Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2018

Tulisan Gus Muhammad Ismael Tentang Bendera Hitam

Tulisan Gus Muhammad Ismael Al Kholilie ( Dzurriyat Syaikhuna Kholil bin Abdul Lathif Bangkalan ) yang saat ini menimba ilmu di Yaman __________________________ ________ Bendera hitam adalah bendera perang, bukan bendera "ummat". Sejak kejadian pembakaran bendera tauhid di Garut beberapa hari lalu, saya tertarik untuk menelusuri lebih dalam tentang bendera hitam dalam kitab-kitab Hadits dan Syamail. Prof.Nadirsyah Hosen sebenarnya sudah punya tulisan mengenai masalah ini, tapi kurang mantap rasanya jika tidak ber-ijtihad sendiri dan cuma mengandalkan tulisan orang. Lagi pula kesimpulan Prof Nadir bahwa semua hadits yang berkaitan dengan panji hitam adalah hadits-hadits lemah saya rasa kurang tepat. Saya juga menelusuri apakah pembakaran bendera tauhid di dunia ini baru dilakukan di Indonesia oleh Banser beberapa hari yang lalu? Bagaimana dengan Yaman Utara tempat dimana bendera-bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid itu juga banyak tersebar sebagai atribut Al-Q

Penyebutan al-Marhum dan al-Maghfur Lah

Penyebutan al-Marhum dan al-Maghfur Lah Bagaimana hukum penyebutan kata-kata al-Marhum (orang yang diberi rahmat oleh Allah) dan al-Maghfur Lah (orang yang diampuni) atas orang yang meninggal dunia ? Jawaban : Boleh, bile penyebutan al-Marhum dan al-Maghfur Lah untuk orang yang meninggal itu dimaksudkan untuk mendoakan atau mengharapkan agar Allah memberikan rahmat atau ampunan kepada orang yang meninggal. Namun bila dimaksudkan adalah kalam khobar dalam artian meyakini kalau orang yang meninggal dunia itu telah mendapat rahmat dan ampunan maka tidak diperbolehkan. مجموع فتاوى ورسائل 17 ص 298 مكتبة الشاملة هَلْ تَصِحُّ كَلِمَةُ الْمَرْحُومِ لِلأمْوَاتِ مَثَلاً أنْ نَقُوْلَ اَلْمَرْحُومُ فُلاَنٌ ؟ فَأَجَابَ فَضِيْلَتُهُ بِقَوْلِهِ إذَا كَانَ الْقَائِلُ وَهُوَ يَتَحَدَّثُ عَنِ الْمَيِّتِ قَالَ الْمَرْحُومُ أوِ الْمَغْفُوْرُ لَهُ أوْ مَا أشْبَهَ ذَلِكَ خَبَرًا فَإنَّهُ لاَيَجُوْزُ لأَنَّهُ لاَ يَدْرِي هَلْ حَصَلَتْ لَهُ الرَّحْمَةُ أمْ لَمْ تَحْصُلْ لَهُ وَالشَّيْئُ الْ

TENTANG MEMBAKAR BENDERA BERTULISKAN KALIMAH TAUHID

TENTANG MEMBAKAR BENDERA BERTULISKAN KALIMAH TAUHID Pertanyaan : Bagaimanakah membuat bendera bertuliskan kalimah tauhid ? Jawab : Hukumnya makruh karena hal tersebut berpotensi mengakibatkan terhinanya sesuatu yang mulia agama seperti terinjak dan lain sebagainya. Menurut kalangan madzhab malikiyah haram, menurut sebagian kalangan madzhab hanafi boleh. Referensi : اﻟﻤﻮﺳﻮﻋﺔ اﻟﻔﻘﻬﻴﺔ - (ﺟ 16 / ﺻ 234 ) ﻛﺘﺎﺑﺔ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻋﻠﻰ اﻟﺤﺎﺋﻂ : ﺫﻫﺐ اﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﺑﻌﺾ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﺇﻟﻰ ﻛﺮاﻫﺔ ﻧﻘﺶ اﻟﺤﻴﻄﺎﻥ ﺑﺎﻟﻘﺮﺁﻥ ﻣﺨﺎﻓﺔ اﻟﺴﻘﻮﻁ ﺗﺤﺖ ﺃﻗﺪاﻡ اﻟﻨﺎﺱ ، ﻭﻳﺮﻯ اﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﺣﺮﻣﺔ ﻧﻘﺶ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭاﺳﻢ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻠﻰ اﻟﺤﻴﻄﺎﻥ ﻟﺘﺄﺩﻳﺘﻪ ﺇﻟﻰ اﻻﻣﺘﻬﺎﻥ . ﻭﺫﻫﺐ ﺑﻌﺾ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﺇﻟﻰ ﺟﻮاﺯ ﺫﻟﻚ المجموع شرح المهذب ج 1 ص 83 ﻗﺎﻝ اﻟﺒﻐﻮﻱ ﻭﻏﻴﺮﻩ : ﻳﻜﺮﻩ ﻧﻘﺶ اﻟﺤﻴﻄﺎﻥ ﻭاﻟﺜﻴﺎﺏ ﺑﺎﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺑﺄﺳﻤﺎء اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ . Pertanyaan : Bagaimana hukum menginjak bendera yang bertuliskan kalimah tauhid ? Jawab : Haram, karena termasuk penghinaan terhadap hal yang dimuliakan agama. Referensi : نهاية المحتاج ج 1 ص 126 ﻗﺎﻝ ﺣﺞ ﻭﻳﺤﺮﻡ ﻭﻁء ﺷﻲء ﻧﻘﺶ ﺑﻪ Pertanyaa

Hukum Khatib Mengucap Salam Setelah Khutbah

Assalamu'alaikum. Mengapa khatib Jum'at pada awal khutbah (sebelum adzan yang ke-2) membaca salam , tetapi setelah selesai khutbah tidak mengucap salam? (Dari: Puspa Ningtias).  Jawaban: Wa 'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Mungkin khatibnya belum tahu bu, bahwa salam setelah khutbah itu tetap dianjurkan. Disunahkan mengucap salam bagi seseorang yang berpisah dengan orang lain karena suatu kesibukan, meskipun jaraknya sangat dekat. Karena setiap orang yang berkumpul dengan orang banyak kemudian berpisah maka disunahkan baginya mengucap salam dan wajib bagi mereka menjawabnya. Hal mencakup terhadap seorang imam yang duduk diatas mimbar atau semacamnya, maka ia disunahkan mengucap salam terhadap para jama'ah yang tadinya duduk bersamanya karena telah berpisah. Wallahu a'lam. (Dijawab oleh: Al Murtadho). Referensi: Hasyiyah al Jamal juz 2 hal. 34 قوله وأن يسلم على من عنده) أي عندما ذكر من المنبر والمرتفع اهـ. ح ل ويجب رد ال

Mendirikan Jamaah Lebih Satu

Sahkah apabila didalam satu ruangan dikerjakan shalat berjamaah dua sampai empat golongan secara bersamaan ...? Jawaban Hukum mendirikan dua jamaah atau lebih dalam satu masjid diperinci sebagai berikut: 1. Jika masjidnya termasuk kategori "mathruq" (masjid yang berada ditepi jalan yang biasa disinggahi musafir untuk mengerjakan sholat), atau bukan termasuk masjid mathruq yang tidak memiliki imam ratib (imam sholat yang diangkat oleh waqif atau pemerintah setempat atau penduduk setempat), maka hukumnya tidak apa-apa. 2. Jika masjidnya bukan mathruq dan ada imam rathibnya, maka mendirikan jamaah lain dimasjid tersebut hukumnya makruh, apabila dikerjakan tanpa adanya izin dari imam ratib tersebut, bahkan jika mendirikan sholat jama'ah sendiri tersebut menimbulkan fitnah, maka hal tersebut tidak boleh dilakukan. 1. Nihayatul Muhtaj, juz 2 hal.141 وتكره إقامة جماعة بمسجد غير مطروق له إمام راتب من غير إذنه قبله أو بعده أو معه، فإن غاب الراتب سن انتظاره، ثم