮﺁﻥ ﻣﺨﺎﻓﺔ اﻟﺴﻘﻮﻁ ﺗﺤﺖ ﺃﻗﺪاﻡ اﻟﻨﺎﺱ ، ﻭﻳﺮﻯ اﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﺣﺮﻣﺔ ﻧﻘﺶ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭاﺳﻢ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻠﻰ اﻟﺤﻴﻄﺎﻥ ﻟﺘﺄﺩﻳﺘﻪ ﺇﻟﻰ اﻻﻣﺘﻬﺎﻥ . ﻭﺫﻫﺐ ﺑﻌﺾ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﺇﻟﻰ ﺟﻮاﺯ ﺫﻟﻚ
المجموع شرح المهذب ج 1 ص 83
ﻗﺎﻝ اﻟﺒﻐﻮﻱ ﻭﻏﻴﺮﻩ : ﻳﻜﺮﻩ ﻧﻘﺶ اﻟﺤﻴﻄﺎﻥ ﻭاﻟﺜﻴﺎﺏ ﺑﺎﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺑﺄﺳﻤﺎء اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ .
Pertanyaan :
Bagaimana hukum menginjak bendera yang bertuliskan kalimah tauhid ?
Jawab :
Haram, karena termasuk penghinaan terhadap hal yang dimuliakan agama.
Referensi :
نهاية المحتاج ج 1 ص 126
ﻗﺎﻝ ﺣﺞ ﻭﻳﺤﺮﻡ ﻭﻁء ﺷﻲء ﻧﻘﺶ ﺑﻪ
Pertanyaan :
Haramkah membakar bendera yang bertuliskan kalimah tauhid ?
Jawab :
Tidak haram tapi makruh, kecuali ada tujuan yang baik yaitu ingin menjaga kemuliaan kalimah tauhid itu sendiri
Referensi :
مغني المحتاج ج 1 ص 152
ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺇﺣﺮاﻕ ﺧﺸﺐ ﻧﻘﺶ ﺑﺎﻟﻘﺮﺁﻥ ﺇﻻ ﺇﻥ ﻗﺼﺪ ﺑﻪ ﺻﻴﺎﻧﺔ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﻼ ﻳﻜﺮﻩ ﻛﻤﺎ ﻳﺆﺧﺬ ﻣﻦ ﻛﻼﻡ اﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺴﻼﻡ ﻭﻋﻠﻴﻪ ﻳﺤﻤﻞ ﺗﺤﺮﻳﻖ ﻋﺜﻤﺎﻥ - ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ - اﻟﻤﺼﺎﺣﻒ
Pertanyaan :
Adakah pendapat yang mengharamkan ?
Jawab :
Ada, tapi pendapat tersebut diarahkan apabila pembakarannya tidak ada tujuan apapun hanya main-main.
Referensi :
نهاية المحتاج ج 1 ص 127
ﻭاﻟﻘﻮﻝ ﺑﺘﺤﺮﻳﻢ الإحراق ﻣﺤﻤﻮﻝ ﻋﻠﻰ ﻓﻌﻠﻪ ﻋﺒﺜﺎ
Pertanyaan :
Bagaimanakah sikap kita kepada orang yang ngotot mengharamkan pembakaran bendera tersebut ?
Jawab :
Tafsil (diperinci)
a. Kalau pendapatnya berdasarkan ilmu, maka kita harus menghormati pendapatnya dan cukup katakan bahwa masalah ini khilafiyah terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama', jadi jangan pakek ngotot dan main paksa mengikuti pendapatnya.
b. Kalau pendapatnya tidak berdasarkan ilmu, maka cukup katakan “ayo mondok, ayo ngaji maneh”, selebihnya diam.
Referensi :
Belum ngarang.
إلى هنا والله أعلم بالصواب
Sekian, semoga bermanfaat
Salam persatuan & kekompakan
By : k. Ali romzi
Pondok Pesantren Lirboyo
"HUKUM MEMBAKAR BENDERA TAUHID"
Akhir-akhir ini publik ramai memperbincangkan tindakan salah satu anggota organisasi yang membakar bendera bertuliskan kalimat tauhid. Banyak pihak yang geram atas tindakan ini, sebab kalimat tauhid dimana pun penempatannya adalah kalimat yang harus dimuliakan oleh seluruh umat islam. Sehingga membakar bendera yang bertuliskan kalimat tauhid adalah bentuk penghinaan yang nyata pada kalimat tauhid itu sendiri.
Benarkah hujjah (argumentasi) dan alasan tersebut?
Sebelumnya patut dipahami bahwa dalam konteks ini telah terjadi penyimpangan fungsi kalimat tauhid yang awalnya merupakan simbol keesaan Allah swt. Namun oleh oknum yang tidak bertanggungjawab justru kalimat tersebut dijadikan sebagai simbol kepentingan mereka dan dijadikan lambang identitas golongan mereka, golongan ini biasa dikenal dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), salah satu gerakan separatis yang secara tegas telah dilarang oleh pemerintah.
Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Tanbihat al-Wajibat menjelaskan:
اَنَّ اسْتِعْمَالَ مَا وُضِعَ لِلتَّعْظِيْمِ فِيْ غَيْرِ مَحَلِّ التَّعْظِيْمِ حَرَامٌ
“Sesungguhnya menggunakan sesuatu yang diciptakan untuk diagungkan, untuk difungsikan pada hal yg tidak diagungkan adalah hal yang haram“.
Berdasarkan referensi di atas, mengalihfungsikan kalimat tauhid untuk kepentingan organisasi yang terlarang adalah bentuk perbuatan yang secara tegas diharamkan oleh syariat. Sebab perbuatan ini saja sudah dipandang menghina terhadap kalimat tauhid itu sendiri. Sehingga mestinya secara arif kita dapat menilai bahwa bendera tauhid pada konteks ini hakikatnya bukan merupakan lambang yang mewakili umat islam secara kesuluruhan, bahkan merupakan lambang yang dijadikan pemicu berbagai perpecahan bangsa, sebab telah difungsikan sebagai lambang golongan tertentu yang telah dilarang oleh pemerintah.
Peristiwa semacam ini sesungguhnya juga terjadi dalam ingatan sejarah kita, bagaimana Masjid Dhirar dihancurkan dan dibakar oleh Rasulullah saw. setelah beliau tahu bahwa ternyata masjid tersebut dibuat oleh kaum yang berupaya memecah belah umat Islam. Dalam menyikapi peristiwa ini, Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Kitab Al-Hawi Lil fatawi:
قَالَ عُلَمَاؤُنَا: وَإِذَا كَانَ الْمَسْجِدُ الَّذِيْ يُتَّخَذُ لِلْعِبَادَةِ وَحَضَّ الشَّرْعُ عَلَى بِنَائِهِ يُهْدَمُ وَيُنْزَعُ إِذَا كَانَ فِيْهِ ضَرَرٌ فَمَا ظَنُّكَ بِسِوَاهُ ؟ بَلْ هُوَ أَحْرَى أَنْ يُزَالَ وَيُهْدَمَ، هَذَا كُلُّهُ كَلَامُ الْقُرْطُبِيْ
“Para Ulama berkata: Jika masjid saja yang diciptakan untuk ibadah dan syariat menganjurkan untuk membangunnya berubah menjadi dihancurkan karena terdapat kemudlaratan, lantas bagaimana pendapatmu pada hal selain masjid? Jelas lebih pantas untuk dihilangkan dan dihancurkan. Perkataan tersebut adalah perkataan Imam Qurtuby”
Selain peristiwa itu, pernah pula tercatat dalam sejarah Sayyidina Utsman ra. membakar mushaf Al-Quran untuk tujuan menjaga keotentikan Al-Quran. Sebab Mushaf yang Ia bakar merupakan mushaf-mushaf yang bercampur antara ayat yang mansukh (disalin) dan ayat yang tidak mansukh. Khawatirnya jika mushaf-mushaf itu dibiarkan, banyak orang akan berpendapat bahwa lafadz yang bukan merupakan bagian dari Al-Quran dianggap sebagai bagian dari Al-Quran. Hal ini jelas akan berpengaruh pada keotentikan Al-Quran itu sendiri. Berdasarkan peristiwa ini, Para Fukaha berpandangan bahwa membakar Al-Qur’an jika bertujuan untuk menjaga kehormatan Al-Quran itu sendiri adalah hal yang diperbolehkan.isbn
Berdasarkan beberapa dalil-dalil di atas dapat kita simpulkan bahwa bendera tauhid hanyalah kedok dari gerakan terlarang di negeri ini. Kita harus melawannya secara tegas. Tindakan membakar hakikatnya bukan melecehkan kalimat tauhid, namun untuk menyelamatkannya dari kepentingan yang tercela.
Dengan demikian, hukum membakar bendera tauhid adalah hal yang diperbolehkan, bahkan merupakan cara yang paling utama bila hal tersebut lebih efektif untuk menghentikan provokasi dari gerakan terlarang di negeri ini. Wallahu A’lam.
Sumber: Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo (LBM P2L)
"HUKUM MEMBAKAR BENDERA TAUHID"
Akhir-akhir ini publik ramai memperbincangkan tindakan salah satu anggota organisasi yang membakar bendera bertuliskan kalimat tauhid. Banyak pihak yang geram atas tindakan ini, sebab kalimat tauhid dimana pun penempatannya adalah kalimat yang harus dimuliakan oleh seluruh umat islam. Sehingga membakar bendera yang bertuliskan kalimat tauhid adalah bentuk penghinaan yang nyata pada kalimat tauhid itu sendiri.
Benarkah hujjah (argumentasi) dan alasan tersebut?
Sebelumnya patut dipahami bahwa dalam konteks ini telah terjadi penyimpangan fungsi kalimat tauhid yang awalnya merupakan simbol keesaan Allah swt. Namun oleh oknum yang tidak bertanggungjawab justru kalimat tersebut dijadikan sebagai simbol kepentingan mereka dan dijadikan lambang identitas golongan mereka, golongan ini biasa dikenal dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), salah satu gerakan separatis yang secara tegas telah dilarang oleh pemerintah.
Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Tanbihat al-Wajibat menjelaskan:
اَنَّ اسْتِعْمَالَ مَا وُضِعَ لِلتَّعْظِيْمِ فِيْ غَيْرِ مَحَلِّ التَّعْظِيْمِ حَرَامٌ
“Sesungguhnya menggunakan sesuatu yang diciptakan untuk diagungkan, untuk difungsikan pada hal yg tidak diagungkan adalah hal yang haram“.
Berdasarkan referensi di atas, mengalihfungsikan kalimat tauhid untuk kepentingan organisasi yang terlarang adalah bentuk perbuatan yang secara tegas diharamkan oleh syariat. Sebab perbuatan ini saja sudah dipandang menghina terhadap kalimat tauhid itu sendiri. Sehingga mestinya secara arif kita dapat menilai bahwa bendera tauhid pada konteks ini hakikatnya bukan merupakan lambang yang mewakili umat islam secara kesuluruhan, bahkan merupakan lambang yang dijadikan pemicu berbagai perpecahan bangsa, sebab telah difungsikan sebagai lambang golongan tertentu yang telah dilarang oleh pemerintah.
Peristiwa semacam ini sesungguhnya juga terjadi dalam ingatan sejarah kita, bagaimana Masjid Dhirar dihancurkan dan dibakar oleh Rasulullah saw. setelah beliau tahu bahwa ternyata masjid tersebut dibuat oleh kaum yang berupaya memecah belah umat Islam. Dalam menyikapi peristiwa ini, Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Kitab Al-Hawi Lil fatawi:
قَالَ عُلَمَاؤُنَا: وَإِذَا كَانَ الْمَسْجِدُ الَّذِيْ يُتَّخَذُ لِلْعِبَادَةِ وَحَضَّ الشَّرْعُ عَلَى بِنَائِهِ يُهْدَمُ وَيُنْزَعُ إِذَا كَانَ فِيْهِ ضَرَرٌ فَمَا ظَنُّكَ بِسِوَاهُ ؟ بَلْ هُوَ أَحْرَى أَنْ يُزَالَ وَيُهْدَمَ، هَذَا كُلُّهُ كَلَامُ الْقُرْطُبِيْ
“Para Ulama berkata: Jika masjid saja yang diciptakan untuk ibadah dan syariat menganjurkan untuk membangunnya berubah menjadi dihancurkan karena terdapat kemudlaratan, lantas bagaimana pendapatmu pada hal selain masjid? Jelas lebih pantas untuk dihilangkan dan dihancurkan. Perkataan tersebut adalah perkataan Imam Qurtuby”
Selain peristiwa itu, pernah pula tercatat dalam sejarah Sayyidina Utsman ra. membakar mushaf Al-Quran untuk tujuan menjaga keotentikan Al-Quran. Sebab Mushaf yang Ia bakar merupakan mushaf-mushaf yang bercampur antara ayat yang mansukh (disalin) dan ayat yang tidak mansukh. Khawatirnya jika mushaf-mushaf itu dibiarkan, banyak orang akan berpendapat bahwa lafadz yang bukan merupakan bagian dari Al-Quran dianggap sebagai bagian dari Al-Quran. Hal ini jelas akan berpengaruh pada keotentikan Al-Quran itu sendiri. Berdasarkan peristiwa ini, Para Fukaha berpandangan bahwa membakar Al-Qur’an jika bertujuan untuk menjaga kehormatan Al-Quran itu sendiri adalah hal yang diperbolehkan.isbn
Berdasarkan beberapa dalil-dalil di atas dapat kita simpulkan bahwa bendera tauhid hanyalah kedok dari gerakan terlarang di negeri ini. Kita harus melawannya secara tegas. Tindakan membakar hakikatnya bukan melecehkan kalimat tauhid, namun untuk menyelamatkannya dari kepentingan yang tercela.
Dengan demikian, hukum membakar bendera tauhid adalah hal yang diperbolehkan, bahkan merupakan cara yang paling utama bila hal tersebut lebih efektif untuk menghentikan provokasi dari gerakan terlarang di negeri ini. Wallahu A’lam.
Sumber: Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo (LBM P2L)
Komentar
Posting Komentar
Harap berkomentar yang baik