Sekilas tentang kitab faroidul
bahiyah
Ø
Faroidul bahiyah mempunyai arti mutiara yang indah.
Ø
|
Di ringkas menjadiعمر
الأهدالى ىشيخ ابو بكر بن
Kakek pengarang kitab Di juluki الأهدالى
karena beliau seorang wali yang suka menunjukkan
ma’rifat billah.
Ø Syeh Abu bakar di lahirkan pada tahun 984
H. dan wafat pada tahun 1035 H.jadi umur beliau 51 tahun.
Ø Kitab faroid menerangkan tentang kaidah –
kaidah fiqih.
Definisi tentang fiqih
Ø Latar Belakang terbentuknya Ilmu Fiqih. Para ulama sepakat
bahwa tindakan manusia baik berupa perbuatan maupun ucapan, dalam
hal ibadah maupun muamalah berupa tindak pidana maupun perdata,
masalah akad atau pengelolaan, dalam syariat islam semuanya masuk
dalam wilayah hukum. Hukum-hukum itu sebagian ada yang dijelaskan oleh Al-Qur’an
dan Al Sunnah dan sebagian tidak. Tetapi syariat islam telah menetapkan
dalil dan tanda-tanda tentang hukum yang tidak dijelaskan oleh keduanya,
sehingga seorang mujtahid dengan dalil dan tanda-tanda hukum itu dapat
menetapkan dan menjelaskan hukum-hukum yang tidak dijelaskan tersebut.
Dari kumpulan
hukum-hukum syariat yang berhubungan dengan tindakan manusia yang diambil dari
nash-nash yang ada atau dari pembentukan hukum berdasarkan dalil syara’ yang
tidak ada nashnya, terbentuklah ilmu Fiqih.
Ø Pengertian
fiqih secara lughot / bahasa adalah paham.sedang secara sara’ adalah ilmu hukum
– hukum islam yang di kerjakan dan di ambil dari dalil secara terperinci.
·
Menurut ulama’ Hanafi:Ilmu yang
menerangkan segala hak dan kewajiban yang berhubungan amalan para mukalaf”.
|
·
Menurut pengikut Asy Syafi’i : ilmu yang menerangkan segala hukum agama
yang berhubungan dengan pekerjaan para mukallaf, yang dikeluarkan
(diistimbatkan) dari dalil-dalil yang jelas (tafshili)”.
|
·
Menurut Jalalul mahali : ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang
berhubungan dengan amaliyah yang diusahakan memperolehnya dari dalil yang jelas
(tafshili)”.
|
·
menurut Abdul Wahab Khallaf ( guru besar hukum islam universitas Cairo )
pengertian fiqih adalah :
pengetahuan tentang hukum-hukum
syariat Islam memngenahi perbuatan manusia, yang diambil dari dalil-dalilnya
secara rinci”.
v Jadi dapat disimpulkan
dari difinisi-definisi di atas, fiqih adalah : ilmu yang menjelaskan tentang
hukum syar’iyah yang berhubungan dengan segala tindakan manusia, baik berupa
ucapan atau perbuatan, yang diambil dari nash-nash yang ada, atau di keluarkan
dari dalil-dalil syariat Islam ( secara jelas / terperinci ).
Ø Sumber – sumber ilmu fiqih adalah Al qur
‘an, Al hadist, Al ijma’, Al qiyas.
·
Al qur ’ an adalah firman ALLAH SWT yang diturunkan
kepada NABI MUHAMMAD SAW melalui malaikat jibril yang mempunyai gelar ruhul
qudus yang diturunkan secara berangsur angsur untuk mengalahkan musuh dengan
satu surah darinya yang menerangkan 'aqidah 'aqidah, hukum hukum dan lain lain.terdiri
dari 114 surat, 6.666 ayat dan di turunkan secara berangsur – angsur selama
kurang lebih 23 tahun.Hikmah Al qur ‘ an di turunkan secara berangsur – angsur
adalah 1) untuk meneguhkan hari Rosulullah SAW dengan cara
mengingatkannya terus – menerus, 2) lebih mudah di mengerti dan
di amalkan oleh pengikut Rosulullah SAW, 3) di antara ayat – ayat
itu ada yang merupakan jawaban atau penjelasan dari suatu pertanyaan atau
masalah yang di ajukan kepada Rosulullah SAW sesuai dengan keperluan,4)
hukum – hukum Allah SWT yang terkandung di dalamnya mudah di terapkan secara
bertahap,5) memudahkan menghafal ayat Al – qur ‘ an.
·
Al qur ‘ an termasuk salah satu mukjizat Nabi
( Mukjizat : sesuatu yang luar biasa yang di berikan Allah SWT kepada Nabi
untuk melemahkan hujjah orang kafir / untuk membuktikan kenabian seorang Nabi
).Kemukjizatan Al qur ‘ an dapat di lihat dari dua segi ( segi bahasa dan
segi kandungan isi ).Dari segi bahasa, ulama’ sepakat bahwa Al qur ‘
an memiliki gaya bahasa ( اسلوب ) yang tinggi, ungkapan yang jelas ( فصاحة ), dan kefasihan lidah ( بلاغة )yang dapat mempengaruhi jiwa pembacanya dan pendengarnya.Dari
segi kandungan isi dapat di lihat dari 3 aspek :1) merupakan
isyarat ilmiyah ( informasi ilmu pengetahuan ),seperti informasi mengenai ilmu
pengetahuan alam. Di Antaranyadi katakan bahwa bumi dan langit sebenarnya merupakan
suatu yang padu ( buntu ) dan setelah terpisah di jadikan segala sesuatu yang
hidup ( dalam Q.S Al anbiya’ : 30 yang artinya : dan apakah orang – orang kafir
tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian kami
pisahkan antara keduanya , dan kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal
dari air, maka mengapa mereka tidak beriman?).2) Merupakan sumber
hukum. Para ahli usul fiqh membagi nas – nas Al qur ‘ an dari segi dalil
menjadi 2 bagian
1.
Qot’i ( nas Al qur ‘ an yang maknanya
sudah jelas sehingga tidak memerlukan ta’wil ).misalnya, surah An nur ayat 2 ,
perempuan yang berzina dan laki – laki yang berzina, maka deralah tiap – tiap
seorang dari keduanya seratus kali.
2.
Dzonny ( nas Al – qur ‘ an yang
menunjuk pada arti yang masih dapat di ta’wil atau di pahami dengan makna lain
) misalnya, surah Al maidah ayat 38, yang artinya : laki – laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri, potonglah kedua tangannya ( sebagai ) pembalasan bagi
apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.
3) Menerangkan
suatu ‘ibroh ( teladan ) dan khabar ghaib, baik yang terjadi pada masa lalu,
sekarang maupun yang akan datang.Al qur ‘ an banyak mengandung berita tentang
hal – hal yang ghaib, seperti surga, neraka, hari kiamat dan hari perhitungan.
·
|
ü
|
1)
Hadist qouly ( perkataan )
2)
|
“Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila akan tidur, sedangkan beliau dalam
keadaan junub maka beliau berwudhu seperti wudhu untuk shalat.”
3)
|
“Bahwa bibiku memberi hadiah
kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berupa mentega, daging biawak
dan keju, lalu beliau memakan mentega dan keju dengan meninggalkan daging
biawak karena merasa jijik, tetapi daging itu dimakan di meja makan rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seandainya haram maka tak akan dimakan di meja
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
4)
Hadist sifat (yaitu hadits yang
memuat sifat pribadi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,)
عَنْ
رَبِيعَةَ بْنِ أَبِى عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ
يَصِفُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ كَانَ رَبْعَةً مِنَ الْقَوْمِ ،
لَيْسَ بِالطَّوِيلِ وَلاَ بِالْقَصِيرِ ، أَزْهَرَ اللَّوْنِ لَيْسَ بِأَبْيَضَ
أَمْهَقَ وَلاَ آدَمَ ، لَيْسَ بِجَعْدٍ قَطَطٍ وَلاَ سَبْطٍ رَجِلٍ
Nabi tingginya sedang di banding kaum, tidak tinggi dan tidak pula
pendek,kulitnya berseri – seri tidak
putih / sangat putih dan tidak sawo matang, tidak keriting / ikal.
·
Khabar : adalah segala sesuatu yang
datang dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ataupun yang lainnya, yaitu
shahabat beliau, tabi’in, tabi’ tabi’in, atau generasi setelahnya.
الخبر ما جاء
عنه صلعم وعن غيره من اصحابه او التابعين اوتابع التابعين او من دونهم
·
Atsar : adalah segala yang datang
selain dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu dari shahabat, tabi’in,
atau generasi setelah mereka.
الآثار ماجاء عن غير النبى صلعم
من الصحابة او التابعين اوتابع التابعين اومن دونهم
Ø Ijma’ secara lughot : kesepakatan.Dalam istilah ahli usul fiqh, ijma’
berarti kesepakatan para Imam mujtahid ( ahli ijtihad ) di kalangan umat islam
tentang suatu syara’ ( hukum islam ) pada suatu masa setelah Rasulullah SAW
wafat.
Rukun – rukun
Ijma’ :
1.Adanya
sejumlah Mujtahid ketika di tetapkan hukum atas suatu kejadian.
2. Kesepakatan
para Mujtahid terhadap syara’ tentang suatu masalah atau kejadian itu lahir
tanpa memandang perbedaan negeri atau kebangsaan / kelompok.
3. kesepakatan
para mujtahid itu di iringi dengan pendapat mereka masing – masing secara jelas
mengenai suatu kejadian ( baik secara qouli / fi’li ).setelah
pendapat mereka terkumpul, harus lahir kesepakatan secara jelas / muncul
pendapat secara kelompok.
4. kesepakatan
semua mujtahid itu dapat di wujudkan dalam suatu hukum.( Ijma’ tidak
bisa di dasarkan atas jumlah mayoritas, misalnya hanya sebagian besar di antara
mereka yang mengadakan kesepakatan.
ü Dalil
Ijma’
1. Al
qur’an surat Annisa’ ayat 59
ياايها
الذين امنوا اطيعوا الله واطيعوا الرسول واولى الامر منكم.
2.
Al hadist
لاتجتمع
امتى على الضلالة
Di lihat dari segi melakukan, Ijma’ di bagi 2 :
1. Ijma’
sarih : kesepakatan para mujtahid pada suatu masa terhadap hukum suatu kejadian
/ peristiwa dengan menyajikan pendapat masing – masing secara jelas.
2. Ijma’
sukuti : sebagian mujtahid mengemukakan pendapat secara jelas sedang sebagian
mujtahid lainnya diam.
Ket : ijma’ sarih merupakan ijma’ hakiki dan sekaligus di jadikan
sebagai hujjah syar’iyah. Ijma’ sukuti merupakan ijma’ ikhtibari ( bersifat
pertimbangan, contoh / pengajaran ) karena mujtahid yang tidak memberikan
tanggapan dengan ucapan belum tentu menunjukkan sikap setuju dan karenanya
tidak ada jaminan akan adanya ijma’ sehingga kehujahannya selalu di
pertentangkan.jumhur ulama’ berpendapat bahwa ijma’ sukuti tidak bisa di
pandang sebagai hujah karena hal ini merupakan pendapat sebagian mujtahid.
Di tinjau dari segi hukum ijma’ juga di bagi dua :
1. Ijma’
yang indikasi ( petunjuk ) hukumnya qat’i, yaitu ijma’ sarih. Ket : yang
hukumnya telah di pastikan dan tidak ada jalan lain untuk mengeluarkan hukum
yang bertentangan serta tidak di bolehkan mengadakan ijtihad mengenai suatu
kejadian setelah adanya ijma’ sarih terhadap syara’ mengenai kejadian tersebut.
2. Ijma’
yang indikasi hukumnya bersifat zanni, yaitu ijma’ sukuti. Ket : yang hukumnya
atas suatu kejadian di dasarkan atas dugaan yang kuat tetapi masih memungkinkan
adanya ijtihad, karena ijtihad yang telah di lakukan bukan pendapat semua
mujtahid.
Ulama’ sepakat bahwa ijma’ harus mempunyai sandaran ( sanad )
karena para mujtahid tidak berhak menciptakan syara’ . yang berhak menciptakan
syara’ hanya Allah SWT dan Rasul – Nya. Sandaran itu di ambil dari dasar –
dasar umum bagi fiqih islam ( Al qur’an & Sunnah Rosul ). Ulama’ juga
sepakat bahwa sandaran ijma’ adalah Al qur’an dan Sunnah Rosulullah SAW.
Ø Qiyas adalah mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain dan
mempersamakannya. Menurut para ulama ushul fiqh, ialah
menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya
dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain
yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan 'illat
antara kedua kejadian atau peristiwa itu.Adapun pengertian qiyas menurut imam
Syafi’I yaitu menghubungkan sesuatu yang tidak disebutkan nas (al- qur’an dan
al- hadis) kepada sesuatu yang disebutkan hukumnya karena serupa maknanya
dengan makna hukum yang disebutkan nas.
Ø Dalil
qiyas dalam Al qur an
فاعتبروا يااولى الابصار
Rukun qiyas ada 4 :
1. Asal
( اصل ) : pokok / yang menjadi ukuran tempat menyerupakan ( مشبه به).
2. Far’u
( فرع ) : cabang / yang di ukur / yang
di serupakan ( مشبه ).
3. ‘ilat
( علة ) : alasan / sifat yang
ada pada ashal yang sifat itu menjadi dasar untuk menetapkan hukum ashal serta
untuk mengetahui hukum pada fara' yang belum ditetapkan hukumnya.
4. Hukum( حكم ) :keputusan
.yang di tetapkanpadafar’usesudahtetappadaasal.
Contoh : Allah telah mengharamkan arak karena merusak akal, badan, harta.maka segala minuman yang memabukkan di
hukumi haram.
Ø Arak adalah asal / yang
menjadi ukuran /
tempat menyerupakan
.
Ø Segala minuman yang
memabukkan adalah yang
di serupakan.
Ø Mabuk ,merusak akal adalah ‘ilat / alasan.
Ø Hukum, segala minuman yang
memabukkan hukumnya adalah haram.
Mengatakan telmi kepadaortu disamakan dengan membentak dan ah, karena ilatnya sama-sama menyakit idengan ucapan.
Syarat – syarat qiyas :
Syarat pokok ( ashal ) :
1.
Ashal dan hukumnya hendaklah ada dalam keterangan syara’ yaitu telah
tersebut dalam Al qur an dan sunnah ( tidak di mansukh ).
2.
Hukum pada ashal harus hukum syara’ bukan hukum akal / bahasa.
Syarat cabang
1.
Hukum cabang tidak lebih dulu ada
daripada hukum pokok. Jika Qiyas itu dibenarkan berarti menetapkan hukum
sebelum adanya Illat.
2. Cabang
tidak mempunyai ketentuan tersendiri, yang menurut ulama Ushul 'apabila datang
nash, qiyas menjadi batal'.
3. Illat
yang terdapat pada cabang harus sama dengan illat yang terdapat pada pokok.
4. Hukum
cabang harus sama dengan hukum pokok.
Syarat ‘illat :
1.
Illat Harus tetap berlaku.
manakala ada illat, tentu ada hukum, dan tidak ada hukum bila tidak ada illat.
2.
Illat berpengaruh pada hukum.
artinya hukum harus terwujud ketika terdapat illat. Sebab adanya illat tersebut
adalah demi kebaikan manusia.
3.
Illat tidak berlawanan dengan nash.
jika berlawanan maka nash yang didahulukan.
Cara mengetahui ‘ilat :
1.
Dengan ijma’ ( bila ijma’ itu qot’i
)
(الأول
الإجماع) كالإجماع على أن العلة في خبر الصحيحين «لا يحكم أحد بين اثنين وهو
غضبان». تشويش الغضب للفكر فيقاس بالغضب غيره مما يشوّش الفكر نحو جوع وشبع
مفرطين، وكالإجماع على أن العلة في تقديم الأخ الشقيق في الإرث على الأخ للأب
اختلاط النسبين فيه فيقاس به تقديمه عليه في ولاية النكاح، وصلاة الجنازة ونحوهما.
2.
Dengan nash : dengan
memperhatikan kata – kata كى, لاجلى, لام ظاهرة
كاللام ظاهرة) نحو {كتاب أنزلناه إليك لتخرج الناس من الظلمات إلى
النور}
3.
Dengan isyaroh :
(كحكمه)
أي الشارع (بعد سماع وصف)كما في خبر الأعرابيّ «واقعت أهلي في نهار رمضان، فقال
النبي صلى الله عليه وسلّم «أعتق رقبة». إلى آخره. رواه ابن ماجة بمعناه، وأصله في
الصحيحين فأمره بالإعتاق عند ذكر الوقاع يدل على أنه علة له، وإلا لخلا السؤال عن
الجواب وذلك بعيد فيقدر السؤال في الجواب فكأنه قال واقعت فأعتق
Qiyas
itu dapat di pergunakan sebagai hujjah dalam agama, dan dapat di pakai atau di
pergunakan hanya dalam urusan adat, muamalat dan keduniaan yang memang tidak
ada nashnya di dalam Al qur an, Assunnah dan ijma’ yang mu’tabar.
Dam
Imam syafi’i berkata : لاَ قِيَاسَ فِى اْلعِبَادَةِ..
FAIDAH ILMU FIQIH :
menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan – larangan
Allah.
OBJEK KAJIAN ILMU FIQIH
:semua perbuatan orang mukallaf.
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
فَلَوْلَانَفَرَمِنْ
كُلِّ فِرْقَة ٍمِنْهُمْ طَائِفَةٌلِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
HUKUM BELAJAR ILMU FIQIH : wajib.
PENYUSUN ILMU FIQIH ADALAH PARA IMAM
YANG MUJTAHID.
QAWA’IDUL FIQH
a. Definisi
Qawa’id adalah jama’ dari qa’idah yang menurut bahasa berarti dasar,
maksudnya dasar dari berdirinya sesuatu atau berati fondasi atau pokoknya suatu
perkara. Sedang menurut istilah para ulama mendefinisikan dengan redaksi yang
berbeda :
1. Menurut Abu Zahrah :
فهى مجموعة الاحكام
المتشابهة التى ترجع الى قياس واحد او الى ضبط فقهي يربطها
Artinya : kumpulan beberapa hukum yang
serupa yang kembali pada satu qiyas yang mengumpulkannya atau kepada satu
ketentuan hukum yang mengikatnya.
2. Menurut Al jurjani :
هى قضية كلية منطبق على
جميع جزئياتها
Artinya : ketentuan umum ( universal )
yang bersesuaian dengan bagian – bagiannya.
3. Menurut Assuyuthi :
هى الامر الكلى الذى
ينطبق على جزئيات كثيرة تفهم احكامها منها
Artinya : ketentuan universal yang keberadaannya
dapat bersesuaian dengan bagian – bagiannya yang jumlahnya sangat banyak dan
hukumnya dapat di fahami dari sisi perkataanya.
Kaidah fiqih itu berjumlah 65 terbagi
menjadi 3 bab.
1. Kaidah pokok : 5
2. Kaidah umum : 40
3. Kaidah yang di perselisihkan : 20
Hukum – hukum syara’ atau yang biasa di sebut fiqih itu, pada dasarnya
dapat di kembalikan kepada lima kaidah pokok.
Tapi imam ‘izuddin bin ‘abdissalam berpendapat bahwa fiqih itu hanya
berkisar dan berpusat kepada satu kaidah saja, yakni :
جلب المصالح ودرء
المفاسد
Menarik kebaikan dan menolak kerusakan
Izin tanya terkait Referensi terkait mushonif kitab ini diambil dari mana ustad? 🙏🏻🙏🏻
BalasHapus