Langsung ke konten utama

Faraidh



Faraidh

[Abstract]

لِّلرِّجَالِ نَصيِبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاء نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيباً مَّفْرُوضاً. (النساء : 7)
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (QS. Annisa’: 7)

وَأُوْلُواْ الأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللّهِ إِنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ. ( الأنفال : 75)
Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Anfal : 75)

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ t قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ r تَعَلَّمُوا القُرْآنَ وَعَلِّمُوهُ النَّاسَ وَتَعَلَّمُوا الفَرَائِضَ وَعَلِّمُوهُ النَّاسَ فَإِنِّي امْرُؤٌ مَقْبُوْضٌ وَإِنَّ العِلْمَ سَيُقْبَضُ وَتَظْهَرُ الفِتَنُ حَتَّى يَخْتَلِفَ الاِثْنَانِ فيِ الفَرِيْضَةِ لاَ يَجِدَانِ مَنْ يَقْضِي بِهَا. (رواه الحاكم)
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Pelajarilah Al-Quran dan ajarkanlah kepada orang-orang. Dan pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkan kepada orang-orang. Karena Aku hanya manusia yang akan meninggal. Dan ilmu waris akan dicabut lalu fitnah menyebar, sampai-sampai ada dua orang yang berseteru dalam masalah warisan namun tidak menemukan orang yang bisa menjawabnya". (HR. Al-Hakim)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ t قَالَ رَسُولُ اللهِ r أَلْحِقُوا الفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَلأَِوْلَى رَجُلٍ ذَكَر. (متفق عليه)
Dari Ibnu Abbas radiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabdam"Bagikanlah harta peninggalan (warisan) kepada yang berhak, dan apa yang tersisa menjadi hak laki-laki yang paling utama. " (HR Bukhari Muslim)

َوَعَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لَا يَرِثُ اَلْمُسْلِمُ اَلْكَافِرَ, وَلَا يَرِثُ اَلْكَافِرُ اَلْمُسْلِمَ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Dari Usamah Ibnu Zaid Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang muslim tidak mewarisi harta orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi harta orang muslim." (Muttafaq Alaihi)

Struktur :
1.        Warist                      : Pihak yang memiliki hubungan dengan mayit dengan salah satu sebab dari sebab-sebab warisan.
2.        Muwarist                  : Mayit yang meninggalkan warisan.
3.        Maurust                   : Harta yang ditinggalkan oleh mayit setelah kematiannya.

Referensi :
@  Hasyiah al-Bajuri 2 hal 67
@  Hasyiah i’anah Al-Thalibin 3 hal 261
&    حاشية الباجوري 2 ص 67 دار إحياء العربية
واركان الارث ثلاثة وارث ومورث وحق موروث ولواختصاصا فهو اعمّ من قول المحشى ومال موروث.
&    حاشية إعانة الطالبين (3/  261)مكتبة الشاملة
فأركانه ثلاثة: وارث، ومورث، وحق موروث، وشروطه ثلاثة: تحقق حياة الوارث، وتحقق موت المورث، والعلم بجهة الارث.
وأسبابه ثلاثة: وهي نكاح، وولاء، ونسب، كما قال في الرحبية: أسباب ميراث الورى ثلاثة كل يفيد ربه الوراثة وهي نكاح وولاء ونسب ما بعدهن للمواريث سبب فالنكاح عقد الزوجية الصحيح وإن لم يحصل وطئ ولا خلوة.

Bagian-bagian pasti

[Abstract]

يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ فَإِن كُنَّ نِسَاء فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ  وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِن كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأُمِّهِ السُّدُسُ. (النساء : 11)
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (QS. An-Nisa' : 11)

.وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلاَلَةً أَو امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ فَإِن كَانُوَاْ أَكْثَرَ مِن ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاء فِي الثُّلُثِ. (النساء : 12)
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.(QS. An-Nisa' : 12)

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلاَلَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ فَإِن كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ. (النساء : 176)
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah) . Katakanlah : "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu) : jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. (QS. An-Nisa' : 176)




1.       Macam-macam ahli waris
a.        Ahli waris lelaki ada 15 orang :
1.       ابن                        : anak laki-laki mayit
2.       ابن الابن وان نزل       : turun laki-laki mayit dari jalur laki-laki, cucu laki-laki sampai kebawah
3.       أب                        : ayah mayit
4.       جد\أب الأب وان علا   : kakek mayit dari urutan ayah sampai ke atas
5.       أخ  ق                     : saudara laki-laki mayit seayah-seibu
6.       أخ لأب                   : saudara laki-laki mayit seayah
7.       أخ لأم                     : saudara laki-laki mayit seibu
8.       ابن الأخ  ق               : anak laki-laki أخ  ق
9.       ابن الأخ لأب                         : anak laki-laki أخ لأب
10.    عم ق                      : paman mayit dari saudara ayah yang seayah-seibu
11.    عم لأب                   : paman mayit dari saudara ayah yang seayah
12.    ابن العم ق               : anak laki-laki عم ق
13.    ابن العم لأب            : anak laki-laki عم لأب
14.    زوج                       : suami mayit
15.    معتق                      : lelaki yang pernah memerdekakan mayit itu (mayit di sini asal-mulanya adalah budak) 

b.       Ahli waris perempuan ada 10 orang :
1.       بنت                       : anak perempuan mayit
2.       بنت الإبن وإن نزلت    : cucu perempuan dari jurusan anak laki-laki saja
3.       أم : ibu mayit
4.       جدة \أم الأم وإن علت   : nenek dari jurusan ibu ke atas
5.       جدة \ أم الأب وإن علت            : nenek dari jurusan ayah ke atas
6.       أخت قة                   : saudara perempuan mayit seayah-seibu
7.       أخت لأب                : saudara perempuan mayit seayah
8.       أخت لأم                  : saudara perempuan mayit seibu
9.       زوجة                      : isteri mayit
10.    معتقة                      : perempuan yang pernah memerdekakan mayit itu


Bagian-bagian pasti
þ Asabah (sisa harta) dan mendapat 2 kali bagian anak perempuan.


Seorang anak laki-laki mendapat warisan dengan cara ashabah, yaitu sisa harta yang sebelumnya diambil oleh ahli waris lain. Karena mendapat sisa, maka besarannya tidak pasti, tergantung seberapa besar sisa yang ada.
Terkadang sisanya besar, terkadang sisanya kecil. Bahkan bisa saja sisanya sama dengan seluruh harta, misalnya karena almarhum tidak punya ahli waris lain selain anak laki-laki. Tetapi seorang anak laki-laki tidak mungkin tidak kebagian harta waris.
Ahli Waris
F §  saudara seayah-ibu
F §  saudari seayah-ibu
F §  saudara seayah
F §  saudari seayah
F §  keponakan : anak saudara seayah-ibu
F §  keponakan : anak saudara seayah
F §  paman : saudara ayah seayah-ibu
F §  paman : saudara ayah seayah
F §  sepupu : anak laki paman seayah-ibu
F §  sepupu : anak laki paman seayah
F §  cucu : anak laki dari anak laki
F §  cucu : anak wanita dari anak laki
F §  saudara & saudari seibu
Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa anak laki-laki tidak dihijab oleh siapa pun. Karena posisinya yang langsung berhubungan dengan muwarrits.
Anak perempuan yang dimaksud adalah anak perempuan dari muwarrits yang telah meninggal dunia.
þ 1/2 = menjadi satu-satunya anak almarhum
þ 2/3 = dua orang atau lebih dan almarhum tak ada anak laki
þ ashabah = almarhum punya anak lak-laki dengan ketentuan bagiannya 1/2 dari bagian anak laki-laki
Anak perempuan bisa punya tiga kemungkinan dalam menerima waris dari orang tuanya.
Pertama, dia mendapat 1/2 atau separuh dari semua harta warisan. Syaratnya, dia menjadi anak tunggal dari muwarritsnya. Artinya, dia tidak punya saudara satu pun baik saudara laki-laki atau pun saudara perempuan.
وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ
Dan apabila ia (anak perempuan) hanya seorang, maka ia mendapat separuh harta warisan yang ada..(QS. An-Nisa : 11)
Kedua, dia mendapat 2/3 dari semua harta. Syaratnya, dia tidak sendirian. Dia punya saudara perempuan sehingga minimal mereka berdua. Dan mereka semua akan mendapat jatah total (bukan masing-masing) 2/3 bagian, selama semuanya perempuan dan tidak ada saudara laki-laki satu pun.
فَإِن كُنَّ نِسَاء فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ
Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua per tiga dari harta yang ditinggalkan ..." (QS. An-Nisa': 11)
Ketiga, kalau dia punya saudara laki-laki, dia bersama anak laki-laki akan mendapat ashabah atau sisa. Harta sisa itu dibagi rata dengan semua saudara atau saudarinya dengan ketentuan dia mendapat 1/2 dari jatah yang diterima saudara laki-lakinya.
يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan. (QS. An-Nisa : 11)



F cucu : anak wanita dari anak laki
F saudara & saudari seibu

Ada 2 orang yang  dihijab oleh anak perempuan. Pertama, saudara atau saudari seibu tidak seayah. Kedua, cucu perempu-an  almarhum, dengan syarat jumlah anak perempuan itu dua orang atau lebih dan tidak ada cucu laki-laki yang menjadikan cucu perempuan sebagai ashabah bersamanya.

Seorang anak perempuan tidak pernah dihijab oleh siapa pun, karena tidak ada penghalang antara dirinya dengan muwarritsnya, yaitu ayah kandungnya sendiri.

Seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, maka dia menjadi ahli waris, berhak menerima sebagian harta yang sebelumnya milik suaminya.
Sedangkan harta yang dimiliki bersama antara suami istri, tidak dibagi waris begitu saja, namun dipisahkan terlebih dahulu. Yang menjadi bagian istri, tentu tidak dibagi waris. Yang dibagi waris hanya yang menjadi bagian suami.

Seorang istri punya dua kemungkinan dalam menerima bagian, yaitu 1/4 atau 1/8 sebagaimana disebutkan di dalam ayat 11 surat A-Nisa'.

Pertama, bila suami yang meninggal itu tidak punya fara' waris maka hak istri adalah 1/4 bagian dari harta peninggalan almarhum suaminya.
وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ
"Dan mereka mendapat 1/4 dari apa yang kamu tinggalkan bila kamu tidak mempunyai anak (QS. An-Nisa': 12).

Kedua, kalau suami punya fara' waris, artinya dia punya keturunan yang mendapatkan warisan, maka bagian istri adalah adalah 1/8 dari harta peninggalan suami.

فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ
"... Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu ..." (QS. An-Nisa': 12).

Kedudukan seorang istri tidak menghijab siapa pun dari ahli waris suami. Keberadaannya hanya sekedar mengurangi harta saja, tetapi tidak membuat seseorang menjadi kehilangan haknya.
Karena hubungan langsung antara istri dan suami, maka tidak ada seorang pun yang bisa menjadi penghalang antara mereka. Dengan demikian, istri tidak dihijab oleh siapa pun.

Seorang laki-laki yang ditinggal mati oleh istrinya, maka dia menjadi ahli waris, berhak menerima sebagian harta yang sebelumnya milik istrinya.
Sedangkan harta yang dimiliki bersama antara suami istri, tidak dibagi waris begitu saja, namun dipisahkan terlebih dahulu. Yang menjadi bagian suami, tentu tidak dibagi waris. Yang dibagi waris hanya yang menjadi  bagian istri.

Seorang suami punya dua kemungkinan bagian, yaitu 1/2 atau 1/4 sebagaimana disebutkan di dalam ayat 11 surat A-Nisa'.

Pertama, bila istri yang meninggal itu tidak punya fara' waris, maka hak suami 1/2 bagian dari harta peninggalan almarhumah istrinya.
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ
"... dan bagi kalian (para suami) mendapat separuh dari harta yang ditinggalkan istri-istri kalian, bila mereka (para istri) tidak mempunyai anak ..." (QS. An-Nisa': 12)

Kedua, kalau istri punya fara' waris, artinya dia punya keturunan yang mendapatkan warisan, maka bagian suami adalah adalah 1/4 dari harta peninggalan istri.

فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ
"... Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya (QS. An-Nisa': 12).

Kedudukan seorang suami tidak menghijab siapa pun dari ahli waris istri. Keberadaannya hanya sekedar mengurangi harta saja, tetapi tidak membuat seseorang menjadi kehilangan haknya.

Karena hubungan langsung antara istri dan suami, maka tidak ada seorang pun yang bisa menjadi penghalang antara mereka. Dengan demikian, suami tidak dihijab oleh siapa pun.

Seorang ayah yang ditinggal mati oleh anaknya, baik anak itu laki-laki atau perempuan, termasuk orang yang berhak mendapatkan warisan. Tentu saja syaratnya adalah ayah masih hidup saat sang anak meninggal dunia. Kalau ayah sudah meninggal dunia terlebih dahulu, tidak menjadi ahli waris.

Seorang ayah punya tiga macam kemungkinan dalam menerima hak warisnya.

þ 1/6 = almarhum punya fara' waris laki-laki
þ 1/6 + sisa = almarhum punya fara' waris wanita, tidak punya fara' waris laki-laki
þ Ashabah = almarhum tidak punya fara' waris

Pertama, dia menerima 1/6 bagian dari harta anaknya yang meninggal. Syaratnya, almarhum anaknya itu punya fara' waris laki-laki. Misalnya anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ
Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak ..." (QS. An-Nisa': 11).

Kedua, dia menerima 1/6 dan ditambah lagi dengan sisa harta yang ada. Hal itu terjadi manakala almarhum yaitu anaknya yang meninggal itu punya fara' waris perempuan dan tidak punya fara' waris laki-laki.
Bahwa sisanya itu menjadi hak ayah, karena dalam hal ini ayah menjadi ahli waris laki-laki yang lebih utama atau lebih dekat kedudukannya kepada almarhum dibandingkan dengan ahli waris lainnya. Rasulullah SAW bersabda :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ t قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ r أَلْحِقُوا الفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَلأَِوْلَى رَجُلٍ ذَكَر.
"Bagikanlah harta peninggalan (warisan) kepada yang berhak, dan apa yang tersisa menjadi hak laki-laki yang paling utama. " (HR Bukhari).

Contohnya, seseorang wafat meninggalkan anak perempuan dan seorang ayah. Anak perempuan mendapat 1/2 bagian, sedangkan ayah mendapatkan 1/6 sebagaimana disebut dalam dalil berikut :
وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ
Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak ..." (QS. An-Nisa': 11).

Harta yang telah diambil ayah dan anak perempuan itu tentu masih bersisa. Siapakah yang berhak atas harta ini?
Jawabnya adalah ayah.
Mengapa?
Karena ayah dalam hal ini menjadi ahli waris yang merupakan ashabah juga. Meski pun pada dasarnya ada lagi ahli waris lain yang juga berhak menjadi ashabah, namun ayah telah menghijab mereka dan mengambil hak asabah itu untuk dirinya, dengan dasar dalil di atas.

Ketiga, ayah mendapat seluruh harta dengan cara ashabah, setelah ashabul furudh mengambil bagiannya. Syaratnya, almarhum tidak punya fara' waris, baik laki-laki atau pun perempuan.
فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ
Bila dia tidak punya anak, maka ayah ibunya mewarisi hartanya dimana bagian ibu adalah sepertiga." (QS. An-Nisa': 11)

Di ayat ini tidak tertera kalimat yang secara langsung menyebutkan bahwa ayah mendapat sisanya. Hanya disebutkan bahwa ayah dan ibu itu menerima warisan dari anak mereka bersama-sama. Dan yang menjadi bagian buat ibu adalah 1/3. Logikanya, kalau bagian itu ibu sudah disebutkan maka bagian ayah pasti diketahui, yaitu sisanya.
Contohnya, seseorang wafat meninggalkan hanya seorang istri dan seorang ayah. Maka istri adalah ahli waris dari kalangan ashabul furud, jatahnya adalah 1/4 bagian, karena almarhum tidak punya fara' waris. Sisanya yang 3/4 bagian menjadi hak ayah sebagai ashabah bi nafsihi.

Ayah termasuk orang yang cukup banyak menghijab ahli waris yang lain, selain anak laki-laki. Ada 12 ahli waris yang dihijab dan tidak mendapatkan harta warisan, karena keberadaan ayah dari almarhum.

Mereka yang terhijab oleh ayah adalah :
F kakek : ayahnya ayah
F Nenek : ibunya ayah
F saudara seayah-ibu
F saudari seayah-ibu
F saudara seayah
F saudari seayah
F keponakan : anak saudara seayah-ibu
F keponakan : anak saudara seayah
F paman : saudara ayah seayah-ibu
F paman : saudara ayah seayah
F sepupu : anak laki paman seayah-ibu
F sepupu : anak laki paman seayah

c.        Dihijab oleh
Seorang ayah tidak terhijab oleh siapa pun dari para ahli waris yang lain. Karena hubungan ayah dengan anaknya yang menjadi muwarrits adalah hubungan langsung.

Ibu adalah orang yang juga dekat dengan anaknya yang meninggal dunia. Bila saat meninggalnya, ibu masih ada, sudah dipastikan ibu mendapat warisan.
Seorang ibu punya tiga macam kemungkinan dalam menerima hak warisnya.

þ 1/6 = almarhum punya fara' waris 
þ 1/3 = almarhum tidak punya fara' waris
þ 1/3 dari sisa = bila almarhum punya fara' waris (hanya dalam kasus umariyatain)

Pertama, ibu mendapat 1/6 dari harta almarhum anaknya yang wafat, bila anaknya itu punya fara' waris.
وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ
Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak ..." (QS. An-Nisa': 11).

Kedua, seorang ibu mendapat 1/3 dari harta peninggalan almarhum anaknya, bila anaknya tidak punya fara' waris.
فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ
Bila dia tidak punya anak, maka ayah ibunya mewarisi hartanya dimana bagian ibu adalah sepertiga." (QS. An-Nisa': 11).

Ketiga, ibu mendapatkan 1/3 dari sisa harta yang sudah diambil oleh para ashabul furudh, namun haknya yang 1/3 tidak berlaku.

Pembagian ini hanya terjadi bila seseorang wafat dengan meninggalkan hanya 3 orang ahli waris, yaitu suami/istri, ayah dan ibu. Kasus ini terjadi di zaman khalifah Umar bin al-Khattab dan dikenal dengan istilah kasus Umariyatain.

Seorang ibu menghijab 2 orang ahli waris lainnya, yaitu nenek dari pihak ibu dan nenek dari pihak ayah. Atau dengan kata lain, dia menghijab ibunya sendiri dan ibu dari suaminya.

Seorang wanita yang ditinggal mati oleh anaknya, maka posisinya tidak akan terhijab oleh siapa pun. Karena mereka punya hubungan langsung tanpa diselingi oleh orang lain.

Yang dimaksud dengan kakek disini adalah ayahnya ayah. Seorang kakek yang ditinggal mati oleh cucunya, baik cucu itu laki-laki atau perempuan, termasuk orang yang berhak mendapatkan warisan.
Syaratnya adalah ayah anak itu sudah meninggal dunia saat si cucu meninggal dunia. Kalau ayah anak itu masih hidup, maka kakek (ayahnya ayah) terhijab, sehingga kita tidak bicara tentang warisan buat kakek.
Semua hitungan untuk warisan buat kakek, selalu dalam kondisi bahwa ayah almarhum sudah meninggal terlebih dahulu.

Seorang kakek punya tiga macam kemungkinan dalam menerima hak warisnya.

þ 1/6 = almarhum punya fara' waris laki-laki
þ 1/6 + sisa = almarhum punya fara' waris wanita, tidak punya fara' waris laki-laki
þ Ashabah = almarhum tidak punya fara' waris

Pertama, dia menerima 1/6 bagian dari harta anaknya yang meninggal. Syaratnya, almarhum cucunyanya itu punya fara' waris laki-laki. Misalnya anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ
Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak ..." (QS. An-Nisa': 11).

Kedua, dia menerima 1/6 dan ditambah lagi dengan sisa harta yang ada. Hal itu terjadi manakala almarhum yaitu cucunya yang meninggal itu punya fara' waris perempuan dan tidak punya fara' waris laki-laki.

Bahwa sisanya itu menjadi hak kakek, karena dalam hal ini kakek sebagai gantinya ayah menjadi ahli waris laki-laki yang lebih utama atau lebih dekat kedudukannya kepada almarhum dibandingkan dengan ahli waris lainnya. Rasulullah SAW bersabda :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ t قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ r أَلْحِقُوا الفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَلأَِوْلَى رَجُلٍ ذَكَر.
"Bagikanlah harta peninggalan (warisan) kepada yang berhak, dan apa yang tersisa menjadi hak laki-laki yang paling utama. " (HR Bukhari).

Contohnya, seseorang wafat meninggalkan anak perempuan dan seorang kakek, yaitu ayahnya ayah. Anak perempuan mendapat 1/2 bagian, sedangkan ayahnya ayah mendapatkan 1/6 sebagaimana disebut dalam dalil berikut :

وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدٌ
Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak ..." (QS. An-Nisa': 11).

Ketiga, kakek sebagai ayahnya ayah mendapat seluruh harta dengan cara ashabah, setelah ashabul furudh mengambil bagiannya. Syaratnya, almarhum tidak punya fara' waris, baik laki-laki atau pun perempuan.
فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ
Bila dia tidak punya anak, maka ayah ibunya mewarisi hartanya dimana bagian ibu adalah sepertiga." (QS. An-Nisa': 11).

Contohnya, seseorang wafat meninggalkan hanya seorang istri dan seorang kakek (ayahnya ayah). Maka istri adalah ahli waris dari kalangan ashabul furud, jatahnya adalah 1/4 bagian, karena almarhum tidak punya fara' waris. Sisanya yang 3/4 bagian menjadi hak kakek sebagai ganti dari ayah yang sudah meninggal terlebih dahulu.

Kakek (ayahnya ayah) termasuk orang yang cukup banyak menghijab ahli waris yang lain, selain anak laki-laki. Ada 10 ahli waris yang dihijab dan tidak mendapatkan harta warisan, karena keberadaan ayah dari almarhum.

Mereka yang terhijab oleh ayah adalah :
F saudara seayah-ibu
F saudari seayah-ibu
F saudara seayah
F saudari seayah
F keponakan : anak saudara seayah-ibu
F keponakan : anak saudara seayah
F paman : saudara ayah seayah-ibu
F  paman : saudara ayah seayah
F  sepupu : anak laki paman seayah-ibu
F sepupu : anak laki paman seayah
F saudara/i yang hanya seibu (rajih)

c.        Dihijab oleh
Seorang kakek tidak terhijab oleh siapa pun dari para ahli waris yang lain, kecuali oleh ayah, yang dalam hal ini tidak lain adalah anaknya sendiri.

Yang dimaksud dengan nenek disini adalah ibu dari ayahnya almarhum.

Dalam hal ini nenek hanya punya satu kemungkinan dalam mendapat bagian warisnya, yaitu 1/6. Syaratnya, almarhum tidak punya ibu dan ayah.

Nenek tidak menghijab siapa pun

Nenek dihijab oleh 2 orang yaitu ayah.
F Ayah
F ibu

9.       Saudara seayah-ibu (أخ شقيق)
Saudara disini bisa saja lebih tua (kakak) atau bisa saja lebih muda (adik). Yang penting, hubungan antara dirinya dengan almarhum adalah bahwa mereka punya ayah dan ibu yang sama. Kita menghindari penggunaan istilah saudara sekandung, karena konotasinya bisa keliru. Lebih pastinya kita gunakan istilah saudara seayah dan seibu.

a.        Bagian
Saudara seayah seibu mendapat waris dari almarhum dengan cara ashabah, yaitu sisa harta waris yang sebelumnya dibagikan terlebih dahulu kepada ahli waris secara fardh. Dengan syarat, kedudukannya tidak terhijab oleh orang-orang yang menghijabnya. Dalam hal ini almarhum tidak meninggalkan anak, cucu, ayah atau kakek. Saat itulah saudara seayah seibu baru mendapat jatah warisan.

Contoh, seseorang wafat meninggalkan ahli waris hanya : istri dan saudara laki-laki seayah seibu. Maka pembagiannya warisannya adalah istri mendapat 1/4 dan saudara mendapatkan sisanya, yaitu 3/4 bagian.

Apabila saudara laki-laki juga punya saudara perempuan yang sama-sama seayah dan seibu, maka bagian yang diterimanya harus 2 kali lipat lebih besar.
Contoh, seseorang wafat meninggalkan istri, saudara laki-laki dan saudara wanita. Maka pembagian warisannya adalah istri mendapat 1/4, sisanya yang 3/4 itu dibagi dua dengan saudarinya, saudara mendapatkan 2/4 dan saudarinya mendapat 1/4.

b.       Menghijab
F saudara seayah
F saudari seayah
F keponakan : anak saudara seayah-ibu
F keponakan : anak saudara seayah
F paman : saudara ayah seayah-ibu
F paman : saudara ayah seayah
F sepupu : anak laki paman seayah-ibu
F sepupu : anak laki paman seayah

c.        Dihijab Oleh :
F Anak laki-laki
F Ayah
F Ayahnya ayah (kakek)
F Cucu laki-laki

Saudari seayah dan seibu juga termasuk yang mendapat warisan, asalkan posisinya tidak terhijab.

a.        Bagian
þ  1/2 = almarhum                                                   
F tidak punya fara' waris (1-2-19-20)                
F tidak punya ashlul waris laki-laki (5-7)        
F tidak punya saudara laki-laki seayah seibu (9) 
F tidak punya saudari seayah seibu (10)
þ  2/3 = almarhum
F tidak punya fara' waris (1-2-19-20)
F tidak punya ashlul waris laki-laki (5-7) 
F  tidak punya saudara laki-laki seayah seibu (9)
F  punya saudari seayah seibu (10)                                            
þ  Ashabah = almarhum
F tidak punya fara' waris (1-2-19-20)               
F tidak punya ashlul waris laki-laki (5-7)          
F punya saudara laki-laki seayah seibu (9)     
  
Saudari seayah seibu dengan almarhum bisa mendapatkan warisan dengan tiga kemungkinan.

Pertama, dia mendapat 1/2 bagian dari seluruh harta milik almarhum.
Contoh : seseorang wafat dalam keadaan tidak punya anak, cucu, ayah, kakek, dan saudara laki-laki. Yang dia punya hanya seorang saudari perempuan seayah seibu. Maka saudarinya itu mendapat 1/2 dari semua harta warisan almarhum.

Kedua, dia mendapat 2/3 bagian dari seluruh harta milik almarhum.
Contoh : seseorang wafat  dalam keadaan tidak punya anak, cucu, ayah, kakek, dan saudara laki-laki. Yang dia punya hanya 2 orang saudari perempuan seayah seibu. Maka kedua saudaranya itu total mendapat 2/3 dari semua harta warisan almarhum saudaranya. 2/3 bagian itu kemudian dibagi 2 lagi secara sama besar.

Ketiga, dia mendapat waris secara ashabah dari seluruh harta milik almarhum.
Contoh : seseorang wafat  dalam keadaan tidak punya anak, cucu, ayah atau kakek. Yang dia punya seorang saudara laki-laki seayah seibu. Maka mereka berdua mendapat warisan secara ashabah, dengan perbandingan bahwa saudara laki-lakinya itu mendapat 2/3 bagian dan dirinya mendapat 1/3 bagian.

Saudara disini bisa saja lebih tua (kakak) atau bisa saja lebih muda (adik). Yang penting, hubungan saudara ini dengan almarhum bahwa mereka punya ayah yang sama tapi ibu mereka berbeda. Atau dalam bahasa lebih sederhana, hubungan antara almarhum dengan dirinya adalah saudara tiri.

Saudara seayah mendapat waris dari almarhum dengan cara ashabah, yaitu sisa harta waris yang sebelumnya dibagikan terlebih dahulu kepada ahli waris secara fardh.
Dengan syarat, kedudukannya tidak terhijab oleh orang-orang yang menghijabnya. Artinya, almarhum tidak meninggalkan anak, cucu, ayah atau kakek, termasuk almarhum tidak punya saudara/i yang seayah dan seibu. Saat itulah saudara seayah baru kebagian jatah warisan.

Contoh, seseorang wafat meninggalkan ahli waris hanya : istri dan saudara laki-laki seayah. Maka pembagiannya warisannya adalah istri mendapat 1/4 dan saudara seayah mendapat sisanya, yaitu 3/4 bagian.
Apabila saudara laki-laki seayah itu juga punya saudara perempuan yang juga seayah, maka bagian yang diterimanya harus 2 kali lipat lebih besar dari saudari perempuannya itu.
Contoh, seseorang wafat meninggalkan istri, saudara laki-laki dan saudara wanita seayah. Maka pembagian warisannya adalah istri mendapat 1/4, sisanya yang 3/4 itu dibagi dua dengan saudarinya, saudara laki-laki mendapatkan 2/4 dan saudari perempuannya mendapat 1/4.
F keponakan : anak saudara seayah-ibu
F keponakan : anak saudara seayah
F paman : saudara ayah seayah-ibu
F paman : saudara ayah seayah
F sepupu : anak laki paman seayah-ibu
F sepupu : anak laki paman seayah

c.        Dihijab Oleh :
F Anak laki-laki
F Ayah
F Ayahnya ayah (kakek)
F  Saudara laki-laki seayah seibu
F  Saudara perempuan seayah seibu
F Cucu laki-laki

Yang dimaksud dengan saudari perempuan seayah bahwa dirinya punya ayah yang sama dengan almarhum, tapi ibu mereka berbeda. Dengan mudah juga bisa kita sebut saudari perempuan tiri. Saudari tiri juga termasuk yang mendapat warisan, asalkan posisinya tidak terhijab.

þ  1/2 = almarhum                                                     
F tidak punya fara' waris (1-2-19-20)               
F tidak punya ashlul waris laki-laki (5-7)         
F tidak punya saudara laki-laki seayah seibu (9) 
F tidak punya saudari seayah seibu (10)
þ  2/3 = almarhum                                                     
F tidak punya fara' waris (1-2-19-20)               
F tidak punya ashlul waris laki-laki (5-7)         
F tidak punya saudara laki-laki seayah seibu (9) 
F punya saudari seayah seibu (10)
þ  Ashabah = almarhum                                                     
F tidak punya fara' waris (1-2-19-20)              
F tidak punya ashlul waris laki-laki (5-7)           
F punya saudara laki-laki seayah seibu (9)      

Saudari seayah seibu dengan almarhum bisa mendapatkan warisan dengan tiga kemungkinan.

Pertama, dia mendapat 1/2 bagian dari seluruh harta milik almarhum.
Contoh : seseorang wafat dalam keadaan tidak punya anak, cucu, ayah atau kakek, saudara laki-laki. Yang dia punya hanya seorang saudari perempuan seayah seibu. Maka dia mendapat 1/2 dari semua harta warisan almarhum saudaranya.

Kedua, dia mendapat 2/3 bagian dari seluruh harta milik almarhum.
Contoh : seseorang wafat  dalam keadaan tidak punya anak, cucu, ayah atau kakek, saudara laki-laki. Yang dia punya hanya 2 orang saudari perempuan seayah seibu. Maka kedua saudaranya itu total mendapat 2/3 dari semua harta warisan almarhum saudaranya. 2/3 bagian itu kemudian dibagi 2 lagi secara sama besar.

Ketiga, dia mendapat waris secara ashabah dari seluruh harta milik almarhum.
Contoh : seseorang wafat  dalam keadaan tidak punya anak, cucu, ayah atau kakek. Yang dia punya seorang saudara laki-laki seayah seibu. Maka mereka berdua mendapat warisan secara ashabah, dengan perbandingan bahwa saudara laki-lakinya itu mendapat 2/3 bagian dan dirinya mendapat 1/3 bagian.






18.    Sepupu : anak laki paman seayah

19.    Cucu Laki-laki (ابن ابن)
Cucu yang dimaksud adalah anak laki-laki dari anak laki-laki. Sedangkan cucu dari anak perempuan tidak termasuk ahli waris. Keberadaan cucu ini baru berarti manakala almarhum tidak punya anak laki-laki saat meningal dunia. Sebaliknya, bila almarhum punya anak laki-laki, meski posisinya bukan ayah dari cucu, misalnya sebagai paman, maka cucu tidak mendapatkan hak waris, karena terhijab olehnya.

Bagian yang menjadi hak seorang cucu mirip yang diterima seorang anak laki-laki. Karena kedudukannya memang sebagai pengganti anak laki-laki.

þ Asabah (sisa harta) bila ada ahli waris lain yang telah mengambil bagian masing-masing, dengan ketentuan cucu laki-laki mendapat 2 kali bagian cucu perempuan.
Seorang cucu laki-laki mendapat warisan dengan cara ashabah, yaitu sisa harta yang sebelumnya diambil oleh ahli waris lain. Karena mendapat sisa, maka besarannya tidak pasti, tergantung seberapa besar sisa yang ada.

Contoh yang sederhana adalah seorang laki-laki wafat meninggalkan ahli waris : cucu laki-laki dan anak perempuan. Maka hak cucu laki-laki adalah sisa harta yang telah diambil terlebih dahulu oleh anak perempuan. Anak perempuan tunggal adalah ashabul furudh yang jatahnya sudah ditetapkan.

Dalam hal ini anak perempuan mendapat 1/2. Berarti sisanya adalah 1/2 bagian. Maka bagian yang didapat oleh cucu laki-laki adalah 7/8.
Apabila almarhum juga meninggalkan cucu perempuan, maka dia juga mendapat sisa sebagaimana halnya cucu laki-laki, yaitu jumlah sisa itu dibagi rata di antara para cucu, dengan ketentuan bahwa cucu perempuan hanya mendapat setengah dari apa yang didapat cucu laki-laki. Atau dengan kata lain, yang diterima cucu laki-laki 2 kali lipat lebih besar dari anak perempuan.

Maka pembagiannya sebagai berikut :
Ahli Waris
Bagian
Anak Perempuan
1/2
3/6
Cucu Laki-laki
Sisa = 1/2
2/6
Cucu Perempuan
1/6





Ahli Waris
F §  saudara seayah-ibu
F §  saudari seayah-ibu
F §  saudara seayah
F §  saudari seayah
F §  keponakan : anak saudara seayah-ibu
F §  keponakan : anak saudara seayah
F §  paman : saudara ayah seayah-ibu
F §  paman : saudara ayah seayah
F §  sepupu : anak laki paman seayah-ibu
F §  sepupu : anak laki paman seayah
F §  saudara & saudari seibu

c.        Dihijab oleh :
Satu-satunya pihak yang dapat menghijab cucu laki-laki adalah anak laki-laki (1). Dalam kenyataannya, bisa saja cucu laki-laki merupakan anak dari anak laki-laki, tapi bisa juga bukan anak tetapi keponakan. Tapi intinya, selama almarhum masih punya anak laki-laki, cucu laki-laki akan terhijab.

21.    Nenek Dari Ibu
22.    Saudara/i Seibu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERBEDAAN AMIL DAN PANITIA ZAKAT

 PERBEDAAN   AMIL DAN PANITIA ZAKAT 1- Amil adalah wakilnya mustahiq. Dan Panitia zakat adalah wakilnya Muzakki. 2- Zakat yang sudah diserahkan pada amil apabila hilang atau rusak (tidak lagi layak di konsumsi), kewajiban zakat atas muzakki gugur. Sementara zakat yang di serahkan pada panitia zakat apabila hilang atau rusak, maka belum menggugurkan kewajiban zakatnya muzakki. - (ﻭﻟﻮ) (ﺩﻓﻊ) اﻟﺰﻛﺎﺓ (ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﻟﻠﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺒﻬﻢ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﻟﻬﻢ ﺑﺪﻟﻴﻞ ﺃﻧﻬﺎ ﻟﻮ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻢ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺎﻟﻚ ﺷﻲء ﻭاﻟﺴﺎﻋﻲ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻛاﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.* - {نهاية المحتاج جز ٣ ص ١٣٩} - (ﻭﻟﻮ ﺩﻓﻊ ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ) ﺃﻭ ﻧﺎﺋﺒﻪ ﻛﺎﻟﺴﺎﻋﻲ (ﻛﻔﺖ اﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪﻩ) ﺃﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ اﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻋﻨﺪ اﻟﺼﺮﻑ؛ * ﻷﻧﻪ ﻧﺎﺋﺐ اﻟﻤﺴﺘﺤﻘﻴﻦ ﻓﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﻛﺎﻟﺪﻓﻊ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﺬا ﺃﺟﺰﺃﺕ ﻭﺇﻥ ﺗﻠﻔﺖ ﻋﻨﺪﻩ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﻮﻛﻴﻞ* ﻭاﻷﻓﻀﻞ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﺃﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﻋﻨﺪ اﻟﺘﻔﺮﻗﺔ ﺃﻳﻀﺎ.. - {تحفة المحتاج جز ٣ ص ٣٥٠} 3- Menyerahkan zakat pada amil hukumnya Afdhol (lebih utama) daripada di serahkan sendiri oleh muzakki pada m

DALIL TAHLILAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Masyarakat muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya. Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan dengan sangat bijaksana.

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA USTADZ

PENGERTIAN FII SABILILLAH MENURUT PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB. Sabilillah ( jalan menuju Allah ) itu banyak sekali bentuk dan pengamalannya, yg kesemuanya itu kembali kepada semua bentuk kebaikan atau ketaatan. Syaikh Ibnu Hajar alhaitamie menyebutkan dalam kitab Tuhfatulmuhtaj jilid 7 hal. 187 وسبيل الله وضعاً الطريقة الموصلةُ اليه تعالى (تحفة المحتاج جزء ٧ ص ١٨٧) Sabilillah secara etimologi ialah jalan yang dapat menyampaikan kepada (Allah) SWT فمعنى سبيل الله الطريق الموصل إلى الله وهو يشمل كل طاعة لكن غلب إستعماله عرفا وشرعا فى الجهاد. اه‍ ( حاشية البيجوري ج ١ ص ٥٤٤)  Maka (asal) pengertian Sabilillah itu, adalah jalan yang dapat menyampaikan kepada Allah, dan ia mencakup setiap bentuk keta'atan, tetapi menurut pengertian 'uruf dan syara' lebih sering digunakan untuk makna jihad (berperang). Pengertian fie Sabilillah menurut makna Syar'ie ✒️ Madzhab Syafi'ie Al-imam An-nawawie menyebutkan didalam Kitab Al-majmu' Syarhulmuhaddzab : واحتج أصحابنا بأن المفهوم في ا